Setelah berhari-hari melakukan perjalanan yang melelahkan melewati hutan, kini Amora dan Xavier sudah ke luar dari hutan lebat tersebut. Hoia sudah tidak lagi terlihat bersama mereka, karena Xavier secara khusus memberikan perintah pada Hoia untuk menyembunyikan dirinya. Hoia tidak boleh menunjukkan dirinya sebelum Xavier memberikan isyarat atau perintah padanya. Sementara itu, kini Amora terlihat bersembunyi di belakang punggung Xavier, saat tiba-tiba ada segerombolan orang yang menghalangi jalan mereka. Karena sudah terbiasa bertemu dengan siluman-siluman yang bisa mengambil wujud manusia dengan sempurna, secara Alami Amora pun berpikir jika orang-orang itu adalah siluman pula. Kemungkinan besar, mereka adalah siluman yang berniat jahat pada mereka. Tentu saja bersembunyi dan berlindungi pada Xavier adalah satu-satunya cara bagi Amora untuk selamat.
Meskipun selama ini Amora sering mendengar perkataan Vheer yang berkata jika Xavier belum sepenuhnya pulih dan kekuatannya terbatas, tetapi Xavier masih memiliki kemampuan untuk melawan para siluman yang jelas tidak bisa dibandingkan dengannya. Namun, perkiraan Amora salah. Tak lama, Vheer terlihat muncul dan memimpin untuk memberi hormat pada Xavier. “Salam pada Amagl Agung,” ucap Vheer dan yang lainnya.
Amora pun muncul dari balik punggung Xavier dengan kening mengernyit dalam. Tentu saja, bagi Amora mereka semua tengah melakukan kesalahan. Xavier bukan Amagl Agung, ia adalah Amagl yang dikutuk karena kesalahan yang sudah ia perbuat di masa lalu. Namun, Amora memilih tidak mengatakan apa pun, karena Amora tahu masalah kepercayaan seperti ini sangat sensitif. Bisa-bisa pada akhirnya Amora akan dimusuhi oleh mereka semua dan berada dalam bahaya jika bicara sembarangan mengenai Xavier. Selain itu, Amora sendiri sebenarnya sedikit banyak merasa ragu mengenai sejarah masa lalu yang ia ketahui. Sosok Xavier yang diceritakan dalam sejarah, entah mengapa terasa begitu berbeda dengan sosok Xavier yang saat ini Amora lihat. Xavier memang terlihat dingin dan menyebalkan, tetapi selama perjalanan, ia benar-benar memastikan jika Amora berada dalam perlindungannya. Amora menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak boleh lengah hanya karena Xavier sudah menolongnya sekali.
“Bukankah aku sudah mengatakan untuk bertindak dengan hati-hati? Kalian berkumpul seperti ini pasti akan menarik perhatian orang-orang,” ucap Xavier setelah menerima salam pengikut setianya.
“Tuan tidak perlu merasa cemas. Hutan ini berbatasan dengan sebuah desa yang tidak terlalu banyak penghuninya,” ucap Vheer.
“Kalau begitu, mari kita kembali ke desa,” ucap salah seorang wanita yang entah mengapa menatap Xavier dengan penuh rindu dan cinta. Wanita itu adalah Lilith.
Amora yang melihatnya mengernyitkan kening. Sebagai sesama wanita, tentu saja Amora bisa menyimpulkan jika wanita cantik itu memiliki perasaan yang mendalam pada Xavier. Amora pikir itu hal yang wajar. Karena selain Xavier memiliki kekuatan yang besar, ia juga memiliki penampilan yang menarik. Hanya saja, entah mengapa Amora merasa kesal. Wajahnya berubah muram, saat dirinya melangkah mengikuti Xavier yang sebenarnya sudah menyadari perubahan hati Amora. Namun, Xavier memilih untuk mengabaikan hal itu, dan mengubah warna rambutnya menjadi sepenuhnya berwarna abu-abu gelap. Penyamaran yang harus ia lakukan karena penampilannya yang terlalu mencolok. Karena Xavier memang tengah dalam persembunyian, tentu saja ia harus berusaha untuk menekan perhatian yang tertuju padanya.
Gerombolan yang tadi menyambut Amora dan Xavier telah menyebar. Mereka kembali ke tempat mereka masing-masing, sesuai dengan perintah Xavier. Sementara itu, Amora dan Xavier dibawa untuk beristirahat di rumah kayu miliki Lilith. Vheer juga ada di sana, membantu Lilith untuk menjamu Xavier dengan baik. Amora diberi gaun oleh Lilith, dan tidak membuang waktu untuk segera membersihkan dirinya. Saat Amora mandi, Xavier pun memanggil Vheer dan Lilith untuk mendengar laporan mengenai tugas yang sebelumnya Xavier berikan. Vheer yang terlebih dahulu memberikan laporan. “Saat ini Kaisar dibantu Pendeta Agung tengah berupaya untuk menekan korban wabah. Sumber wabah masih belum diketahui, jadi mereka masih berupaya untuk menemukan obat dan sihir penyembuhan yang tepat,” ucap Vheer.
Lalu Lilith menyambung, “Untuk para siluman, mereka bergerak dengan hati-hati. Apalagi Kaisar sendiri sudah mengirimkan pasukan khusus untuk membasmi siluman yang menyerang desa-desa di sekitar benteng perbatasan kekaisaran.”
Xavier mengangguk. “Bagaimana dengan Penyihir Putih?” tanya Xavier.
Lilith dan Vheer menggeleng dengan kompak. “Seperti yang Tuan ketahui, Penyihir Putih tidak bisa dihubungi atau ditemukan dengan mudah. Setelah Tuan tidur panjang, ia lebih sulit untuk ditemui. Seakan-akan sengaja untuk bersembunyi,” ucap Vheer.
“Kalian sudah memastikan jika semua pengikut mengetahui kebangkitanku, bukan?” tanya Xavier. Vheer dan Lilith mengangguk.
“Kalau begitu, kalian tidak perlu berusaha untuk menghubungi atau mencari Penyihir Putih. Karena tak akan lama lagi, dia akan segera muncul,” ucap Xavier.
***
“Terima kasih,” ucap Amora saat makan malam disajikan. Kini, rupanya para siluman yang tadi menyambut Amora dan Xavier, berkumpul dan makan malam bersama dengan Xavier di satu meja panjang yang disediakan oleh Vheer di belakang rumah miliki Lilith.
Perjamuan itu terlihat sangat normal, dan dihadiri oleh orang-orang biasa yang beberapa di antaranya memiliki wajah yang memukau. Setidaknya itu yang terlihat oleh orang awam. Namun, Amora yang sudah mengetahui identitas mereka semua, tahu jika ini bukan perjamuan biasa. Melainkan perjamuan yang dilakukan oleh para siluman. Amora yang duduk di samping Xavier, menatap pada para siluman yang tampak makan dengan baik, selayaknya manusia. Padahal, Amora selama ini tidak pernah melihat Xavier maupun Vheer makan makanan yang ia santap. Namun, kali itu pun, Amora terlihat Xavier memakan beberapa potong buah segar yang disiapkan oleh Lilith. Wanita cantik itu terlihat menempel pada Xavier, dan semakin membuat suasana hati Amora memburuk.
Amora tidak menyadari, jika saat ini para siluman yang makan satu meja dengannya, tengah mencuri-curi pandang padanya. Jelas terlihat bahwa mereka menaruh rasa keingintahuan dan penasaran yang tinggi padanya. Saat Amora mengangkat pandangannya, ia pun melihat semua tatapan yang tertuju padanya, dan tersedak saat itu juga. Untungnya, Xavier dengan lembut menyodorkan gelas dan membantu Amora untuk minum. Perhatian sederhana yang membuat Lilith terlihat jengkel. Tentu saja Xavier memberikan tatapan dingin pada bawahannya yang masih menatap Amora dengan rasa penasaran mereka. Vheer pun segera berkata, “Jangan menatap Nona Amora seperti itu. Kalian membuat Nona Amora merasa tidak nyaman.”
“Tapi kami penasaran. Kami ingin mengenal sosok Pengantin Amagl,” ucap para siluman itu saling menimpali ucapan teman mereka.
Amora yang mendengarnya jelas terkejut. “Tunggu, Pengantin Amagl? Siapa yang kalian maksud?” tanya Amora.
Lilith yang mendengar pertanyaan Amora tersebut mengetatkan rahangnya. “Apa sekarang kau berpura-pura bodoh? Memangnya siapa di sini yang menarik perhatian selain dirimu?” tanya Lilith tajam.
Xavier mengernyitkan keningnya. “Perhatikan ucapanmu, Lilith,” ucap Xavier memberikan peringatan. Lilith pun menggigit bibir bawahnya dan mengepalkan kedua tangannya erat.
Suasana tiba-tiba menegang, dan Amora sendiri tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Ini tidak masuk akal. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku dipanggil sebagai Pengantin Amagl?”
Lalu sebelum Xavier menjawab, seorang pria tua tiba-tiba muncul. Pria itu memegang sebuah tongkat kau, dan memiliki jenggot yang sudah berubah putih. Semua siluman yang melihatnya segera berdiri dan memberikan hormat. “Salam bagi Penyihir Putih,” ucap mereka semua.
Benar, pria itu adalah Penyihir Putih yang sebelumnya dibicarakan oleh Xavier. Pria itu melangkah menuju Xavier dan memberikan salam pada sang tuan, sebelum memberikan hormat pada Amora sembari berkata, “Salam bagi Pengantin Amagl.”
Amora yang mendengarnya seketika marah. Ia bangkit dari kursinya dan berkata, “Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan?! Aku bukan Pengantin Amagl!”
Penyihir Putih itu tersenyum dan berkata, “Anda adalah gadis yang sudah ditakdirkan menjadi Pengantin Amagl. Dan Anda sendiri sudah menerima takdir tersebut.”
Xavier terlihat tidak tertarik untuk meredam kemarahan Amora, ia masih terlihat tenang duduk di kursinya. Tentu saja Amora merasa sangat marah. Ia mencengkram bahu Xavier dan berkata, “Jelaskan apa yang terjadi, Xavier!”
Hal yang dilakukan oleh Amora tersebut tentu saja membuat semua orang yang mendengarnya menahan napas. Tentu saja tindakan Amora sangat tidak pantas. Meskipun dirinya adalah seorang Pengantin Amagl sekali pun, tetapi dirinya tetap saja harus menunjukkan rasa hormatnya pada Xavier sang Amagl Agung yang mereka percayai. Xavier menghela napas, ia menatap Amora dan dalam sekejap Amora pun sudah duduk di atas pangkuan Xavier. Amora jelas berontak, tetapi Xavier menyentuh leher Amora dengan lembut dan berkata, “Pola ini sudah lebih dari cukup untuk menjelaskannya, Amora.”
Lalu sinar keperakan muncul di sekitar leher Amora, disusul dengan pola rumit yang muncul di leher Amora. Tentu saja Amora terkejut saat tiba-tiba ada sinar yang muncul di sekitar lehernya dan disusul dengan sensasi dingin yang menyenangkan pada kulitnya. Terlebih, saat melihat orang-orang melihatnya dengan raut yang benar-benar takjub. Amora pun segera melompat dari pangkuan Xavier dan berlari ke dalam rumah untuk bercermin. Seketika, Amora mematung saat melihat pantulan dirinya sendiri pada cermin. Ada pola rumit yang menghiasi leher jenjangnya. “A, Apa ini?” tanya Amora sembari menyentuh pola tersebut.
Xavier tiba-tiba sudah berdiri di belakang Amora dan berbisik tepat di telinga Amora, “Itu tanda bahwa kau adalah milikku, Amora.”
Semenjak mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier, Amora memilih untuk mengurung diri dalam kamar yang memang ia tempati sendiri. Ia masih tidak mau menerima apa yang dikatakan oleh Xavier, mengenai pola tanda kepemilikan yang ditinggalkan oleh Xavier pada leher Amora saat ini. Semakin tidak bisa menerima, saat para siluman yang menjadi pengikut setia Xavier berkata jika Amora harus segera menjalankan tugasnya sebagai seorang Pengantin Amagl. Menurut mereka, Amora sudah ditakdirkan untuk menjadi istri Xavier dan memiliki tugas untuk melahirkan keturunan bagi Xavier, serta mendampingi Xavier untuk mempersiapkan kebangkitan kaum Amagl. “Memangnya aku ini apa? Seenaknya mereka memaksaku untuk menikah dengan Amagl terkutuk!” gumam Amora merasa sangat frustasi.Jelas itu sangat tidak bisa diterima oleh Amora. Karena sejak awal, Amora menganggap Xavier sebagai sosok yang sangat berbahaya. Meskipun selama perjalanan melewati hutan dan jalur berbahaya, Xavier selalu melin
Karena sama sekali tidak bisa tidru, Amora pada akhirnya memilih untuk ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju beranda yang berada di belakang rumah kayu tersebut. Amora memeluk tubuhnya sendiri sembari mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang dan bulan yang berpendar perak. Tanpa sadar, Amora pun mengingat sosok Xavier yang jelas sangat lekat dengan warna perak yang memang menjadi ciri khasnya. Semenjak makan malam bersama para siluman dan mendengar pengakuan kepemilikan Xavier terhadap dirinya, Amora sama sekali tidak pernah bertemu dengan Xavier lagi. Bukannya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengannya, tetapi Amora secara sengaja menghindar darinya. Hati Amora belum siap untuk berhadapan dengan pria itu lagi. Amora pun menghela napas dan memejamkan matanya.Sang Amagl Agung, Xavier yang malangNyawa dunia Savyrh yang meredupTidurlah Xavier, tidurlahAlam akan memelukmu, maka t
“Ini gaunmu,” ucap Lilith sembari meletakkan sebuah gaun dan beberapa hiasan pada Amora yang masih duduk di tepi ranjang.Amora pun menatap Lilith yang terlihat begitu sedih. Sepertinya, semalaman Lilith telah menangis hingga membuat kedua matanya merah dan sembab. Amora berniat untuk bertanya bagaimana perasaannya, tetapi Amora pun mengurungkan niatnya. Lilith pun menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Jangan melihatku seperti itu. Aku sama sekali tidak ingin dikasihani olehmu.”Amora yang mendengar hal itu, mau tidak mau merasa bersalah. Namun, Amora tidak memiliki kata-kata penghiburan untuk disampaikan pada Lilith. Terlebih, Amora sendiri juga merasa menjadi korban di sini. Baik Amora maupun Lilith sama-sama menjadi korban dari takdir yang mengikat mereka semua. Setelah mengatakan apa yang ia inginkan, Lilith menatap gaun yang tergeletak di atas ranjang dan berkata, “Cepatlah bersiap. Tuan Xavier sudah menunggumu.”Lil
Pendeta penjaga pintu pun beranjak untuk menyampaikan perkataan Xavier menuju Pendeta Agung. Saat itulah, Amora mendongak pada Xavier dan bertanya, “Apa kita akan menikah di sini?”“Bukankah manusia menikah dengan cara seperti ini?” tanya balik Xavier.“Memangnya, kalian tidak menikah dengan cara seperti ini?” tanya Amora lagi membuat Xavier menghela napas karena sadar jika Amora tidak mau mengalah.“Ya, tidak. Begitu pola kepemilikan terbentuk dan melakukan penyempurnaan, maka kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri,” jawab Xavier mengalah dari sesi saling bertanya itu.“Ah, begitu,” ucap Amora mengerti.“Benar. Apa yang kita lakukan ini adalah formalitas yang diperlukan. Terutama kau sendiri adalah manusia. Setidaknya, kau harus memiliki pengalaman mendapatkan pemberkatan selayaknya mempelai wanita pada umumnya. Kudengar kalian para gadis memang sangat sensitif mengenai hal i
Amora terbangun saat mendengar suara yang cukup mengganggu tidurnya. Amora pun menyingkap selimutnya dan membuka jendela kamarnya. Namun bukannya melihat pemandangan indah, Amora dikejutkan oleh anak-anak kecil yang berusaha untu mencapai jendela dan menatapnya dengan penuh rasa tertarik. “Kalian siapa dan kenapa bisa ada di sini?” tanya Amora terkejut. Namun, anak-anak kecil itu sama sekali tidak menjawab. Mereka malah asik berbicara dan ribut berebut untuk bertanya pada Amora. Anak-anak itu terlihat sangat bersemangat mengajukan pertanyaan dan berbicara dengan riang, hingga Amora pun kesulitan untuk menangkap apa yang sebenarnya mereka ingin bicarakan dengannya.“Wah, dia memang cantik!”“Apa Kakak Pengantin Amagl?”“Nama Kakak siapa?”“Wah mata Kakak cantik!”“Nanti aku kalau sudah besar pasti akan secantik Kakak
Para siluman terlihat panik. Para pria segera mengambil senjata dan bersiaga di pintu masuk markas. Sementara para anak-anak dan wanita berkumpul di tengah lapangan. Beberapa dari mereka menangis, dan membuat suasana terasa semakin mencekam saja. Amora yang belum mengerti dengan situasi tersebut, segera mendekat pada Lilith. Bertanya Vheer memang pilihan terbaik, karena ia selalu menjawab dengan nada yang nyaman didengar dan selalu bersikap ramah. Namun, Vheer kini berbaris di barisan paling depan untuk menjaga pintu masuk dengan para siluman lain. Jadi, alhasil Amora hanya bisa bertanya pada Lilith, karena hanya dia yang Amora kenal dari sekian banyak siluman yang berada di tempat yang sama dengannya.“Lilith, sebenarnya ada apa? Kenapa semua orang bersiaga, dan ke mana Xavier pergi?” bisik Amora.Lilith menatap Amora dengan kesal. Sepertinya, ia ingin menyemburkan kata-kata tajam pada Amora. Namun, Lilith rupanya bisa mengendalikan dirinya. Ia menja
Penyihir Putih menggeleng. “Saya tidak bisa menyembuhkan Tuan. Satu-satunya orang yang bisa melakukannya hanya Anda, Nyonya,” ucap Penyihir Putih.“Omong kosong macam apa itu?” tanya Amora merasakan emosinya mulai naik.“Saya tidak mengatakan omong kosong. Dengan melakukan penyatuan dengan Tuan Xavier, Anda bisa menyelamatkan nyawanya,” jawab Penyihir Putih yakin.Amora masih terlihat tidak percaya, atau lebih tepatnya berusaha untuk tidak percaya. Selama ini, Amora sudah lebih dari cukup melihat banyak hal aneh yang tidak masuk akal. Secara naluriah, Amora tentu saja merasa jika apa yang dikatakan oleh Penyihir Putih barusan sama sekali bukan omong kosong. Namun, Amora berusaha untuk tidak memercayainya. Meskipun ia sudah menikah dengan Xavier, tetapi Amora masih belum sepenuhnya menerima statusnya sebagai seorang istri. Apalagi sosok suaminya tak lain adala
Amora menenggelamkan tubuhnya hingga dagunya. Kini, ia tengah berendam air hangat di dalam kolam yang berada di belakang rumah kayu miliknya dan Xavier. Wajah Amora tampak begitu merah. Selain karena suhu panas air yang ia gunakan untuk berendam, itu juga disebabkan oleh rasa malu mengenai apa yang terjadi tadi malam. Rasanya Amora ingin mengenyahkan ingatan yang memalukan itu. Namun, begitu Amora ingin melupakannya, rasanya ingatan itu semakin menari-nari dalam kepala Amora. Seakan-akan mengejek Amora yang tadi malam ternyata ikut tenggelam dalam gairah yang disuguhkan oleh Xavier.Tadi malam adalah pengalaman pertama bagi Amora. Sebelumnya, Amora merasa begitu takut dengan malam pertama yang akan ia lalui dengan Xavier. Selain karena mereka tidak saling mencintai, Amora juga takut karena sering kalli mendengar cerita teman-temannya yang baru saja menikah dan melewati malam pertama. Menurut mereka, pengalaman pertama terasa sangat menyakitkan dan menyeramkan. Sebenarnya, Amo
Semenjak apa yang terjadi di kekaisaran Bonaro, ternyata setiap kekaisaran dan kerajaan memilih untuk menyerukan persatuan mereka. Mereka tetap memiliki wilayah masing-masing, tetapi tidak ada lagi permusuhan atau peperangan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Ataupun tidak adanya paksaan dari kekaisaran terhadapn sebuah kerjaan untuk bersumpah setia. Kini, mereka semua memiliki pandangan yang sama dan misi yang sama. Hidup mereka tenteram tanpa ada satu pun kesulitan yang mereka hadapi. Gangguan dari para siluman yang semula menjadi momok yang paling menakutkan dan menjadi permasalah pertahanan bagi sebuah daerah, sudah tidak lagi perlu dicemaskan. Karena siluman sama sekali tidak pernah terlihat lagi. Seakan-akan, perang yang pernah terjadi menghapus keberadaan dan jejak dari para siluman.Meskipun begitu, mereka yakin jika Amagl Agung berhasil mengendalikan para siluman dan menjaga keseimbangan dua dunia. Kini mereka bisa sama-sama hidup dengan nyaman di dunia
Sedetik kemudian Amora pun tersadar mengenai kondisi Xavier dan berlari untuk menghampiri suaminya itu. Amora pun bergetar hebat saat menyentuh dada sang suami yang sudah dipenuhi luka. Pedang yang sebelumnya menancap di sana sudah menghilang, begitu pemiliknya juga menghilang. Amora dengan suara bergetar memanggil sang suami. “Xavier, kau bisa mendengar suaraku bukan?” tanya Amora menyentuh pipi suaminya yang sudah terasa dingin.Para pengikut yang mulai pulih pun menyadari apa yang terjadi dan berniat untuk mendekat pada Amora. Namun, Penyihir Putih memberikan isyarat pada mereka semua untuk tetap di tempat mereka. Penyihir Putih sudah mengetahui apa yang terjadi karena alam membisikan sesuatu padanya. Penyihir Putih mengetahui apa yang terjadi pada Xavier, hingga apa yang dilakukan oleh Amora yang sudah membantu memusnahkan Xavion dan pasukannya. Anak panah sihir yang digunakan oleh Amora ternyata bukan anak panah biasa. Amora memang tidak mengetahui jika anak
Amora jatuh tidak berdaya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap nanar pada para manusia yang kini terlihat seperti mayat hidup, dan para siluman yang berperang mempertaruhkan nyawa mereka. Lebih dari itu, Amora menatap suaminya yang terlihat bertarung dengan sekuat tenaga. Ia sudah tahu apa yang terjadi di masa lalu, mengenai penyebab dari kemarahan Xavion, dan hal apa yang menjadi pangkal dari hancurnya hubungan persaudaraan Xavion dan Xavier. Amora meneteskan air matanya. Takdir memang terkadang terasa menyulitkan dan menyesakkan. Namun, Amora tidak berpikir jika hal itu bisa membuat Xavion melakukan semua tindakan yang mengerikan ini. Amora berharap, jika Xavier bisa menghentikan Xavion. Xavier harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang mereka rasakan karena kejahatan Xavion.Namun sayangnya, setelah Amora selesai berdoa, Amora melihat hal yang begitu menyedihkan. Para siluman pengikut Xavier satu per satu jatuh tidak berdaya. Penyihir Putih juga kel
Ribuan tahun yang laluDi suatu hari, istri dari Amagl Agung—pemimpin dari kaum Amagl—melahirkan sepasang putra tampan. Menyadari jika mereka bisa saja membuat kaum Amagl yang mengetahui ramalan mengenai kehancuran itu merasa cemas, Amagl Agung memutuskan untuk menutupi salah satu wajah putranya dengan topeng sejak ia masih kecil. Mereka memutuskan untuk memakaikan topeng pada sang adik yang memang pada dasanya tidak akan bisa menjadi pemimpin kaum Amagl selanjutnya, karena ada sang kakak yang menduduki posisi calon penerus pertama. Semua orang bertindak sangat hati-hati, demi menghindari ramalan mengenai kehancuran kaum dan dunia yang mereka jaga. Tahun demi tahun berlalu, dan si kembar tumbuh besar. Keduanya tumbuh dengan pesona yang berbeda, dan sifat yang juga berbeda. Jika si Sulung memiliki sifat yang tenang dan memegang tegus prinsip bahwa mereka harus mengikuti peraturan
Pembicaraan antara Xavier dan Xavion jelas membuat suasana semakin mencekam saja. Selain itu, para pengikut Xavier terlihat kebingungan dan terkejut dengan fakta yang baru mereka ketahui, jika ternyata Xavier dan Xavion ternyata memiliki ikatan persaudaraan. Hal yang memang sebenarnya hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalu. Sementara itu, sebagian besar para pengikut Xavion tampaknya tidak terlalu dibuat terkejut oleh apa yang terjadi tersebut. Apa pun yang terjadi, mereka hanya perlu mendukung Xavion untuk menguasai dunia, dan setelah itu mereka bisa hidup dengan bebas tanpa perlu takut pada Dewa atau utusannya yang bertugas untuk membasmi para siluman yang melanggar ketentuan yang ada. Blax sendiri terlihat mengepalkan kedua tangannya. Merasa sangat marah, tetapi berusaha untuk menahan dirinya. Ia hanya perlu bergantung sedikit lagi pada Xavion, dan dirinya bisa membebaskan kaumnya dari jeratan Xavion, tentu saja sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.
“Tuan, mereka benar-benar datang,” ucap Blax melaporkan situasi terkini pada Xavion yang kini duduk di singgasan yang seharusnya ditempati oleh kaisar yang agung. Namun, Gilbert yang masih berada di bawah kendali XavionXavion yang masih mengenakan topengnya terlihat menyeringai. “Sesuai dengan apa yang aku harapkan darimu, Xavier,” gumam Xavion terlihat begitu puas dengan apa yang tengah terjadi saat ini.Blax yang mendengar hal itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Seakan-akan Xavion memang sudah memperikarakan langkah inilah yang akan diambil oleh Xavier. Namun, Blax tidak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunggu perintah seperti apa yang akan diberikan oleh Xavier selanjutnya. Tentu saja, sejak awal Blax dan yang lainnya sudah menempatkan pasukan mereka di barisan terdepan sebagai lapisan keamanan yang jelas akan dihadapi oleh pasukan lawan sebelum benar-benar memasuki pusat kekaisaran yang tampaknya akan menjadi medan perang mereka.
Vheer terlihat fokus memeriksa persenjataan yang akan digunakan dalam peperangan yang sudah ditentukan. Ia memang diberikan tanggung jawab untuk memeriksa semua persenjataan, sementara Xavier tengah fokus memberikan arahan bagi para siluman yang jelas belum memiliki pengalaman dalam berperang. Sementara itu, Vheer yang memang sudah mengetahu strategi dan jalur yang akan ditempuh dalam perang nanti, memilih untuk segera memeriksa peralatan untuk peperangan nanti. Karena ini juga adalah salah satu faktor penentu kemenangan mereka dalam perang. Mengingat, bahwa tidak semua siluman yang menjadi pengikut setia Xavier memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir. Jadi, senjata-senjata ini benar-benar diperlukan oleh mereka.Setelah memeriksa jika semuanya berada dalam kualitas baik, Vheer pun ke luar dari gudang dan menatap langit malam yang terlihat begitu gelap. Karena sudah tidak ada lagi barrier, kini Vheer bisa melihat langit dengan leluasa. Namun, langit malam seakan-akan ingin
Xavion membuka kelambu dan melihat sosok Amora yang seakan-akan berubah menjadi sosok peri yang tengah tertidur. Ia terlihat begitu cantik, dan anggun dengan balutan gaun indah yang ia kenakan. Kulit, rambut, bahkan kukunya terawat dengan baik akibat Xavion yang menugaskan Sisil secara khusus untuk merawat Amora yang masih tenggelam dalam alam bawah sadarnya. Benar, Amora masih menjelajah dunia yang Xavion ciptakan. Dunia yang menunjukkan dengan jelas, tiap detail kejadiam di masa lalu yang seharusnya Amora ketahui. Xavion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut pipi Amora, seakan-akan sedikit sentuhan kasar bisa saja membuat Amora terluka. Tak lama, Xavion meletakkan telunjuknya tepat pada kening Amora. Lalu sinar abu-abu muncul dan sedetik kemudian Amora membuka matanya dan terengah-engah seakan-akan dirinya sudah menemui hal yang sangat mengejutkan baginya.Xavion hanya membiarkan Amora begitu saja, dan mengamatinya dalam diam. Seolah-olaj yakin jika Amora akan tenan
Xavion duduk di tepi ranjang dan mengamati raut wajah Amora yang terlihat tidak baik-baik saja. Kini, Amora masih belum terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di dalam dunia mimpinya. Tentu saja, hal inilah yang diharapkan oleh Xavion. Akan sulit untuk membuat Amora mengetaui apa yang tejadi di masa lalu saat dirinya sadar, karena hal itu akan membuatnya tertekan dan kembali jatuh tak sadarkan diri. Karena itulah, Xavion memilih untuk menunjukkan semuanya pada Amora dengan membuatnya menjelajah di dunia bawah sadarnya. Xavion mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Amora dengan lembut. “Lihat semuanya dengan detail, Amora. Lalu nilailah kembali, aku atau Xavier yang pantas untuk disebut sebagai orang yang kejam,” ucap Xavion.Sisil yang berdiri di sekat ranjang melihat tindakan lembut Xavion dengan kening mengernyit. Setelah mendapatkan peringatan keras dari Xavion, Sisil memang bertindak lebih berhati-hati mengenai menunjukkan perasaannya. Meskipun dirinya memi