Share

(05) Am I Gay?

Author: the lost doremi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Semenjak pulang dari pencariannya akan si gadis berhoodie hiu, Alaistar lebih banyak diam dan berpikir. Tentunya berpikir apakah bisa hanya dalam waktu singkat, orientasi sex nya dapat berubah sedemikian rupa?

Alaistar yakin belum sampai 24 jam yang lalu, ia masih menyukai perempuan--yang ternyata adalah seorang laki-laki. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya selama 18 tahun hidup Alaistar, bahwa dirinya adalah seorang gay. Insiden ini benar-benar membuat Alaistar terguncang. Ia seolah kehilangan arah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Alaistar menimbang-nimbang dalam hati. ‘Apakah gue benar-benar seorang gay? Jika benar bahwa gue adalah seorang gay, apakah gue bisa menerima dengan lapang dada terkait orientasi seksual yang baru gue ketahui ini? Lalu, bagaimana respon keluarga dan teman-teman gue nanti? Apakah mereka semua dapat menerima jika gue adalah seorang gay?’ batin Alaistar.

Hembusan napas berat keluar dari bibir Alaistar. Cowok itu mengacak rambutnya dengan frustasi. ‘Apa yang harus gue lakukan?’ batinnya. Alaistar terdiam dengan tatapan mata kosong. Alaistar menimbang-nimbang langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

David yang saat itu sedang berdiri di samping Alaistar merasa heran karena belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut cowok itu sejak tadi. Berubahnya Alaistar menjadi pendiam membuat David khawatir. Tidak biasanya Alaistar bersikap seperti itu.

"Apa saat ini lo baik-baik saja?" Tanya David pada sahabatnya yang sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi, namun karena gerakan Alaistar yang sangat lesu dan lambat membuat cowok itu tak kunjung selesai merapikan buku-buku tersebut.

Alaistar mengangguk pelan. Jemarinya masih sibuk memasukkan buku-bukunya. Namun, Alaistar menemukan benda asing yang tidak seharusnya ada di dalam ranselnya. Sebuah teropong berwarna hitam. "Apa yang akan lo lakukan dengan teropong itu? Untuk apa lo membawa teropong seperti itu ke sekolah?" Tanya David heran. Cowok itu menatap sahabatnya dengan janggal.

Teropong itu merupakan teropong milik sepupunya yang masih berusia 10 tahun. Sepupunya itu tidak menyadari jika mainan kesayangannya ini tertinggal di rumah Alaistar ketika berkunjung minggu lalu. Alaistar bahkan tidak bisa menemukan alasan yang tepat perihal mengapa teropong mainan itu dapat masuk ke dalam ransel sekolahnya.

Sebuah ide terlintas dalam benak Alaistar. Buru-buru, Alaistar mengecek kondisi teropong itu. Khawatir kalau-kalau teropong imitasi milik sepupunya sudah tidak berfungsi dengan baik.  “Hari ini gue akan berperan sebagai bajak laut,” jawab Alaistar penuh tekad.

David tidak pernah mengerti maksud dari ungkapan ‘bajak laut’ yang dilontarkan Alaistar. Bahkan, saat mereka tiba di SMA Pelita Bangsa. David hanya bisa menatap heran si sahabat yang memanjat pohon di dekat halte bus yang berseberangan persis dengan gerbang depan SMA Pelita Bangsa. Lalu dengan santainya, Alaistar duduk di atas sana sambil mengarahkan pandangannya ke arah gerbang masuk sekolah itu.

Alaistar memegang kuat-kuat dahan pohon yang ia duduki, sedangkan satu tangannya yang lain menggenggam teropong, mencoba menemukan sosok yang ia cari dari balik gerbang sekolah Pelita Bangsa yang menjulang tinggi.

Alaistar merasa dirinya perlu pembuktian lebih tentang orientasi sex yang ia miliki. Apakah ia benar-benar menyukai pria atau rasa ketertarikan yang ia miliki pada Ryan saat pertemuan pertama mereka adalah karena memang dirinya mengira kalau Ryan adalah perempuan.

"Apa sudah terlihat?" Tanya David yang sejak tadi setia menunggu di bawah pohon

"Belum. Apa jangan-jangan Ryan sudah pulang ya?"

"Mereka kan pulang 1 jam lebih lambat dari sekolah kita. Tunggu aja sebentar sampai enggak ada lagi murid-murid yang keluar gerbang."

Memang benar, saat gerbang sekolah mulai sepi, sosok Ryan mulai terlihat dalam teropong genggaman Alaistar. Ryan terlihat sedang berjalan bersama dua orang murid laki-laki lainnya. Jemari yang Alaistar gunakan untuk menggenggam dahan pohon, kini beralih ke dadanya. Alaistar mencoba menerka-nerka perasaan apa yang ia rasakan ketika melihat Ryan.

Tetapi anehnya, Alaistar tidak merasakan debaran yang sama seperti debaran yang pertama kali ia rasakan. Ia merasa biasa saja saat melihat Ryan. Namun setiap kali mengingat pertemuan pertamanya dengan si hoodie hiu, jantung Alaistar langsung berdegup kencang.

Apa-apaan ini?!

*****

Layaknya malam-malam sebelumnya, keluarga Alaistar makan malam bersama di rumah mereka. Keluarga kecil itu menyantap makanan mereka dalam diam, sampai sang kepala keluarga mulai membuka obrolan lebih dahulu. "Al, sudah sejauh mana persiapan kuliah kamu?" tanya sang Papa.

Alaistar menghela napas berat. Ia baru ingat ada hal yang lebih penting dibandingkan ‘perasaan anehnya’ saat ini. Alaistar seolah lupa kalau hari kelulusannya hanya tinggal 6 bulan lagi. 

"Alaistar masih menunggu pengumuman hasil seleksi masuk kampus jalur rapot, Pa. Kalau belum lolos, nanti Alaistar daftar ujian tertulisnya." Alaistar memang terkenal cerdas, ia selalu masuk ke peringkat 3 besar paralel sekolahnya meskipun tidak mengikuti bimbingan belajar mana pun. Ia hanya belajar dengan metode diskusi bersama David dan menyelesaikan soal latihan bersama. David pun tak kalah cerdas dan selalu berada di posisi 5 besar paralel.

Papa Alaistar mengangguk pelan. "Kamu harus mempersiapkannya dengan matang-matang. Azriel, selagi kamu di rumah, kamu bantu adikmu. Dia masih sangat buta dengan urusan perkuliahan."

"Iya, Pa. Nanti Azriel bantu." jawab Azriel. Azriel dan Alaistar terpaut usia 2 tahun. Kakak Alaistar itu memang jarang ada di rumah. Sang kakak memutuskan untuk sewa kos di sekitar kampus. Meskipun kampus Azriel juga di Jakarta, kegiatan kampus yang padat membuatnya enggan untuk harus bolak-balik kampus-rumah dan menerjang kemacetan setiap hari. Azriel biasanya akan pulang ke rumah dua minggu sekali dengan membawa segudang pakaian kotor, yang selalu dihadiahi oleh jitakan keras sang mama.

Ketika selesai makan malam, Alaistar masih terpaku di kursinya. Papa dan mamanya pergi ke ruang tengah untuk menonton televisi. Sebenarnya akhir-akhir ini Azriel bisa merasakan bahwa Alaistar bersikap aneh, tetapi belum memiliki waktu yang pas untuk bertanya langsung pada sang adik.  Namun sekarang ia rasa adalah waktu yang tepat untuk bertanya. "Apa lo lagi ada masalah?"

Alaistar masih terus menunduk sambil memainkan jarinya ke dinding gelas. "Enggak ada, Bang."

Azriel melihat adiknya sangsi. "Wajah lo terlihat lagi banyak masalah. Ada apa? Ceritakan saja ke gue. Lo mau persiapan kuliah, jangan sampai ada hal lain yang mengganggu fokus lo.”

Alaistar masih terlihat ragu. Ia menengok ke belakang, berjaga-jaga khawatir apabila ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Gue..."

"Enggak apa-apa. Katakan saja," kata Azriel enteng

"Hm, apa pendapat Bang Azriel tentang gay?"

Azriel menjadi bingung. "Kenapa tiba-tiba menanyakan itu? Gue kan tanya lo ada masalah apa. Kenapa lo malah balik nanya ke gue?"

"Masalahnya, hal itu yang lagi mengganggu pikiran gue, Bang."

"Apa maksud lo?" tanya Azriel. Dia masih asik menenggak jus jeruk buatan sang mama.

"Gue rasa.... gue gay."

Terkejut, Azriel refleks menyemburkan jus jeruk di mulutnya. Diiringi oleh suara pecahan gelas dari belakang punggung Alaistar. Tidak perlu menjadi cenayang untuk menebak siapa yang ada di belakang punggung Alaistar, karena rumah itu hanya diisi oleh Alaistar, Azriel, dan kedua orang tuanya. Alaistar terlalu takut untuk menoleh dan melihat asal suara pecahan gelas tersebut.

"Apa?! Gay?!"

Seumur hidupnya, Alaistar tidak pernah merasa takut lebih dari yang ia rasakan hari ini.

To Be Continued

Related chapters

  • Alaistar's Way To Ari   (06) Another Romeo Story

    Alaistar kini duduk bersimpuh di lantai sambil terus menunduk. Ia sangat takut sekarang. Ia bahkan tidak berani menatap kedua orang tuanya yang duduk di sofa, melihatnya dengan rasa kecewa dan amarah yang sulit dibendung. Alasan lain adalah karena mamanya tidak berhenti menangis sejak tadi dan Alaistar sangat tidak tega melihatnya."Katakan pada kami, siapa pacar gay mu?!" bentak Papa Alaistar"Alaistar enggak berpacaran dengan cowok, Pa," jawab Alaistar takut-takut"Lalu apa maksudmu mengatakan kalau kamu itu gay?!"Terlalu banyak emosi yang ingin meluap, Alaistar bahkan tidak sadar ketika dirinya menangis. "Alaistar... Alaistar suka sama cowok, Pa." ujarnya sambil sesenggukan. Perasaan lelah, kesal, marah, sedih, dan bingung berkumpul menjadi satu. Selama ini, Alaistar tidak pernah berpikir bahwa dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Bahkan saat ini pun, ia masih ragu dan terus menerka-nerka tentang perasaannya. Namun yang ia yakini sekarang adal

  • Alaistar's Way To Ari   (07) Strange

    Layaknya rutinitas Ariana, Ryan, dan Yovan di hari sabtu, ketiganya kini sedang menikmati hari libur di ruang tamu rumah si kembar. Ariana bermain gitar sambil bersenandung, sedangkan Ryan dan Yovan asyik bermain game. Ketika ronde ketiga game mereka selesai, Ryan dan Yovan bermaksud istirahat sejenak dan membeli camilan saat suara notifikasi ponsel Ryan berbunyi.Yovan meraih ponsel kekasihnya itu dan mengernyit ketika membaca chat yang masuk dari nomor tidak dikenal. "Hai Ryan, gue Alaistar. Salam Kenal." Jarinya menekan layar, mencoba melihat foto profil orang asing tersebut lalu berdecak. Foto profil cowok itu hanya berupa siluet hitam saja. Akan tetapi, dilihat dari nama dan siluet tersebut, sudah jelas bahwa orang ini adalah laki-laki."Ryan! Siapa cowok ini? Untuk apa dia mengajak lo berkenalan?! Lo pernah bertemu dia sebelumnya?" bentak Yovan. Cowok itu sangat murka. Berani-beraninya ada orang asing yang mencoba mendekati kekasih tamp

  • Alaistar's Way To Ari   (08) There Is A Spy Between Us

    Ryan memandang ke luar jendela kelas, kedua matanya menangkap sosok Kavin yang tengah berlari sekuat tenaga menuju gerbang sekolah yang sebentar lagi tertutup. Satu menit lagi bel masuk berbunyi. Tidak biasanya Kavin terlambat ke sekolah. Biasanya, Kavin akan selalu berangkat jauh lebih awal agar dapat mengantar Ariana ke sekolah, setelahnya baru cowok itu beralih menuju SMA Pelita Bangsa. Namun sayangnya, hari ini Kavin terlambat bangun tidur. Ia bahkan tidak sempat menjemput Ariana hingga akhirnya harus merelakan gadis itu berangkat sekolah tanpa dirinya.Kavin masuk ke kelas dalam keadaan keringat bercucuran, rambut lepek, dan napas yang terengah-engah. Tubuh Kavin memang tidak bugar, ia jarang berolahraga dan lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain game dan menonton film. Cowok itu melemparkan tubuhnya ke kursi dan menatap Ryan yang duduk di sebelahnya masih dengan napas terengah-engah.“Adik lo…. Udah.. berangkat?” tanya Kavin

  • Alaistar's Way To Ari   (09) A Getaway Night

    Yovan, Ryan, dan Kavin lebih suka berangkat dan pulang sekolah menggunakan bus. Mereka memang terbiasa dengan gaya hidup sederhana dan mandiri, terlepas dari kekayaan orang tua mereka. Sepanjang perjalanan pulang, Ryan dan Yovan sibuk bertanding game, sedangkan Kavin berbincang dengan kekasihnya melalui telfon. Hari itu adalah hari Jumat dan mereka bermaksud mampir ke sekolah Ariana dan mengajaknya kuliner malam. Ariana ada ekskul musik hari itu, sehingga harus pulang terlambat.Hari mulai gelap, Ryan, Yovan, dan Kavin memilih menunggu Ariana di depan ruang latihan musik. Ketiganya duduk selonjoran di lantai dan masih tetap fokus dengan kegiatan mereka masing-masing. Volume suara panggilan di ponsel Kavin cukup keras walaupun cowok itu tidak menggunakan mode speaker, sehingga sejak tadi Ryan dan Yovan seolah menguping pembicaraan pasangan kekasih itu.“Memangn

  • Alaistar's Way To Ari   (10) It's a Holiday Time!

    “Lain kali kita order makanan via online aja deh. Gue enggak suka banget kalau ada paparazi kayak tadi,” keluh Yovan ketika mengingat insiden yang ia alami saat di restoran tadi. Cowok itu menghempaskan tubuhnya ke sofa besar di ruang tamu Si Kembar. Mereka baru saja pulang dari acara kuliner malam mereka yang melelahkan sekaligus mengenyangkan.Ariana menatap Yovan dengan bingung. “Paparazi? Kapan ada Paparazi?” Gadis itu kini berbaring di sofa panjang, dan meletakkan kedua kakinya di atas paha Ryan.“Sewaktu kamu pergi ke toilet,” jawabnya.Ariana terkekeh pelan. “Namanya juga makan bareng sama selebgram. Pasti ada aja yang begitu.”Yovan mendengus. Cowok itu senang atas kepopulerannya di media sosial, ia juga senang karena banyak orang yang menyukai permainan gitarnya yang ia posting di sana. Namun, ia merasa risih jika ada orang asing yang mengusik kehidupan pribadinya.Jauh sebe

  • Alaistar's Way To Ari   (11) BBQ, Are You Up for It?

    Yovan dan Ryan yang duduk di kursi depan tak henti-hentinya menghela napas berat, mencoba menenangkan diri mereka dan menahan amarah yang sejak tadi ingin membuncah keluar. Tak lama dari itu, Ariana muncul dan bermaksud untuk duduk di kursi tengah seperti semula, namun dibuat terkejut ketika menemukan sosok Sisca yang sedang duduk anteng di sana sembari memeluk erat lengan Kavin.“Hai Ari. Lo mau duduk di sini? Kayaknya enggak akan muat deh, bagaimana kalau lo duduk di kursi belakang aja?” tanya Sisca.Ariana dibuat speechless dengan perkataan Sisca barusan. Ia refleks melirik ke arah kursi belakang yang setengah bagiannya sudah penuh dengan barang bawaan mereka yang tak muat di bagasi. Ia memang akan muat untuk duduk di sana, tapi… apa gadis ini sudah gila?‘Cewek ini benar-benar,’ batinnya. Ia sangat ingin meneriaki Sisca, namun masih merasa tak enak dengan Kavin. Ia takut akan menyakiti perasaan Kavin jika ia melakukan

  • Alaistar's Way To Ari   (12) Untold Memories

    Ariana terbangun di tengah malam. Gadis itu susah tidur. Ia menyesal karena tertidur sepanjang perjalanannya tadi. Alhasil ia jadi tidak mengantuk sekarang. Ariana melirik ke arah Ryan, cowok itu sudah tertidur lelap. Bahkan Ariana bisa mendengar samar-samar dengkuran Ryan. Tak ingin mengganggu sang kakak, gadis itu pun meraih gitarnya dan beranjak menuju halaman belakang. Tak lupa ia membawa Cloudy untuk menemaninya. Ariana sangat menyukai bermain gitar di bawah bintang-bintang seperti ini. Menenangkan, menurutnya.Malam sudah menunjukkan pukul 3 pagi dan udara kini menjadi sangat dingin. Ariana mengeratkan sweater yang ia kenakan dan duduk di sebuah bangku panjang. Ariana mendongak ke langit. Malam ini, langit begitu cerah sehingga gadis itu bisa melihat kilauan bintang-bintang dengan sangat jelas. Ariana sangat menyukai bermain gitar di bawah bintang-bintang seperti ini. Menenangkan, menurutnya.Ariana masih asyik bersenandung dan tidak sadar ketika k

  • Alaistar's Way To Ari   (13) The Cold Shoulder

    Keesokkan harinya, Ryan, Ariana, Yovan, Kavin, dan Sisca bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Ryan dan Yovan sibuk memasukkan barang bawaan mereka ke bagasi, sedangkan Ariana masih mengemas barang-barangnya di kamar. Gadis itu terlambat bangun, padahal Ryan sudah berkali-kali mengguncang tubuh sang adik, tetapi tak ada respon. Ariana tidur layaknya orang pingsan. Hampir saja Ryan memanggil ambulance kalau saja adik kesayangannya itu tak kunjung bangun. Sebelum pergi ke parkiran depan, Ryan berpesan pada Ariana untuk menelfonnya jika gadis itu sudah selesai mengemas barang-barang agar Ryan bisa membawakan ransel gadis itu ke mobil. Akan tetapi, Ariana berinisiatif untuk membawa ransel itu sendiri, berikut dengan sebuah kotak berukuran besar berisi camilannya untuk ia konsumsi selama perjalanan pulang. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan hati-hati saat menuruni tangga. Akan tetapi, Kavin yang kebetulan baru keluar dari toilet pun buru-buru menahan tangan A

Latest chapter

  • Alaistar's Way To Ari   (21) Choices

    Sudah dua minggu Yovan dan Kavin menemani Si Kembar di Singapura. Kedua cowok itu harus segera pulang ke Jakarta dan kembali menjalani rutinitas mereka seperti sedia kala. Yovan harus segera mengikuti kelas persiapan ujian kelulusan, sedangkan Kavin pun harus kembali berkutat dengan pelajaran sekolahnya yang selama dua minggu ini terbengkalai.Hari itu, Ryan dan Ariana memutuskan untuk mengantar kepergian Yovan dan Kavin hingga ke bandara. Beberapa menit sebelum keberangkatan, keempat sahabat itu berpamitan dengan suasana sendu. Perpisahan antara Ryan dan Yovan tergolong singkat jika dibandingkan dengan perpisahan Yovan dan Ariana. Hanya dengan pelukan singkat dan tepukan di punggung Ryan, lalu Yovan langsung beralih ke Ariana. Kavin sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Yovan memang termasuk tipe tsundere. Cowok itu tidak begitu suka memperlihatkan kemesraan di depan umum. Akan tetapi ketika hanya berdua dengan sang kekasih, akan berbeda lagi ceritanya.Yov

  • Alaistar's Way To Ari   (20) The New Feelings

    Ryan memasuki ruang perawatan papanya dengan perasaan kesal. Hatinya masih menahan amarah karena perkataan Kavin di cafetaria tadi. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Kavin. Bagaimana bisa cowok itu mengatakan bahwa dirinya dapat membahagiakan Ariana di saat cowok itu masih berhubungan dengan Sisca? Ryan tahu dengan jelas apa maksud tersirat di balik perkataan Kavin tersebut. Dan Ryan tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak di saat Kavin sendiri masih gamang terhadap perasaannya. Ia tidak ingin Ariana kembali terluka.Ryan menghempaskan tubuhnya di samping Ariana yang tengah sibuk dengan ponselnya. “Kenapa kamu belum makan?” tanya Ryan saat melihat kotak makanan yang ia bawa tadi masih terisi penuh tak tersentuh.Ariana mengalihkan pandangannya ke arah Ryan. “Aku menunggu Kak Ryan. Lebih enak kalau kita makan bersama.”Ryan tersenyum tipis. “Ayo kita makan,” kata Ryan. Cowok itu membantu sang adik membuka kotak

  • Alaistar's Way To Ari   (19) The Memories Have Been Told

    “Sebenarnya, apa yang telah terjadi antara lo dengan Ariana?” Satu kalimat yang keluar dari bibir Yovan itu cukup untuk membuat Kavin bungkam, tak tahu harus menjawab apa.Kavin merasa dilema. Ketika dirinya mengingat kejadian malam saat mereka berlibur ke Bandung, Ia tahu dengan jelas bahwa ia harus menuruti keinginan Ariana untuk tidak menceritakan kejadian malam itu kepada siapa pun. Akan tetapi, saat ini dirinya merasa tidak sanggup untuk memendam semuanya sendirian. Ia butuh meluapkan isi hatinya, tentunya ke orang yang dapat ia percaya. Dan menurut Kavin, Yovan pun tak masalah.Saat Kavin mengatakan ingin berbicara di tempat yang lebih privasi, cowok itu tidak tahu kalau Yovan akan turut mengajak Ryan. Cowok itu merasa salah langkah karena melupakan bahwa jika dianalogikan, maka Yovan dan Ryan adalah layaknya sendok dan garpu yang akan selalu berdampingan dan ikut serta ke mana pun salah satunya pergi. Kavin mengacak rambutnya dengan gusar saat meliha

  • Alaistar's Way To Ari   (18) Reduce to Tears

    Ariana, Ryan, Yovan, dan Kavin panik bukan main saat menerima kabar bahwa kedua orang tua Si Kembar mengalami kecelakaan lalu lintas dan langsung memesan penerbangan tercepat ke Singapura. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh keluarga Adhiatama itu jika acara liburan kedua orang tuanya akan berubah menjadi musibah, terlebih lagi di perayaan anniversary keduanya.Ariana dan Ryan sangat terguncang ketika mendapat kabar bahwa kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Terlebih lagi saat Si Kembar, Yovan, dan Kavin tiba di Singapura, mereka harus dikejutkan kembali dengan kabar bahwa nyawa sang mama tidak bisa diselamatkan.Ariana sangat terpukul. Gadis itu tak henti-hentinya menangis. Ryan yang sama terpukulnya dengan Ariana, harus berperan menjadi sosok yang lebih kuat untuk menjaga adiknya, meyakinkan Ariana bahwa semuanya akan baik-baik saja. Acara pemakaman sang Mama baru saja selesai, sedangkan Papa Si Kembar masih terbaring koma di rumah sakit.Se

  • Alaistar's Way To Ari   (17) You Are Getting Further Away

    "Sekarang gue tahu kenapa di lapangan tadi bisa ramai banget seperti itu. Penggemarnya Yovan pasti sudah tahu kalau Yovan mau ke sana. Tapi yang membuat gue terkejut adalah Yovan sama sekali enggak bermain futsal dan ke sana hanya untuk menjemput Ryan," jelas David.David melemparkan sekaleng minuman dingin ke arah Alaistar yang langsung dengan sigap di raih oleh cowok itu. Melihat itu, David mendesah kecewa. ‘Seharusnya minuman itu jatuh tepat di atas kepala sahabatnya,’ batin David iseng."Bukankah Adrian pernah mengatakan kalau mereka memang berteman dekat? Gue pikir enggak ada yang salah dari menjemput teman dekat seperti itu,” ujar Alaistar sambil mengendikkan bahu.David melirik Alaistar dengan sinis. "Kita berteman dekat, tetapi lo enggak pernah sekali pun menjemput gue," ucap David.Alaistar mendengus. "Ah sudah lah. Apa pentingnya sih mengurus itu sekarang?""Lalu kita harus mengurus apa sekarang?" tanya David.Ala

  • Alaistar's Way To Ari   (16) Truth

    "Teman-teman mengajak kita bermain futsal jam 10 nanti. Ikut saja yuk," ajak David setelah membaca chat di ponselnya. Setiap akhir pekan, David rutin menginap di rumah Alaistar untuk bermain game seharian di sana. Sudah 5 ronde mereka selesaikan dan David mulai bosan. Ia butuh melakukan hal lain.Alaistar terlihat ragu. Ia merasa lelah dan ingin bergelung dalam selimut lalu tidur hingga esok hari. Namun di sisi lain, ia juga membutuhkan udara segar. Kepalanya terasa penat karena berada di ruangan tertutup terlalu lama."Ayo, daripada lo hanya berdiam di sini meratapi keychain hiu yang pemiliknya jelas-jelas sudah memblokir kontak Whatsapplo. Bukankah akan lebih baik kalau kitarefreshingterlebih dahulu? Setelah itu, kita cari cara untuk lo berkenalan dengan Ryan,” bujuk David. David sudah hafal betul apa yang akan dilakukan Alaistar saat sendirian dan cowok itu sudah muak melihat tingkah sahabatnya yan

  • Alaistar's Way To Ari   (15) His Star Pin

    Pagi itu, Kavin tidak muncul untuk mengantar Ariana ke sekolah seperti biasanya. Nampaknya, lelaki itu sedang berusaha menuruti permintaan Ariana. Berangkat ke sekolah tanpa Kavin memang terasa lebih sepi, tidak ada lagi yang mengganggunya dengan jokes ala bapak-bapak, menjahilinya, atau pun menertawakan kecerobohannya. Ya, ia harus mulai terbiasa tanpa kehadiran Kavin di sisinya.Ariana kehilangan semangatnya untuk berangkat ke sekolah. Derap langkahnya nampak lesu dan tidak bertenaga. Yang Ariana inginkan sekarang adalah bergelung dalam selimutnya dan kembali ke alam mimpi. Setidaknya, di sana ia dapat memperoleh semua yang ia inginkan, berbeda 180 derajat dibandingkan dengan kenyataan yang ia alami.Kaki Ariana menendang setiap batu kerikil yang ia temui di jalan dan beberapa kali hampir terjatuh karenanya. Ariana tentu tidak menyadari ada sosok Kavin yang begitu was-was memperhatikan setiap gerak-geriknya dan menahan napas setiap kali gadis itu hampir terj

  • Alaistar's Way To Ari   (14) Ups, That Was So Close

    Sepulangnya Ryan, Ariana, dan Yovan dari Bandung, mereka kembali bersantai menikmati hari minggu yang tersisa di rumah si kembar. Sedangkan Kavin langsung mengantarkan Sisca pulang. Ryan dan Yovan tidak berniat menanyakan lebih jauh tentang permasalahan antara adik kesayangan mereka itu dengan Kavin. Raut wajah Ariana memancarkan perasaan sedih yang ditutupi dengan ekspresi dingin dari gadis itu. Ryan tidak ingin membuat adiknya lebih sedih lagi dengan kembali membahas apa yang sudah terjadi. Akan ada waktu di mana Ariana dapat bercerita padanya, yaitu saat gadis itu sudah bisa berdamai dengan suasana hatinya kini. Cowok itu memilih untuk membelikan Ariana berbagai jenis camilan yang disukai gadis itu, berharap bisa sedikit menghibur hati Ariana. Yovan yang dari awal memang tidak mengetahui perihal perasaan Ariana pada Kavin pun tidak memiliki petunjuk sedikit pun mengenai apa yang terjadi. Ia hanya menduga bahwa Ariana dan Kavin bertengkar hebat dan Ariana m

  • Alaistar's Way To Ari   (13) The Cold Shoulder

    Keesokkan harinya, Ryan, Ariana, Yovan, Kavin, dan Sisca bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Ryan dan Yovan sibuk memasukkan barang bawaan mereka ke bagasi, sedangkan Ariana masih mengemas barang-barangnya di kamar. Gadis itu terlambat bangun, padahal Ryan sudah berkali-kali mengguncang tubuh sang adik, tetapi tak ada respon. Ariana tidur layaknya orang pingsan. Hampir saja Ryan memanggil ambulance kalau saja adik kesayangannya itu tak kunjung bangun. Sebelum pergi ke parkiran depan, Ryan berpesan pada Ariana untuk menelfonnya jika gadis itu sudah selesai mengemas barang-barang agar Ryan bisa membawakan ransel gadis itu ke mobil. Akan tetapi, Ariana berinisiatif untuk membawa ransel itu sendiri, berikut dengan sebuah kotak berukuran besar berisi camilannya untuk ia konsumsi selama perjalanan pulang. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan hati-hati saat menuruni tangga. Akan tetapi, Kavin yang kebetulan baru keluar dari toilet pun buru-buru menahan tangan A

DMCA.com Protection Status