Karena sama sekali tidak bisa tidru, Amora pada akhirnya memilih untuk ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju beranda yang berada di belakang rumah kayu tersebut. Amora memeluk tubuhnya sendiri sembari mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang dan bulan yang berpendar perak. Tanpa sadar, Amora pun mengingat sosok Xavier yang jelas sangat lekat dengan warna perak yang memang menjadi ciri khasnya. Semenjak makan malam bersama para siluman dan mendengar pengakuan kepemilikan Xavier terhadap dirinya, Amora sama sekali tidak pernah bertemu dengan Xavier lagi. Bukannya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengannya, tetapi Amora secara sengaja menghindar darinya. Hati Amora belum siap untuk berhadapan dengan pria itu lagi. Amora pun menghela napas dan memejamkan matanya.
Sang Amagl Agung, Xavier yang malang
Nyawa dunia Savyrh yang meredup
Tidurlah Xavier, tidurlah
Alam akan memelukmu, maka tidurlah, tidurlah
Tak perlu cemas
Saat sebuah bunga cantik mekar, kau kan kembali
Bunga cantik dengan manik hijau akan datang
Dia akan menuntunmu
Xavier, dialah pengantinmu
Benang takdir kan tertaut, hati pun kan terhubung
Amora seketika membuka matanya saat suara senandung takdir yang disenandungkan oleh Penyihir Putih kembali terbayang dalam benaknya. Padahal untuk sejenak, Amora bisa melupakan senandung takdir yang menjelaskan jika semua yang dikatakan oleh Penyihir Putih memang benar. Amora adalah sosok gadis yang diumpamakan sebagai bunga dalam senandung tersebut. Amora memiliki netra berwarna hijau, dan ia dibuang ke pulau Blaxland begitu dirinya sudah menginjak usia dewasa. Penyihir Putih pun menambahkan beberapa hal. Pertama, Amora berhasil menembus barrier yang melindungi gua di mana Xavier tertidur, tanpa terluka sedikit pun. Itu tandanya, Amora memang orang yang diizinkan. Kedua, perihal sumpah yang sebelumnya diungkit oleh Xavier. Bahasa kuno yang sebelumya Amora baca di dalam gua adalah sumpah yang dimaksud oleh Xavier. Sumpah yang menandakan jika Amora sudah menerima takdirnya sebagai seorang Pengantin Amagl.
“Sial,” gumam Amora.
“Aku kira, Pengantin Amagl adalah sosok lembut dan penuh kasih. Ternyata, ia tak lebih dari gadis manja yang pintar berkata-kata kasar.”
Amora pun menoleh dan melihat Lilith yang muncul dengan sebuah selimut di tangannya. Amora melemparkan selimut itu pada Amora dengan tidak sopan. Tentu saja Amora menghindar, ia tidak mau menangkapnya, atau menolerir sikap tidak sopan Lilith. Sikap Amora jelas membuat Lilith mengernyitkan keningnya dalam-dalam. “Kau—”
“Aku kira, semua pengikut Xavier adalah siluman yang memiliki sopan santun. Ternyata, tidak semuanya memiliki sopan santun dan bisa bersikap cerdas,” ucap Amora meniru apa yang dikatakan oleh Lilith padanya.
Melihat raut Lilith yang semakin memburuk, membuat Amora menelengkan kepalanya. Ia menghela napas dan memilih untuk menyugar rambut cokelatnya yang lembut. Lalu angin malam yang lembut membuat helaian rambut yang baru disugar oleh Lilith menari dengan anggun di udara. “Aku tau kau tidak menyukaiku, tetapi jangan membuatnya terlalu terlihat seperti itu. Karena itu tidak akan baik untuk dirimu sendiri. Bukankah kau seharusnya menunjukkan sisi baikmu di hadapan orang yang kau sukai?” tanya Amora membuat Lilith melotot marah.
“Tutup mulutmu! Memangnya apa yang kau tau?!”
“Aku juga perempuan. Aku tau jika kau menyimpan perasaan pada Xavier,” ucap Amora.
Lilith terlihat semakin geram dibuatnya. “Apa sekarang kau tengah mengolok-olok diriku? Jangan besar kepala. Kau hanya menang karena beruntung. Takdir yang membuatmu harus menjadi Pengatin Amagl. Memangnya kau pikir, tanpa takdir itu, Tuan Xavier mau menjadikanmu istri?” tanya Lilith tajam.
Tanpa memberikan kesempatan bagi Amora untuk menjawab, Lilith memilih untuk berbalik pergi meninggalkan Amora yang kembali menghela napas panjang. Ia menunduk melihat selembar selimut yang teronggok di lantai. Baru saja Amora akan meraih selimut tersebut, Amora sudah merasakan sesuatu yang hangat melingkupi bahunya. Amora pun tersentak dan berbalik untuk melihat Xavier yang berdiri dengan tegap, bersama dengan Hoia yang segera melangkah dengan anggunnya pada Amora. Hoia segera mengendusi leher Amora, sementara Amora sendiri baru sadar jika sebelumnya Xavier menyampirkan selimut pada bahunya. Amora menatap Xavier dengan kening mengernyit. “Sejak kapan kau di sini?” tanya Amora.
“Sejak kau menatap langit dan berkata sial,” jawab Xavier membuat Amora menghela napas. Itu artinya Xavier mendengar semua pembicaraannya dengan Lilith.
Untuk mengurangi rasa gugupnya, Amora pun memilih untuk mengelus bulu lebat Hoia. Xavier yang melihatnya tidak berniat untuk melepaskan Amora begitu saja. Sekarang, Xavier sudah merasakan jika kekuatan Xavion semakin membesar. Kegelapan seakan-akan sudah siap untuk menelan alam semesta. Mau tidak mau, Xavier harus segera mengambil langkah. Meskipun tidak bisa memaksa Amora untuk membuka hatinya atau melakukan hal yang lebih dari itu, tetapi Xavier harus mengambil langkah untuk memastikan bahwa Amora tetap berada di sisinya. Xavier harus menjaga Amora tetap di radarnya. Karena jika sampai Amora jatuh ke tangan Xavion, maka hal itu akan berbahaya bagi dunia dan Amora sendiri.
“Kudengar kau sudah berbicara dengan Penyihir Putih,” ucap Xavier membuat Amora menghentikan gerakan tangannya.
Amora pun pada akhirnya menatap Xavier yang rasanya semakin terlihat tampan setelah beberapa hari ini tidak Amora lihat. Beberapa hari ini, Amora mendengar jika Xavier dan para siluman tengah disibukkan mengurus sesuatu mengenai rencana rahasia mereka. “Ya, aku berbicara dengan Penyihir Putih. Ia memberitahuku beberapa hal penting,” jawab Amora.
“Kalau begitu, kau pasti sudah mengetahui perihal senandung takdir yang tak lain adalah ramalan mengenai hubunganmu dan diriku. Dengan kata lain, kau telah mengetahui takdir seperti apa yang menghubungkan kita,” ucap Xavier lagi tepat pada netra hijau Amora yang berkilau.
Amora terlihat tidak mau mengakui apa yang dikatakan oleh Xavier. Namun, hal itu memang benar adanya. Amora sudah mengetahui semua itu, tetapi Amora tidak mau menerimanya. Itu masih terlalu sulit untuk diterima oleh Amora. Ia bahkan baru beberapa hari melihat siluman secara langsung dan terlibat dengan Amagl yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Lalu, kini Amora dipaksa untuk menerima takdir yang sudah diramal berabad-abad sebelumnya. Ini jelas berlebihan bagi manusia biasa seperti Amora. Karena itulah, Amora memilih untuk membuang mukanya. Ia tidak mau berbincang lebih jauh dengan Xavier. Namun, Xavier sudah memutuskan jika pembicaraan ini harus menemukan titik terang.
“Kau tidak bisa menghindar dari takdir ini, Amora,” ucap Xavier membuat Amora mengangkat pandangannya dan menatap netra biru keperakaan itu.
“Aku tidak mau terlibat dengan kaum dan pengikutmu. Walaupun aku tidak bisa kembali pada kedua orang tuaku, setidaknya aku ingin hidup dengan tenang. Aku ingin hidup normal selayaknya manusia lainnya,” ucap Amora tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan perasaannya.
Xavier terdiam untuk beberapa saat. Sebelum berkata, “Sayangnya, begitu kau melewati barrier dan membaca sumpah di dalam gua itu, kehidupanmu sudah tidak bisa kembali normal lagi, Amora. Kini, dunia yang penuh dengan hal mistis dan tidak masuk akal inilah yang akan menjadi duniamu. Melawan bahaya adalah cara kita untuk bertahan hidup di dunia ini.”
“Tapi aku tidak mau!” teriak Amora frustasi membuat Hoia yang sedari tadi masih meminta dimanja, segera mengambil langkah mundur dan berlari menuju Xavier.
“Aku tidak mau hidup dalam bahaya! Aku hanya ingin hidup tenang! Walaupun tidak bisa kembali hidup sebagai Amora sang putri Count Salvador, aku tetap bisa hidup tenang sebagai rakyat biasa. Apakah kau tidak bisa membiarkanku pergi?” tanya Amora menahan tangis frustasinya.
“Tidak,” jawab Xavier singkat membuat Amora yang mendengarnya menahan napasnya. Xavier benar-benar berhati dingin.
“Percuma saja aku berbicara dengan makhluk berhati dingin sepertimu,” ucap Amora dingin lalu berbalik sembari membuang selimut yang sebelumnya diberikan oleh Xavier padanya.
Amora hampir masuk ke dalam rumah, sebelum langkahnya terhenti saat mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier. “Jangan lari dari apa yang berada di hadapanmu, Amora. Atau kau akan menyesal nantinya,” ucap Xavier.
Amora menoleh dan berkata, “Aku jelas menyesal karena sejak awal tidak melarikan diri dengan benar darimu.”
Amora baru saja akan kembali berbalik sebelum Xavier berkata, “Kini, wabah berbahaya menyebar di ibu kota kekaisaran Bonaro.”
Seketika Amora menghadap Xavier dan bertanya, “Apa? Wabah?”
“Wabah ini sudah hampir menjangkiti setengah dari populasi ibu kota. Kini, Kaisar mengambil langkah mengisolasi ibu kota. Sementara hingga saat ini belum ada obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Selain itu, sudah banyak desa yang diserang dan para warga dimangsa oleh para siluman kelaparan,” ucap Xavier.
Amora terlihat sangat terkejut. “Ba, Bagaimana bisa?” tanya Amora tidak habis pikir. Hal ini belum pernah terjadi. Dan kini Amora pun mencemaskan kondisi keluarganya yang jelas tinggal di ibu kota, tempat di mana wabah menyebar.
“Ini adalah aksi dari kegelapan yang mulai menunjukkan eksistensinya, Amora. Keberadaanmu sebagai Pengantin Amagl adalah salah satu pemicu kebangkitan kegelapan ini,” ucap Xavier membuat Amora kembali dibuat terkejut.
“Omong kosong macam apa itu?”
“Ini bukan omong kosong Amora. Jika kau mengabaikan takdirmu, maka situasi akan lebih memburuk daripada ini. Dan bisa saja, orang-orang yang kau sayangi akan menjadi korbannya. Ingat, pusat penyebaran wabah adalah ibu kota. Sudah dipastikan jika korban terbesar akan berasal dari sana. Kini pilihan ada di tanganmu. Abaikan takdirmu dan membuat banyak nyawa berjatuhan, atau terima takdirmu dan bantu aku untuk menjalankan tugas kita,” ucap Xavier memberikan pilihan yang jelas sangat sulit untuk dipilih oleh Amora.
“Ini gaunmu,” ucap Lilith sembari meletakkan sebuah gaun dan beberapa hiasan pada Amora yang masih duduk di tepi ranjang.Amora pun menatap Lilith yang terlihat begitu sedih. Sepertinya, semalaman Lilith telah menangis hingga membuat kedua matanya merah dan sembab. Amora berniat untuk bertanya bagaimana perasaannya, tetapi Amora pun mengurungkan niatnya. Lilith pun menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Jangan melihatku seperti itu. Aku sama sekali tidak ingin dikasihani olehmu.”Amora yang mendengar hal itu, mau tidak mau merasa bersalah. Namun, Amora tidak memiliki kata-kata penghiburan untuk disampaikan pada Lilith. Terlebih, Amora sendiri juga merasa menjadi korban di sini. Baik Amora maupun Lilith sama-sama menjadi korban dari takdir yang mengikat mereka semua. Setelah mengatakan apa yang ia inginkan, Lilith menatap gaun yang tergeletak di atas ranjang dan berkata, “Cepatlah bersiap. Tuan Xavier sudah menunggumu.”Lil
Pendeta penjaga pintu pun beranjak untuk menyampaikan perkataan Xavier menuju Pendeta Agung. Saat itulah, Amora mendongak pada Xavier dan bertanya, “Apa kita akan menikah di sini?”“Bukankah manusia menikah dengan cara seperti ini?” tanya balik Xavier.“Memangnya, kalian tidak menikah dengan cara seperti ini?” tanya Amora lagi membuat Xavier menghela napas karena sadar jika Amora tidak mau mengalah.“Ya, tidak. Begitu pola kepemilikan terbentuk dan melakukan penyempurnaan, maka kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri,” jawab Xavier mengalah dari sesi saling bertanya itu.“Ah, begitu,” ucap Amora mengerti.“Benar. Apa yang kita lakukan ini adalah formalitas yang diperlukan. Terutama kau sendiri adalah manusia. Setidaknya, kau harus memiliki pengalaman mendapatkan pemberkatan selayaknya mempelai wanita pada umumnya. Kudengar kalian para gadis memang sangat sensitif mengenai hal i
Amora terbangun saat mendengar suara yang cukup mengganggu tidurnya. Amora pun menyingkap selimutnya dan membuka jendela kamarnya. Namun bukannya melihat pemandangan indah, Amora dikejutkan oleh anak-anak kecil yang berusaha untu mencapai jendela dan menatapnya dengan penuh rasa tertarik. “Kalian siapa dan kenapa bisa ada di sini?” tanya Amora terkejut. Namun, anak-anak kecil itu sama sekali tidak menjawab. Mereka malah asik berbicara dan ribut berebut untuk bertanya pada Amora. Anak-anak itu terlihat sangat bersemangat mengajukan pertanyaan dan berbicara dengan riang, hingga Amora pun kesulitan untuk menangkap apa yang sebenarnya mereka ingin bicarakan dengannya.“Wah, dia memang cantik!”“Apa Kakak Pengantin Amagl?”“Nama Kakak siapa?”“Wah mata Kakak cantik!”“Nanti aku kalau sudah besar pasti akan secantik Kakak
Para siluman terlihat panik. Para pria segera mengambil senjata dan bersiaga di pintu masuk markas. Sementara para anak-anak dan wanita berkumpul di tengah lapangan. Beberapa dari mereka menangis, dan membuat suasana terasa semakin mencekam saja. Amora yang belum mengerti dengan situasi tersebut, segera mendekat pada Lilith. Bertanya Vheer memang pilihan terbaik, karena ia selalu menjawab dengan nada yang nyaman didengar dan selalu bersikap ramah. Namun, Vheer kini berbaris di barisan paling depan untuk menjaga pintu masuk dengan para siluman lain. Jadi, alhasil Amora hanya bisa bertanya pada Lilith, karena hanya dia yang Amora kenal dari sekian banyak siluman yang berada di tempat yang sama dengannya.“Lilith, sebenarnya ada apa? Kenapa semua orang bersiaga, dan ke mana Xavier pergi?” bisik Amora.Lilith menatap Amora dengan kesal. Sepertinya, ia ingin menyemburkan kata-kata tajam pada Amora. Namun, Lilith rupanya bisa mengendalikan dirinya. Ia menja
Penyihir Putih menggeleng. “Saya tidak bisa menyembuhkan Tuan. Satu-satunya orang yang bisa melakukannya hanya Anda, Nyonya,” ucap Penyihir Putih.“Omong kosong macam apa itu?” tanya Amora merasakan emosinya mulai naik.“Saya tidak mengatakan omong kosong. Dengan melakukan penyatuan dengan Tuan Xavier, Anda bisa menyelamatkan nyawanya,” jawab Penyihir Putih yakin.Amora masih terlihat tidak percaya, atau lebih tepatnya berusaha untuk tidak percaya. Selama ini, Amora sudah lebih dari cukup melihat banyak hal aneh yang tidak masuk akal. Secara naluriah, Amora tentu saja merasa jika apa yang dikatakan oleh Penyihir Putih barusan sama sekali bukan omong kosong. Namun, Amora berusaha untuk tidak memercayainya. Meskipun ia sudah menikah dengan Xavier, tetapi Amora masih belum sepenuhnya menerima statusnya sebagai seorang istri. Apalagi sosok suaminya tak lain adala
Amora menenggelamkan tubuhnya hingga dagunya. Kini, ia tengah berendam air hangat di dalam kolam yang berada di belakang rumah kayu miliknya dan Xavier. Wajah Amora tampak begitu merah. Selain karena suhu panas air yang ia gunakan untuk berendam, itu juga disebabkan oleh rasa malu mengenai apa yang terjadi tadi malam. Rasanya Amora ingin mengenyahkan ingatan yang memalukan itu. Namun, begitu Amora ingin melupakannya, rasanya ingatan itu semakin menari-nari dalam kepala Amora. Seakan-akan mengejek Amora yang tadi malam ternyata ikut tenggelam dalam gairah yang disuguhkan oleh Xavier.Tadi malam adalah pengalaman pertama bagi Amora. Sebelumnya, Amora merasa begitu takut dengan malam pertama yang akan ia lalui dengan Xavier. Selain karena mereka tidak saling mencintai, Amora juga takut karena sering kalli mendengar cerita teman-temannya yang baru saja menikah dan melewati malam pertama. Menurut mereka, pengalaman pertama terasa sangat menyakitkan dan menyeramkan. Sebenarnya, Amo
Vheer dan para siluman terlihat memasang senyum lebar, saat Xavier menggandeng Amora menuju aula besar yang berada di tengah desa tersembunyi tersebut. Aula tersebut dikhususkan untuk menjadi tempat berkumpul. Entah itu untuk rapat atau untuk makan bersama. Kali ini, Xavier secara khusus meminta semua orang untuk berkumpul di ruangan tersebut. Ia akan membicarakan masalah mengenai persiapan mereka untuk menghadapi pasukan Xavion, sembari menikmati santapan lezat yang sudah disiapkan oleh pihak yang bertugas untuk menyiapkan santapan. Amora yang merasakan semua perhatian tertuju padanya, pada akhirnya mengerucutkan bibirnya. Walaupun mereka semua tidak mengatakan apa pun padanya, Amora secara garis besar tahu apa yang tengah mereka pikirkan saat ini. Mereka seakan-akan mengetahui apa yang sudah dilalui oleh Amora dan Xavier beberapa hari ini.Benar, beberapa hari. Ternyata, Amora dan Xavier tidak ke luar dari rumah mereka selama beberapa hari. Bukan karena kondisi tubuh Xavier
Gilbret tampak berlutut di barisan paling depan, di dalam kuil suci. Benar, kini Kaisar dan orang-orang yang memiliki kedudukan di kekaisaran Bonaro tengah melakukan doa di kuil suci dengan dipimpin oleh Pendeta Agung. Semua hal yang bisa mereka lakukan untuk mencegah penyebaran wabah yang semakin menggila saja. Rasanya, masalah seakan-akan terjadi beruntun. Belum selesai masalah penyebaran wabah mematikan, menyusul masalah penyerangan siluman pada desa-desa di perbatasan daerah kekuasaan Gilbert. Tentu saja hal itu sangat mengkhawatirkan. Gilbert sudah menyusun banyak rencana dan sebisa mungkin untuk menyelesaikannya dengan secepat mungkin. Namun, semuanya seakan-akan hanya bertemu dengan jalan buntu.Situasi semakin mencekam, saat Gilbret mendapatkan kabar, bahwa kerajaan Barat yang memang tidak berada di bawah kuasanya, sudah diserang oleh naga hitam. Dibilang mencekam, karena naga hitam selama ini hanya dikenal sebagai makhluk mistis yang legendaris. Legendanya sama seper
Semenjak apa yang terjadi di kekaisaran Bonaro, ternyata setiap kekaisaran dan kerajaan memilih untuk menyerukan persatuan mereka. Mereka tetap memiliki wilayah masing-masing, tetapi tidak ada lagi permusuhan atau peperangan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Ataupun tidak adanya paksaan dari kekaisaran terhadapn sebuah kerjaan untuk bersumpah setia. Kini, mereka semua memiliki pandangan yang sama dan misi yang sama. Hidup mereka tenteram tanpa ada satu pun kesulitan yang mereka hadapi. Gangguan dari para siluman yang semula menjadi momok yang paling menakutkan dan menjadi permasalah pertahanan bagi sebuah daerah, sudah tidak lagi perlu dicemaskan. Karena siluman sama sekali tidak pernah terlihat lagi. Seakan-akan, perang yang pernah terjadi menghapus keberadaan dan jejak dari para siluman.Meskipun begitu, mereka yakin jika Amagl Agung berhasil mengendalikan para siluman dan menjaga keseimbangan dua dunia. Kini mereka bisa sama-sama hidup dengan nyaman di dunia
Sedetik kemudian Amora pun tersadar mengenai kondisi Xavier dan berlari untuk menghampiri suaminya itu. Amora pun bergetar hebat saat menyentuh dada sang suami yang sudah dipenuhi luka. Pedang yang sebelumnya menancap di sana sudah menghilang, begitu pemiliknya juga menghilang. Amora dengan suara bergetar memanggil sang suami. “Xavier, kau bisa mendengar suaraku bukan?” tanya Amora menyentuh pipi suaminya yang sudah terasa dingin.Para pengikut yang mulai pulih pun menyadari apa yang terjadi dan berniat untuk mendekat pada Amora. Namun, Penyihir Putih memberikan isyarat pada mereka semua untuk tetap di tempat mereka. Penyihir Putih sudah mengetahui apa yang terjadi karena alam membisikan sesuatu padanya. Penyihir Putih mengetahui apa yang terjadi pada Xavier, hingga apa yang dilakukan oleh Amora yang sudah membantu memusnahkan Xavion dan pasukannya. Anak panah sihir yang digunakan oleh Amora ternyata bukan anak panah biasa. Amora memang tidak mengetahui jika anak
Amora jatuh tidak berdaya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap nanar pada para manusia yang kini terlihat seperti mayat hidup, dan para siluman yang berperang mempertaruhkan nyawa mereka. Lebih dari itu, Amora menatap suaminya yang terlihat bertarung dengan sekuat tenaga. Ia sudah tahu apa yang terjadi di masa lalu, mengenai penyebab dari kemarahan Xavion, dan hal apa yang menjadi pangkal dari hancurnya hubungan persaudaraan Xavion dan Xavier. Amora meneteskan air matanya. Takdir memang terkadang terasa menyulitkan dan menyesakkan. Namun, Amora tidak berpikir jika hal itu bisa membuat Xavion melakukan semua tindakan yang mengerikan ini. Amora berharap, jika Xavier bisa menghentikan Xavion. Xavier harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang mereka rasakan karena kejahatan Xavion.Namun sayangnya, setelah Amora selesai berdoa, Amora melihat hal yang begitu menyedihkan. Para siluman pengikut Xavier satu per satu jatuh tidak berdaya. Penyihir Putih juga kel
Ribuan tahun yang laluDi suatu hari, istri dari Amagl Agung—pemimpin dari kaum Amagl—melahirkan sepasang putra tampan. Menyadari jika mereka bisa saja membuat kaum Amagl yang mengetahui ramalan mengenai kehancuran itu merasa cemas, Amagl Agung memutuskan untuk menutupi salah satu wajah putranya dengan topeng sejak ia masih kecil. Mereka memutuskan untuk memakaikan topeng pada sang adik yang memang pada dasanya tidak akan bisa menjadi pemimpin kaum Amagl selanjutnya, karena ada sang kakak yang menduduki posisi calon penerus pertama. Semua orang bertindak sangat hati-hati, demi menghindari ramalan mengenai kehancuran kaum dan dunia yang mereka jaga. Tahun demi tahun berlalu, dan si kembar tumbuh besar. Keduanya tumbuh dengan pesona yang berbeda, dan sifat yang juga berbeda. Jika si Sulung memiliki sifat yang tenang dan memegang tegus prinsip bahwa mereka harus mengikuti peraturan
Pembicaraan antara Xavier dan Xavion jelas membuat suasana semakin mencekam saja. Selain itu, para pengikut Xavier terlihat kebingungan dan terkejut dengan fakta yang baru mereka ketahui, jika ternyata Xavier dan Xavion ternyata memiliki ikatan persaudaraan. Hal yang memang sebenarnya hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalu. Sementara itu, sebagian besar para pengikut Xavion tampaknya tidak terlalu dibuat terkejut oleh apa yang terjadi tersebut. Apa pun yang terjadi, mereka hanya perlu mendukung Xavion untuk menguasai dunia, dan setelah itu mereka bisa hidup dengan bebas tanpa perlu takut pada Dewa atau utusannya yang bertugas untuk membasmi para siluman yang melanggar ketentuan yang ada. Blax sendiri terlihat mengepalkan kedua tangannya. Merasa sangat marah, tetapi berusaha untuk menahan dirinya. Ia hanya perlu bergantung sedikit lagi pada Xavion, dan dirinya bisa membebaskan kaumnya dari jeratan Xavion, tentu saja sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.
“Tuan, mereka benar-benar datang,” ucap Blax melaporkan situasi terkini pada Xavion yang kini duduk di singgasan yang seharusnya ditempati oleh kaisar yang agung. Namun, Gilbert yang masih berada di bawah kendali XavionXavion yang masih mengenakan topengnya terlihat menyeringai. “Sesuai dengan apa yang aku harapkan darimu, Xavier,” gumam Xavion terlihat begitu puas dengan apa yang tengah terjadi saat ini.Blax yang mendengar hal itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Seakan-akan Xavion memang sudah memperikarakan langkah inilah yang akan diambil oleh Xavier. Namun, Blax tidak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunggu perintah seperti apa yang akan diberikan oleh Xavier selanjutnya. Tentu saja, sejak awal Blax dan yang lainnya sudah menempatkan pasukan mereka di barisan terdepan sebagai lapisan keamanan yang jelas akan dihadapi oleh pasukan lawan sebelum benar-benar memasuki pusat kekaisaran yang tampaknya akan menjadi medan perang mereka.
Vheer terlihat fokus memeriksa persenjataan yang akan digunakan dalam peperangan yang sudah ditentukan. Ia memang diberikan tanggung jawab untuk memeriksa semua persenjataan, sementara Xavier tengah fokus memberikan arahan bagi para siluman yang jelas belum memiliki pengalaman dalam berperang. Sementara itu, Vheer yang memang sudah mengetahu strategi dan jalur yang akan ditempuh dalam perang nanti, memilih untuk segera memeriksa peralatan untuk peperangan nanti. Karena ini juga adalah salah satu faktor penentu kemenangan mereka dalam perang. Mengingat, bahwa tidak semua siluman yang menjadi pengikut setia Xavier memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir. Jadi, senjata-senjata ini benar-benar diperlukan oleh mereka.Setelah memeriksa jika semuanya berada dalam kualitas baik, Vheer pun ke luar dari gudang dan menatap langit malam yang terlihat begitu gelap. Karena sudah tidak ada lagi barrier, kini Vheer bisa melihat langit dengan leluasa. Namun, langit malam seakan-akan ingin
Xavion membuka kelambu dan melihat sosok Amora yang seakan-akan berubah menjadi sosok peri yang tengah tertidur. Ia terlihat begitu cantik, dan anggun dengan balutan gaun indah yang ia kenakan. Kulit, rambut, bahkan kukunya terawat dengan baik akibat Xavion yang menugaskan Sisil secara khusus untuk merawat Amora yang masih tenggelam dalam alam bawah sadarnya. Benar, Amora masih menjelajah dunia yang Xavion ciptakan. Dunia yang menunjukkan dengan jelas, tiap detail kejadiam di masa lalu yang seharusnya Amora ketahui. Xavion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut pipi Amora, seakan-akan sedikit sentuhan kasar bisa saja membuat Amora terluka. Tak lama, Xavion meletakkan telunjuknya tepat pada kening Amora. Lalu sinar abu-abu muncul dan sedetik kemudian Amora membuka matanya dan terengah-engah seakan-akan dirinya sudah menemui hal yang sangat mengejutkan baginya.Xavion hanya membiarkan Amora begitu saja, dan mengamatinya dalam diam. Seolah-olaj yakin jika Amora akan tenan
Xavion duduk di tepi ranjang dan mengamati raut wajah Amora yang terlihat tidak baik-baik saja. Kini, Amora masih belum terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di dalam dunia mimpinya. Tentu saja, hal inilah yang diharapkan oleh Xavion. Akan sulit untuk membuat Amora mengetaui apa yang tejadi di masa lalu saat dirinya sadar, karena hal itu akan membuatnya tertekan dan kembali jatuh tak sadarkan diri. Karena itulah, Xavion memilih untuk menunjukkan semuanya pada Amora dengan membuatnya menjelajah di dunia bawah sadarnya. Xavion mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Amora dengan lembut. “Lihat semuanya dengan detail, Amora. Lalu nilailah kembali, aku atau Xavier yang pantas untuk disebut sebagai orang yang kejam,” ucap Xavion.Sisil yang berdiri di sekat ranjang melihat tindakan lembut Xavion dengan kening mengernyit. Setelah mendapatkan peringatan keras dari Xavion, Sisil memang bertindak lebih berhati-hati mengenai menunjukkan perasaannya. Meskipun dirinya memi