Home / Romansa / Alaistar's Way To Ari / (02) I Am Not A Pedophil!

Share

(02) I Am Not A Pedophil!

Author: the lost doremi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Alaistar menahan kekesalannya sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Ia benar-benar tidak habis pikir, bagaimana mungkin dirinya disebut sebagai seorang pedofil? Jelas-jelas usia Alaistar dan si hoodie hiu tampak tidak terpaut jauh.

"Sepanjang 18 tahun gue hidup di dunia, baru kali ini ada yang menyebut gue sebagai pedofil," kata Alaistar seraya mengacak rambutnya dengan frustasi.

“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Mereka hanya salah paham saja,” hibur David. Cowok itu sibuk mencari hashtag yang disebutkan oleh dua lelaki asing tadi di media sosial dan terkejut saat hasil pencariannya muncul.

Ada satu akun utama berisi foto-foto Alaistar dan David yang sedang berbicara pada orang-orang yang melewati trotoar 'legendaris' itu. Banyak juga komentar-komentar yang menyuruh mereka untuk segera bertaubat. Selain itu, ada juga foto seorang anak kecil berhoodie hiu yang berada dalam gendongan sang ayah dengan wajah yang di blur. Jangan-jangan ini adalah gadis berhoodie hiu yang dimaksud oleh anak-anak SMA itu? David merasa tidak sanggup untuk melihatnya lebih jauh dan memilih menutup aplikasi tersebut. Mulai besok, ia harus pakai masker ke mana pun ia pergi.

Alaistar menghela napas berat. “Kita harus ubah posisi pencarian,” ujar cowok itu dengan serius. Jemarinya membuka aplikasi maps di ponselnya.

“Dilihat dari seragam dua laki-laki kurang ajar itu, kita bisa tahu kalau mereka sekolah di SMA Putra Bangsa. Sekolah itu hanya berjarak 500 meter dari lokasi pencarian awal kita. Enggak jauh dari sana, ada SMA Pelita Bangsa dengan jarak 1 km. Menurut gue, hanya dua sekolah ini yang paling mungkin untuk menjadi sekolahnya si gadis hiu. Gadis hiu itu enggak mungkin sekolah di SMA Harapan Bunda yang berjarak 5 km dari trotoar itu. Bisa-bisa kaki dia bengkak kalau pulang sekolah lewat sana,” jelas Alaistar.

David ikut mengamati maps di ponsel Alaistar dan menatap sahabatnya itu dengan sangsi.

“Lo sudah mendengar sendiri omongan murid SMA Putra Bangsa itu, kan? Enggak mungkin kita meneruskan pencarian di sana. Lagi pula, kalau mereka sampai berpikir kita adalah pedofil, berarti si gadis hiu itu memang enggak ada di sana. Mereka saja salah dalam menebak orang yang gue maksud, iya kan?”

David mengangguk paham. "Gue baru mendengar ada yang namanya SMA Pelita Bangsa," gumam David.

"Setahu gue itu adalah sekolah elit, hanya orang-orang yang sangat kaya saja yang bisa sekolah di sana."

“Oke. Bagaimana kalau besok kita langsung ke SMA Pelita Bangsa saja? Untuk mempersingkat waktu.”

“Boleh,” jawab Alaistar setuju.

 ******

Alaistar dan David termenung melihat papan nama sekolah yang terpampang di depan gerbang dengan tulisan yang cukup besar.

"SMA Pelita Bangsa, sekolah khusus laki-laki," ujar David. Suara cowok itu agak teredam karena masker hitam yang ia kenakan. David menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menoleh ke arah sahabatnya dengan tatapan bingung, ia mengulangi ucapannya lagi. "Sekolah khusus cowok. Apa lo benar-benar yakin kalau yang lo tabrak itu cewek bukan cowok?"

Melihat itu, Alaistar termangu. Ia ikut menggaruk kepalanya, bingung. "Gue yakin yang gue tabrak itu cewek, bukan cowok. Gue pun yakin sekolah ini adalah sekolahnya karena dia ikut berbaur sama anak-anak sekolah yang pakai seragam ini juga. Lihat seragam ini tuh men-trigger sesuatu dalam ingatan gue. Gue yakin ini benar."

"Tapi ini sekolah khusus cowok, lo enggak akan menemukan murid perempuan di sini. Kalau guru perempuan, mungkin ada." ujar David lagi.

Alaistar mendengus. Ia menarik ransel sahabatnya itu dan membawanya ke pos satpam. "Permisi, Pak. Mau tanya, apa di sini ada murid perempuan yang tingginya sebahu saya? Wajahnya tirus dan kulitnya putih." Tanyanya.

Satpam tersebut menatapnya dengan ekspresi kebingungan. "Murid perempuan? Di sini sekolah khusus laki-laki, Dek. Enggak ada perempuan yang sekolah di sini."

David melirik Alaistar sekilas, ia bisa melihat raut wajah kecewa yang terpancar di sana. David menghela napas pelan. “Oh oke kalau begitu. Terima kasih ya, Pak,” kata David. Cowok itu menepuk bahu Alaistar, mencoba menghibur Alaistar yang kecewa. Ia merangkul bahu sahabatnya itu dan menggiringnya pulang.

"Apa lo enggak punya petunjuk lain selain hoodie hiu?" Tanya David. Alaistar menggeleng pelan.

"Bagaimana kalau wajah? Apakah ada ciri khusus dari si gadis hiu yang belum gue ketahui?"

Alaistar menggangguk sambil tersenyum tipis. "Cantik," jawabnya.

David menghela napas jengkel. "Tapi, apa lo yakin kalau dia bukan cowok? Di sana itu sekolah khusus cowok, lho."

Alaistar melirik sinis. Ia menghempaskan tangan David yang sejak tadi merangkulnya. "Harus berapa kali sih lo menanyakan pertanyaan yang sama terus? Gue yakin kok kalau dia ini 100% cewek."

"Seberapa yakin? Jaman sekarang banyak kok cowok berwajah cantik. Siapa tahu lo keliru, dan gue enggak apa-apa sih kalau lo memang gay. Gue cuma mau bilang saja kalau kita itu enggak mungkin menemukan murid perempuan di sana."

"Enggak, gue yakin kalau dia itu benar-benar cewek. Lagi pula, ada satu hal yang harus lo ketahui, gue itu straight."

"Habisnya selama ini lo sama sekali enggak menunjukkan ketertarikan ke semua perempuan cantik yang gue sodorkan ke lo. Perempuan yang suka dan menyatakan perasaannya ke lo pun, lo enggak peduli. Lalu sekarang? Lo naksir sama ‘perempuan’ berhoodie hiu yang lo yakini bersekolah di sekolah khusus laki-laki? Apa menurut lo semua ini masuk akal untuk beranggapan kalau lo itu straight?” jelas David panjang lebar.

Alasitar mendengus. “Jadi, lo enggak percaya kalau gue itu straight?”

David menggeleng. “Gue akan percaya lo straight kalau gue lihat dengan mata kepala gue sendiri bahwa yang lo taksir itu benar-benar perempuan.”

“Kalau begitu, bantu gue sampai gue berhasil menemukan si hoodie hiu,” pinta Alaistar.

David mengendikkan bahunya pelan. “Sebenarnya lo enggak perlu susah-susah mencari dia seperti ini kalau saja di pertemuan pertama kalian, lo enggak salah tingkah dan membiarkan si hoodie hiu pergi begitu saja dari hadapan lo. Dasar, sekalinya naksir seseorang sampai salah tingkah begitu. Apa lo tahu kalau lo itu norak?” ledek David.

Alaistar menghentikan langkahnya dan menatap David dengan jengkel. “Sejak tadi lo enggak ada henti-hentinya membuat gue kesal, ya?”

David terkekeh pelan. “Bagaimana soal suaranya? Suara cewek atau suara cowok?"

"Gue.. enggak mendengar suaranya. Dia cuma tersenyum aja."

David menepuk dahinya, kesal. "Kalau seragamnya? Dia pakai rok atau celana?"

Alaistar menggeleng lesu. "Gue cuma fokus ke hoodienya."

David melirik sahabatnya itu dengan penuh kedengkian. Ia tidak percaya kalau jatuh cinta bisa membuat Alaistar menjadi bodoh seperti ini. "Haduh, kalau seperti ini ceritanya, bagaimana kita bisa sama-sama yakin kalau orang yang lo tabrak itu cewek."

Alaistar semakin lesu.

******

Alaistar dan David memutuskan untuk mampir ke minimarket dan membeli makanan ringan. Lebih tepatnya untuk David, cowok itu benar-benar kelaparan. Alaistar yang terlalu lemas dan kecewa, tidak berniat untuk masuk ke dalam minimarket dan lebih memilih menunggu di trotoar jalan sembari menyesapi sebotol es kopi yang ia bawa.

Mood Alaistar semakin buruk ketika tubuhnya ditabrak keras dari belakang oleh seorang pejalan kaki, membuat kopinya tumpah ke mana-mana. Alaistar sudah menyiapkan segala macam sumpah serapahnya untuk ia keluarkan. Namun, Alaistar justru terkejut bukan main ketika melihat sosok yang ia tabrak. Bola mata berwarna coklat serta rambut berwarna brunette yang sangat familier bagi Alaistar.

"Hiu..." gumamnya.

"Eh sorry, gue enggak sengaja," suara bass si penabrak itu memenuhi pendengarannya. Jantung Alaistar seolah ingin melompat keluar ketika mendengar suara tersebut.

‘Kenapa suara si hoodie hiu nge-bass banget?’ batinnya.

Alaistar menggosok kedua matanya, khawatir jika sosok di hadapannya ini hanya ilusi yang muncul karena efek kelelahan setelah sibuk mencari orang tersebut.

Akan tetapi, mau berapa kali pun Alaistar menggosok matanya, sosok itu tak kunjung hilang dari pandangan. Sosok di hadapannya ini adalah nyata. Se-nyata suara berat yang keluar dari bibirnya.

Seketika obrolannya dengan David tadi merangsek masuk dalam benaknya.

Hiu itu... cowok?

Alaistar masih tertegun,  bahkan sampai si penabrak tadi pergi meninggalkannya dan David datang menghampirinya, ia masih terdiam kaku di tempat.

"Apa lo baik-baik saja?" Tanya David penasaran.

"Hiu..."

David menatapnya bingung, mencoba menerka-nerka maksud ucapan Alaistar.

"Hiu? Si cewek hoodie hiu? LO LIHAT DIA? DI MANA?!" tanyanya heboh.

Jari Alaistar menunjuk ke arah seberang jalan. Tanpa basa-basi, David langsung menarik kerah belakang baju Alaistar dan berlari ke arah yang ditunjuk. Meskipun merasa lehernya tercekik karena tarikan David yang begitu kuat, Alaistar hanya bisa menatap kosong ke arah depan dan mengikuti gerak langkah David. Alaistar terlalu shocked dengan kenyataan yang baru di hadapkan padanya.

"Yang mana?! Yang mana?!" Seru David di sela-sela napasnya yang terengah.

"Seragam SMA Pelita Bangsa, nametag-nya tertulis nama Ryan," ujar Alaistar lesu. Pandangan mata Alaistar masih terlihat kosong. Sekarang, ia nampak seperti orang linglung.

David menghentikan laju larinya perlahan, hingga akhirnya mereka berhenti di depan sebuah halte bus. "Itu… nama perempuan atau laki-laki?" Tanyanya pelan. Alaistar hanya diam.

David berdeham pelan. “Hmm, teman sekelas gue sewaktu SD juga ada yang namanya Ryan dan dia perempuan,” David mencoba menghibur Alaistar.

Alaistar menghela napas berat. “Rambutnya pendek. Dia punya jakun, suaranya nge-bass” ujar Alaistar lesu.

David dan Alaistar sama-sama terdiam. David sangat bingung memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Sahabatnya itu terlihat sangat shocked dan kecewa.

David menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mau... gue kejar dan gue tanyakan nomor ponselnya?" Tanya David.

To Be Continued

Related chapters

  • Alaistar's Way To Ari   (03) A Girl or A Boy?

    Setibanya di rumah, Ryan langsung berjalan menuju kamar adiknya. Ia baru saja mendapat laporan dari Kavin bahwa adiknya itu bolos sekolah. Benar saja, setelah membuka pintu kamar adiknya, Ryan langsung disuguhi dengan pemandangan sang adik yang sedang tertidur lelap di ranjang. Pantas saja gadis itu menghiraukan semua panggilan telfon darinya.Iseng, Ryan melemparkan ransel sekolahnya ke atas ranjang. Guncangan yang tiba-tiba itu sontak membuat adiknya terbangun.Gadis itu mendengus sebal. "Ah Kak Ryan, ganggu aja deh," ujar sang adik. Gadis itu masih tetap berbaring di sana, sama sekali tidak berniat untuk beranjak. Ia malah mencoba memejamkan matanya kembali.“Kenapa hari ini kamu bolos sekolah?” Tanya Ryan. Semalam ia menginap di rumah Yovan untuk bertanding game dan berangkat sekolah dari sana. Ia tidak sempat mengawasi apakah adiknya sudah berangkat sekolah atau belum. Adiknya ini cerdas, namun sangat malas untuk masuk sekolah. Lain hal

  • Alaistar's Way To Ari   (04) Unreciprocated love

    "Siapa sih yang mengajarkan Kak Ryan untuk menyelesaikan latihan soal seperti ini?!" Omel Ariana pada Ryan.Saat ini, mereka sedang berkumpul mengerjakan tugas sekolah bersama. Ini merupakan rutinitas mereka setiap hari, sebelum kemudian dilanjut dengan bermain game."Istirahat dulu aja yuk belajarnya. Yan, lebih baik kita main game dulu aja," ajak Yovan yang langsung diiringi dengan sorak gembira dari Ryan.Meskipun Ariana merasa jengkel karena Ryan terbebas dari latihan soal yang harus ia kerjakan, tetapi Ariana ikut senang karena Ryan dan Yovan bisa menghabiskan waktu berdua, meskipun itu hanya sebatas bermain game bersama.Sudah hampir dua jam, namun Yovan dan Ryan belum juga selesai bermain. Ariana yang bosan dan mengantuk pun sejak tadi hanya duduk di sofa sambil memeluk leher sang kakak dari belakang, dan menelusupkan wajahnya di sana. Sedangkan sang kakak nampak tidak terusik dan tetap asyik selonjoran di lantai sambil b

  • Alaistar's Way To Ari   (05) Am I Gay?

    Semenjak pulang dari pencariannya akan si gadis berhoodie hiu, Alaistar lebih banyak diam dan berpikir. Tentunya berpikir apakah bisa hanya dalam waktu singkat, orientasi sex nya dapat berubah sedemikian rupa?Alaistar yakin belum sampai 24 jam yang lalu, ia masih menyukai perempuan--yang ternyata adalah seorang laki-laki. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya selama 18 tahun hidup Alaistar, bahwa dirinya adalah seorang gay. Insiden ini benar-benar membuat Alaistar terguncang. Ia seolah kehilangan arah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Alaistar menimbang-nimbang dalam hati. ‘Apakah gue benar-benar seorang gay? Jika benar bahwa gue adalah seorang gay, apakah gue bisa menerima dengan lapang dada terkait orientasi seksual yang baru gue ketahui ini? Lalu, bagaimana respon keluarga dan teman-teman gue nanti? Apakah mereka semua dapat menerima jika gue adalah seorang gay?’ batin Alaistar.Hembusan napas berat keluar dari bibir Al

  • Alaistar's Way To Ari   (06) Another Romeo Story

    Alaistar kini duduk bersimpuh di lantai sambil terus menunduk. Ia sangat takut sekarang. Ia bahkan tidak berani menatap kedua orang tuanya yang duduk di sofa, melihatnya dengan rasa kecewa dan amarah yang sulit dibendung. Alasan lain adalah karena mamanya tidak berhenti menangis sejak tadi dan Alaistar sangat tidak tega melihatnya."Katakan pada kami, siapa pacar gay mu?!" bentak Papa Alaistar"Alaistar enggak berpacaran dengan cowok, Pa," jawab Alaistar takut-takut"Lalu apa maksudmu mengatakan kalau kamu itu gay?!"Terlalu banyak emosi yang ingin meluap, Alaistar bahkan tidak sadar ketika dirinya menangis. "Alaistar... Alaistar suka sama cowok, Pa." ujarnya sambil sesenggukan. Perasaan lelah, kesal, marah, sedih, dan bingung berkumpul menjadi satu. Selama ini, Alaistar tidak pernah berpikir bahwa dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Bahkan saat ini pun, ia masih ragu dan terus menerka-nerka tentang perasaannya. Namun yang ia yakini sekarang adal

  • Alaistar's Way To Ari   (07) Strange

    Layaknya rutinitas Ariana, Ryan, dan Yovan di hari sabtu, ketiganya kini sedang menikmati hari libur di ruang tamu rumah si kembar. Ariana bermain gitar sambil bersenandung, sedangkan Ryan dan Yovan asyik bermain game. Ketika ronde ketiga game mereka selesai, Ryan dan Yovan bermaksud istirahat sejenak dan membeli camilan saat suara notifikasi ponsel Ryan berbunyi.Yovan meraih ponsel kekasihnya itu dan mengernyit ketika membaca chat yang masuk dari nomor tidak dikenal. "Hai Ryan, gue Alaistar. Salam Kenal." Jarinya menekan layar, mencoba melihat foto profil orang asing tersebut lalu berdecak. Foto profil cowok itu hanya berupa siluet hitam saja. Akan tetapi, dilihat dari nama dan siluet tersebut, sudah jelas bahwa orang ini adalah laki-laki."Ryan! Siapa cowok ini? Untuk apa dia mengajak lo berkenalan?! Lo pernah bertemu dia sebelumnya?" bentak Yovan. Cowok itu sangat murka. Berani-beraninya ada orang asing yang mencoba mendekati kekasih tamp

  • Alaistar's Way To Ari   (08) There Is A Spy Between Us

    Ryan memandang ke luar jendela kelas, kedua matanya menangkap sosok Kavin yang tengah berlari sekuat tenaga menuju gerbang sekolah yang sebentar lagi tertutup. Satu menit lagi bel masuk berbunyi. Tidak biasanya Kavin terlambat ke sekolah. Biasanya, Kavin akan selalu berangkat jauh lebih awal agar dapat mengantar Ariana ke sekolah, setelahnya baru cowok itu beralih menuju SMA Pelita Bangsa. Namun sayangnya, hari ini Kavin terlambat bangun tidur. Ia bahkan tidak sempat menjemput Ariana hingga akhirnya harus merelakan gadis itu berangkat sekolah tanpa dirinya.Kavin masuk ke kelas dalam keadaan keringat bercucuran, rambut lepek, dan napas yang terengah-engah. Tubuh Kavin memang tidak bugar, ia jarang berolahraga dan lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain game dan menonton film. Cowok itu melemparkan tubuhnya ke kursi dan menatap Ryan yang duduk di sebelahnya masih dengan napas terengah-engah.“Adik lo…. Udah.. berangkat?” tanya Kavin

  • Alaistar's Way To Ari   (09) A Getaway Night

    Yovan, Ryan, dan Kavin lebih suka berangkat dan pulang sekolah menggunakan bus. Mereka memang terbiasa dengan gaya hidup sederhana dan mandiri, terlepas dari kekayaan orang tua mereka. Sepanjang perjalanan pulang, Ryan dan Yovan sibuk bertanding game, sedangkan Kavin berbincang dengan kekasihnya melalui telfon. Hari itu adalah hari Jumat dan mereka bermaksud mampir ke sekolah Ariana dan mengajaknya kuliner malam. Ariana ada ekskul musik hari itu, sehingga harus pulang terlambat.Hari mulai gelap, Ryan, Yovan, dan Kavin memilih menunggu Ariana di depan ruang latihan musik. Ketiganya duduk selonjoran di lantai dan masih tetap fokus dengan kegiatan mereka masing-masing. Volume suara panggilan di ponsel Kavin cukup keras walaupun cowok itu tidak menggunakan mode speaker, sehingga sejak tadi Ryan dan Yovan seolah menguping pembicaraan pasangan kekasih itu.“Memangn

  • Alaistar's Way To Ari   (10) It's a Holiday Time!

    “Lain kali kita order makanan via online aja deh. Gue enggak suka banget kalau ada paparazi kayak tadi,” keluh Yovan ketika mengingat insiden yang ia alami saat di restoran tadi. Cowok itu menghempaskan tubuhnya ke sofa besar di ruang tamu Si Kembar. Mereka baru saja pulang dari acara kuliner malam mereka yang melelahkan sekaligus mengenyangkan.Ariana menatap Yovan dengan bingung. “Paparazi? Kapan ada Paparazi?” Gadis itu kini berbaring di sofa panjang, dan meletakkan kedua kakinya di atas paha Ryan.“Sewaktu kamu pergi ke toilet,” jawabnya.Ariana terkekeh pelan. “Namanya juga makan bareng sama selebgram. Pasti ada aja yang begitu.”Yovan mendengus. Cowok itu senang atas kepopulerannya di media sosial, ia juga senang karena banyak orang yang menyukai permainan gitarnya yang ia posting di sana. Namun, ia merasa risih jika ada orang asing yang mengusik kehidupan pribadinya.Jauh sebe

Latest chapter

  • Alaistar's Way To Ari   (21) Choices

    Sudah dua minggu Yovan dan Kavin menemani Si Kembar di Singapura. Kedua cowok itu harus segera pulang ke Jakarta dan kembali menjalani rutinitas mereka seperti sedia kala. Yovan harus segera mengikuti kelas persiapan ujian kelulusan, sedangkan Kavin pun harus kembali berkutat dengan pelajaran sekolahnya yang selama dua minggu ini terbengkalai.Hari itu, Ryan dan Ariana memutuskan untuk mengantar kepergian Yovan dan Kavin hingga ke bandara. Beberapa menit sebelum keberangkatan, keempat sahabat itu berpamitan dengan suasana sendu. Perpisahan antara Ryan dan Yovan tergolong singkat jika dibandingkan dengan perpisahan Yovan dan Ariana. Hanya dengan pelukan singkat dan tepukan di punggung Ryan, lalu Yovan langsung beralih ke Ariana. Kavin sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Yovan memang termasuk tipe tsundere. Cowok itu tidak begitu suka memperlihatkan kemesraan di depan umum. Akan tetapi ketika hanya berdua dengan sang kekasih, akan berbeda lagi ceritanya.Yov

  • Alaistar's Way To Ari   (20) The New Feelings

    Ryan memasuki ruang perawatan papanya dengan perasaan kesal. Hatinya masih menahan amarah karena perkataan Kavin di cafetaria tadi. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Kavin. Bagaimana bisa cowok itu mengatakan bahwa dirinya dapat membahagiakan Ariana di saat cowok itu masih berhubungan dengan Sisca? Ryan tahu dengan jelas apa maksud tersirat di balik perkataan Kavin tersebut. Dan Ryan tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak di saat Kavin sendiri masih gamang terhadap perasaannya. Ia tidak ingin Ariana kembali terluka.Ryan menghempaskan tubuhnya di samping Ariana yang tengah sibuk dengan ponselnya. “Kenapa kamu belum makan?” tanya Ryan saat melihat kotak makanan yang ia bawa tadi masih terisi penuh tak tersentuh.Ariana mengalihkan pandangannya ke arah Ryan. “Aku menunggu Kak Ryan. Lebih enak kalau kita makan bersama.”Ryan tersenyum tipis. “Ayo kita makan,” kata Ryan. Cowok itu membantu sang adik membuka kotak

  • Alaistar's Way To Ari   (19) The Memories Have Been Told

    “Sebenarnya, apa yang telah terjadi antara lo dengan Ariana?” Satu kalimat yang keluar dari bibir Yovan itu cukup untuk membuat Kavin bungkam, tak tahu harus menjawab apa.Kavin merasa dilema. Ketika dirinya mengingat kejadian malam saat mereka berlibur ke Bandung, Ia tahu dengan jelas bahwa ia harus menuruti keinginan Ariana untuk tidak menceritakan kejadian malam itu kepada siapa pun. Akan tetapi, saat ini dirinya merasa tidak sanggup untuk memendam semuanya sendirian. Ia butuh meluapkan isi hatinya, tentunya ke orang yang dapat ia percaya. Dan menurut Kavin, Yovan pun tak masalah.Saat Kavin mengatakan ingin berbicara di tempat yang lebih privasi, cowok itu tidak tahu kalau Yovan akan turut mengajak Ryan. Cowok itu merasa salah langkah karena melupakan bahwa jika dianalogikan, maka Yovan dan Ryan adalah layaknya sendok dan garpu yang akan selalu berdampingan dan ikut serta ke mana pun salah satunya pergi. Kavin mengacak rambutnya dengan gusar saat meliha

  • Alaistar's Way To Ari   (18) Reduce to Tears

    Ariana, Ryan, Yovan, dan Kavin panik bukan main saat menerima kabar bahwa kedua orang tua Si Kembar mengalami kecelakaan lalu lintas dan langsung memesan penerbangan tercepat ke Singapura. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh keluarga Adhiatama itu jika acara liburan kedua orang tuanya akan berubah menjadi musibah, terlebih lagi di perayaan anniversary keduanya.Ariana dan Ryan sangat terguncang ketika mendapat kabar bahwa kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Terlebih lagi saat Si Kembar, Yovan, dan Kavin tiba di Singapura, mereka harus dikejutkan kembali dengan kabar bahwa nyawa sang mama tidak bisa diselamatkan.Ariana sangat terpukul. Gadis itu tak henti-hentinya menangis. Ryan yang sama terpukulnya dengan Ariana, harus berperan menjadi sosok yang lebih kuat untuk menjaga adiknya, meyakinkan Ariana bahwa semuanya akan baik-baik saja. Acara pemakaman sang Mama baru saja selesai, sedangkan Papa Si Kembar masih terbaring koma di rumah sakit.Se

  • Alaistar's Way To Ari   (17) You Are Getting Further Away

    "Sekarang gue tahu kenapa di lapangan tadi bisa ramai banget seperti itu. Penggemarnya Yovan pasti sudah tahu kalau Yovan mau ke sana. Tapi yang membuat gue terkejut adalah Yovan sama sekali enggak bermain futsal dan ke sana hanya untuk menjemput Ryan," jelas David.David melemparkan sekaleng minuman dingin ke arah Alaistar yang langsung dengan sigap di raih oleh cowok itu. Melihat itu, David mendesah kecewa. ‘Seharusnya minuman itu jatuh tepat di atas kepala sahabatnya,’ batin David iseng."Bukankah Adrian pernah mengatakan kalau mereka memang berteman dekat? Gue pikir enggak ada yang salah dari menjemput teman dekat seperti itu,” ujar Alaistar sambil mengendikkan bahu.David melirik Alaistar dengan sinis. "Kita berteman dekat, tetapi lo enggak pernah sekali pun menjemput gue," ucap David.Alaistar mendengus. "Ah sudah lah. Apa pentingnya sih mengurus itu sekarang?""Lalu kita harus mengurus apa sekarang?" tanya David.Ala

  • Alaistar's Way To Ari   (16) Truth

    "Teman-teman mengajak kita bermain futsal jam 10 nanti. Ikut saja yuk," ajak David setelah membaca chat di ponselnya. Setiap akhir pekan, David rutin menginap di rumah Alaistar untuk bermain game seharian di sana. Sudah 5 ronde mereka selesaikan dan David mulai bosan. Ia butuh melakukan hal lain.Alaistar terlihat ragu. Ia merasa lelah dan ingin bergelung dalam selimut lalu tidur hingga esok hari. Namun di sisi lain, ia juga membutuhkan udara segar. Kepalanya terasa penat karena berada di ruangan tertutup terlalu lama."Ayo, daripada lo hanya berdiam di sini meratapi keychain hiu yang pemiliknya jelas-jelas sudah memblokir kontak Whatsapplo. Bukankah akan lebih baik kalau kitarefreshingterlebih dahulu? Setelah itu, kita cari cara untuk lo berkenalan dengan Ryan,” bujuk David. David sudah hafal betul apa yang akan dilakukan Alaistar saat sendirian dan cowok itu sudah muak melihat tingkah sahabatnya yan

  • Alaistar's Way To Ari   (15) His Star Pin

    Pagi itu, Kavin tidak muncul untuk mengantar Ariana ke sekolah seperti biasanya. Nampaknya, lelaki itu sedang berusaha menuruti permintaan Ariana. Berangkat ke sekolah tanpa Kavin memang terasa lebih sepi, tidak ada lagi yang mengganggunya dengan jokes ala bapak-bapak, menjahilinya, atau pun menertawakan kecerobohannya. Ya, ia harus mulai terbiasa tanpa kehadiran Kavin di sisinya.Ariana kehilangan semangatnya untuk berangkat ke sekolah. Derap langkahnya nampak lesu dan tidak bertenaga. Yang Ariana inginkan sekarang adalah bergelung dalam selimutnya dan kembali ke alam mimpi. Setidaknya, di sana ia dapat memperoleh semua yang ia inginkan, berbeda 180 derajat dibandingkan dengan kenyataan yang ia alami.Kaki Ariana menendang setiap batu kerikil yang ia temui di jalan dan beberapa kali hampir terjatuh karenanya. Ariana tentu tidak menyadari ada sosok Kavin yang begitu was-was memperhatikan setiap gerak-geriknya dan menahan napas setiap kali gadis itu hampir terj

  • Alaistar's Way To Ari   (14) Ups, That Was So Close

    Sepulangnya Ryan, Ariana, dan Yovan dari Bandung, mereka kembali bersantai menikmati hari minggu yang tersisa di rumah si kembar. Sedangkan Kavin langsung mengantarkan Sisca pulang. Ryan dan Yovan tidak berniat menanyakan lebih jauh tentang permasalahan antara adik kesayangan mereka itu dengan Kavin. Raut wajah Ariana memancarkan perasaan sedih yang ditutupi dengan ekspresi dingin dari gadis itu. Ryan tidak ingin membuat adiknya lebih sedih lagi dengan kembali membahas apa yang sudah terjadi. Akan ada waktu di mana Ariana dapat bercerita padanya, yaitu saat gadis itu sudah bisa berdamai dengan suasana hatinya kini. Cowok itu memilih untuk membelikan Ariana berbagai jenis camilan yang disukai gadis itu, berharap bisa sedikit menghibur hati Ariana. Yovan yang dari awal memang tidak mengetahui perihal perasaan Ariana pada Kavin pun tidak memiliki petunjuk sedikit pun mengenai apa yang terjadi. Ia hanya menduga bahwa Ariana dan Kavin bertengkar hebat dan Ariana m

  • Alaistar's Way To Ari   (13) The Cold Shoulder

    Keesokkan harinya, Ryan, Ariana, Yovan, Kavin, dan Sisca bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Ryan dan Yovan sibuk memasukkan barang bawaan mereka ke bagasi, sedangkan Ariana masih mengemas barang-barangnya di kamar. Gadis itu terlambat bangun, padahal Ryan sudah berkali-kali mengguncang tubuh sang adik, tetapi tak ada respon. Ariana tidur layaknya orang pingsan. Hampir saja Ryan memanggil ambulance kalau saja adik kesayangannya itu tak kunjung bangun. Sebelum pergi ke parkiran depan, Ryan berpesan pada Ariana untuk menelfonnya jika gadis itu sudah selesai mengemas barang-barang agar Ryan bisa membawakan ransel gadis itu ke mobil. Akan tetapi, Ariana berinisiatif untuk membawa ransel itu sendiri, berikut dengan sebuah kotak berukuran besar berisi camilannya untuk ia konsumsi selama perjalanan pulang. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan hati-hati saat menuruni tangga. Akan tetapi, Kavin yang kebetulan baru keluar dari toilet pun buru-buru menahan tangan A

DMCA.com Protection Status