“Kami sudah mendapatkan semua ingatan orang-orang mengenai gadis itu, Tuan,” ucap Blax lalu memberikan sebuah kristal sihir berbentuk bulat pada Xavion. Kristal tersebut berisi kenangan orang-orang mengenai sosok Amora.
Xavion menerima kristal tersebut. Kini, Xavion menyembunyikan wajahnya di bawah tudung jubahnya, dan hanya menunjukkan sepasang netra biru keperakan yang menyorot dingin. Jika dilihat dari jauh, Xavion seakan-akan tidak memiliki wajah dan ruang di bawah tudung jubahnya terlihat hanya sebuah ruang hampa. Karena tudung tersebut membuat wajah Xavion tersembunyi dalam kegelapan. Xavion menatap lima bawahan setianya yang memimpin pasukan pengikut setianya. Kelimanya adalah orang-orang yang memiliki kekuatan paling besar di antara para siluman yang mengabdi padanya. Pertama ada Balx, sang naga hitam yang memiliki semburan api yang bisa menghancurkan apa pun. Kedua adalah Sisil, sang siluman rubah cantik yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran serta menggoda lawan jenisnya. Ketiga ada Whein, siluman ular hitam yang memiliki keahlian dalam menggunakan racun.
Keempat, ada Meghan, sang penyihir yang membimbing Kian sebagai pengguna penyihir hitam. Lalu terakhir adalah Kian yang baru saja masuk dalam pasukan elit yang dipercaya oleh Xavion. Meskipun, masih banyak yang perlu Kian pelajari. Namun, Meghan sudah bertanggung jawab sebagai guru yang akan mengajarinya. Selain itu, Kian menyadari sesuatu saat dirinya menerima tawaran Xavion untuk menjadi pengikut setianya. Kian tahu, jika ada yang salah dalam sejarah yang sudah diketahui dan dipercayai oleh orang-orang di kekaisaran Bonaro. Meskipun tahu, Kian tidak berniat untuk berkhianat. Kian malah merasa, jika dirinya berdiri di sisi Xavion, ia bisa hidup dengan bebas. Ia juga bisa membalaskan dendamnya pada orang-orang yang sebelumnya sudah membuatnya hidup dalam kubangan penuh hinaan.
“Kerja bagus. Kian pergilah dengan Blax, bantu dia menemukan keberadaan gadis ini dan Xavier,” ucap Xavion.
Kian dan Blax yang sudah menerima tugas baru mereka, segera undur diri untuk menjalankan tugas mereka tersebut. Sementara itu, Sisil, Whein, dan Meghan menunggu perintah dari sang tuan. Mereka bertiga tahu, jika Xavion pasti memiliki tugas khusus yang akan diberikan pada mereka. “Whein pergilah dengan Meghan untuk menebar wabah di kekaisaran. Lalu Sisil, kerahkan bawahanmu untuk mengganggu desa-desa yang berada di batas terluar kekaisaran. Kau bisa melakukan apa pun, bersenang-senanglah,” ucap Xavion membuat ketiga wanita yang mendapatkan perintah tersebut senang bukan main, hampir bersorak karena terlalu senang.
“Baik, Tuan,” ucap ketiganya kompak lalu beranjak pergi setelah memberikan hormat.
Sementara itu, Xavion menatap kristal sihir yang berada di tangannya. Ia menatapnya dalam diam. Lalu beberapa saat kemudian, ia mengusapnya lembut dan kenangan yang terekam dalam kristal tersebut pun muncul satu per satu. Xavion masih menatapnya dalam diam dan sorot mata dingin. Namun, siapa pun tahu jika Xavion mengamati kenangan tersebut dengan teliti. Kening Xavion mengernyit dalam, saat melihat kenangan seseorang mengenai Amora yang begitu pemurah. Walaupun terlihat dingin dan bertindak tegas pada apa yang tidak ia sukai, Amora memiliki sisi hangat yang ia tunjukkan dengan hati-hati. Bahkan, anak-anak jalanan yang kelarapan, memiliki ingatan mengenai Amora. Beberapa saat kemudian, Xavion pun berbisik, “Bagaimana mungkin seorang manusia tidak berubah seperti ini?”
Sedetik kemudian, Xavion memecahkan kristal sihir tersebut dengan penuh amarah. “Dewa, apa pun rencanamu, aku sendiri yang akan memastikan jika itu tidak akan pernah berhasil. Semua orang harus membayar harga atas masa lalu yang menyakitkan,” ucap Xavion lalu memejamkan matanya, menyembunyikan netra biru keperakan, khas miliki kaum Amagl.
***
“Makanlah,” ucap Xavier sembari memberikan ikan bakar pada Amora. Tentu saja Amora menerimanya, tetapi diam-diam ia menatap wajah tampan Xavier yang tidak menampilkan ekspresi apa pun, membuat Amora yang melihatnya merasa tidak nyaman. Amora pikir, jika Xavier akan marah padanya karena lagi-lagi berusaha untuk melarikan diri. Sejak dirinya diselamatkan oleh Xavier dari sarang siluman ular, Amora tidak lagi melihat Vheer atau siluman-siluman kecil lainnya. Mereka malah digantikan oleh seekor singa jantan berbulu putih yang terlihat begitu manja pada Xavier. Namun, di mata Amora singa itu tetap saja terlihat menyeramkan dan berbahaya, sama seperti Xavier.
Amora diam-diam menghela napas dalam hatinya. Ia memang bersyukur bisa selamat dari siluman ular yang berniat untuk menjadikannya sebagai seorang istri. Namun, usaha Amora untuk melarikan diri dari Xavier sudah benar-benar gagal. Pasti akan sulit bagi Amora untuk mendapatkan kesempatan melarikan diri lagi. Terlebih, jika kali ini perjalanan hanya akan dilalui oleh Amora dan Xavier. Atau dalam artian lain, Amora akan benar-benar berada di bawah pengawasan Xavier sepenuhnya. Kini Amora berharap, Vheer atau para siluman kecil bisa kembali. Setidaknya, Amora akan memiliki celah untuk menipu para siluman itu. Beda hal dengan Xavier yang tentu saja tidak akan pernah bisa Amora tipu. Dia itu tembok es tidak berperasaan, mana mungkin Amora bisa menemukan celah untuk melarikan diri darinya.
“Jangan pikir bahwa aku tidak marah atas tindakan bodohmu, Amora,” ucap Xavier tiba-tiba membuat Amora mengangkat kepalanya dan menatap Xavier.
Amora yang mendengar hal itu segera menatap netra Xavier yang ternyata tengah menatapnya. “Aku tidak berindak bodoh. Aku malah akan terlihat lebih bodoh jika tetap bertahan bersamamu,” ucap Amora.
Hoia yang melihat keberanian Amora tersebut, terlihat menunjukkan raut malas dan menguap lebar. Ia meletakkan kepalanya di atas kedua kaki depannya dan memilih untuk mengamati apa yang akan terjadi ke depannya. Xavier sendiri menghela napas lelah. “Apa para manusia memang sebodoh dirimu?” tanya Xavier terlihat membuat Amora semakin marah. Sepertinya, Amora sudah sepenuhnya melupakan ketakutannya atas kemungkinan mendapat kemarahan dari Xavier. Amora jelas tidak terima disebut sebagai orang bodoh.
“Ah, aku jadi semakin yakin jika kau benar Amagl terkutuk. Kau sangat jahat,” ucap Amora terlihat merajuk karena apa yang dikatakan oleh Xavier padanya.
“Di mana letak jahat yang kau maksud? Jika benar aku jahat, aku tidak akan menolongmu dan membawamu ke luar dari sarang siluman ular itu,” ucap Xavier. Tampaknya, kali ini Xavier ingin beradu argumen dengan Amora. Berbeda dari biasanya, di mana Xavier tidak mau repot berbincang panjang lebar.
“Menyebut orang lain sebagai orang bodoh adalah salah satu tindakan jahat!” seru Amora sembari mengepalkan kedua tangannya marah.
“Ah, benarkah? Tapi kau memang bertindak bodoh, Amora,” ucap Xavier sembari sedikit memiring kepalanya. Terlihat jelas bahwa saat ini dirinya tengah menggoda Amora yang semakin marah dibuatnya.
“Diam!” seru Amora benar-benar meledak karena rasa marahnya. Saking kesalnya, Amora bahkan terlihat terengah-engah. Amora belum pernah semarah ini sebelumnya. “Jika kau memang menganggapku bodoh atau bosan dengan kebodohanku, kau tinggal melepaskanku. Lupakan sumpah atau apalah yang pernah kau bicarakan sebelumnya,” lanjut Amora.
“Tidak bisa. Karena kau bodoh, maka dari itu aku harus menjagamu tetap di sisiku,” putus Xavier tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Amora.
“Menyebalkan! Lebih baik kau tidur saja lagi, dan jangan pernah bangun untuk selamanya!” seru Amora seakan-akan tengah mengutuk Xavier dengan sepenuh hati.
“Sayangnya kau hanya bisa membangunkanku, dan bukannya membuatku kembali tidur panjang, Amora.”
Amora pun memejamkan matanya. Benar-benar merasa sangat frustasi saat ini. Sepertinya Xavier memang lebih baik menjadi pendiam, daripada berbicara seperti ini. Karena bagi Amora, kesan menyeramkan Xavier seketika luntur dan malah digantikan oleh kesan menyebalkan. Ah, tidak sepenuhnya luntur. Karena Xavier masih saja memiliki aura menekan, yang sepertinya memang sudah melekat padanya sejak lahir. Mungkin saja itu adalah keunggulan kaum Amagl sebagai sosok yang dipercaya untuk menjaga keseimbangan dua dunia. Amora memilih untuk mengabaikan Xavier dan menyantap makan malamnya. Meskipun Amora masih terbayang dengan situasi mengerikan saat dirinya berada di sarang siluman ular dan dipaksa untuk berganti pakaian sesuai dengan adat kaum mereka, tetapi kini setidaknya Amora sudah aman. Xavier tidak mungkin memangsanya.
Xavier sendiri hanya mengamati Amora yang makan dengan cukup lahap. Ia tidak terlalu membutuhkan makanan seperti manusia untuk bertahan hidup. Jadi, jika selama ini berburu pun, Xavier memberikan semua hasil berburunya untuk disantap oleh Amora. Sepertinya, karena hari yang melelahkan, dan kondisi yang kenyang, setelah selesai makan, Amora pun meringkuk di dekat akar pohon dengan posisi memunggungi api unggun dan Xavier. Malam ini memang terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi Xavier tidak bisa membangunkan sebuah rumah kayu sederhana bagi Amora, karena Xavier jelas harus sangat berhati-hati dalam menggunakankan kekuatannya. Untungnya, kini Amora sudah menggunakan pakaian yang cukup hangat, gaun minim yang sebelumnya ia kenakan sudah diganti dengan gaun yang ternyata sudah disiapkan oleh Vheer sebelumnya. Jadi, setidaknya Amora bisa bertahan dari dinginnya malam.
Suara serangga malam yang bernyanyi, ternyata membuat Amora tertidur dengan lebih mudahnya. Namun, sepertinya udara dingin masih menjadi musuh terbesar bagi Amora untuk tidur dengan nyaman. Api unggun yang dijaga dengan baik oleh Xavier, rupanya masih belum cukup untuk menghangatkan Amora. Pada akhirnya, Xavier memberikan isyarat pada Hoia. Tentu saja Hoia sama sekali tidak menolak. Ia bangkit dan melangkah mendekat pada Amora. Hanya saja, kedatangan Hoia ternyata membuat Amora terbangun dan menatap penuh rasa takut pada Hoia yang kini berbaring di belakangnya. Amora pun segera menatap Xavier, tetapi ternyata pria itu sudah memejamkan matanya dan bersandar pada batang pohon dengan sangat santai. Seakan-akan Xavier sendiri sudah tidur sejak lama.
Hoia mengendus leher Amora, dan membuat Amora segera menoleh padanya. “A, Apa? Kenapa kau melakukan hal itu?!” tanya Amora gugup.
Hoia tentu saja tidak bisa menjawab, tetapi ia memberikan isyarat pada Amora. Tentu saja agak sulit bagi Amora untuk mengerti apa yang sebenarnya dimaksud oleh Hoia. Namun, Amora pun mendapat sedikit petunjuk saat Hoia kembali memberikan isyarat. “Kau ingin aku menyentuh bulumu?” tanya Amora. Hoia mengaing, tanda jika Amora menebak dengan benar.
Dengan ragu, Amora pun mengulurkan tangannya dan menyentuh bulu leher Hoia yang terlihat paling tebal. Saat itulah, Amora sangat terkejut karena bulu Hoia terasa sangat lembut dan hangat. Tanpa sadar, Amora pun semakin mendekat pada Hoia dan pada akhirnya menenggelamkan tangannya pada helaian rambut Hoia. “Hangatnya,” ucap Amora sembari bersandar pada tubuh besar Hoia.
Hoia sendiri terlihat senang dengan perlakuan Amora. SInga itu terlihat seperti seekor kucing yang tengah dimanjakan oleh majikannya. “Kau terlihat senang. Kalau begitu, mari kita tidur seperti ini,” ucap Amora lalu memejamkan matanya. Amora menggunakan tubuh besar Hoia sebagai sandaran dan bantalan kepalanya. Pada akhirnya, Amora bisa tidur dengan nyaman, berkat Hoia yang membuat tubuhnya hangat dan terlindungi dari angina malam.
Xavier yang mendengar suasana sudah kembali tenang, dan napas Amora sudah teratur, segera membuka matanya. Ia bertatapan dengan netra emas Hoia yang rupanya menunggu perintah selanjutnya dari Xavier. “Tidurlah,” bisik Xavier memberikan perintah.
Hoia yang mendengar perintah tersebut, segera mengeluarkan sayap peraknya. Sayap tersebut ia gunakan untuk menyelimuti Amora yang tidur dengan senyum lebarnya. Hoia pun memejamkan matanya, menjalankan perintah sang tuan untuk tidur. Sementara itu, Xavier tidak bisa memejamkan matanya. Ia malah terlihat mengamati wajah cantik Amora yang tersenyum dalam tidurnya. Kening Xavier mengernyit dalam, saat dirinya merasakan sesuatu yang menggelitik dalam hatinya. Perasaan asing yang belum pernah Xavier rasakan selama hidupnya.
“Yang Mulia, hampir setengah dari warga ibu kota sudah terjangkit wabah yang tidak ketahui berasal dari mana,” ucap salah seorang menteri melaporkan situasi terkini pada kaisar.Saat ini, semua orang-orang berpengaruh mengikuti rapat tertutup yang diadakan secara mendadak oleh Gilbert—sang kaisar. Hal tersebut tidak terlepas dari situasi darurat yang saat ini tengah berlangsung. Seperti apa yang sudah dikatakan oleh seorang menteri, saat ini tengah ada wabah berbahaya yang menyebar dengan begitu cepat di kekaisaran Bonaro. Tentu saja, Gibert dan orang-orang berpengaruh harus segera menanggulangi masalah tersebut. Apalagi, wabah ini menyebar langsung ke pusat pemerintahan dan ekonomi kekaisaran yang tak lain adalah ibu kota di mana para bangsawan kelas atas tinggal. Gilbert pun menatap Pendeta Agung dan bertanya, “Apa m
Setelah berhari-hari melakukan perjalanan yang melelahkan melewati hutan, kini Amora dan Xavier sudah ke luar dari hutan lebat tersebut. Hoia sudah tidak lagi terlihat bersama mereka, karena Xavier secara khusus memberikan perintah pada Hoia untuk menyembunyikan dirinya. Hoia tidak boleh menunjukkan dirinya sebelum Xavier memberikan isyarat atau perintah padanya. Sementara itu, kini Amora terlihat bersembunyi di belakang punggung Xavier, saat tiba-tiba ada segerombolan orang yang menghalangi jalan mereka. Karena sudah terbiasa bertemu dengan siluman-siluman yang bisa mengambil wujud manusia dengan sempurna, secara Alami Amora pun berpikir jika orang-orang itu adalah siluman pula. Kemungkinan besar, mereka adalah siluman yang berniat jahat pada mereka. Tentu saja bersembunyi dan berlindungi pada Xavier adalah satu-satunya cara bagi Amora untuk selamat.
Semenjak mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier, Amora memilih untuk mengurung diri dalam kamar yang memang ia tempati sendiri. Ia masih tidak mau menerima apa yang dikatakan oleh Xavier, mengenai pola tanda kepemilikan yang ditinggalkan oleh Xavier pada leher Amora saat ini. Semakin tidak bisa menerima, saat para siluman yang menjadi pengikut setia Xavier berkata jika Amora harus segera menjalankan tugasnya sebagai seorang Pengantin Amagl. Menurut mereka, Amora sudah ditakdirkan untuk menjadi istri Xavier dan memiliki tugas untuk melahirkan keturunan bagi Xavier, serta mendampingi Xavier untuk mempersiapkan kebangkitan kaum Amagl. “Memangnya aku ini apa? Seenaknya mereka memaksaku untuk menikah dengan Amagl terkutuk!” gumam Amora merasa sangat frustasi.Jelas itu sangat tidak bisa diterima oleh Amora. Karena sejak awal, Amora menganggap Xavier sebagai sosok yang sangat berbahaya. Meskipun selama perjalanan melewati hutan dan jalur berbahaya, Xavier selalu melin
Karena sama sekali tidak bisa tidru, Amora pada akhirnya memilih untuk ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju beranda yang berada di belakang rumah kayu tersebut. Amora memeluk tubuhnya sendiri sembari mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang dan bulan yang berpendar perak. Tanpa sadar, Amora pun mengingat sosok Xavier yang jelas sangat lekat dengan warna perak yang memang menjadi ciri khasnya. Semenjak makan malam bersama para siluman dan mendengar pengakuan kepemilikan Xavier terhadap dirinya, Amora sama sekali tidak pernah bertemu dengan Xavier lagi. Bukannya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengannya, tetapi Amora secara sengaja menghindar darinya. Hati Amora belum siap untuk berhadapan dengan pria itu lagi. Amora pun menghela napas dan memejamkan matanya.Sang Amagl Agung, Xavier yang malangNyawa dunia Savyrh yang meredupTidurlah Xavier, tidurlahAlam akan memelukmu, maka t
“Ini gaunmu,” ucap Lilith sembari meletakkan sebuah gaun dan beberapa hiasan pada Amora yang masih duduk di tepi ranjang.Amora pun menatap Lilith yang terlihat begitu sedih. Sepertinya, semalaman Lilith telah menangis hingga membuat kedua matanya merah dan sembab. Amora berniat untuk bertanya bagaimana perasaannya, tetapi Amora pun mengurungkan niatnya. Lilith pun menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Jangan melihatku seperti itu. Aku sama sekali tidak ingin dikasihani olehmu.”Amora yang mendengar hal itu, mau tidak mau merasa bersalah. Namun, Amora tidak memiliki kata-kata penghiburan untuk disampaikan pada Lilith. Terlebih, Amora sendiri juga merasa menjadi korban di sini. Baik Amora maupun Lilith sama-sama menjadi korban dari takdir yang mengikat mereka semua. Setelah mengatakan apa yang ia inginkan, Lilith menatap gaun yang tergeletak di atas ranjang dan berkata, “Cepatlah bersiap. Tuan Xavier sudah menunggumu.”Lil
Pendeta penjaga pintu pun beranjak untuk menyampaikan perkataan Xavier menuju Pendeta Agung. Saat itulah, Amora mendongak pada Xavier dan bertanya, “Apa kita akan menikah di sini?”“Bukankah manusia menikah dengan cara seperti ini?” tanya balik Xavier.“Memangnya, kalian tidak menikah dengan cara seperti ini?” tanya Amora lagi membuat Xavier menghela napas karena sadar jika Amora tidak mau mengalah.“Ya, tidak. Begitu pola kepemilikan terbentuk dan melakukan penyempurnaan, maka kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri,” jawab Xavier mengalah dari sesi saling bertanya itu.“Ah, begitu,” ucap Amora mengerti.“Benar. Apa yang kita lakukan ini adalah formalitas yang diperlukan. Terutama kau sendiri adalah manusia. Setidaknya, kau harus memiliki pengalaman mendapatkan pemberkatan selayaknya mempelai wanita pada umumnya. Kudengar kalian para gadis memang sangat sensitif mengenai hal i
Amora terbangun saat mendengar suara yang cukup mengganggu tidurnya. Amora pun menyingkap selimutnya dan membuka jendela kamarnya. Namun bukannya melihat pemandangan indah, Amora dikejutkan oleh anak-anak kecil yang berusaha untu mencapai jendela dan menatapnya dengan penuh rasa tertarik. “Kalian siapa dan kenapa bisa ada di sini?” tanya Amora terkejut. Namun, anak-anak kecil itu sama sekali tidak menjawab. Mereka malah asik berbicara dan ribut berebut untuk bertanya pada Amora. Anak-anak itu terlihat sangat bersemangat mengajukan pertanyaan dan berbicara dengan riang, hingga Amora pun kesulitan untuk menangkap apa yang sebenarnya mereka ingin bicarakan dengannya.“Wah, dia memang cantik!”“Apa Kakak Pengantin Amagl?”“Nama Kakak siapa?”“Wah mata Kakak cantik!”“Nanti aku kalau sudah besar pasti akan secantik Kakak
Para siluman terlihat panik. Para pria segera mengambil senjata dan bersiaga di pintu masuk markas. Sementara para anak-anak dan wanita berkumpul di tengah lapangan. Beberapa dari mereka menangis, dan membuat suasana terasa semakin mencekam saja. Amora yang belum mengerti dengan situasi tersebut, segera mendekat pada Lilith. Bertanya Vheer memang pilihan terbaik, karena ia selalu menjawab dengan nada yang nyaman didengar dan selalu bersikap ramah. Namun, Vheer kini berbaris di barisan paling depan untuk menjaga pintu masuk dengan para siluman lain. Jadi, alhasil Amora hanya bisa bertanya pada Lilith, karena hanya dia yang Amora kenal dari sekian banyak siluman yang berada di tempat yang sama dengannya.“Lilith, sebenarnya ada apa? Kenapa semua orang bersiaga, dan ke mana Xavier pergi?” bisik Amora.Lilith menatap Amora dengan kesal. Sepertinya, ia ingin menyemburkan kata-kata tajam pada Amora. Namun, Lilith rupanya bisa mengendalikan dirinya. Ia menja
Semenjak apa yang terjadi di kekaisaran Bonaro, ternyata setiap kekaisaran dan kerajaan memilih untuk menyerukan persatuan mereka. Mereka tetap memiliki wilayah masing-masing, tetapi tidak ada lagi permusuhan atau peperangan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Ataupun tidak adanya paksaan dari kekaisaran terhadapn sebuah kerjaan untuk bersumpah setia. Kini, mereka semua memiliki pandangan yang sama dan misi yang sama. Hidup mereka tenteram tanpa ada satu pun kesulitan yang mereka hadapi. Gangguan dari para siluman yang semula menjadi momok yang paling menakutkan dan menjadi permasalah pertahanan bagi sebuah daerah, sudah tidak lagi perlu dicemaskan. Karena siluman sama sekali tidak pernah terlihat lagi. Seakan-akan, perang yang pernah terjadi menghapus keberadaan dan jejak dari para siluman.Meskipun begitu, mereka yakin jika Amagl Agung berhasil mengendalikan para siluman dan menjaga keseimbangan dua dunia. Kini mereka bisa sama-sama hidup dengan nyaman di dunia
Sedetik kemudian Amora pun tersadar mengenai kondisi Xavier dan berlari untuk menghampiri suaminya itu. Amora pun bergetar hebat saat menyentuh dada sang suami yang sudah dipenuhi luka. Pedang yang sebelumnya menancap di sana sudah menghilang, begitu pemiliknya juga menghilang. Amora dengan suara bergetar memanggil sang suami. “Xavier, kau bisa mendengar suaraku bukan?” tanya Amora menyentuh pipi suaminya yang sudah terasa dingin.Para pengikut yang mulai pulih pun menyadari apa yang terjadi dan berniat untuk mendekat pada Amora. Namun, Penyihir Putih memberikan isyarat pada mereka semua untuk tetap di tempat mereka. Penyihir Putih sudah mengetahui apa yang terjadi karena alam membisikan sesuatu padanya. Penyihir Putih mengetahui apa yang terjadi pada Xavier, hingga apa yang dilakukan oleh Amora yang sudah membantu memusnahkan Xavion dan pasukannya. Anak panah sihir yang digunakan oleh Amora ternyata bukan anak panah biasa. Amora memang tidak mengetahui jika anak
Amora jatuh tidak berdaya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap nanar pada para manusia yang kini terlihat seperti mayat hidup, dan para siluman yang berperang mempertaruhkan nyawa mereka. Lebih dari itu, Amora menatap suaminya yang terlihat bertarung dengan sekuat tenaga. Ia sudah tahu apa yang terjadi di masa lalu, mengenai penyebab dari kemarahan Xavion, dan hal apa yang menjadi pangkal dari hancurnya hubungan persaudaraan Xavion dan Xavier. Amora meneteskan air matanya. Takdir memang terkadang terasa menyulitkan dan menyesakkan. Namun, Amora tidak berpikir jika hal itu bisa membuat Xavion melakukan semua tindakan yang mengerikan ini. Amora berharap, jika Xavier bisa menghentikan Xavion. Xavier harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang mereka rasakan karena kejahatan Xavion.Namun sayangnya, setelah Amora selesai berdoa, Amora melihat hal yang begitu menyedihkan. Para siluman pengikut Xavier satu per satu jatuh tidak berdaya. Penyihir Putih juga kel
Ribuan tahun yang laluDi suatu hari, istri dari Amagl Agung—pemimpin dari kaum Amagl—melahirkan sepasang putra tampan. Menyadari jika mereka bisa saja membuat kaum Amagl yang mengetahui ramalan mengenai kehancuran itu merasa cemas, Amagl Agung memutuskan untuk menutupi salah satu wajah putranya dengan topeng sejak ia masih kecil. Mereka memutuskan untuk memakaikan topeng pada sang adik yang memang pada dasanya tidak akan bisa menjadi pemimpin kaum Amagl selanjutnya, karena ada sang kakak yang menduduki posisi calon penerus pertama. Semua orang bertindak sangat hati-hati, demi menghindari ramalan mengenai kehancuran kaum dan dunia yang mereka jaga. Tahun demi tahun berlalu, dan si kembar tumbuh besar. Keduanya tumbuh dengan pesona yang berbeda, dan sifat yang juga berbeda. Jika si Sulung memiliki sifat yang tenang dan memegang tegus prinsip bahwa mereka harus mengikuti peraturan
Pembicaraan antara Xavier dan Xavion jelas membuat suasana semakin mencekam saja. Selain itu, para pengikut Xavier terlihat kebingungan dan terkejut dengan fakta yang baru mereka ketahui, jika ternyata Xavier dan Xavion ternyata memiliki ikatan persaudaraan. Hal yang memang sebenarnya hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalu. Sementara itu, sebagian besar para pengikut Xavion tampaknya tidak terlalu dibuat terkejut oleh apa yang terjadi tersebut. Apa pun yang terjadi, mereka hanya perlu mendukung Xavion untuk menguasai dunia, dan setelah itu mereka bisa hidup dengan bebas tanpa perlu takut pada Dewa atau utusannya yang bertugas untuk membasmi para siluman yang melanggar ketentuan yang ada. Blax sendiri terlihat mengepalkan kedua tangannya. Merasa sangat marah, tetapi berusaha untuk menahan dirinya. Ia hanya perlu bergantung sedikit lagi pada Xavion, dan dirinya bisa membebaskan kaumnya dari jeratan Xavion, tentu saja sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.
“Tuan, mereka benar-benar datang,” ucap Blax melaporkan situasi terkini pada Xavion yang kini duduk di singgasan yang seharusnya ditempati oleh kaisar yang agung. Namun, Gilbert yang masih berada di bawah kendali XavionXavion yang masih mengenakan topengnya terlihat menyeringai. “Sesuai dengan apa yang aku harapkan darimu, Xavier,” gumam Xavion terlihat begitu puas dengan apa yang tengah terjadi saat ini.Blax yang mendengar hal itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Seakan-akan Xavion memang sudah memperikarakan langkah inilah yang akan diambil oleh Xavier. Namun, Blax tidak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunggu perintah seperti apa yang akan diberikan oleh Xavier selanjutnya. Tentu saja, sejak awal Blax dan yang lainnya sudah menempatkan pasukan mereka di barisan terdepan sebagai lapisan keamanan yang jelas akan dihadapi oleh pasukan lawan sebelum benar-benar memasuki pusat kekaisaran yang tampaknya akan menjadi medan perang mereka.
Vheer terlihat fokus memeriksa persenjataan yang akan digunakan dalam peperangan yang sudah ditentukan. Ia memang diberikan tanggung jawab untuk memeriksa semua persenjataan, sementara Xavier tengah fokus memberikan arahan bagi para siluman yang jelas belum memiliki pengalaman dalam berperang. Sementara itu, Vheer yang memang sudah mengetahu strategi dan jalur yang akan ditempuh dalam perang nanti, memilih untuk segera memeriksa peralatan untuk peperangan nanti. Karena ini juga adalah salah satu faktor penentu kemenangan mereka dalam perang. Mengingat, bahwa tidak semua siluman yang menjadi pengikut setia Xavier memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir. Jadi, senjata-senjata ini benar-benar diperlukan oleh mereka.Setelah memeriksa jika semuanya berada dalam kualitas baik, Vheer pun ke luar dari gudang dan menatap langit malam yang terlihat begitu gelap. Karena sudah tidak ada lagi barrier, kini Vheer bisa melihat langit dengan leluasa. Namun, langit malam seakan-akan ingin
Xavion membuka kelambu dan melihat sosok Amora yang seakan-akan berubah menjadi sosok peri yang tengah tertidur. Ia terlihat begitu cantik, dan anggun dengan balutan gaun indah yang ia kenakan. Kulit, rambut, bahkan kukunya terawat dengan baik akibat Xavion yang menugaskan Sisil secara khusus untuk merawat Amora yang masih tenggelam dalam alam bawah sadarnya. Benar, Amora masih menjelajah dunia yang Xavion ciptakan. Dunia yang menunjukkan dengan jelas, tiap detail kejadiam di masa lalu yang seharusnya Amora ketahui. Xavion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut pipi Amora, seakan-akan sedikit sentuhan kasar bisa saja membuat Amora terluka. Tak lama, Xavion meletakkan telunjuknya tepat pada kening Amora. Lalu sinar abu-abu muncul dan sedetik kemudian Amora membuka matanya dan terengah-engah seakan-akan dirinya sudah menemui hal yang sangat mengejutkan baginya.Xavion hanya membiarkan Amora begitu saja, dan mengamatinya dalam diam. Seolah-olaj yakin jika Amora akan tenan
Xavion duduk di tepi ranjang dan mengamati raut wajah Amora yang terlihat tidak baik-baik saja. Kini, Amora masih belum terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di dalam dunia mimpinya. Tentu saja, hal inilah yang diharapkan oleh Xavion. Akan sulit untuk membuat Amora mengetaui apa yang tejadi di masa lalu saat dirinya sadar, karena hal itu akan membuatnya tertekan dan kembali jatuh tak sadarkan diri. Karena itulah, Xavion memilih untuk menunjukkan semuanya pada Amora dengan membuatnya menjelajah di dunia bawah sadarnya. Xavion mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Amora dengan lembut. “Lihat semuanya dengan detail, Amora. Lalu nilailah kembali, aku atau Xavier yang pantas untuk disebut sebagai orang yang kejam,” ucap Xavion.Sisil yang berdiri di sekat ranjang melihat tindakan lembut Xavion dengan kening mengernyit. Setelah mendapatkan peringatan keras dari Xavion, Sisil memang bertindak lebih berhati-hati mengenai menunjukkan perasaannya. Meskipun dirinya memi