Pria itu menggerakkan netra indahnya menatap Amora yang berbaring tidak sadarkan diri di atas tubuhnya. Lalu bertanya pada Amora yang tidak sadarkan diri, “Kau yang sudah membangunkanku?”
Tak lama, pria itu pun bergerak dengan penuh kehati-hatian. Ia turun dari tumpukan tumbuhan rambat dan bunga yang menjadi pembaringannya. Lalu membaringkan Amora di sana dengan begitu lembut. Setelah memastikan jika Amora berbaring dengan posisi yang benar, ia terdiam beberapa saat. Ternyata ia mengamati wajah cantik Amora dengan pembawaan yang begitu tenang, lalu ia pun beralih mengamati ruangan di mana sebelumnya ia terbaring dengan sorot mata tak terbaca. Setelah puas mengamati ruangan dalam gua tersebut, ia kembali menatap Amora yang memiliki beberapa luka gores pada tangan dan kakinya. “Kau terluka?” tanya pria itu lagi. Keningnya agak mengernyit tipis. Namun, ia sama sekali tidak melakukan apa pun pada luka itu dan memilih untuk melangkah perlahan menyusuri lorong menuju pintu gua.
Langkahnya terlihat begitu ringan, dan ajaibnya lorong gua yang sebelumnya cukup gelap karena hanya memanfaatkan cahaya matahari yang masuk, kini terang benderang karena obor-obor di sepanjang lorong tersebut hidup dengan pendar api biru yang unik. Lalu setibanya ia dipintu gua, ia disambut oleh ratusan siluman dalam bentuk hewan, dan tumbuhan yang berlutut menyambut dirinya. Semuanya terlihat begitu senang melihat sosoknya yang begitu agung. Angin lembut menerpa sosok pria berambut perak itu, dan dirinya menatap semua makhluk yang memberi hormat padanya. Lalu tak lama, semua siluman berseru, “Kami menyambut Amagl yang agung. Selamat atas kebangkitan Anda!”
***
Amora tersentak dan membuka matanya lebar-lebar. Ia pun tersadar, jika kini dirinya sudah tidak lagi berada di dalam gua, karena bukannya melihat dinding batu, kini Amora malah melihat dinding kayu yang menguarkan aroma khas rumah kayu yang menenangkan. Amora pun segera mengedarkan pandangannya dan melihat jika itu adalah rumah sederhana yang terlihat cantik. Rumah itu sudah dilengkapi dengan peralatan rumah tangga sederhana yang juga terbuat dari kayu. Amora mengernyitkan keningnya, merasa bingung mengapa dirinya berada di sini. Padahal, Amora sendiri yakin jika dirinya kehilangan kesadaran tepat setelah dirinya tanpa sengaja mencium pria yang tertidur di dalam gua. Namun, kini Amora terbangun di atas ranjang kayu di dalam rumah kayu yang belum pernah Amora lihat atau kunjungi sebelumnya.
Amora menyentuh bibirnya. Meskipun itu ciuman yang tidak disengaja karena terjadi saat Amora ceroboh dan terpeleset, tetapi ciuman itu sangat membekas bagi Amora. Selain karena itu adalah ciuman pertama Amora, sosok yang dicium oleh Amora juga sangat menakjubkan hingga tidak bisa Amora lupakan. Meskipun hanya melihatnya sekali, tetapi hingga saat ini pun Amora masih mengingat detail wajah rupawan pria itu. Amora sudah melihat banyak pria tampan dari berbagai kalangan, entah itu pangeran kekaisaran atau bahkan rakyat biasa. Namun, Amora belum pernah melihat sosok setampan pria itu. Dia benar-benar tampan, seakan-akan semua ketampanan yang Amora lihat sebelumnya hanyalah hal palsu. Pria itu juga memiliki warna rambut yang sangat unik, hingga Amora mengingatnya dengan mudah.
Saat Amora memilih untuk turun dari ranjang kayu itu, Amora pun mencium aroma harum yang sebelumnya ia cium di dalam gua. Lalu Amora pun tersentak saat melihat sosok pria rupawan yang berada di ambang pintu. Ia masih memakai pakaian yang terakhir Amora lihat, tetapi kini rambut panjangnya sudah terikat rapi menjadi satu. Pria itu masih bungkam, tetapi ia menatap Amora dengan netra biru keperakan yang indah. Netra unik yang rasanya belum pernah Amora lihat. Entah ini hanya perasaan Amora saja atau memang benar adanya, pria yang berada di hadapan Amora ini memiliki begitu banyak hal yang menjadi pengalaman pertama bagi Amora. Gadis satu itu pun berdiri dan menyadari jika pria itu memiliki tubuh yang tinggi menjulang. Meskipun memiliki begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan, tetapi Amora pada akhirnya tidak bisa membuka bibirnya sedikit pun. Amora terlalu bingung harus memulainya dari mana.
“Kenapa kau bisa berada di pulau ini?” tanya pria itu dengan suara dingin menusuk.
Amora menatapnya dan seketika merasakan aura mengintimadasi yang menekannya. Aura ini tidak pernah Amora rasakan dari siapa pun. Bahkan, Kaisar yang agung pun tidak menguarkan aura yang begitu mengintimidasi seperti ini. Padahal, Kaisar adalah sosok yang paling berkuasa di kekaisaran Bonaro, tetapi Amora tidak merasakan aura intimidasi sehebat ini darinya. Amora pun tersadar, bahwa pria yang berada di hadapannya ini bukanlah orang biasa. Tidak ada orang biasa yang memiliki aura seorang pemimpin yang begitu kental seperti ini. Orang biasa tidak mungkin memiliki kemampuan untuk menekan orang lain hingga memiliki niat untuk berlutut di hadapannya seperti ini. Amora tahu, jika saat ini dirinya harus bertindak hati-hati. Apalagi mengingat apa yang terjadi di dalam gua tadi. Kemungkinan besar orang ini memanglah seorang ahli sihir, yang memiliki pikiran gila hingga memanfaatkan gua di pulau terkutuk sebagai tempat tidur siangnya.
Meskipun sangat masuk akal jika pria berambut keperakan itu adalah seorang sihir, tetapi tidak menutup kemungkinan jika dia adalah siluman. Siluman tingkat tinggi memiliki kemampuan untuk memiliki penampilan manusia yang sempurna. “Se, Sebelum saya menjawab pertanya Anda, lebih baik Anda memperkenalkan diri terlebih dahulu. Lalu kenapa Anda bisa ada di pulau ini?” tanya Amora.
Tentu saja Amora mempertanyakan hal itu. Semua orang di kekaisaran ini jelas tahu, jika pulau Blaxland adalah pulau terkutuk yang dipenuhi oleh para siluman berbahaya. Tempat ini menjadi tempat pengasingan para perempuan yang ternoda atau melakukan kesalahan perzinahan. Jelas sekali jika ini bukanlah tempat yang aman untuk menjadi tempat tidur siang, sekali pun bagi seorang ahli sihir. Amora menatap penuh antisipasi para pria menawan yang kini tampil berbeda karena tatanan rambut panjangnya. Ia terlihat anggun, tetapi di sisi lain juga terlihat maskulin. Amora tidak yakin, tetapi intinya Amora menilai bahwa pria ini sangat menawan. Sangat menawan bagi seorang manusia. Wajah Amora pun berubah pucat pasi. Betapa bodohnya Amora melupakan sebuah kemungkinan. Amora jelas berdoa agar pria di hadapannya ini memang bukanlah seorang siluman.
“Apa manusia memang sangat mudah ditebak sepertimu?”
Amora tersentak dan menatap pria berambut perak yang kini berdiri di dekat jendela. Ia menoleh pada Amora dan bertemu tatap dengan netra cokelat milik Amora. “Ma, Manusia? Anda berbicara seolah-olah Anda sendiri bukan bagian dari kaum manusia,” ucap Amora masih berusaha berpikir jika pria yang berada di hadapannya ini adalah manusia sepertinya atau setidaknya seorang ahli sihir.
“Apakah aku terlihat seperti manusia?” tanya pria itu lagi masih dengan nada dinginnya.
Amora pun mengepalkan kedua tangannya. Ia sebenarnya merasa sangat takut saat ini. Namun, Amora tahu, jika dirinya menunjukkan rasa takutnya, itu artinya ia akan menjadi mangsa yang mudah. Ia sedikit mengangkat dagunya dan menjawab, “Anda memang tidak terlihat seperti manusia. Rasanya, tidak ada satu pun manusia yang akan bertindak gila untuk tidur di pulau terkutuk ini.”
“Pulau terkutuk?” tanya pria itu seakan-akan belum pernah mendengar hal itu sebelumnya.
Amora mengernyitkan keningnya. Tentu saja, Amora yang sudah dididik dengan ketat sebagai seorang bangsawan yang diharuskan bisa membaca lawan bicaranya, bisa membaca apa yang sebelumnya dipikirkan oleh pria itu. “Anda tidak mengetahuinya?” tanya Amora tidak percaya.
Namun, pria itu sama sekali tidak menjawab, dan hanya menatap balik Amora dengan netranya yang berkilau indah. Amora pun mengambil langkah untuk lebih menjauh dari pria itu. “Anda sebenarnya siapa? Bagaimana mungkin Anda tidak mengetahui fakta itu?” tanya Amora dengan suara bergetar.
“Apa kau yakin ingin mengetahui siapa diriku sebenarnya?” tanya balik pria itu sembari benar-benar mengubah posisi berdirinya menjadi benar-benar menghadap Amora.
Amora sebenarnya ingin berteriak jika dirinya sama sekali tidak ingin mengetahuinya. Namun, bibirnya sama sekali tidak bergerak. Tatapan pria itu tidak hanya mengunci pandangan Amora, tetapi juga mengunci seluruh pergerakan tubuh Amora. Ini benar-benar situasi mencekam, bahkan lebih mencekam daripada saat Amora dikejar oleh puluhan siluman kelaparan. Pria itu terlihat mengamati Amora yang ketakutan dalam diamnya. Tidak ada riak emosi yang bisa terlihat dari wajah atau sorot matanya. Tentu saja, bagi Amora itu adalah hal yang sangat menakutkan. Tidak bisa membaca apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh orang lain, akan menjadi sebuah kelemahan besar yang kemungkinan bisa membuat Amora diserang kapan saja.
“Sepertinya, kau tidak ingin mengetahui identitasku,” ucap pria itu sembari sedikit menarik ujung bibirnya membuat Amora menahan napasnya dengan susah payah. Tindakan pria itu memang terlihat sangat tidak sopan dan kurang ajar. Namun, karena wajahnya yang sangat rupawan dan pembawaannya yang sangat berkelas, membuat Amora tidak berdaya untuk memaafkan tindakannya begitu saja. Untuk sesaat, Amora bahkan melupakan fakta bahwa pria di hadapannya mungkin saja adalah seseorang yang berbahaya.
“Sebelumnya kau sendiri yang memintaku untuk memperkenalkan diri, jadi rasanya aku perlu melakukannya sebagai bentuk sopan santun. Terlebih, kau adalah orang yang sudah membangunkanku. Setidaknya, aku harus sedikit berterima kasih padamu.”
Amora tersadar dari lamunannya dan menatap pria itu sepenuhnya. Perkataannya terdengar sangat aneh. Ada beberapa poin yang tidak dimengerti oleh Amora di sana. Meskipun terlihat sangat mengantisipasinya, tetapi Amora juga terlihat menunggu apa yang akan dikatakan olehnya lebih lanjut. Pria itu berkata, “Aku, Xavier Miguel de Richmond.”
Kening Amora mengernyit dalam. “Aku seperti pernah mende—Apa?! Xa, Xavier?!” tanya Amora pucat pasi.
Pria yang memperkenalkan diri sebagai Xavier itu sama sekali tidak menjawab dan hanya menatap Amora dalam diam. Amora yang telah mengetahui identitas Xavier, tidak bisa tenang mendapatkan tatapan itu. Tanpa mengatakan apa pun, Amora berbalik dan berlari meninggalkan rumah kayu itu dengan derai air mata penuh rasa takut. Bagaimana mungkin Amora tidak takut, jika ternyata sosok yang sudah ia cium dan bangunkan dari tidurnya, tak lain adalah Xavier, sang Amagl terkutuk yang dipaksa untuk tidur panjang karena sudah melakukan kesalahan besar di masa lalu. Xavier sendiri sama sekali tidak mencegah kepergian Amora. Ia malah berdiri di ambang pintu, untuk melihat arah kepergian Amora dengan tenang.
Lalu tiba-tiba, sebuah pohon yang berada di dekat rumah kayu tersebut berubah menjadi sosok manusia, benar ia adalah sosok siluman pohon salah satu pengikut setia Xavier. “Anda tidak mengejarnya?” tanya siluman pohon itu.
“Belum saatnya,” jawab Xavier singkat dan memilih menatap keindahan langit yang sudah begitu lama tidak ia lihat.
.
.
.
Gimana, penasaran enggak sih sama kelanjutannya?
Ayok jangan pelit tinggalin jejak kalian yaaa
Untuk kesekian kalinya, Amora mengutuk situasi sulit yang tengah ia alami. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat dan berlari seperti orang gila. Amora beharap jika dirinya bisa menembus hutan lebat ini dan menemukan jalan pulang. Tentu saja, Amora tidak mau tinggal di tempat yang sangat berbahaya ini. Selain karena ini adalah sarang para siluman, pulau ini semakin berbahaya ditambah dengan keberadaan Amagl terkutuk yang ternyata selama ini tertidur panjang. Sejak awal, Amora tahu jika Amagl terkutuk dipaksa untuk tertidur oleh Amagl agung yang kini menjaga kekaisaran. Namun, Amora dan manusia lainnya sama sekali tidak mengetahui letak di mana Amagl berjiwa jahat itu dipaksa untuk tertidur. Ternyata, pulau Blaxland inilah yang menjadi tempat bersemayamnya sosok Xavier. Semua hal baru yang Amora alami hari ini benar-benar membuat gadis satu itu merasa berat bukan main.
“Nona, Anda sudah bangun?” tanya Vheer yang sudah mengambil bentuk manusia.Amora yang mendengar pertanyaan tersebut, segera menjauh dari Vheer. Ia pun mengedarkan pandangannnya, dan menggigit bibirnya saat tahu jika dirinya kembali di bawa ke rumah kayu. “Tolong maafkan aku, jangan bunuh aku,” ucap Amora sembari menahan tangisnya.Vheer yang berpenampilan selayaknya pria pada umumnya, kini memasang ekspresi sedih. Ia tentu tahu, jika saat ini Amora merasa sangat ketakutan. Vheer berlutut dan berkata, “Nona, Tuan sama sekali tidak akan melukai Nona. Begitu pun kami yang menjadi pengikut setianya. Kami akan melindungi Nona dan Tuan dengan seluruh kemampuan serta upaya kami.”
“Tidak perlu takut, Nona. Tuan Xavier memang terlihat dingin, tetapi ia tidak mungkin melukai Nona,” ucap Vheer sembari membukakan portal sihir. Pola sihir muncul terlebih dahulu, sebelum portal terbuka sedikit demi sedikit.Karena energi sihir yang dimiliki oleh Xavier masih terbatas, maka kini Vheer yang memiliki kewajiban untuk membuka portal. Terlebih, karena Vheer adalah manusia perwujudan pohon yang sudah hidup lebih dari ribuan tahun, ia memiliki energi napas hutan yang besar. Jadi, ia bisa membuka membuka portal penghubung hutan yang satu dengan hutan yang lain dengan mudah. Setelah membukakan portal dengan sempurna, Vheer pun kembali ke dalam rumah kayu, meninggalkan Amora yang menatap portal sihir itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, tetapi juga memiliki rasa takut yang begitu besar. Tentu saja, Amora takut dengan l
“Nona,” panggil Vheer saat dirinya melihat Amora terlihat begitu gelisah. Amora tersentak dan menatap Vheer dengan tatapan takut-takut. Vheer yang melihat hal itu mau tidak mau merasa sedih. Ia pun menatap tuannya yang tengah bermeditasi, berupaya untuk mengumpulkan energi dan menyerap kekuatan dalam hutan tersebut. Xavier memasang barrier pelindung di sekitar dirinya, memastikan jika dirinya tidak akan diganggu oleh siapa pun. Kini, ketiganya tengah berada di tengah hutan, beristirahat setelah melakukan perjalanan yang hanya bisa diakses dengan jalan kaki. Vheer tidak bisa membuka portal terlalu sering, karena hal itu bisa membuat keberadaan mereka ditemukan lebih cepat oleh musuh. Karena itulah, Xavier memutuskan untuk berjalan kaki, walaupun hal itu menghabiskan waktu lebih lama daripada menggunakan portal atau sihir lainnya.&
“Bi, Biarkan aku yang mencari buah-buahan,” ucap Amora mengusulkan diri untuk mencari makanan.Hari ini, adalah hari ketiga Amora ikut dalam perjalanan Xavier dan Vheer. Amora mengikuti perjalanan tersebut dengan patuh dan tanpa mengeluhkan apa pun. Meskipun merasa sangat tidak nyaman karena harus tidur dengan hanya beralaskan daun, atau merasa selelah apa pun Amora menahan diri untuk tidak mengatakannya. Benar, Amora menahan diri sebaik mungkin sembari mencari celah untuk melarikan diri dari sang Amagl terkutuk. Lalu hari ini adalah waktu yang paling tepat bagi Amora untuk melarikan diri. Setidaknya, sudah tiga hari ini Amora berusaha untuk mendapatkan penilaian baik dari Xavier. Walaupun, sebenarnya Xavier sendiri tidak terlalu memberikan reaksi apa pun padanya.
“Kami sudah mendapatkan semua ingatan orang-orang mengenai gadis itu, Tuan,” ucap Blax lalu memberikan sebuah kristal sihir berbentuk bulat pada Xavion. Kristal tersebut berisi kenangan orang-orang mengenai sosok Amora.Xavion menerima kristal tersebut. Kini, Xavion menyembunyikan wajahnya di bawah tudung jubahnya, dan hanya menunjukkan sepasang netra biru keperakan yang menyorot dingin. Jika dilihat dari jauh, Xavion seakan-akan tidak memiliki wajah dan ruang di bawah tudung jubahnya terlihat hanya sebuah ruang hampa. Karena tudung tersebut membuat wajah Xavion tersembunyi dalam kegelapan. Xavion menatap lima bawahan setianya yang memimpin pasukan pengikut setianya. Kelimanya adalah orang-orang yang memiliki kekuatan paling besar di antara para siluman yang mengabdi padanya. Pertama ada Balx, sang naga hitam yang memiliki sembura
“Yang Mulia, hampir setengah dari warga ibu kota sudah terjangkit wabah yang tidak ketahui berasal dari mana,” ucap salah seorang menteri melaporkan situasi terkini pada kaisar.Saat ini, semua orang-orang berpengaruh mengikuti rapat tertutup yang diadakan secara mendadak oleh Gilbert—sang kaisar. Hal tersebut tidak terlepas dari situasi darurat yang saat ini tengah berlangsung. Seperti apa yang sudah dikatakan oleh seorang menteri, saat ini tengah ada wabah berbahaya yang menyebar dengan begitu cepat di kekaisaran Bonaro. Tentu saja, Gibert dan orang-orang berpengaruh harus segera menanggulangi masalah tersebut. Apalagi, wabah ini menyebar langsung ke pusat pemerintahan dan ekonomi kekaisaran yang tak lain adalah ibu kota di mana para bangsawan kelas atas tinggal. Gilbert pun menatap Pendeta Agung dan bertanya, “Apa m
Setelah berhari-hari melakukan perjalanan yang melelahkan melewati hutan, kini Amora dan Xavier sudah ke luar dari hutan lebat tersebut. Hoia sudah tidak lagi terlihat bersama mereka, karena Xavier secara khusus memberikan perintah pada Hoia untuk menyembunyikan dirinya. Hoia tidak boleh menunjukkan dirinya sebelum Xavier memberikan isyarat atau perintah padanya. Sementara itu, kini Amora terlihat bersembunyi di belakang punggung Xavier, saat tiba-tiba ada segerombolan orang yang menghalangi jalan mereka. Karena sudah terbiasa bertemu dengan siluman-siluman yang bisa mengambil wujud manusia dengan sempurna, secara Alami Amora pun berpikir jika orang-orang itu adalah siluman pula. Kemungkinan besar, mereka adalah siluman yang berniat jahat pada mereka. Tentu saja bersembunyi dan berlindungi pada Xavier adalah satu-satunya cara bagi Amora untuk selamat.
Semenjak apa yang terjadi di kekaisaran Bonaro, ternyata setiap kekaisaran dan kerajaan memilih untuk menyerukan persatuan mereka. Mereka tetap memiliki wilayah masing-masing, tetapi tidak ada lagi permusuhan atau peperangan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Ataupun tidak adanya paksaan dari kekaisaran terhadapn sebuah kerjaan untuk bersumpah setia. Kini, mereka semua memiliki pandangan yang sama dan misi yang sama. Hidup mereka tenteram tanpa ada satu pun kesulitan yang mereka hadapi. Gangguan dari para siluman yang semula menjadi momok yang paling menakutkan dan menjadi permasalah pertahanan bagi sebuah daerah, sudah tidak lagi perlu dicemaskan. Karena siluman sama sekali tidak pernah terlihat lagi. Seakan-akan, perang yang pernah terjadi menghapus keberadaan dan jejak dari para siluman.Meskipun begitu, mereka yakin jika Amagl Agung berhasil mengendalikan para siluman dan menjaga keseimbangan dua dunia. Kini mereka bisa sama-sama hidup dengan nyaman di dunia
Sedetik kemudian Amora pun tersadar mengenai kondisi Xavier dan berlari untuk menghampiri suaminya itu. Amora pun bergetar hebat saat menyentuh dada sang suami yang sudah dipenuhi luka. Pedang yang sebelumnya menancap di sana sudah menghilang, begitu pemiliknya juga menghilang. Amora dengan suara bergetar memanggil sang suami. “Xavier, kau bisa mendengar suaraku bukan?” tanya Amora menyentuh pipi suaminya yang sudah terasa dingin.Para pengikut yang mulai pulih pun menyadari apa yang terjadi dan berniat untuk mendekat pada Amora. Namun, Penyihir Putih memberikan isyarat pada mereka semua untuk tetap di tempat mereka. Penyihir Putih sudah mengetahui apa yang terjadi karena alam membisikan sesuatu padanya. Penyihir Putih mengetahui apa yang terjadi pada Xavier, hingga apa yang dilakukan oleh Amora yang sudah membantu memusnahkan Xavion dan pasukannya. Anak panah sihir yang digunakan oleh Amora ternyata bukan anak panah biasa. Amora memang tidak mengetahui jika anak
Amora jatuh tidak berdaya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap nanar pada para manusia yang kini terlihat seperti mayat hidup, dan para siluman yang berperang mempertaruhkan nyawa mereka. Lebih dari itu, Amora menatap suaminya yang terlihat bertarung dengan sekuat tenaga. Ia sudah tahu apa yang terjadi di masa lalu, mengenai penyebab dari kemarahan Xavion, dan hal apa yang menjadi pangkal dari hancurnya hubungan persaudaraan Xavion dan Xavier. Amora meneteskan air matanya. Takdir memang terkadang terasa menyulitkan dan menyesakkan. Namun, Amora tidak berpikir jika hal itu bisa membuat Xavion melakukan semua tindakan yang mengerikan ini. Amora berharap, jika Xavier bisa menghentikan Xavion. Xavier harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang mereka rasakan karena kejahatan Xavion.Namun sayangnya, setelah Amora selesai berdoa, Amora melihat hal yang begitu menyedihkan. Para siluman pengikut Xavier satu per satu jatuh tidak berdaya. Penyihir Putih juga kel
Ribuan tahun yang laluDi suatu hari, istri dari Amagl Agung—pemimpin dari kaum Amagl—melahirkan sepasang putra tampan. Menyadari jika mereka bisa saja membuat kaum Amagl yang mengetahui ramalan mengenai kehancuran itu merasa cemas, Amagl Agung memutuskan untuk menutupi salah satu wajah putranya dengan topeng sejak ia masih kecil. Mereka memutuskan untuk memakaikan topeng pada sang adik yang memang pada dasanya tidak akan bisa menjadi pemimpin kaum Amagl selanjutnya, karena ada sang kakak yang menduduki posisi calon penerus pertama. Semua orang bertindak sangat hati-hati, demi menghindari ramalan mengenai kehancuran kaum dan dunia yang mereka jaga. Tahun demi tahun berlalu, dan si kembar tumbuh besar. Keduanya tumbuh dengan pesona yang berbeda, dan sifat yang juga berbeda. Jika si Sulung memiliki sifat yang tenang dan memegang tegus prinsip bahwa mereka harus mengikuti peraturan
Pembicaraan antara Xavier dan Xavion jelas membuat suasana semakin mencekam saja. Selain itu, para pengikut Xavier terlihat kebingungan dan terkejut dengan fakta yang baru mereka ketahui, jika ternyata Xavier dan Xavion ternyata memiliki ikatan persaudaraan. Hal yang memang sebenarnya hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalu. Sementara itu, sebagian besar para pengikut Xavion tampaknya tidak terlalu dibuat terkejut oleh apa yang terjadi tersebut. Apa pun yang terjadi, mereka hanya perlu mendukung Xavion untuk menguasai dunia, dan setelah itu mereka bisa hidup dengan bebas tanpa perlu takut pada Dewa atau utusannya yang bertugas untuk membasmi para siluman yang melanggar ketentuan yang ada. Blax sendiri terlihat mengepalkan kedua tangannya. Merasa sangat marah, tetapi berusaha untuk menahan dirinya. Ia hanya perlu bergantung sedikit lagi pada Xavion, dan dirinya bisa membebaskan kaumnya dari jeratan Xavion, tentu saja sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.
“Tuan, mereka benar-benar datang,” ucap Blax melaporkan situasi terkini pada Xavion yang kini duduk di singgasan yang seharusnya ditempati oleh kaisar yang agung. Namun, Gilbert yang masih berada di bawah kendali XavionXavion yang masih mengenakan topengnya terlihat menyeringai. “Sesuai dengan apa yang aku harapkan darimu, Xavier,” gumam Xavion terlihat begitu puas dengan apa yang tengah terjadi saat ini.Blax yang mendengar hal itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Seakan-akan Xavion memang sudah memperikarakan langkah inilah yang akan diambil oleh Xavier. Namun, Blax tidak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunggu perintah seperti apa yang akan diberikan oleh Xavier selanjutnya. Tentu saja, sejak awal Blax dan yang lainnya sudah menempatkan pasukan mereka di barisan terdepan sebagai lapisan keamanan yang jelas akan dihadapi oleh pasukan lawan sebelum benar-benar memasuki pusat kekaisaran yang tampaknya akan menjadi medan perang mereka.
Vheer terlihat fokus memeriksa persenjataan yang akan digunakan dalam peperangan yang sudah ditentukan. Ia memang diberikan tanggung jawab untuk memeriksa semua persenjataan, sementara Xavier tengah fokus memberikan arahan bagi para siluman yang jelas belum memiliki pengalaman dalam berperang. Sementara itu, Vheer yang memang sudah mengetahu strategi dan jalur yang akan ditempuh dalam perang nanti, memilih untuk segera memeriksa peralatan untuk peperangan nanti. Karena ini juga adalah salah satu faktor penentu kemenangan mereka dalam perang. Mengingat, bahwa tidak semua siluman yang menjadi pengikut setia Xavier memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir. Jadi, senjata-senjata ini benar-benar diperlukan oleh mereka.Setelah memeriksa jika semuanya berada dalam kualitas baik, Vheer pun ke luar dari gudang dan menatap langit malam yang terlihat begitu gelap. Karena sudah tidak ada lagi barrier, kini Vheer bisa melihat langit dengan leluasa. Namun, langit malam seakan-akan ingin
Xavion membuka kelambu dan melihat sosok Amora yang seakan-akan berubah menjadi sosok peri yang tengah tertidur. Ia terlihat begitu cantik, dan anggun dengan balutan gaun indah yang ia kenakan. Kulit, rambut, bahkan kukunya terawat dengan baik akibat Xavion yang menugaskan Sisil secara khusus untuk merawat Amora yang masih tenggelam dalam alam bawah sadarnya. Benar, Amora masih menjelajah dunia yang Xavion ciptakan. Dunia yang menunjukkan dengan jelas, tiap detail kejadiam di masa lalu yang seharusnya Amora ketahui. Xavion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut pipi Amora, seakan-akan sedikit sentuhan kasar bisa saja membuat Amora terluka. Tak lama, Xavion meletakkan telunjuknya tepat pada kening Amora. Lalu sinar abu-abu muncul dan sedetik kemudian Amora membuka matanya dan terengah-engah seakan-akan dirinya sudah menemui hal yang sangat mengejutkan baginya.Xavion hanya membiarkan Amora begitu saja, dan mengamatinya dalam diam. Seolah-olaj yakin jika Amora akan tenan
Xavion duduk di tepi ranjang dan mengamati raut wajah Amora yang terlihat tidak baik-baik saja. Kini, Amora masih belum terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di dalam dunia mimpinya. Tentu saja, hal inilah yang diharapkan oleh Xavion. Akan sulit untuk membuat Amora mengetaui apa yang tejadi di masa lalu saat dirinya sadar, karena hal itu akan membuatnya tertekan dan kembali jatuh tak sadarkan diri. Karena itulah, Xavion memilih untuk menunjukkan semuanya pada Amora dengan membuatnya menjelajah di dunia bawah sadarnya. Xavion mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Amora dengan lembut. “Lihat semuanya dengan detail, Amora. Lalu nilailah kembali, aku atau Xavier yang pantas untuk disebut sebagai orang yang kejam,” ucap Xavion.Sisil yang berdiri di sekat ranjang melihat tindakan lembut Xavion dengan kening mengernyit. Setelah mendapatkan peringatan keras dari Xavion, Sisil memang bertindak lebih berhati-hati mengenai menunjukkan perasaannya. Meskipun dirinya memi