Penyerangan dari para makhluk bercahaya yang semula dikhawatirkan Thora dan Ragne ternyata tidak kunjung terjadi. Sampai pagi, mereka beristirahat dengan tenang di depan api unggun yang menyala hangat.
Ketika matahari meninggi, mereka mulai bergerak untuk mencari jalan keluar. Hutan lebat yang mereka tempati kini terlihat dengan jelas rupanya. Pohon-pohon menjulang tinggi dengan daun rimbun. Rupanya tidak seperti di dunia manusia, meski memiliki beberapa kesamaan seperti dahan yang berwarna cokelat atau daun yang berwarna hijau.
"Apa mungkin di Valhalla nanti kita bisa melihat hal seperti ini?" gumam Ragne.
"Mana mungkin orang sepertimu akan masuk Valhalla. Hanya mereka yang mati dengan gagah berani di pertarungan yang bisa ke sana. Dewa Odin pasti akan berpikir ulang untuk menjadikanmu prajuritnya."
Valhalla adalah sebuah tempat setelah kematian yang menanti para prajurit tangguh untuk dipersiapkan menjadi prajurit Dewa Odin ketika Ragnarok terjadi. Kebanyakan laki-laki mendambakan tempat itu karena bisa bertarung terus-menerus tanpa khawatir untuk mati, apalagi mereka akan bertemu dengan Valkyrie, pelayan cantik Dewa Odin yang perkasa.
"Terus saja merendahkanku, dasar sombong!"
Sepanjang jalan, mereka tidak henti-hentinya saling berselisih. Meski begitu, keduanya terus melangkah tanpa tahu ke mana tujuannya hingga perut Ragne tiba-tiba berbunyi nyaring dan membuat Thora tertawa.
"Sebaiknya kita cari sesuatu yang bisa dimakan."
"Ya, tolong carikan untukku," balas Ragne hingga mendapat tinjuan di perut.
"Manja!"
"Sialan!" umpat Ragne.
Ragne meringis karena Thora melakukan tinjuan itu dengan tenaganya yang besar, padahal mereka sama-sama belum diasupi energi dari semalam. Ragne dan Thora memutuskan berpencar untuk mengambil apa pun yang dirasa akan bisa meredam kelaparan mereka.
Pemuda berambut cokelat kemerahan itu bergerak lebih ke barat. Vegetasi yang dia lihat tidak serapat sebelumnya, perlahan dia pun mendengar suara riak air yang diduga akan ada sungai di dekatnya.
Ragne mempercepat langkah, kepalanya memang masih terasa sakit, tetapi kepeningan itu tidak menyurutkan tekad bertahan hidupnya yang kuat. Sesuai dugaan, sebuah anak sungai terlihat di antara rimbunan hutan. Ragne tersenyum senang, di sekitar anak sungai itu terdapat batu-batu besar dan tanah yang sedikit berpasir halus.
Dia melihat sekeliling, tak ada tanda-tanda bahaya. Ragne pun mendekat ke anak sungai dan segera meraup air jernih itu untuk meminumnya.
"Segarnya!" Dia berseru senang. Setelah itu Ragne berpikir untuk kembali ke tempat dia dan Thora berpisah untuk memberitahu lokasi sumber air yang ditemuinya. Akan tetapi saat dia hendak berbalik dan melangkah, sebuah sulur menahan kakinya hingga membuat pemuda itu tercebur pada aliran air yang dangkal.
Ragne buru-buru bangkit setelah seluruh badannya basah kuyup. Samar-samar dia mendengar cekikikan orang tertawa, tetapi dia tidak melihat siapa pun saat pandangannya mengedar.
Sulur yang menjegat kakinya pun sudah hilang. Belum apa-apa masa sudah sial begini? Ragne kemudian beranjak pergi dari anak sungai dan menembus lebatnya hutan.
Sepanjang jalan untuk mencari Thora, pemuda itu seakan merasa diawasi. Sudut matanya seperti menangkap sesuatu yang berkelebat cepat di antara dahan pepohonan. Dia mempercepat langkah sambil memegang pedangnya yang masih tersarung.
Sebuah ranting yang rimbun dengan daun seketika terjatuh dari atas. Ragne yang memiliki insting kuat dapat dengan cepat menyadari hal itu hingga langsung menghunus pedangnya dan membelah ranting itu untuk tidak melukai kepalanya. Dia bergeser ke samping, didongaknya menatap arah jatuhnya ranting, bersamaan dengan itu kemudian banyak daun jatuh menghujaninya. Terakhir, sebuah sarang burung tertambat di kepalanya.
"Yaampun! Hutan ini kenapa sih?" teriak pemuda itu frustrasi.
Ragne tidak pernah dijahili sebegini menyebalkannya. Meski dulu dia sering menjahili orang lain, tetapi dia tidak pernah bertindak nekat seperti ini. Suara cekikian seperti yang dia dengar di sungai kembali tertangkap oleh telinganya. Namun lagi-lagi dia tidak melihat sosok yang mengeluarkan bunyi itu, selain ekor matanya yang terus-menerus melihat kilatan cepat di antara celah pepohonan.
Sesampainya Ragne di tempat dia dan Thora berpisah, pemuda itu melihat Thora membawa banyak buah beri berwarna ungu gelap seperti anggur dan merah menggiurkan seperti apel.
"Makanan itu aman, aku sudah mengujinya," kata Thora bangga karena berhasil menemukan sumber makanan. "Kau dapat apa? Tunggu, ada apa dengan mukamu itu? Habis dikerjai seseorang?" Thora tertawa keras saat melihat Ragne yang penampilannya sungguh buruk.
Wajah laki-laki itu terterkuk kesal, pakaiannya basah, beberapa daun dan ranting pun tersisa di rambut dan mantelnya seolah perhiasan wanita. Sontak pemandangan itu membuat Thora terbahak, menandakan kawan yang pantas dihajar.
"Abaikan penampilanku. Aku punya beberapa hal yang harus kuberitahu padamu. Pertama, kita tidak akan kehausan. Aku sudah menemukan sumber air."
Thora menyimak meski sambil menahan tawa. Dia dan Ragne berbicara sekaligus memakan buah beri dengan rakus.
"Kedua, kurasa sosok-sosok yang mengawasi kita dari semalam akan segera bertindak. Buktinya mereka menjahiliku saat di sungai dan yah ... tidak usah kuceritakan detail. Intinya kita harus cepat-cepat keluar dari sini!" Ragne meninggikan ucapannya di akhir kalimat. Kekesalan tersalur dalam nada bicaranya itu.
"Santai, kita punya cukup waktu untuk mencari jalan keluar. Dan kau tidak usah khawatir jika suatu saat ada yang menyerang, ada aku yang akan melindungimu."
Sial! Ego Ragne tersentil, mana bisa dia menerima hal itu seakan-akan perkataan Thora terdengar merendahkan dia yang tidak bisa apa-apa.
***
Niels memacu kuda untuk kembali ke rumahnya di wilayah selatan. Hari ini dia dapat jatah untuk libur bekerja dan lekas kembali ke kediamannya. Beberapa hari kemarin sungguh melelahkan, dia berkali-kali harus berhadapan dengan para makhluk-makhluk dari dunia lain yang seringkali memasuki Alfheim. Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, biasanya tidak banyak makhluk dari dunia lain yang berani memasuki Alfheim tanpa izin seperti ini. Otaknya lantas terpikir sesuatu, mungkinkah semua ini ada kaitannya dengan persekusi ras campuran yang dilakukan pemimpinnya?
Sejujurnya dia menentang keputusan itu. Sebab, setiap makhluk punya hak untuk hidup dan nyawanya tidak bisa sembarangan direnggut seperti yang dilakukan Lord Ophelix. Akan tetapi, Niels belum bisa bertindak lebih untuk menentang, belum saatnya dia kembali melakukan perlawanan sebelum semuanya telah siap.
Perjalanan Niels ditempuh cukup panjang dari markas, dia harus melewati jalan setapak di pinggiran hutan untuk sampai ke rumahnya. Sekelebat cahaya dan keresak daun tidak wajar membangkitkan insting waspadanya. Dia menyuruh kudanya untuk berhenti, lantas menanggalkan jubahnya yang kemudian berubah menjadi seekor elang.
"Cari tahu yang terjadi di sana," bisik Niels. Elang pun terbang menembus hutan dan berperan sebagai mata ganda laki-laki itu.
Dia bisa melihat apa yang terjadi dari arah atas. Mata elang itu merefleksikan kejadian yang membuat dia membelalak terkejut.
"Yaampun! Ini bahkan bukan hari kerjaku," keluh pemuda elf itu.
Dia lantas memerintahkan kudanya untuk menembus hutan dan mencapai lokasi dari informasi lewat mata elang itu. Sesampainya di sana, dia melihat dua orang manusia terikat di batang pohon tanpa bisa bergerak karena terlilit sulur tanaman.
Dia mengamati kedua manusia itu lamat-lamat sambil bertanya-tanya penuh penasaran, sebelum sosok hijau dari atas mengagetkannya karena terjatuh dengan sengaja.
"Niels! Senang melihatmu lagi," sapa sesosok yang Niels kenal dekat itu.
"Hai, Trigg. Bisa beritahu apa yang terjadi?"
"Singkatnya mereka sudah ada di hutan ini dari semalam. Nah, bukankah aku meringankan pekerjaanmu?" Trigg nyengir sambil memamerkan gigi putihnya. Dia adalah salah satu elf hutan yang teritorinya mencakup keseluruhan hutan di wilayah selatan. Dia salah satu teman masa kecil Niels yang sifatnya kelewat jahil dan emosional.
"Selama itu? Mengapa aku tidak dapat tanda kedatangan mereka ya?"
Trigg mengedikkan bahu tak peduli. "Mereka berisik, wajar saja kalau aku bermain sedikit dengannya kan?"
Niels tahu arti kalimat itu, Trigg pasti sudah berlaku seenaknya pada kedua manusia malang ini. "Yah, kurasa kau sudah puas menjahili mereka. Sudah cukup bukan? Sekarang boleh kau lepas mereka dari pohon itu dan serahkan saja padaku?"
Trigg mengangguk, sulur tanaman kemudian terlepas dan membuat kedua manusia itu terjatuh dengan tidak elegan. Keduanya menghirup napas sebanyak mungkin, sebab lilitan sulur tadi membuat mereka tidak bisa menghirup udara dengan bebas.
"Kembalikan pedangku!" seru Thora garang.
"Ya! Kembalikan juga punyaku!" sahut Ragne.
Trigg memandang kedua manusia itu sambil mengejek. "Kalau tidak mau?"
Thora hampir saja mau menerjang sosok elf hutan menyebalkan itu, sebelum akhirnya Trigg memelesat ke atas dengan sayap hijau transparan yang muncul di punggungnya. "Berengsek!"
Tidak berhenti di situ, Thora terus memburu Trigg, dia memanjat pohon seperti seekor tupai. Dahan demi dahan dia lewati dengan gesit untuk terus mengejar Trigg sampai dapat. Mereka lantas menghilang entah ke mana yang pasti menembus hutan lebih dalam.
Di sisi lain, Ragne juga ingin mengejar makhluk yang menjahilinya itu, tetapi dia merasa denyutan di kepalany semakin menjadi-jadi. Lakilaki itu tersadar bahwa ada sosok jangkung yang juga memerhatikannya. Dia seorang laki-laki bertelinga runcing yang rupawan dengan rambut emas kecokelatan yang berantakan. Rupanya sungguh seperti pangeran, tetapi ada sisi mengerikan yang dia rasakan saat melihat netra hijau sosok itu.
"Aku punya beberapa pertanyaan untuk kalian sebelum kukembalikan kalian ke Midgard," katanya membuat Ragne menatap elf itu sangsi.
"Kami belum mau pulang sebelum menemukan teman kami. Omong-omong, terima kasih sudah membebaskan lilitan itu."
"Tidak masalah. Tunggu, kalian tidak datang berdua?"
Ragne terdiam, dia menimbang apakah harus memberitahu kejadian sesungguhnya pada elf asing di hadapannya ini.
Niels yang melihat Ragne terdiam dengan mulut rapat kembali membuka suara. "Aku Niels, penjaga perbatasan antardunia. Mudah bagiku untuk memberi kalian akses kembali ke Midrgard, dunia para manusia. Tapi sebelum itu terjadi, aku harus mengetahui beberapa informasi dari kalian, termasuk tujuan dan cara kalian bisa sampai ke Alfheim."
Sebelum Ragne menyahut, langkah kaki terdengar mendekat dengan cepat, kemudian Thora muncul dari balik rimbunan semak sambil membawa dua pedang di kedua tangannya dengan rasa bangga. "Akhirnya dia menyerah juga!"
"Di mana Trigg?" kata Niels dengan wajah khawatir sekaligus kesal.
"Kusuruh dia pulang, haha. Tenanglah, aku tidak melukai makhluk itu. Hanya kulilit dengan sulur berduri di batang pohon seperti yang dia lakukan."
Niels mengembus napas lega saat melihat refleksi Trigg yang melepaskan diri dari lilitan dan pergi ke bagian hutan yang lain melalui mata elang miliknya. Setidaknya satu manusia ini tidak membunuh kawan masa kecilnya..
"Karena kau sudah kembali, aku punya beberapa pertanyaan untuk kalian. Apakah—"
Suara berdebum terdengar. Ragne ambruk tidak sadarkan diri dan membuat Niels bergegas memeriksa kondisi laki-laki itu. Saat Niels menemukan tonjolan di tengkuk Ragne, dia langsung terkejut dan segera mengambil tindakan.
Niels memanggil elangnya kembali, dan dia mengubah elang itu menjadi seekor kuda berwarna hitam kebiruan yang berdiri bersisian dengan kuda putih milik Niels.
"Kita ke rumahku sekarang! Temanmu terkena racun dan harus segera diberi penawar. Sejak kapan dia merasakan gejala seperti pusing atau halusinasi?"
Thora mendadak kaget, tetapi dia cukup bisa mengontrol diri untuk tetap bersikap rasional. "Kudengar dari semalam dia mengeluh sakit kepala."
Niels terdiam sesaat, sebelum akhirnya berseru. "Pakai kuda itu dan ikuti aku. Semoga dia masih bisa tertolong."
Niels kemudian menggendong Ragne dan mengikat pemuda itu agar tidak lepas dari punggungnya. Mereka kemudian pergi ke kediaman Niels sesegera mungkin dengan penuh perasaan waswas terhadap kematian.[]
Perjalanan dari hutan menuju ke rumah Niels memang tidak begitu jauh. Setelah melewati ladang gandum dan palawija, jalanan menjadi landai dan dipenuhi permukiman beratap kerucut berpelitur emas. Rumah-rumah itu milik para light elfwilayah selatan, yang terkenal sebagaielframah dan sangat peduli pada alam.Niels dan Thora tiba di dekat bukit. Kondisi di sana lebih sepi dan mulai menujukkan jalan setapak yang mengarah pada satu tujuan. Di ujung jalan yang menanjak, dapat terlihat sebuah bangunan putih megah berlantai dua dengan atap melengkung berwarna biru pirus yang ujungnya meruncing. Setelah melewati gerbang hitam yang dibukakan oleh seorang penjaga, mereka kemudian menyusuri kebun kecil hingga tiba di atrium penuh bunga wisteria dan memberhentikan kuda di sana."Selamat datang kemb
Penjara besi terletak di Pegunungan Morkne yang menjadi pembatas antara wilayah selatan, sentral, dan sebagian wilayah barat. Kawasan itu tidak dihuni para light elf, sebab kondisi cuacanya tidak cocok untuk menjadi tempat tinggal dan terdapat makhluk-makhluk unik yang sengaja dijaga keasliannya. Selain itu, kegelapan akibat hutan yang rapat, kabut tebal, dan tebing-tebing terjal menjadi rintangan yang sulit ditakluki. Kondisi seperti itu pada akhirnya dijadikan tempat yang cocok untuk mengurung para tawanan, termasuk ras campuran yang baru saja ditangkap sebelum dialihkan ke Kamp yang lokasinya amat terpencil. Dalam salah satu petak penjara, Greta diberi makan sehari sekali di waktu pagi. Sang penjaga penjara akan membawakan semangkuk penuh makanan berupa bubur encer yang tampak menjijikan. Warnanya abu-abu, ada beberapa iris daging yang setelah dimakan ternyata rasanya seburuk rupanya. Bila mulanya penjaga pe
Aroma teh yang diseduh dengan air panas menguar ke sepenjuru kedai. Di salah satu sudut dekat jendela, seorang pemudalight elfberjubah biru tua duduk berhadapan dengan dua manusia yang masing-masing dari mereka menyarungkan pedang di pinggang.Niels tidak menyangka jika keputusannya kali ini ternyata akan senekat dan semendadak di hari liburnya. Biasanya dia akan memanfaatkan jatah liburan tersebut untuk langsung pergi ke persembunyian ras campuran yang dia dan temannya bangun beberapa tahun lalu. Bisa dikatakan Niels adalah sebagianlight elfmurni yang menolak kebijakan Lord Ophelix untuk membinasakan para ras campuran, sehingga idealismenya tersebut membuat dia diam-diam melakukan perlawanan. Kali ini pun, dia akhirnya berani mengambil keputusan untuk membantu kedua manusia yang sedang mencari seorang ras campuran.Setelah melewati hampir seharian perjalanan berkuda, mereka kini berada di sebuah permukiman yang didominasi oleh
Sesampainya di tempat persembunyian para ras campuran, Greta diberi pengobatan oleh seorang keturunan penyembuh. Selama semalam dia beristirahat, hingga esok harinya kondisi gadis itu menjadi lebih sehat dan bugar. Kakinya yang semula sempat pincang, kini sudah bisa digunakan untuk berlari dengan gesit.Di perkemahan itu, terdapat beragam ras campuran yang berasal dari berbagai makhluk. Adalight elf-raksasa,light elf-kurcaci,light elf-pixie,light elf-manusia,light elf-brownie,dan lain-lain. Mereka saling bekerja sama untuk membuat pondok-pondok kayu sebagai tempat perlindungan dan mengerjakan pekerjaan lain untuk menunjang keseharian. Setiap individu di sana pun memiliki peran yang disesuaikan dengan kekuatan yang mereka miliki.Niels belum bicara lagi dengan Ragne, Thora, maupun Greta. Dia disibukkan dengan rekan kepercayaannya—Syver dan para penanggung jawab
"Kuberi nama dia Greta, yang berarti mutiara. Kilau matanya sungguh indah, secemerlang mutiara di laut yang tersembunyi malu. Dia anak manis yang memberi keberkahan bagi kami. Raganya begitu suci, terlahir dengan kehangatan yang membawa kedamaian untuk kedua orang tuanya. Mungkin hal ini akan menjadi keputusan terberatku, merelakan dia untuk tinggal bersama kalian, orang-orang baik. Kuharap kalian dapat membesarkannya dengan penuh kasih sayang yang tidak bisa kuberikan secara langsung padanya.Bisa jadi ketika dia mengetahui rahasia ini, perasaannya akan terguncang dan butuh adaptasi yang tidak sebentar untuk menerima takdir yang telah digariskan. Aku sebetulnya sudah rela jikalau kalian memilih untuk merahasiakan hal ini selamanya, bahwa Greta sesungguhnya keturunan ras campuran yang sulit menemukan tempat aman.Sebelumnya aku sudah meninggalkan benda berharga yang bisa kalian ambil, dan
Dinginnya air tidak sebanding dengan dinginnya kulit Siren yang kasar. Monster itu terus menarik tubuh Ragne yang mulai kaku dan tegang. Laki-laki itu hampir kehabisan napas sebab semakin menjauh dari permukaan. Belum lagi luka di kakinya yang terasa perih karena tertancap kuku Siren yang runcing. Semakin lama, kepala Ragne terasa berdenyut-denyut dan membuatnya pening. Pasokan oksigen makin menipis dan membuat wajahnya kian membiru. Dia mencoba meronta, melawan sekuat tenaga tetapi medan pertarungannya kali ini sungguh tidak menguntungkan. Jangankan melawan di dalam air seperti sekarang, bertarung di darat pun Ragne masih sering kesusahan dan mendapat julukan payah. Ingatan itu seketika kembali menggerayangi benaknya. Jika dipikir-pikir, Ragne hanyalah orang beruntung. Lagaknya memang tampak seperti pahlawan, bertarung di berbagai medan pertempuran dan selalu bisa kembali dengan selamat. Meski begitu, semua prajurit yang pernah berada dalam satu med
“Ceritakan!” desak Greta. Sorot mata gadis itu berkobar penuh keingintahuan. “Ceritakan semua yang Anda tahu tentang ayahku.”Servas terdiam, rasanya dia tidak ingin menceritakan kejadian mengerikan itu. Tapi, Greta berhak tahu. Meski begitu, dia pikir bisa jadi Greta bukanlah anak dari Fridger Ralf. Bisa saja simbol snowflake melingkar dalam surat itu tidak sengaja ditemukan oleh kedua orang tua Greta yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Fridger Ralf. Tetapi ... mata gadis itu seakan menyangkal kemungkinan yang Servas pikirkan.Namun, pada akhirnya Servas memilih bungkam, apalagi saat itu terdengar intrupsi dari pemimpin pondok yang mengatakan bahwa mereka harus segera tidur untuk melakukan pekerjaan esok hari.***“Fridger Ralf bisa jadi bukan ayahmu. Inisial F.R dalam surat itu mungkin memiliki arti nama yang lain. Besok coba kita cari tahu lagi ya,” bujuk Ragne berusaha menenangkan Greta. Saat itu
Benteng berbatu yang terletak di perbatasan wilayah sentral Alfheim berdiri kokoh seakan tidak bisa ditembus. Megahnya bangunan itu membuat siapa pun yang berniat untuk menyerang akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Niels tiba di sana setelah selesai bertugas dari markas para pelindung dan bermaksud menjalankan salah satu rencananya yang sudah disusun jauh-jauh hari. "Bagaimana harimu, Nak?" seorang elf berambut pirang menyapanya dengan ramah. Dia adalah salah satu penjaga benteng yang cukup mengenal Niels dari kecil. Pria elf itu merupakan salah satu rekan ayahnya yang juga bertugas di benteng tersebut. "Tidak terlalu buruk. Aku mau bertemu ayah, dia ada di dalam?" kata Niels. "Dia baru saja pulang patroli. Ada beberapa anak baru yang perlu diberi amanat untuk tugas pertama di sini. Mari kuantar," sahut sang elf. "Terima kasih, tapi tidak usah repot-repot. Aku sudah tahu di mana ruangan ayahku."Elf pirang itu terkekeh, dia merasa bahwa sosok lelaki di hadapannya cukup beru