“Bi, Biarkan aku yang mencari buah-buahan,” ucap Amora mengusulkan diri untuk mencari makanan.
Hari ini, adalah hari ketiga Amora ikut dalam perjalanan Xavier dan Vheer. Amora mengikuti perjalanan tersebut dengan patuh dan tanpa mengeluhkan apa pun. Meskipun merasa sangat tidak nyaman karena harus tidur dengan hanya beralaskan daun, atau merasa selelah apa pun Amora menahan diri untuk tidak mengatakannya. Benar, Amora menahan diri sebaik mungkin sembari mencari celah untuk melarikan diri dari sang Amagl terkutuk. Lalu hari ini adalah waktu yang paling tepat bagi Amora untuk melarikan diri. Setidaknya, sudah tiga hari ini Amora berusaha untuk mendapatkan penilaian baik dari Xavier. Walaupun, sebenarnya Xavier sendiri tidak terlalu memberikan reaksi apa pun padanya.
Vheer yang mendengar perkataan Amora, segera menatap Xavier. Karena tentu saja, mereka harus mendapatkan izin dari Xavier. Xavier hanya mengangguk ringan, membuat Amora senang bukan main. Pintu untuk dirinya melarikan diri pun sudah terbuka. Kini Amora hanya tinggal menjalankan rencananya dengan hati-hati. Xavier sendiri beranjak menuju sungai, sementara Vheer berkata pada Amora, “Kalau begitu, mari Nona.”
Amora mengikuti langkah Vheer sembari memutar otaknya. Ia memang sudah lepas dari pengawasan Xavier, tetapi kini ia harus mencari jalan untuk lepas dari pengawasan Vheer. Amora menggigit bibirnya, berusaha keras untuk mendapatkan jalan. Lalu, Amora pun mendapatkan sebuah ide. Ia berkata, “Vheer, bisakah kau mencarikan aku buah beri? Aku sangat ingin memakannya.”
Vheer yang mendengar hal itu, segera menghentikan langkahnya dan menatap Amora dengan antusias. Vheer mengangguk senang. “Saya akan mencarikannya, Nona. Saya akan menemukan buah beri segar yang besar dan manis untuk Nona,” ucap Vheer.
Namun, saat Vheer akan melangkah menuju tempat di mana beri berada, Amora segera berkata, “Tapi bolehkah kau pergi terlebih dahulu? Aku ingin buang air.”
“Kalau begitu, biarkan para siluman ke—”
“Ti, tidak perlu. Jangan meminta mereka mengikutiku. Itu memalukan,” potong Amora dengan pipi memerah dan membuat Vheer sadar bahwa ia sudah melakukan hal yang tidak sopan.
“Ah, kalau begitu, saya akan meninggalkan jejak yang bisa Nona ikuti ke tempat di mana saya memetik buah. Tenang, tidak akan ada hal yang berbahaya,” ucap Vheer membuat Amora hampir menghela napas lega karena apa yang ia rencanakan berjalan dengan lancar.
“Baiklah.”
Vheer pun beranjak pergi terlebih dahulu diikuti oleh siluman-siluman kecil, sementara Amora berjalan perlahan menuju semak-semak. Namun, begitu dirinya sudah melihat Vheer benar-benar menghilang dari pandangan matanya, Amora pun tidak menyia-nyiakan waktu untuk berlari seperti orang gila. Amora tidak peduli lagi dengan etika, atau apa pun yang berkaitan dengan hal yang harus dijaga oleh seorang bangsawan. Hal yang Amora pikirkan adalah melarikan dirinya sejauh mungkin dari Amagl terkutuk. Amora memang tidak tahu di mana kini dirinya berada. Hanya saja, Amora yakin, jika ia akan bertemu dengan manusia karena ini bukanlah pulau Blaxland. Ia akan memulai hidup baru dengan identitas barunya. Dada Amora terasa begitu sesak karena rasa antusias yang menyeruak. Tinggal beberapa langkah hanya dirinya bisa kembali hidup normal sebagai manusia. Namun, Amora menjerit keras saat dirinya tiba-tiba diterjang oleh sesuatu. Amora terengah-engah saat dirinya merasakan tubuh rampingnya dililit dengan kuat oleh ular berukuran dua kali lipat dari tubuh Amora.
Ular tersebut berwarna putih bersih dengan mata berwarna merah darah. Amora menjerit keras dan menggeliat berusaha untuk melepaskan diri dari lilitan ular tersebut. Amora benar-benar menangis frustasi karena lolos dari Amagl terkutuk, kini dirinya malah akan menjadi mangsa ular rasaksa yang masih melilit tubuhnya. Di tengah tangis Amora tersebut tiba-tiba ular putih rasaksa itu berubah menjadi seorang pria berambut putih dan bernentra merah. Ia tersenyum lebar dan berkata pada Amora, “Manusia, kau akan menjadi istriku.”
***
Vheer berlari panik menuju tempat di mana sang tuan menunggu sembari membakar ikan hasil buruannya. “Tuan, Nona Amora hilang! Sa, Saya telah lalai. Nona hilang, saya tidak bisa menemukan keberadaannya,” ucap Vheer.
Xavier yang mendengar hal itu, tidak terlihat panik. Ia malah memastikan jika ikan yang tengah ia panggang, terpanggang dengan baik. Melihat ketenangan Xavier, Vheer terlihat frustasi. Para siluman kecil juga merasakan hal yang sama. “Tuan!” seru Vheer.
Barulah, Xavier menatap Vheer dengan tatapan tajam. “Apa kau sudah kehilangan sopan santunmu, Vheer?” tanya Xavier.
Vheer dan para siluman kecil, segera menundukan kepala mereka. Sadar jika sudah melakukan hal yang tidak sopan di hadapan Xavier, tuan yang harus mereka layani dengan penuh hormat. Melihat jika para siluman itu sudah tenang, Xavier pun meletakkan ikan bakar yang sudah matang sempurna di atas daun yang sudah ia siapkan. Ia pun bersiul pelan, lalu tiba-tiba seekor singa rasaksa berbulu putih dan memiliki sayap keperakan, terbang dari sebuah dahan dan berakhir mendengkur senang di belakang punggung Xavier. Para siluman kecil yang ketakutan segera bersembunyi di semak-semak, sementara Vheer sendiri mematung menatap siluman agung yang berada di hadapannya. Singa putih itu adalah siluman tunggangan setia Xavier. Semenjak Xavier tertidur panjang, siluman singa putih itu sudah tidak pernah terlihat lagi, dan membuat Vheer berpikir jika ia musnah karena sang tuan tengah berada dalam kondisi terlemahnya.
“Hoia,” panggil Xavier, membuat siluman singa itu terlihat mendengkur meminta untuk dimanjakan oleh sang tuan.
Xavier yang menatap netra emas milik Hoia, tersenyum tipis. “Iya, aku juga merindukanmu,” ucap Xavier penuh kasih sebelum mengusap ujung moncong singa putih yang terlihat tidak berbahaya di hadapannya. Namun, Vheer dan para siluman lain, tahu jika Hoia hanya bertindak manis di hadapan sang tuan. Selebihnya, Hoia adalah siluman buas yang tidak akan berpikir dua kali untuk mencabik mangsanya. Ia sangat setia dan menuruti apa pun yang diperintahkan oleh Xavier. Jadi, begitu Xavier tidur panjang, Hoia pasti kehilangan arah. Hanya saja, Hoia sama sekali tidak terlihat di sekitar tempat di mana Xavier tertidur. Hoia menghilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali, seakan-akan keberadaannya selama ini hanyalah kisah yang sengaja dibuat oleh seseorang.
Xavier pun menempelkan keningnya pada kening Hoia, hal itu dilakukan untuk berbagi ingatan dan penglihatan dengan tunggangan setianya itu. Sinar keperakan muncul di sela-sela kening keduanya, menandakan jika sihir tengah bekerja. Vheer dan para siluman menatap penuh rasa penasaran pada Xavier dan Hoia. Mereka tidak mengetahui apa yang terjadi, dan apa yang sebenarnya tengah direncanakan oleh tuan mereka itu. Vheer sendiri terlihat begitu cemas. Tentu saja hal tersebut tidak terpelas dari keberadaan Amora yang masih belum mereka ketahui. Hutan ini memang terbilang aman, karena tidak terlalu banyak siluman. Jika pun ada, mereka memilih untuk bersembunyi di siang hari seperti ini. Namun, tidak menutup kemungkinan jika saat ini Amora bertemu dengan seorang siluman yang membahayakan nyawanya.
Karena kemungkinan itulah, selama ini Xavier memerintahkan Hoia yang juga muncul begitu dirinya membuka mata, untuk bersembunyi dan mengikuti perjalanan mereka secara diam-diam. Atau lebih tepatnya, mengawasi dan merekam apa saja yang dilakukan oleh Amora. Hal itulah yang membuat Xavier membiarkan Amora pergi dengan Vheer tanpa pengawasan darinya. Hoia yang setia menjalankan tugasnya tentu saja lebih dari cukup untuk mengawasi apa yang terjadi. Namun, tugas Hoia memang hanya sebatas mengawasi. Jadi, jika pun ada hal berbahaya yang terjadi pada Amora, Hoia tidak memiliki kewajiban untuk menolongnya. Xavier selesai membaca ingatan Hoia. Ia pun bangkit dari duduknya, dan membuat Hoia semakin merendahkan punggungnya, untuk memudahkan Xavier naik ke atas punggungnya. Setelah dirinya duduk dengan nyaman di sana, Xavier menatap Vheer dan berkata, “Tunggu di sini.”
Lalu sedetik kemudian, Hoia membuka kedua sayap peraknya lebar-lebar sebelum terbang dengan gagahnya. Vheer pun tidak memiliki pilihan lain, selain menuruti perintah yang sudah diberikan oleh Xavier padanya. Sementara itu, Hoia terbang dengan cepat menuju tempat yang diarahkan oleh sang tuan. Tak lama, Hoia terbang menukik menuju sebuah lubang yang tersembunyi di balik semak-semak dan pohon yang tumbuh tinggi. Ternyata, lubang tersebut berukuran terlalu kecil bagi Hoia. Jadi, pada akhirnya Xavier melompat dari punggung Hoia, dan saat itu pula Hoia mengubah wujudnya menjadi singa putih normal. Dengan langkah ringai, Xavier melangkah memasuki gua yang ternyata adalah sarang dari siluman ular.
Xavier menggerakkan jemarinya dengan lihai, menggunakan sihirnya mengubah kepadatan udara dan air di sekitarnya, untuk menjadi senjata berupa jarum-jarum kecil yang menyerang lawannya. Ia mengalahkan siluman-siluman yang bertugas sebagai penjaga pintu. Rupanya, kehadiran Xavier tersebut bertepatan dengan terdengarnya suara jeritan Amora. Begitu benar-benar masuk ke dalam sarang ular tersebut, Xavier bisa melihat Amora yang terikat dan memakan pakaian minim, khas kaun ular, menangis dan menolak untuk dicium oleh sang pemimpin. Untungnya, karena kehadiran Xavier, semua kegiatan yang dilakukan oleh para siluman ular itu berhenti. Kini, semua orang mengarahkan perhatian mereka sepenuhnya pada Xavier yang menatap mereka dengan tenang.
“Sialan, beraninya kau memasuki sarangku!” seru sang raja ular yang tak lain adalah pria berambut putih yang bernama Sean.
Belum juga Sean menyerang Xavier, si raja ular itu sudah lebih dulu diserang oleh Xavier. Sean menghantam sisi gua, dengan rahang yang dicengkram ketat oleh Xavier. Tentu saja, para siluman ular lainnya berusaha untuk menyerang Xavier. Namun, Hoia segera mengubah wujudnya dan mengibaskan sayapnya dengan kuat. Mereka semua yang melihat hal itu pun sadar, jika apa yang mereka pikirkan sejak awal memang benar. Sosok berambut abu-abu keperakan itu, tak lain adalah sang Amagl terkutuk. Sean berusaha untuk melepaskan diri dan menyerang balik Xavier. Meskipun Xavier hanya memiliki kekuatan yang terbatas, Xavier dengan mudah membuat Sean tak berdaya karena dirinya membuat paru-paru Sean dipenuhi oleh air dan sedikit demi sedkit membekukannya. Bernapas berubah menjadi sangat menyakitkan bagi Sean saat ini. “Kau tidak boleh menginginkan milik orang lain,” bisik Xavier penuh peringatan.
Xavier yang melihat hal itu, memilih untuk melepaskan Sean dan berniat berbalik pada Amora. Namun, Sean ternyata belum menyerah. Ia segera berubah wujud menjadi ular, dan segera bergerak menuju Amora dan melilit gadis itu dengan kuat. Sean menatap Xavier dan berkata, “Kau mungkin sosok Amagl yang selama ini dikisahkan. Tapi, jangan berpikir bahwa aku akan merasa takut padamu. Aku, sudah memutuskan jika manusia ini akan menjadi istriku. Jadi, hal itu akan terjadi.”
Amora hampir kehilangan napas, karena ternyata lilitan tubuh Sean terlalu kuat. Xavier masih terlihat tenang, dan hanya menatap Amora yang menatapnya dengan netra hijau yang berlinang oleh air mata. Amora tidak sadar, jika saat ini pola rumit yang indah mulai terlihat pada lehernya. Pola berwarna perak keemasan itu mengeluarkan cahaya yang ternyata membuat Sean kehilangan fokus, dan merasakan sengatan rasa sakit pada tubuhnya. Lalu sedetik kemudian, Xavier menggerakkan tangannya, dan sebuah pedang berukuran sedang muncul di tangan Xavier. Pedang tersebut terwujud karena Xavier memadatkan udara dan air di sekitarnya. Secepat kilat, kini Xavier sudah berada tepat di hadapan Sean. Pergerakannya terlalu cepat, bahkan terlalu cepat untuk dilihat oleh Sean yang terhitung sebagai seorang siluman tingkat tinggi.
Tanpa banyak kata, Xavier pun menusuk tubuh Sean begitu saja, dan seketika Sean kembali pada wujud manusianya. Sean tumbang, dan Xavier dengan sigap menangkap tubuh Amora yang lunglai. “Kau kembali berusaha untuk melarikan diri. Sayangnya, upayamu itu akan terus berakhir gagal, Amora,” bisik Xavier mengantarkan Amora jatuh ke dalam alam bawah sadarnya.
“Kami sudah mendapatkan semua ingatan orang-orang mengenai gadis itu, Tuan,” ucap Blax lalu memberikan sebuah kristal sihir berbentuk bulat pada Xavion. Kristal tersebut berisi kenangan orang-orang mengenai sosok Amora.Xavion menerima kristal tersebut. Kini, Xavion menyembunyikan wajahnya di bawah tudung jubahnya, dan hanya menunjukkan sepasang netra biru keperakan yang menyorot dingin. Jika dilihat dari jauh, Xavion seakan-akan tidak memiliki wajah dan ruang di bawah tudung jubahnya terlihat hanya sebuah ruang hampa. Karena tudung tersebut membuat wajah Xavion tersembunyi dalam kegelapan. Xavion menatap lima bawahan setianya yang memimpin pasukan pengikut setianya. Kelimanya adalah orang-orang yang memiliki kekuatan paling besar di antara para siluman yang mengabdi padanya. Pertama ada Balx, sang naga hitam yang memiliki sembura
“Yang Mulia, hampir setengah dari warga ibu kota sudah terjangkit wabah yang tidak ketahui berasal dari mana,” ucap salah seorang menteri melaporkan situasi terkini pada kaisar.Saat ini, semua orang-orang berpengaruh mengikuti rapat tertutup yang diadakan secara mendadak oleh Gilbert—sang kaisar. Hal tersebut tidak terlepas dari situasi darurat yang saat ini tengah berlangsung. Seperti apa yang sudah dikatakan oleh seorang menteri, saat ini tengah ada wabah berbahaya yang menyebar dengan begitu cepat di kekaisaran Bonaro. Tentu saja, Gibert dan orang-orang berpengaruh harus segera menanggulangi masalah tersebut. Apalagi, wabah ini menyebar langsung ke pusat pemerintahan dan ekonomi kekaisaran yang tak lain adalah ibu kota di mana para bangsawan kelas atas tinggal. Gilbert pun menatap Pendeta Agung dan bertanya, “Apa m
Setelah berhari-hari melakukan perjalanan yang melelahkan melewati hutan, kini Amora dan Xavier sudah ke luar dari hutan lebat tersebut. Hoia sudah tidak lagi terlihat bersama mereka, karena Xavier secara khusus memberikan perintah pada Hoia untuk menyembunyikan dirinya. Hoia tidak boleh menunjukkan dirinya sebelum Xavier memberikan isyarat atau perintah padanya. Sementara itu, kini Amora terlihat bersembunyi di belakang punggung Xavier, saat tiba-tiba ada segerombolan orang yang menghalangi jalan mereka. Karena sudah terbiasa bertemu dengan siluman-siluman yang bisa mengambil wujud manusia dengan sempurna, secara Alami Amora pun berpikir jika orang-orang itu adalah siluman pula. Kemungkinan besar, mereka adalah siluman yang berniat jahat pada mereka. Tentu saja bersembunyi dan berlindungi pada Xavier adalah satu-satunya cara bagi Amora untuk selamat.
Semenjak mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier, Amora memilih untuk mengurung diri dalam kamar yang memang ia tempati sendiri. Ia masih tidak mau menerima apa yang dikatakan oleh Xavier, mengenai pola tanda kepemilikan yang ditinggalkan oleh Xavier pada leher Amora saat ini. Semakin tidak bisa menerima, saat para siluman yang menjadi pengikut setia Xavier berkata jika Amora harus segera menjalankan tugasnya sebagai seorang Pengantin Amagl. Menurut mereka, Amora sudah ditakdirkan untuk menjadi istri Xavier dan memiliki tugas untuk melahirkan keturunan bagi Xavier, serta mendampingi Xavier untuk mempersiapkan kebangkitan kaum Amagl. “Memangnya aku ini apa? Seenaknya mereka memaksaku untuk menikah dengan Amagl terkutuk!” gumam Amora merasa sangat frustasi.Jelas itu sangat tidak bisa diterima oleh Amora. Karena sejak awal, Amora menganggap Xavier sebagai sosok yang sangat berbahaya. Meskipun selama perjalanan melewati hutan dan jalur berbahaya, Xavier selalu melin
Karena sama sekali tidak bisa tidru, Amora pada akhirnya memilih untuk ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju beranda yang berada di belakang rumah kayu tersebut. Amora memeluk tubuhnya sendiri sembari mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang dan bulan yang berpendar perak. Tanpa sadar, Amora pun mengingat sosok Xavier yang jelas sangat lekat dengan warna perak yang memang menjadi ciri khasnya. Semenjak makan malam bersama para siluman dan mendengar pengakuan kepemilikan Xavier terhadap dirinya, Amora sama sekali tidak pernah bertemu dengan Xavier lagi. Bukannya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengannya, tetapi Amora secara sengaja menghindar darinya. Hati Amora belum siap untuk berhadapan dengan pria itu lagi. Amora pun menghela napas dan memejamkan matanya.Sang Amagl Agung, Xavier yang malangNyawa dunia Savyrh yang meredupTidurlah Xavier, tidurlahAlam akan memelukmu, maka t
“Ini gaunmu,” ucap Lilith sembari meletakkan sebuah gaun dan beberapa hiasan pada Amora yang masih duduk di tepi ranjang.Amora pun menatap Lilith yang terlihat begitu sedih. Sepertinya, semalaman Lilith telah menangis hingga membuat kedua matanya merah dan sembab. Amora berniat untuk bertanya bagaimana perasaannya, tetapi Amora pun mengurungkan niatnya. Lilith pun menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Jangan melihatku seperti itu. Aku sama sekali tidak ingin dikasihani olehmu.”Amora yang mendengar hal itu, mau tidak mau merasa bersalah. Namun, Amora tidak memiliki kata-kata penghiburan untuk disampaikan pada Lilith. Terlebih, Amora sendiri juga merasa menjadi korban di sini. Baik Amora maupun Lilith sama-sama menjadi korban dari takdir yang mengikat mereka semua. Setelah mengatakan apa yang ia inginkan, Lilith menatap gaun yang tergeletak di atas ranjang dan berkata, “Cepatlah bersiap. Tuan Xavier sudah menunggumu.”Lil
Pendeta penjaga pintu pun beranjak untuk menyampaikan perkataan Xavier menuju Pendeta Agung. Saat itulah, Amora mendongak pada Xavier dan bertanya, “Apa kita akan menikah di sini?”“Bukankah manusia menikah dengan cara seperti ini?” tanya balik Xavier.“Memangnya, kalian tidak menikah dengan cara seperti ini?” tanya Amora lagi membuat Xavier menghela napas karena sadar jika Amora tidak mau mengalah.“Ya, tidak. Begitu pola kepemilikan terbentuk dan melakukan penyempurnaan, maka kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri,” jawab Xavier mengalah dari sesi saling bertanya itu.“Ah, begitu,” ucap Amora mengerti.“Benar. Apa yang kita lakukan ini adalah formalitas yang diperlukan. Terutama kau sendiri adalah manusia. Setidaknya, kau harus memiliki pengalaman mendapatkan pemberkatan selayaknya mempelai wanita pada umumnya. Kudengar kalian para gadis memang sangat sensitif mengenai hal i
Amora terbangun saat mendengar suara yang cukup mengganggu tidurnya. Amora pun menyingkap selimutnya dan membuka jendela kamarnya. Namun bukannya melihat pemandangan indah, Amora dikejutkan oleh anak-anak kecil yang berusaha untu mencapai jendela dan menatapnya dengan penuh rasa tertarik. “Kalian siapa dan kenapa bisa ada di sini?” tanya Amora terkejut. Namun, anak-anak kecil itu sama sekali tidak menjawab. Mereka malah asik berbicara dan ribut berebut untuk bertanya pada Amora. Anak-anak itu terlihat sangat bersemangat mengajukan pertanyaan dan berbicara dengan riang, hingga Amora pun kesulitan untuk menangkap apa yang sebenarnya mereka ingin bicarakan dengannya.“Wah, dia memang cantik!”“Apa Kakak Pengantin Amagl?”“Nama Kakak siapa?”“Wah mata Kakak cantik!”“Nanti aku kalau sudah besar pasti akan secantik Kakak
Semenjak apa yang terjadi di kekaisaran Bonaro, ternyata setiap kekaisaran dan kerajaan memilih untuk menyerukan persatuan mereka. Mereka tetap memiliki wilayah masing-masing, tetapi tidak ada lagi permusuhan atau peperangan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Ataupun tidak adanya paksaan dari kekaisaran terhadapn sebuah kerjaan untuk bersumpah setia. Kini, mereka semua memiliki pandangan yang sama dan misi yang sama. Hidup mereka tenteram tanpa ada satu pun kesulitan yang mereka hadapi. Gangguan dari para siluman yang semula menjadi momok yang paling menakutkan dan menjadi permasalah pertahanan bagi sebuah daerah, sudah tidak lagi perlu dicemaskan. Karena siluman sama sekali tidak pernah terlihat lagi. Seakan-akan, perang yang pernah terjadi menghapus keberadaan dan jejak dari para siluman.Meskipun begitu, mereka yakin jika Amagl Agung berhasil mengendalikan para siluman dan menjaga keseimbangan dua dunia. Kini mereka bisa sama-sama hidup dengan nyaman di dunia
Sedetik kemudian Amora pun tersadar mengenai kondisi Xavier dan berlari untuk menghampiri suaminya itu. Amora pun bergetar hebat saat menyentuh dada sang suami yang sudah dipenuhi luka. Pedang yang sebelumnya menancap di sana sudah menghilang, begitu pemiliknya juga menghilang. Amora dengan suara bergetar memanggil sang suami. “Xavier, kau bisa mendengar suaraku bukan?” tanya Amora menyentuh pipi suaminya yang sudah terasa dingin.Para pengikut yang mulai pulih pun menyadari apa yang terjadi dan berniat untuk mendekat pada Amora. Namun, Penyihir Putih memberikan isyarat pada mereka semua untuk tetap di tempat mereka. Penyihir Putih sudah mengetahui apa yang terjadi karena alam membisikan sesuatu padanya. Penyihir Putih mengetahui apa yang terjadi pada Xavier, hingga apa yang dilakukan oleh Amora yang sudah membantu memusnahkan Xavion dan pasukannya. Anak panah sihir yang digunakan oleh Amora ternyata bukan anak panah biasa. Amora memang tidak mengetahui jika anak
Amora jatuh tidak berdaya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap nanar pada para manusia yang kini terlihat seperti mayat hidup, dan para siluman yang berperang mempertaruhkan nyawa mereka. Lebih dari itu, Amora menatap suaminya yang terlihat bertarung dengan sekuat tenaga. Ia sudah tahu apa yang terjadi di masa lalu, mengenai penyebab dari kemarahan Xavion, dan hal apa yang menjadi pangkal dari hancurnya hubungan persaudaraan Xavion dan Xavier. Amora meneteskan air matanya. Takdir memang terkadang terasa menyulitkan dan menyesakkan. Namun, Amora tidak berpikir jika hal itu bisa membuat Xavion melakukan semua tindakan yang mengerikan ini. Amora berharap, jika Xavier bisa menghentikan Xavion. Xavier harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang mereka rasakan karena kejahatan Xavion.Namun sayangnya, setelah Amora selesai berdoa, Amora melihat hal yang begitu menyedihkan. Para siluman pengikut Xavier satu per satu jatuh tidak berdaya. Penyihir Putih juga kel
Ribuan tahun yang laluDi suatu hari, istri dari Amagl Agung—pemimpin dari kaum Amagl—melahirkan sepasang putra tampan. Menyadari jika mereka bisa saja membuat kaum Amagl yang mengetahui ramalan mengenai kehancuran itu merasa cemas, Amagl Agung memutuskan untuk menutupi salah satu wajah putranya dengan topeng sejak ia masih kecil. Mereka memutuskan untuk memakaikan topeng pada sang adik yang memang pada dasanya tidak akan bisa menjadi pemimpin kaum Amagl selanjutnya, karena ada sang kakak yang menduduki posisi calon penerus pertama. Semua orang bertindak sangat hati-hati, demi menghindari ramalan mengenai kehancuran kaum dan dunia yang mereka jaga. Tahun demi tahun berlalu, dan si kembar tumbuh besar. Keduanya tumbuh dengan pesona yang berbeda, dan sifat yang juga berbeda. Jika si Sulung memiliki sifat yang tenang dan memegang tegus prinsip bahwa mereka harus mengikuti peraturan
Pembicaraan antara Xavier dan Xavion jelas membuat suasana semakin mencekam saja. Selain itu, para pengikut Xavier terlihat kebingungan dan terkejut dengan fakta yang baru mereka ketahui, jika ternyata Xavier dan Xavion ternyata memiliki ikatan persaudaraan. Hal yang memang sebenarnya hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalu. Sementara itu, sebagian besar para pengikut Xavion tampaknya tidak terlalu dibuat terkejut oleh apa yang terjadi tersebut. Apa pun yang terjadi, mereka hanya perlu mendukung Xavion untuk menguasai dunia, dan setelah itu mereka bisa hidup dengan bebas tanpa perlu takut pada Dewa atau utusannya yang bertugas untuk membasmi para siluman yang melanggar ketentuan yang ada. Blax sendiri terlihat mengepalkan kedua tangannya. Merasa sangat marah, tetapi berusaha untuk menahan dirinya. Ia hanya perlu bergantung sedikit lagi pada Xavion, dan dirinya bisa membebaskan kaumnya dari jeratan Xavion, tentu saja sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.
“Tuan, mereka benar-benar datang,” ucap Blax melaporkan situasi terkini pada Xavion yang kini duduk di singgasan yang seharusnya ditempati oleh kaisar yang agung. Namun, Gilbert yang masih berada di bawah kendali XavionXavion yang masih mengenakan topengnya terlihat menyeringai. “Sesuai dengan apa yang aku harapkan darimu, Xavier,” gumam Xavion terlihat begitu puas dengan apa yang tengah terjadi saat ini.Blax yang mendengar hal itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Seakan-akan Xavion memang sudah memperikarakan langkah inilah yang akan diambil oleh Xavier. Namun, Blax tidak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunggu perintah seperti apa yang akan diberikan oleh Xavier selanjutnya. Tentu saja, sejak awal Blax dan yang lainnya sudah menempatkan pasukan mereka di barisan terdepan sebagai lapisan keamanan yang jelas akan dihadapi oleh pasukan lawan sebelum benar-benar memasuki pusat kekaisaran yang tampaknya akan menjadi medan perang mereka.
Vheer terlihat fokus memeriksa persenjataan yang akan digunakan dalam peperangan yang sudah ditentukan. Ia memang diberikan tanggung jawab untuk memeriksa semua persenjataan, sementara Xavier tengah fokus memberikan arahan bagi para siluman yang jelas belum memiliki pengalaman dalam berperang. Sementara itu, Vheer yang memang sudah mengetahu strategi dan jalur yang akan ditempuh dalam perang nanti, memilih untuk segera memeriksa peralatan untuk peperangan nanti. Karena ini juga adalah salah satu faktor penentu kemenangan mereka dalam perang. Mengingat, bahwa tidak semua siluman yang menjadi pengikut setia Xavier memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir. Jadi, senjata-senjata ini benar-benar diperlukan oleh mereka.Setelah memeriksa jika semuanya berada dalam kualitas baik, Vheer pun ke luar dari gudang dan menatap langit malam yang terlihat begitu gelap. Karena sudah tidak ada lagi barrier, kini Vheer bisa melihat langit dengan leluasa. Namun, langit malam seakan-akan ingin
Xavion membuka kelambu dan melihat sosok Amora yang seakan-akan berubah menjadi sosok peri yang tengah tertidur. Ia terlihat begitu cantik, dan anggun dengan balutan gaun indah yang ia kenakan. Kulit, rambut, bahkan kukunya terawat dengan baik akibat Xavion yang menugaskan Sisil secara khusus untuk merawat Amora yang masih tenggelam dalam alam bawah sadarnya. Benar, Amora masih menjelajah dunia yang Xavion ciptakan. Dunia yang menunjukkan dengan jelas, tiap detail kejadiam di masa lalu yang seharusnya Amora ketahui. Xavion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut pipi Amora, seakan-akan sedikit sentuhan kasar bisa saja membuat Amora terluka. Tak lama, Xavion meletakkan telunjuknya tepat pada kening Amora. Lalu sinar abu-abu muncul dan sedetik kemudian Amora membuka matanya dan terengah-engah seakan-akan dirinya sudah menemui hal yang sangat mengejutkan baginya.Xavion hanya membiarkan Amora begitu saja, dan mengamatinya dalam diam. Seolah-olaj yakin jika Amora akan tenan
Xavion duduk di tepi ranjang dan mengamati raut wajah Amora yang terlihat tidak baik-baik saja. Kini, Amora masih belum terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di dalam dunia mimpinya. Tentu saja, hal inilah yang diharapkan oleh Xavion. Akan sulit untuk membuat Amora mengetaui apa yang tejadi di masa lalu saat dirinya sadar, karena hal itu akan membuatnya tertekan dan kembali jatuh tak sadarkan diri. Karena itulah, Xavion memilih untuk menunjukkan semuanya pada Amora dengan membuatnya menjelajah di dunia bawah sadarnya. Xavion mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Amora dengan lembut. “Lihat semuanya dengan detail, Amora. Lalu nilailah kembali, aku atau Xavier yang pantas untuk disebut sebagai orang yang kejam,” ucap Xavion.Sisil yang berdiri di sekat ranjang melihat tindakan lembut Xavion dengan kening mengernyit. Setelah mendapatkan peringatan keras dari Xavion, Sisil memang bertindak lebih berhati-hati mengenai menunjukkan perasaannya. Meskipun dirinya memi