"Maksud dia itu..." kata Bara melirik Alva yang kini sudah melangkah keluar meninggal kan pembicaraan Bara dengan Naisa yang sama sekali tidaak penting.
"Ntar lo kena asap rokok kalo lo disini terus," lanjut Bara.
Naisa ngerti? Boro-boro.
"Bodo ah!" kata Naisa yang makin gak ngerti dengan perkataan Bara barusan.
Dasar bodoh, Naisa.
Naisa melangkan keluar menyusul Alva dengan senyum sok imutnya yang menjijikan--menurut sahabatnya sih.
Alva duduk di kaki tangga sedang menikmati rokoknya, kakinya ditekuk sebelah, tangan
Kanannya yang memegang rokok menumpu disana, sebelah tangannya menahan sandarannya di samping.
Naisa langsung duduk di sampingnya dengan santai tanpa peduli asap rokok.
"Al," panggi Naisa selembut mungkin.
"Gue temenin ya??"
"Nggak perlu,"
"Tapi gue pengen temanin loo, gimana dongg???"
Naisa menduduki diri dengan posisi nyaman.
"Ooh...di Jl.Imam Bonjol. No 5.Blok M. Kenapa? Lo mau---""Nggak!" potong Alva singkat.Alva merasa pernah mendengar alamat itu. tapi kapan?Naisa sampai di daerah kawasan perumahan elitnya, rumahnya masih agak jauh, tapi Alva bilang dia cuma mau antar sampai sini.Setelah 7 menit berjalan Naisa sampai di depan rumahnya. Ada mobil ayah di sana.Astaga! Gawat!Naisa segera berlari masuk. Mereka sudah berkumpul di ruang tamu,ayah yang masihberjas, bunda yang berbaju biasa dengan sanggulan rambut yang cetar dan Ray adiknya sanggulan rambut yang cetar,dan Ray adiknya Raisa yang Sibuk main game di samping ayah."Ck, geser dikit sana!" Naisa berusaha duduk di tengah-tengah Ray dan ayah.Ray memukul pundak Naisa kesal,dibalas toyoran keras dari Naisa di keningnya."Kata Ray, dia liat kamu waktu itu makan di warung kaki lima itu dengan cowok," kata ayah sebaga pembukaan.Naisa menoleh ke Ray yang udah duluan kabur
"Woi woi! Barusan ada tawuran antar sekolah!" seru seorang teman sekelas Raisa dengan muka super heboh, membuat semua orang di kelas mengerumuninya termasuk Kila."Sekolah mana sih?Banyak yang luka gak? Ketangkap polisi?Ada yang lempar batu sembunyi tangan?" sambar Kila berantusias dengan keras sampai yang lain pada menutup telinga."Ngomong gak pake kuah juga kali," celetuk yang lain sambil membersihkan muka."Untungnya kagak,mereka kabur semua, katanya sih penyebabnya gara-gara masalah pribadi," lanjutnya dengan kening berkerut seperti Detekti Kampret."Tau amat lo,emang lo liat sendiri?" tanya yang lain gak yakin."Kagak sih," katanya nyengir.Kila berancang-ancang menoyor kepalanya."Huuu." Seru mereka sebal lalu bubaran dari kerumunan itu.Kia kembali ke mejanya dengan Naisa,cewek itu lagi baca buku Komik."Udah puas kepoin anak kuliahan?" katanaisa sewot."Gue gak kepo ya,cuma mau tau doang," kalih K
Bara yang dari tadi sudah menghabiskan beberapa batang rokok tampak heran melihat Alva yang cuma sibuk dengan gitar milik Bara.Tanpa berniat merokok.Bara yang sudah hanyut dalam game di hpnya pun terlihat heran. Mereka saling berpandangan.Dua pertanyaan yang sama: Alva gak merokok?Emang sedikit janggal kalau lihat Alva gak megang rokok sama sekali seperti ini,biasanya Bara baru dua batang Alva udah empat.Bara yang masih penasaran itu mendekatinya duduk di atas kursi sambil membuang puntung rokoknya yang udah habis."Kalo lagi bokek bilang aja Mas," Bara menaruh sebungkus rokoknya tadi ke atas pangkuan Alva sembarang hingga bungkusan itu jatuh ke lantai."Gue bisa beli sendiri kalau gue mau," ujar Alva memungut kembali bungkusan itu dari lantai, meletakkannya ke atas meja dan kembali sibuk dengan gitar baru milik Bara."Lo emang gak niat ato apa Al?" timpal Bara dari pojok, masih sibuk dengan hp nya."Gak usah banyak
"Alva?"sapa Bu Sinta.Guru killer yang saat ini tengah mengajar di depan kelas sebelum Alva membuka lebar pintu kelasnya.Hari ini wanita tua itu nampaknya tidak terlalu bersahabat untuk mengajar, dengan bibir tebalnya yang penuh lipstik merah,dan kerutan di wajahnya yang berhasil tersamarkan oleh bedak apalah itu, percayalah mukanya tampak setebal papan.Di tambah lagi kesialan Alva yang malah bangun telat dan datang terlambat satu jam hari ini. Benar, satu jam.Sekarang sudah jam kedua untuk kelas Bu Sinta,dan itu musibah buruk baginya."Jagoan kita Alva. Sata baru tau ya al, kelas saya sekarang dimulai jam sepuluh,terima kasih banyak karena kamu sudah ingat dan datang tepat waktu," ujarnya dingin sambil merapikan anak rambutnya yang keluar-keluar tanpa berniat memuji keberanian Alva.Semua yang ada di kelas tampak herning, suara air liur ketelan juga mungkin bisa terdengar,tak ada yang berani ribut atau sekadar ngupil barang kali.
"Kata bunda, cowok gak boleh kasar sama cewek,""Kalo cowok kasar ke cewek, katanya cowok itu banci.""Hah?" sahut Alva tak mengerti."Ayo donggg, kan kita bolos bareng,""Nggak! Gue pengen--""Sendiri? Udah deh,gak ada waktu buat jomblo muluk, mending lu ikut gue!" dan sekarang Naisa berhasil menarik paksa Alva untuk berjalan dengannya.Alva memutar bola mata malas dan terpaksa jalan ikut Naisa yang membawanya entah kemana.Entah ada kekuatan apa sehingga Alva selalu saja berhasil di paksa oleh Naisa."Kita kemana dulu ya?" tanya Naisa ngomong sendiri, Alva cuma diam sambil melirik malascewek di sebelahnya ini yang jelas jelas bukan manusia.Naisa melihat jauh di depannya sana lagi ada pameran dan bazaar. Ramai."Sana yuk, liat pameran!" tanpa menunggu persetujuan Alva, Naisa langsung menarik lengannya yang dari tadi di pegangnya.Alva nurut aja dengan terpaksa. Mereka tiba di keramaian itu, ada ba
"Ni bajunya gue pake nih al?" ujar Naisa keras dari luar kearah pintu kamar Alva yang terbuka sedikit.Alva tak bersuara, Naisa mencibir sambil meneliti besarnya kemeja hitam itu. Besar banget ya, sampai ke atas lutut beberapa senti lengannya seakan mampu menyaingi panjang kedua tangan Naisa.Naisa menuju kamar mandi dan kembali dari sana setelah sepuluh menit. Naisa agak risih karena kemeja ini sedikit tipis, untungnya hitam. Naisa menaruh seragamnya ke atas tas."Al?" pangsgil Naisa dari ruang tamu yang lumayan gelap itu, hanya ada cahaya-cahaya kecil yang masuk dari pentilasi. Tapi gelapnya versi siang.Alva tak menyahut. Naisa menajamkan pendengarannya agar tau apa yang lagi Alva buat."Gue ke kamar lo ya?" Naisa memicingkan telinganya lebar-lebar dan mengintip isi kamar Alva."Nggak usah!" sahut Alva kemudian dengan suara super berat dan dengan tegas dia mengatakannya.Alva tidak peduli,bkata jangan membuat Naisa semakin ingin me
Pintu dengan kenop usang berkarat itu terbuka dengan keras hingga berbunyi keras mengenai dinding. Muncul seorang cowok tinggi sekitar 180 cm, berjaket hitam kulit dengan topi jaket yang menutupi kepalanya, kedua tangannya di dalam saku.Alva menghempaskan diri ke atas kasur,ia mendapati beberapa lembar uang dan pakaian di sana.Pasti Mang Ujang, pikirnya.Alva menduduki diri di samping kasur,menumpu kedua sikunya ke atas lutut, tangannya menutup sebagian wajahnya.Seharian ini begitu membuatnya lelah,ia harus melepaskan penat.Alv merogoh sesuatu di dalam sakunya, mengeluarkan sebuah bungkus rokok dan mengambil sebatang darinya, ia menyalakan korek lalu membakar ujung rokok tersebut, menghisap dengan kuat hingga dadanya sesak.Satu hal yang harus membuat Alva merokok. Alva harus menenangkan pikirannya dari segala emosi dan hal-hal buruk di kepalanya.
Naisa mengambil tas pinknya dan menuruni tangga dengan tegesa-gesa, lalu memakai jaketnya.Naisa melihat bunda sedang duduk di meja makan dengan memegang kipas kesayangannya.Tak ada ayah di sana, biasanya ayah selalu menemani bunda duduk dan saat Naisa akan bepergian, ayah yang akan menjadi paling pertama yang menginterogasinya.Ayah begitu protective dan garang, segala pergaulan Naisa harus selalu terkontrol. Untung saja Naisa menolak saat ayahnya meminta bodyguard untuk mengawasi Raisa setiap saat."Bun, aku berangkat ya!!" Naisa mencium punggung tangan bunda yang terlihat sedang makan cemilan sambil menonton tv. Bunda mengerutkan dahi."Loh? Tumben sendirian?""Udah terbiasa sendiri ya??""Apaan sih bun, sebentar lagi anak bunda ini bakal..""Bakal apa?? Apa?? Ayo cepet kasi tau, bunda kepo loh." ujar bunda excited."Udah deh ntar aja,bye bun!""Diantar Pak Bobo cla???" kata bunda menyarankan."Gak usah