Sinar matahari masuk melalui jendela yang tirainya tidak tertutup rapat. Cahayanya yang terasa hangat langsung terjatuh di wajah cantik Yasmin, membuat gadis itu menggeliat dan membuka matanya dengan perlahan.
Aliandra yang bersiap hendak pergi ke kantor melempar tatapannya sejenak ke arah gadis berambut panjang itu sebelum akhirnya ia kembali fokus mengikat dasi di kemejanya.
“Selamat pagi,” sapa Yasmin, sambil mengucek mata. Setelah kantuk pada kedua matanya benar-benar hilang, segera ia bangkit dan berlari menghampiri Aliandra. “Biar aku bantu,” ujarnya, sambil meletakkan kedua tangan pada dasi yang Aliandra coba kenakan.
Aliandra menepis tangan Yasmin. “Terima kasih, tapi aku sudah terbiasa sendiri.”
“Kamu sekarang tidak sendiri lagi, ada aku di sini. Biar aku bantu.” Yasmin tidak mau kalah, ia masih berusaha melakukan pendekatan dengan suaminya yang tiba-tiba saja berubah.
Aliandra mendengkus kes
Ahli Waris“Hanya dia yang tersisa! Ya, benar, hanya pemuda cacat itu, bukan?”“Benar, si cacat itu adalah pewaris satu-satunya.““Tidak benar, bukankah dia memiliki saudara tiri?”“Ya, ya, ayahnya ‘kan memiliki dua orang istri!”“Pasti saudaranya yang menjadi pewaris, tidak mungkin si cacat itu!”Desas-desus terdengar semakin jelas di telinga seorang pria yang tengah duduk di atas sebuah kursi roda. Seolah dirinya tidak ada. Semua orang membicarakannya dengan suara keras seakan dirinya itu hanyalah sebuah patung. Padahal dirinyalah yang sekarang ini sedang menjadi pusat desas-desus murahan itu.Aliandra Mahesa. Siapa yang tidak kenal dengannya, satu-satunya pewaris dari Mahesa Group. Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan.Kematian ayahnya yang mendadak membuat namanya semakin sering digaungkan oleh p
Yasmin Cantika mendelik kesal pada segerombolan gadis yang sedang memarodikan sebuah adegan menyebalkan. Adegan di mana seorang pelayan yang menunduk patuh di samping Tuannya.Sudah hampir setengah jam gadis-gadis berpenampilan modis itu tertawa atau lebih tepatnya menertawakan lelucon yang sedang mereka buat sendiri.“Ayolah, Zaskia! Lebih menunduk lagi ... bukan begitu cara yang benar menunduk kepada Tuan Muda!” teriak Iren dengan senyum mengejek yang ditujukan untuk Yasmin.“Aku tidak bisa melakukannya, Ren, ini sulit. Apalagi jika tuannya adalah tuan yang cacat! Harus serendah apa aku menunduk?” Zaskia bangkit dari posisi berlutut lalu membersihkan lututnya dari pasir yang menempel.“Pentas seninya akan diadakan seminggu lagi. Kita harus mencari pemeran pengganti, Ren. Tidak mungkin Zaskia yang memerankan tokoh itu,” cicit Rita, salah satu anggota geng yang dipimpin oleh Iren.“Benar
Mata Aliandra dan Yasmin saling bertemu, menatap satu sama lain dengan terkejut. Aliandra yang biasanya merasa risi jika berdekatan dengan orang asing, kali ini bersikap biasa saja. Ia bahkan tidak berusaha untuk menjauhkan wajahnya dari wajah Yasmin agar bibirnya dan bibir gadis yang baru ditemuinya itu tidak lagi saling menempel.Mungkin karena pesona seorang Yasmin, atau mungkin juga karena ia terlalu terkejut melihat penampilan gadis yang sekarang ini berada di bawah tubuhnya. Bagaimana bisa seorang gadis yang memiliki suara lembut bak alunan melodi pengantar tidur itu berpenampilan sangat jauh berbeda dengan suaranya.Aliandra memperhatikan wajah Yasmin dengan saksama. Gadis bermata bulat itu sepertinya habis terjatuh karena wajah cantiknya lebam di beberapa bagian. Terutama pada bagian mata. Terdapat lingkar biru keunguan di sekitar mata gadis itu, membuatnya terlihat seperti boneka panda. Belum lagi keningnya terlihat mengeluarkan sedikit darah.Sem
Aliandra tertawa melihat tingkah konyol Yasmin. Sesuatu yang jarang sekali terjadi. Seorang Aliandra Mahesa dapat tertawa seperti itu merupakan hal yang langka bahkan mendekati mustahil. Bukanya ia tidak pernah tertawa sama sekali. Dulu Aliandra merupakan pribadi yang periang sebelum akhirnya sesuatu hal yang buruk terjadi kepadanya dan hal buruk itu merenggut semua kebahagiaan di dalam dirinya.Sekarang pria itu dikenal dengan sikapnya yang dingin bagai es dan sekeras batu. Tidak ada sesuatu yang dapat membuat bibirnya menyunggingkan senyuman. Akan tetapi, sekarang pria itu justru tertawa terbahak-bahak karena sikap konyol seorang gadis yang baru ditemuinya. Ia bahkan harus menyeka matanya yang mulai berair karena terlalu banyak tertawa sembari terus menatap punggung Yasmin yang terlihat semakin menjauh."Gadis konyol," gumamnya.“Maafkan dia, Tuan. Saya akan memarahinya begitu saya tiba di rumah nanti. Dia pasti tidak tahu bahwa Anda adalah a
Yasmin berbaring telentang di atas ranjang kayu yang beralas matras dengan seprai berwarna merah muda. Gadis itu berbaring dengan tangan direntangkan di kedua sisi tubuhnya dan pandangan lurus menatap langit-langit kamar. Sesekali terdengar helaan napas yang ia embuskan dengan berat. Kejadian siang tadi masih terbayang di dalam kepalanya. Terus berulang bagai filem yang diputar tanpa henti.Sejak tadi Yasmin berusaha untuk mengenyahkan bayangan kejadian itu dari dalam kepalanya, tapi tidak bisa. Setiap kali ia berusaha melupakannya, maka bayangan kejadian itu semakin jelas menari-nari di dalam kepalanya. Seolah mengejek kebodohan yang ia lakukan dengan sempurna.“Aaah, apa yang telah aku lakukan, ya, Tuhan!” keluh Yasmin, sambil mengacak rambut dengan frustrasi. “Kenapa aku bodoh sekali? Kenapa kamu bodoh sekali, Yasmin?” ia kembali berteriak sambil menenggelamkan wajah ke dalam bantal.“Ya, kenapa kamu bodoh sekali, hah?”
Waluyo terkejut akan apa yang baru saja didengarnya. Pria tua itu bahkan harus mencubit dirinya sendiri berkali-kali untuk meyakinkan apakah dirinya bermimpi atau tidak.Namun, setelah berkali-kali mencubit lengannya sendiri hingga terasa sakit akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak bermimpi. Apa yang baru saja ia dengar dari Aliandra benar adanya. Tentu saja dirinya sangat terkejut. Bagaimana bisa Aliandra melamar Yasminnya?Selama dua tahun menjadi pelayanan pria muda itu, ia tahu bahwa Aliandra tidak tertarik dengan sebuah ikatan pernikahan. Pria tampan itu memutuskan untuk melajang seumur hidupnya.‘Apa ini karena wasiat itu? Wasiat yang mengharuskan Aliandra menikah. Jika memang iya, lalu kenapa harus Yasminnya. Bukankah masih banyak gadis cantik di luaran sana?’ batin Waluyo.“Apa kamu tidak ingin memberikan Yasminmu, kepadaku karena keadaanku, Waluyo?” tanya Aliandra.Pertanyaan Aliandra itu membuat Waluyo tersadar
Yasmin segera bangkit berdiri begitu melihat siapa yang datang. Sementara Virni, ia hanya menatap Aliandra dengan mulut yang terbuka lebar dan kedua mata yang melotot seakan ingin keluar dari rogganya.Waluyo berdeham sambil menatap Virni penuh arti. Tetapi percuma saja, yang ditatap malah tidak memperhatikan Waluyo sama sekali. Gadis berkacamata itu masih sibuk menatap Aliandra hingga Yasmin mencubit pipi Virni dengan gemas, membuat gadis itu kembali mendapatkan kesadarannya.Aliandra tertawa melihat tingkah kedua gadis di hadapannya. “Tidak pernah lihat tongkat?” tanya Aliandra kepada Virni. Saat itu Aliandra memang sedang berdiri dengan menopangkan tubuh pada tongkat kesayangannya.“Ah, bukan, bukan. Saya hanya tidak pernah melihat malaikat sebelumnya,” ujarnya dengan santai, yang lagi-lagi membuat Yasmin mengeluh dalam hati.“Malaikat?” Aliandra berucap sambil tersenyum manis.“Iya, benar. M
Waluyo dan Virni berusaha untuk menyadarkan Yasmin. Mereka semua kebingungan karena gadis itu tiba-tiba saja jatuh pingsan saat Aliandra mengutarakan niat untuk melamarnya.Waluyo berpikir, Yasmin pastilah terkejut. Siapa yang tidak terkejut jika tiba-tiba saja mendapat lamaran mendadak dari seseorang yang belum dikenal sama sekali. Bertemu saja baru satu kali dan pertemuan singkat itu tidak dapat dikatakan sebagai pertemuan yang baik pula.Namun, tidak demikian yang Aliandra pikirkan. Pria tampan itu menatap kedua kakinya dengan sedih. Saat yang lain sedang berusaha untuk membuat Yasmin sadar, ia justru memikirkan hal lain. ‘Pasti karena kakiku,’ batinya. Tiba-tiba saja perasaan tak nyaman menjalar ke dalam hatinya. Ia merasa telah melakukan kesalahan dengan melamar anak Waluyo. Gadis itu adalah gadis yang cantik dan periang. Ia bisa dapatkan pria mana pun yang ia mau dengan Kecantikannya. Jika bisa mendapatkan pria yang lebih baik, untuk apa juga harus me
Sinar matahari masuk melalui jendela yang tirainya tidak tertutup rapat. Cahayanya yang terasa hangat langsung terjatuh di wajah cantik Yasmin, membuat gadis itu menggeliat dan membuka matanya dengan perlahan.Aliandra yang bersiap hendak pergi ke kantor melempar tatapannya sejenak ke arah gadis berambut panjang itu sebelum akhirnya ia kembali fokus mengikat dasi di kemejanya.“Selamat pagi,” sapa Yasmin, sambil mengucek mata. Setelah kantuk pada kedua matanya benar-benar hilang, segera ia bangkit dan berlari menghampiri Aliandra. “Biar aku bantu,” ujarnya, sambil meletakkan kedua tangan pada dasi yang Aliandra coba kenakan.Aliandra menepis tangan Yasmin. “Terima kasih, tapi aku sudah terbiasa sendiri.”“Kamu sekarang tidak sendiri lagi, ada aku di sini. Biar aku bantu.” Yasmin tidak mau kalah, ia masih berusaha melakukan pendekatan dengan suaminya yang tiba-tiba saja berubah.Aliandra mendengkus kes
Wajah Yasmin menegang begitu membaca pesan yang Virni kirimkan padanya. Ia sungguh merasa kesal pada sikap Iren dan juga Kakeknya yang angkuh itu. Bagaimana mungkin masalah yang sepele seperti itu mereka bawa hingga ke jalur hukum. Bukankah dirinya juga terluka, bukan hanya Iren yang manja itu yang terluka. Lagi pula Irenlah yang menyerangnya terlebih dahulu, ia hanya membela diri. Siapa yang tidak akan menangkis dan membalas serangan dari Iren jika saat itu ia dikeroyok.“Ada apa?” tanya Eza, seketika terlihat khawatir.“Tidak ada apa-apa. Aku masuk dulu, Za.” Yasmin menjawab singkat dan membalikkan tubuh, hendak pergi dari hadapan Eza. Akan tetapi, pria itu menahannya.“Katakan padaku jika ada hal buruk yang terjadi dan jangan sungkan, aku akan membantumu sebisaku,” ucap Eza, masih menyentuh lengan Yasmin.Yasmin tersenyum. “Terima kasih, tapi aku benar-benar tidak apa-apa.”“Oke, selamat isti
Yasmin memikirkan kembali perkataan Dokter Marcel ketika dokter itu telah pergi. Yasmin menyentuh bibirnya, terlihat sedang serius merencanakan sesuatu untuk pengobatan Aliandra. Ia kemudian bangkit berdiri dan berlari menuju tangga yang mengarah ke lantai atas. Namun, ia harus menghentikan langkah ketika tiba-tiba tubuhnya menabrak tubuh seseorang. Untunglah orang yang ia tabrak menariknya tepat waktu, sehingga dirinya terhindar dari kecelakaan yang tidak perlu.“Aaaah!” rintih Yasmin, dengan kedua tangan memeluk pinggang si penolong.“Anda tidak apa-apa?”Yasmin menjauhkan tubuhnya dan mendongak untuk menatap pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. “Ya, aku tidak apa-apa,” jawab Yasmin. Ternyata yang ia tabrak adalah Eza Mahesa. Satu-satunya saudara yang dimiliki Aliandra.“Syukurlah kalau begitu, Kaka ipar. Maaf, aku tidak melihat Anda tadi, aku sedang terburu-buru.” Eza tersenyum manis ke arah Yas
Dokter Marcel memeriksa kondisi Aliandra dengan saksama, tidak ingin melewatkan hal penting yang dapat berakibat fatal. Setelah memastikan Aliandra dalam kondisi baik dan hanya mengalami lebam pada pelipis sebelah kirinya, Dokter Marcel pamit undur diri.“Dok, temui istri saya. Saya rasa dia juga terluka,” ucap Aliandra.Dokter Marcel mengangguk, lalu segera keluar dari kamar itu. Sepeninggalan Dokter Marcel, Aliandra mengalihkan pandangannya ke arah Waluyo berdiri.“Maafkan aku, Waluyo, soal Yasmin. Aku ... entahlah, aku hanya merasa tidak nyaman dia mengetahui kelemahanku. Bagaimanapun dia itu istriku, dan saat traumaku muncul tepat di hadapannya, aku merasa sangat malu,” ucap Aliandra.“Tidak masalah, Tuan, wajar jika Anda merasa demikian—““Ck, sudah aku bilang, jangan panggil aku dengan sebutan tuan lagi. Aku ini menantumu.”Aliandra memotong ucapan Waluyo.“Aah, maaf, Andra.&rd
“Argh!” Yasmin meringis saat kepalanya terbentur kaca jendela mobil dengan keras. Sementara Aliandra terlihat ketakutan. Wajah pria itu pucat pasi dan tubuh berkeringat dingin.Yasmin menjadi panik dan segera menggeser tubuhnya untuk mendekati Aliandra. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Yasmin. Namun, Aliandra tidak menjawab sama sekali.Toni segera turun dari mobil dan menuju pintu belakang sedan mewah tersebut. “Tuan, astaga, maafkan aku, Tuan. Ayo kita ke rumah sakit.”Aliandra berontak saat Toni berusaha untuk membantunya keluar dari dalam mobil. Alih-alih menerima bantuan dari Toni, Aliandra justru mengamuk dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Yasmin menjadi bingung melihat semua itu. Perlahan ia menyentuh pundak Aliandra dan menepuknya dengan lembut. “Sayang, ayo kita keluar dari sini. Kita harus ke rumah sakit. Ayo!”“Jangan, jangan ... sentuh kakiku, jangan, jangan!&rd
Yasmin terkejut saat bibir Aliandra tiba-tiba mendarat di atas bibirnya. Akan tetapi, ia tidak berusaha untuk menolak. Wanita normal mana yang bisa menolak kecupan luar biasa seperti itu dari seorang pria tampan seperti Aliandra. Alih-alih menjauhkan bibirnya. Yasmin malah ikut berpartisipasi dengan mengangkat tangannya untuk menyusuri wajah bercambang tipis itu. Hanya sekadar ciuman. Aliandra sama sekali tidak ingin melanjutkan lebih jauh. Bagaimanapun juga, dirinya sadar akan kekurangan yang dimilikinya. Jika dirinya saja terkadang malu dan merasa terhina saat orang-orang mulai membicarakan kakinya, bagaimana dengan anaknya atau istrinya? Itulah sebabnya, Aliandra sama sekali tidak ingin memiliki keturunan. Ia tidak mau jika orang-orang yang disayanginya merasa malu akan kondisinya kelak. Aliandra tersenyum sambil menyentuh pipi Yasmin dengan lembut saat akhirnya bibir mereka saling menjauh. “Terima kasih,” ujarnya. Kedua pipi Yasmin merona. Ia sege
Yasmin mengembuskan napas dengan kesal setelah Burhan keluar dari ruangan Rektor. Ia kesal sekali karena Irene yang sombong itu ternyata sangat berlebihan. Bisa-bisanya gadis itu membawa-bawa kakeknya dalam urusan mereka. Kekesalannya semakin bertambah saat mengetahui bahwa kakek Irene adalah salah satu pemegang saham yang berusaha untuk menjatuhkan Aliandra. Kakek dan cucu sama menyebalkannya!Segera Yasmin keluar dari ruang Rektor dan berjalan menuju kelas, mencari Virni.“Virni!” teriak Yasmin, begitu ia melihat sahabatnya itu sedang sibuk memainkan ponsel di dalam kelas.“Apa?!” Virni balas berteriak, tanpa memandang wajah Yasmin. Gadis itu masih terlalu sibuk dengan ponselnya.Yasmin menghampiri Virni dan segera menarik ponsel gadis itu. “Aku memanggilmu. Ke mana perhatianmu?” ucap Yasmin.Virni terkekeh sambil menatap wajah kesal Yasmin. “Ada apa?” tanya Virni.“Ajari aku membuat ku
Yasmin melambai riang begitu melihat Aliandra dari kejauhan. Pria itu terlihat sangat rupawan dengan setelah jas berwarna hitam dan dasi berwarna navy. Belum lagi ditambah dengan kacamata yang ia kenakan, membuatnya terlihat semakin memesona.Yasmin mengecup pipi Aliandra begitu ia tiba di samping pria tampan yang sekarang berstatus sebagai suaminya tersebut. Aliandra terkejut dengan sikap Yasmin, tetapi ia berusaha untuk terlihat biasa saja. Apalagi banyak mata yang sedang mengawasinya saat ini.“Selamat siang, semua,” ucap Yasmin, tersenyum ramah kepada semua orang yang sedang duduk bersama dengan suaminya.Mereka yang disapa, balas tersenyum dan menyapa Yasmin dengan ramah.“Istri Anda sangat cantik, Pak Andra. Anda sangat beruntung mendapatkan istri secantik dia,” ucap salah satu rekan bisnis Aliandra.Aliandra yang sejak tadi sibuk membaca dokumen seketika mendongak dan melempar senyum ramah kepada rekan bisnisnya itu.
Eza memasuki ruang makan dan duduk tepat di hadapan Aliandra. Ia menyapa saudara tirinya itu dengan ramah sebelum mengambil sepotong roti yang tersaji di atas meja.“Selamat pagi, Ayah mertua!” Eza juga menyapa Waluyo.Waluyo dan Aliandra sama-sama tersedak mendengar kalimat yang diucapkan oleh Eza Mahesa.“Ada apa? Aku salah bicara?” tanya Eza, lalu menyuapkan sepotong roti dengan utuh ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan kasar.“Aku yang menikah, lalu kenapa Waluyo menjadi ayah mertuamu juga? Bukankah dia hannyalah ayah mertuaku,” ujar Aliandra.Eza tertawa terbahak-bahak mendengar kejengkelan dalam nada bicara Aliandra. “Jangan bilang kalau kamu cemburu? Tenang saja, aku tidak akan menyebut Yasmin sebagai istriku juga,” ucapnya dengan seringai jahil. “Walaupun harus kuakui, tadinya aku hampir tertarik dengan istrimu itu. Untunglah aku dapat mengendalikan diri.”Aliandra mend