Alfheim adalah dunia para light elf. Terbagi menjadi lima wilayah yang memiliki ciri khas masing-masing dan dipimpin oleh penguasa berbeda di setiap wilayah. Penghuni Alfheim didominasi oleh kaum light elf, yang wajahnya sangat rupawan hingga mampu menyihir siapa pun untuk selalu mengagumi kecantikan fisik mereka. Meski begitu, jenis peri lain juga terdapat di Alfheim, walau populasinya tidak terlalu banyak dan tidak mendominasi, terutama dari segi kekuasaan.
Niels memacu kudanya menuju perbatasan wilayah selatan dan timur Alfheim. Iklim di wilayah selatan terasa cukup hangat dan cocok untuk melakukan kegiatan pertanian. Tak ayal daerah itu menjadi penghasil sumber makanan bagi wilayah-wilayah lain. Semakin menuju ke timur, suhu menjadi lebih panas. Niels dan rombongannya sampai harus beristirahat dan meneguk sesekali perbekalan air mereka agar tidak kehausan.
“Serius? Kita bahkan dikerahkan ke wilayah yang bukan penjagaan kita. Apa mereka sebegitu lemahnya sampai harus mendapat bantuan?” keluh salah seorang elf berambut perak.
“Hentikan omongan itu. Kau mau menghina misi kita?” sungut Syver. “Kita tidak akan dikerahkan ke sana kalau mereka tidak benar-benar membutuhkan bantuan. Menurutmu melawan raksasa adalah hal yang mudah?”
Elf berambut perak tadi hendak memprotes, tetapi Niels angkat bicara dan memerintahkan rombongannya untuk melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah perbatasan timur.
Niels memimpin dengan berani, dia bersyukur memiliki Syver yang selalu membelanya dan menjadi tangan kanannya untuk mengatasi bawahan yang sering mengeluh. Mulanya Niels memang merasa segan pada Syver, apalagi usia mereka terpaut hampir sepuluh tahun dan Niels termasuk sorang pelindung yang usianya cukup muda.
Niels bekerja sebagai penjaga dan pelindung perbatasan antar dunia. Misinya kali ini pergi ke wilayah perbatasan timur dikarenakan ada laporan bahwa sesosok raksasa meuncul ke Alfheim dan meresahkan penduduk di sana. Entah apa tujuan raksasa itu, tetapi Niels tidak suka jika ada orang tak bersalah menjadi korban.
Ketika jalanan semakin menurun dan landai, suhu terasa panas dan angin menerbangkan debu-debu yang mengganggu mata. Wilayah timur terkenal dengan sebutan daerah matahari bersinar, sebab musim panas terasa sangat lama di sepanjang tahunnya. Gurun-gurun ganas pun banyak mendominasi wilayah timur, bahkan daerah yang berbatasan dengan wilayah selatan pun masih terasa panasnya.
Rombongan mereka tiba di salah satu desa perbatasan, ditandai dengan sungai yang membagi antara wilayah selatan dan timur. Rumah-rumah di sana berbentuk kotak dan sedikit jendela, Niels tidak melihat seorang elf pun berada di luar. Sementara di suatu titik, Niels mendapati sesosok raksasa tengah duduk santai memainkan pasir seakan menunggu kedatangan mereka.
Niels dan rekannya bergerak mendekat, mamacu kudanya sambil bersiaga dengan busur panah serta pedang sebagai senjata.
"Tahan!" seru Niels saat mereka berjarak cukup dekat dengan raksasa itu.
Di sekeliling mereka, para prajurit pelindung perbatasan tampak terkapar tidak berdaya, entah mereka sudah mati atau beberapa masih hidup, tetapi yang pasti Niels menduga kalau raksasa inilah penyebabnya.
"Nyamuk-nyamuk seperti kalian datang lagi, apa kalian tidak punya kerjaan sampai mau bertarung terus-terusan?" Suara sosok raksasa itu menggelegar, padahal dia berbicara pelan.
Raksasa itu berdiri, dia membetulkan posisi sarung tangannya yang besar dan tebal lalu memasang kuda-kuda seolah siap untuk bertarung.
Seorang elf meluncurkan panahnya, tetapi dihalau oleh tangan si raksasa yang sudah ditamengi sarung tangan. Niels merasa kesal karena anak baru itu bertindak gegabah padahal belum diberi perintah. Atas tindakan tersebut, dia pun menyerukan penyerangan.
"Serang! Tapi jangan sampai menbunuhnya!" teriak Niels.
Rombongan elf serempak menyerang dari segala sisi. Satu lawan dua belas sungguh tidak begitu adil. Akan tetapi, ukuran besar dan kecil juga tampak tidak seimbang.
Sang raksasa meski memiliki tubuh yang besar, gerakannya gesit, dia tahu arah serangan yang akan datang, sehingga dengan sigap menghalau semua gempuran dari para elf.
Niels melepas jubah biru tua panjangnya dan mengubah benda itu menjadi sesosok elang, membiarkannya terbang mengelilingi tubuh sang raksasa. Tanpa membuang waktu, dia pun bergerak cepat menerjang sang raksasa menggunakan pedangnya yang terhunus.
Sang raksasa meraung mengerikan. Dia mengentak kaki dan membuat tanah berguncang. Para elf kehilangan keseimbangan, dan pada kesempatan terbuka itu sang raksasa menyapu sosok-sosok kecil pengganggunya.
"Rupanya sekarang kalian memang sangat menyebalkan, selalu senang menyerang dan tidak mau berkompromi!" teriak sosok besar itu. “Ke mana perginya kebijaksanaan kalian?”
Tanpa ada yang menjawab pertanyaan sang raksasan, Niels menggerakkan tanah untuk membentuk kuncian di kedua kaki raksasa hingga sosok besar itu roboh dan tidak bisa bergerak. Di atas, elang bentukan Niels menjadi mata kedua bagi lelaki itu, dia jadi tahu berbagai sisi yang menguntungkan untuk bertarung.
Niels dan para elf berhenti menyerang. Sang raksasa sudah terbelenggu pada jerat hingga terdiam pasrah. Di kala itu, Niels bergerak mendekat. Dia merasa penasaran dan ingin mengorek informasi lebih jauh.
"Mengapa sosok seperti dirimu muncul ke Alfheim? Apa Jotunheim sudah membosankan bagimu?"
Raksasa menggeram dan merutuk tidak jelas, lebih terdengar seperti gemuruh di langit yang mengerikan. Dia lantas memandang Niels sehingga mata mereka beradu dan Niels menangkap sorot kepiluan di mata besar itu.
"Aku hanya ingin mengambil anakku. Kalian pikir berita eksekusi itu tidak terendus dunia lain? Aku sudah tahu, dan aku ingin menyelamatkan anakku dari tindakan busuk pemimpin kalian!"
Niels terdiam mendengarkan, sementara para elf lain kembali bersiaga di segala sisi.
"Sebaiknya kau kembali ke duniamu, aku memberimu kesempatan."
Sontak para elf lain memandang Niles kebingungan, mengapa pemimpinnya malah membebaskan raksasa itu?
Syver menyentuh pundak Niels hendak mengatakan keraguannya. Tetapi Niels lantas berseru. "Kembalilah sekarang!"
Bersamaan dengan telapak tangan Niels yang memegang wajah raksasa itu, tanah berpasir di sekitar mereka naik menyelimuti sang raksasa, perlahan-lahan sosok besar itu pun hilang ditelan pasir.
Semua tercengang melihat Niels mendadak membentuk portal antar dunia dan mengembalikan sang raksasa ke Jotunheim, tindakan itu terlihat seperti bukan Niels yang biasanya—tak kenal ampun pada lawab. Para elf masih terguncang, tetapi mereka tidak punya cukup keberanian untuk menentang Niels.
"Jangan tulis laporan tentang kejadian ini. Anggap saja kita belum beruntung untuk bisa menangkap raksasa kali ini."
Syver langsung semangguk saat mendengar perintah itu, tetapi tidak dengan para elf yang lain terutama para prajurit baru.
Setelah menolong para penjaga perbatasan yang semula bertarung dengan raksasa, Niels dan pasukannya kembali ke wilayah selatan. Sesampainya mereka di markas, Syver mengumpulkan pasukannya dan segera menghapus ingatan tentang pertemuan mereka dengan sang raksasa atas perintah Niels.
***
Greta terbangun di ruang gelap yang dingin. Dia terbaring pada sebuah sel berukuran dua kali dua meter berdinding batu di ketiga sisi. Sementara di depan, terdapat jeruji-jeruji besi yang berdiri renggang membatasi akses keluar.
Greta berusaha bangkit meski punggungnya terasa sakit. Di petak penjara itu dia berkeliling gelisah. Isinya kosong, tidak ada kursi kayu atau benda lain yang memenuhi ruangan selain kedua tangan Greta yang terbelenggu oleh rantasi besi yang kokoh.
Hanya satu pertanyaan yang melintas di kepalanya.
Di mana kini dia berada?
Ingatannya kemudian datang menyengat otak, terputar pada kejadian beberapa jam bahkan beberapa hari lalu mungkin? Greta tidak terlalu mengingat waktu, tetapi kejadian itu penuh kericuhan, kepiluan, dan kengerian.
Dia ingat ketika desanya diserang para makhluk terang. Dia ingat ketika Gunther mati tertusuk panah. Dia ingat ketika ibunya mendorong Greta ke sumur. Dia ingat suara ledakan yang membuatnya terpaksa berenang menuju laut, tetapi setelah itu dia tidak ingat lagi. Hingga kilasan memori itu menunjukkan bahwa dia digiring seperti tawanan, melewati tempat-tempat indah tetapi melihat hal mengerikan.
Sepanjang jalan itu Greta melihat bagaimana para elf dieksekusi di alun-alun, menjadi tontotan bagi elf lain sambil berteriak penuh kebencian dan sorot mata yang memandang rendah. Pada hari itu Greta ingat setidaknya ada lima orang yang dieksekusi, kesemuanya diberi suntikan mati dan langsung tidak berdaya, sementara di lain sisi Greta mendengar para elf yang menonton menyerukan ingin melihat eksekusi yang lebih pantas, lebih menyakitkan hingga tidak ada ampun bagi para pendosa.
Setelah itu Greta tidak ingat lagi, sampai akhirnya dia terbangun di petak penjara sempit ini.
Greta beringsut menuju jeruji besi, dia memerhatikan sekelilingnya yang tampak gelap, hanya ada beberapa obor di dinding yang memancarkan cahaya yang tidak terlalu membantu.
Derap langkah kaki terdengar mendekat, Greta menebak sepertinya ada tiga atau empat orang. Mereka berjalan pelan, memeriksa setiap isi sel dengan cermat hingga ketiga sosok rupawan itu berhenti tepat di depan sel yang Greta tempati.
Seorang berjubah putih panjang menatapnya lekat, dia terlihat muda tetapi tersorot penuh kekuasaan di mata birunya. Netra berkilau itu memandangnya dari atas sampai bawah, seolah berusaha mencari sesuatu dalam diri Greta.
Gadis itu ingat, sosok di depannya ini adalah seorang elf yang duduk di singgasana perak dan menyaksikan ekseskusi berlangsung di alun-alun. Saat itu Greta yakin bahwa dialah yang memiliki kekuasaan penuh di wilayah ini.
"Apa ada sesuatu?" kata seseorang di sampingnya, dia bertubuh lebih tua seperti usia empat puluhan, memiliki rambut putih panjang dan mata abu-abu yang lelah.
Elf berjubah putih menggeleng. "Kita lanjut ke yg berikutnya."
Setelah itu mereka berdua pergi melangkah ke sel selanjutnya yang Greta duga pasti berisi tawanan seperti dirinya. Sementara itu, seorang elf penjaga penjara yang mendapingi mereka tidak segera menyusul, melainkan berjalan mendekat kepada Greta yang terhalang besi kemudian berbisik.
"Makhluk rendahan."
Darah gadis itu mendidih, dia diliputi amarah karena telah mendapat hinaan. Meski begitu, Greta belum bisa melakukan apa-apa, posisinya sungguh tidak menguntungkan dan tidak berdaya.
"Besok kau akan dialihkan ke Kamp, bersama makhluk-makhluk rendahan lain. Dan tunggu saja tanggal eksekusimu." Sang penjaga itu menyeringai lalu pergi.
Greta mendadak terkejut mendengar itu. Jadi dia juga akan dieksekusi? Mengapa? Apa di mata mereka manusia adalah makhluk rendah?
Greta tidak bisa menghentikan pikiran-pikiran di kepalanya, tetapi satu hal yang pasti dia harus bebas bagaimana pun caranya. Sebab dia tidak bersalah sama sekali.[]
Penyerangan dari para makhluk bercahaya yang semula dikhawatirkan Thora dan Ragne ternyata tidak kunjung terjadi. Sampai pagi, mereka beristirahat dengan tenang di depan api unggun yang menyala hangat.Ketika matahari meninggi, mereka mulai bergerak untuk mencari jalan keluar. Hutan lebat yang mereka tempati kini terlihat dengan jelas rupanya. Pohon-pohon menjulang tinggi dengan daun rimbun. Rupanya tidak seperti di dunia manusia, meski memiliki beberapa kesamaan seperti dahan yang berwarna cokelat atau daun yang berwarna hijau."Apa mungkin di Valhalla nanti kita bisa melihat hal seperti ini?" gumam Ragne."Mana mungkin orang sepertimu akan masuk Valhalla. Hanya mereka yang mati dengan gagah berani di pertarungan yang bisa ke sana. Dewa Odin pasti akan berpikir ulang untuk menjadikanmu prajuritnya."Valhalla adalah sebuah tempat setelah kematian yang menanti para prajurit tangguh untuk dipersiapkan menjadi prajurit Dewa Odin ketika Ragna
Perjalanan dari hutan menuju ke rumah Niels memang tidak begitu jauh. Setelah melewati ladang gandum dan palawija, jalanan menjadi landai dan dipenuhi permukiman beratap kerucut berpelitur emas. Rumah-rumah itu milik para light elfwilayah selatan, yang terkenal sebagaielframah dan sangat peduli pada alam.Niels dan Thora tiba di dekat bukit. Kondisi di sana lebih sepi dan mulai menujukkan jalan setapak yang mengarah pada satu tujuan. Di ujung jalan yang menanjak, dapat terlihat sebuah bangunan putih megah berlantai dua dengan atap melengkung berwarna biru pirus yang ujungnya meruncing. Setelah melewati gerbang hitam yang dibukakan oleh seorang penjaga, mereka kemudian menyusuri kebun kecil hingga tiba di atrium penuh bunga wisteria dan memberhentikan kuda di sana."Selamat datang kemb
Penjara besi terletak di Pegunungan Morkne yang menjadi pembatas antara wilayah selatan, sentral, dan sebagian wilayah barat. Kawasan itu tidak dihuni para light elf, sebab kondisi cuacanya tidak cocok untuk menjadi tempat tinggal dan terdapat makhluk-makhluk unik yang sengaja dijaga keasliannya. Selain itu, kegelapan akibat hutan yang rapat, kabut tebal, dan tebing-tebing terjal menjadi rintangan yang sulit ditakluki. Kondisi seperti itu pada akhirnya dijadikan tempat yang cocok untuk mengurung para tawanan, termasuk ras campuran yang baru saja ditangkap sebelum dialihkan ke Kamp yang lokasinya amat terpencil. Dalam salah satu petak penjara, Greta diberi makan sehari sekali di waktu pagi. Sang penjaga penjara akan membawakan semangkuk penuh makanan berupa bubur encer yang tampak menjijikan. Warnanya abu-abu, ada beberapa iris daging yang setelah dimakan ternyata rasanya seburuk rupanya. Bila mulanya penjaga pe
Aroma teh yang diseduh dengan air panas menguar ke sepenjuru kedai. Di salah satu sudut dekat jendela, seorang pemudalight elfberjubah biru tua duduk berhadapan dengan dua manusia yang masing-masing dari mereka menyarungkan pedang di pinggang.Niels tidak menyangka jika keputusannya kali ini ternyata akan senekat dan semendadak di hari liburnya. Biasanya dia akan memanfaatkan jatah liburan tersebut untuk langsung pergi ke persembunyian ras campuran yang dia dan temannya bangun beberapa tahun lalu. Bisa dikatakan Niels adalah sebagianlight elfmurni yang menolak kebijakan Lord Ophelix untuk membinasakan para ras campuran, sehingga idealismenya tersebut membuat dia diam-diam melakukan perlawanan. Kali ini pun, dia akhirnya berani mengambil keputusan untuk membantu kedua manusia yang sedang mencari seorang ras campuran.Setelah melewati hampir seharian perjalanan berkuda, mereka kini berada di sebuah permukiman yang didominasi oleh
Sesampainya di tempat persembunyian para ras campuran, Greta diberi pengobatan oleh seorang keturunan penyembuh. Selama semalam dia beristirahat, hingga esok harinya kondisi gadis itu menjadi lebih sehat dan bugar. Kakinya yang semula sempat pincang, kini sudah bisa digunakan untuk berlari dengan gesit.Di perkemahan itu, terdapat beragam ras campuran yang berasal dari berbagai makhluk. Adalight elf-raksasa,light elf-kurcaci,light elf-pixie,light elf-manusia,light elf-brownie,dan lain-lain. Mereka saling bekerja sama untuk membuat pondok-pondok kayu sebagai tempat perlindungan dan mengerjakan pekerjaan lain untuk menunjang keseharian. Setiap individu di sana pun memiliki peran yang disesuaikan dengan kekuatan yang mereka miliki.Niels belum bicara lagi dengan Ragne, Thora, maupun Greta. Dia disibukkan dengan rekan kepercayaannya—Syver dan para penanggung jawab
"Kuberi nama dia Greta, yang berarti mutiara. Kilau matanya sungguh indah, secemerlang mutiara di laut yang tersembunyi malu. Dia anak manis yang memberi keberkahan bagi kami. Raganya begitu suci, terlahir dengan kehangatan yang membawa kedamaian untuk kedua orang tuanya. Mungkin hal ini akan menjadi keputusan terberatku, merelakan dia untuk tinggal bersama kalian, orang-orang baik. Kuharap kalian dapat membesarkannya dengan penuh kasih sayang yang tidak bisa kuberikan secara langsung padanya.Bisa jadi ketika dia mengetahui rahasia ini, perasaannya akan terguncang dan butuh adaptasi yang tidak sebentar untuk menerima takdir yang telah digariskan. Aku sebetulnya sudah rela jikalau kalian memilih untuk merahasiakan hal ini selamanya, bahwa Greta sesungguhnya keturunan ras campuran yang sulit menemukan tempat aman.Sebelumnya aku sudah meninggalkan benda berharga yang bisa kalian ambil, dan
Dinginnya air tidak sebanding dengan dinginnya kulit Siren yang kasar. Monster itu terus menarik tubuh Ragne yang mulai kaku dan tegang. Laki-laki itu hampir kehabisan napas sebab semakin menjauh dari permukaan. Belum lagi luka di kakinya yang terasa perih karena tertancap kuku Siren yang runcing. Semakin lama, kepala Ragne terasa berdenyut-denyut dan membuatnya pening. Pasokan oksigen makin menipis dan membuat wajahnya kian membiru. Dia mencoba meronta, melawan sekuat tenaga tetapi medan pertarungannya kali ini sungguh tidak menguntungkan. Jangankan melawan di dalam air seperti sekarang, bertarung di darat pun Ragne masih sering kesusahan dan mendapat julukan payah. Ingatan itu seketika kembali menggerayangi benaknya. Jika dipikir-pikir, Ragne hanyalah orang beruntung. Lagaknya memang tampak seperti pahlawan, bertarung di berbagai medan pertempuran dan selalu bisa kembali dengan selamat. Meski begitu, semua prajurit yang pernah berada dalam satu med
“Ceritakan!” desak Greta. Sorot mata gadis itu berkobar penuh keingintahuan. “Ceritakan semua yang Anda tahu tentang ayahku.”Servas terdiam, rasanya dia tidak ingin menceritakan kejadian mengerikan itu. Tapi, Greta berhak tahu. Meski begitu, dia pikir bisa jadi Greta bukanlah anak dari Fridger Ralf. Bisa saja simbol snowflake melingkar dalam surat itu tidak sengaja ditemukan oleh kedua orang tua Greta yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Fridger Ralf. Tetapi ... mata gadis itu seakan menyangkal kemungkinan yang Servas pikirkan.Namun, pada akhirnya Servas memilih bungkam, apalagi saat itu terdengar intrupsi dari pemimpin pondok yang mengatakan bahwa mereka harus segera tidur untuk melakukan pekerjaan esok hari.***“Fridger Ralf bisa jadi bukan ayahmu. Inisial F.R dalam surat itu mungkin memiliki arti nama yang lain. Besok coba kita cari tahu lagi ya,” bujuk Ragne berusaha menenangkan Greta. Saat itu