Share

Bab 2

Saat Fandy keluar lagi, keenam seniornya sudah pergi. Mungkin setelah Fandy pergi dari sini, mereka tidak akan tinggal di Desa Persik lagi.

Kepikiran akan hal ini, Fandy pun marah. Tiga tahun lalu, guru membawanya kemari, lalu gurunya menghilang begitu saja, bisa dibilang sangat tidak bertanggung jawab.

Tok, tok, tok!

Terdengar suara pintu, Fandy pun menengadahkan kepalanya, lalu dia melihat ada beberapa orang asing berdiri di depan pintu. Meski pintu terbuka, mereka tidak masuk, bisa dibilang mereka sangat sopan santun.

Setelah berjalan ke sana, dia melihat ada beberapa Mercedes Benz G yang diparkir di luar Helty, bisa dipastikan mereka adalah orang kaya.

"Maaf, apa Master Medis tinggal di sini?"

Orang yang memimpin adalah seorang pria paruh baya berkacamata emas, dia terlihat sangat berpendidikan.

"Master Medis meninggalkan tempat ini sudah tiga tahun."

Setelah mendapat jawaban ini, pria paruh baya itu terlihat kecewa. Master Medis adalah legenda di Negara Limas, tapi satu-satunya harapan itu sudah pergi.

Di sebelah pria itu ada seorang wanita cantik yang mengenakan jumpsuit hitam, dia mengeluarkan kartu hitam putih dengan kesal, lalu membuangnya ke lantai.

"Ayah, aku sudah bilang padamu, Kartu Kehidupan itu nggak benar, apa kamu masih nggak percaya?"

Kartu Kehidupan? Fandy berlutut untuk mengambil kartu yang sudah diinjak hingga berdebu.

Setelah dia periksa, dia baru berkata.

"Ini memang Kartu Kehidupan, siapa yang sakit?"

Kartu Kehidupan ada sembilan, semua ini diberikan oleh gurunya. Tidak peduli siapa yang dapat, menggunakan cara apa, asal mereka menunjukkan ini, mereka bisa membiarkan Master Medis mengobatinya. Fandy sebagai muridnya tentu saja tahu aturan ini.

"Nak, Nak, apa kamu tahu di mana Master Medis?"

Muncul harapan di mata pria paruh baya, wanita itu juga menoleh ke sana.

"Aku nggak tahu di mana dia, tapi karena kalian telah mengeluarkan Kartu Kehidupan, aku bisa membantu kalian."

Berdasarkan penyampaian guru, dia tidak boleh memberi tahu orang lain tentang dirinya adalah muridnya, jadi hanya bisa berkata begini.

"Kamu? Ayah, ayo kita pergi. Ekspektasi makin besar, kekecewaan makin besar."

Wanita yang berbalik badan ditarik ayahnya.

"Claire, kakekmu sudah sekarat. Kalau dia bilang dia bisa, kenapa kita nggak mencoba? Dia saja kenal dengan Kartu Kehidupan ini, tentu saja bukan orang sederhana."

Wanita yang bernama Claire menunjukkan ekspresi menghina.

"Dia mau menolong kakek? Ayah, menurutku kamu sudah gila! Berapa umurnya? Meski dia sejak kandungan belajar medis, emang bisa apa?"

Fandy mengerutkan alisnya, asal orang itu menunjukkan Kartu Kehidupan, dia pasti akan membantu. Namun, wanita ini terus-menerus menghinanya, hal ini tentu membuatnya tidak senang.

Untungnya, Fandy yang menoleh melihat ada mobil ambulans di belakang mobil mewah itu.

"Apa orang di dalam ambulans adalah kakekmu? Setelah matahari terbenam, dia akan memuntahkan darah setiap satu jam, lalu sesak selama lima menit, baru kembali normal. Setelah tiga kali, dia akan memuntahkan darah berwarna hitam."

"0819xxxxxxxx, ini nomor teleponku. Setelah kalian memutuskan, boleh hubungi aku lagi."

Dia memang bisa menyelamatkan orang itu, tapi bukan dengan cara merendahkan diri.

Melihat Fandy yang pergi, Claire tampak lebih kesal.

"Dokter desa dari mana dia? Sungguh nggak tahu malu. Mungkin melihat kita ke sini naik mobil mewah, jadi ingin dapat uang."

Pria paruh baya itu tak berdaya, bahkan tidak berkata banyak. Namun, dia sudah ingat nomor telepon yang dibilang Fandy. Mungkin ini akan menjadi sebuah harapan.

Saat ini, ponsel Claire berdering. Setelah dia dengar, matanya langsung membelalak.

"Ayah, cepat pulang! Kak Louis berhasil mengundang Dokter Felix ke Kota Valencia."

Apa?! Dokter yang masuk ke sepuluh perangkat terhebat di Negara Limas, Felix? Bagus sekali, kali ini ayahnya pasti bisa sembuh.

Pukul lima sore, Fandy sudah sampai di tempat tinggal Fitri yang berada di Kota Valencia. Fandy langsung menuju ke alamat yang ditulis di surat pernikahan tanpa berhenti.

Meski dia tidak suka dengan Fitri, dia merasa harus mengikuti perintah guru. Semuanya harus menunggu keputusan kakeknya Fitri, Tuan Besar Rick.

Setelah memberi beberapa ratus ribu untuk satpam, Fandy masuk ke Komunitas Golden Bay dengan lancar. Mungkin ini salah satu perumahan terkaya di Kota Valencia. Namun, tiga tahun yang lalu, di saat dia meninggalkan Kota Valencia, tempat ini masih belum ada.

Setelah tiba di vila nomor delapan, dia melihat pintu halaman terbuka, bisa dipastikan kalau pemilik rumah ini sangat percaya dengan keamanan di sini.

Setelah menekan bel, seorang wanita muncul.

Rambut yang pendek, kulit yang putih, lihat sekali saja sudah membuat orang susah melupakannya. Bisa dibilang wajahnya yang sangat cantik itu bisa dibandingkan dengan para seniornya.

Wanita itu mengenakan seragam militer, sepertinya berencana keluar.

"Siapa kamu?"

"Namaku, Fandy. Apa kamu adalah Fitri?"

Fandy? Ekspresi wanita itu langsung berubah, lalu segera minggir.

"Masuklah."

Setelah duduk di ruang tamu, wanita itu berkata.

"Aku memang Fitri, apa surat yang kukirim kurang jelas?"

Ekspresi Fitri sangat dingin, bahkan menunjukkan rasa benci dari matanya.

"Sudah jelas, tapi guruku terus mengingatkanku kalau pernikahan ini diputuskan oleh Tuan Besar Rick, kamu nggak ada hak."

Setelah mendengar kata itu, Fitri terdiam sejenak, lalu tertawa.

"Apa yang kamu katakan? Aku ini Dewi Perang di Negara Limas, kamu hanya dokter di klinik desa, bisa-bisanya bilang aku nggak ada hak?! Menurutku, kamu sudah lama di sana, jadi sudah keluar dari lingkungan realitas ini."

Fandy tahu wanita ini sangat sombong, tapi dia tidak peduli.

"Di mana Tuan Besar Rick?"

Fitri juga duduk.

"Aku membiarmu masuk karena melihat muka kakekku! Jadi orang jangan ambisius, perbedaanmu dan aku sangat jauh. Jangankan seumur hidup ini, bahkan beberapa kehidupan berikutnya juga nggak bisa mengejar langkahku."

Melihat Fandy tidak peduli, tatapan Fitri menjadi lebih dingin.

"Sepertinya surat nikahmu itu belum dirobek?"

Fandy menganggukkan kepalanya.

"Sudah kubilang kalau keputusannya di tangan Tuan Besar Rick."

Detik berikutnya, tangan kanan Fitri gemetar. Sebuah pistol pun muncul dan menghadap ke arah Fandy.

"Kamu kira kamu hebat? Sekarang robek surat pernikahan itu atau kumatikan kamu dengan alasan mencemari nama baikku."

"Pilihlah."

Ini pertama kali ditodong pistol, tapi Fandy tidak merasa takut karena dia bisa dalam waktu singkat menyelesaikan masalah ini.

"Mau kamu tembak atau nggak, surat pernikahan ini ditentukan oleh kakekmu."

"Kamu!"

Fitri sangat marah sambil melirik pria di depannya. Dia hanya berniat menakutinya, mana mungkin benaran menembaknya.

Surat pernikahan itu dikeluarkan orang tuanya setelah hari kedua dia menjabat posisi Dewi Perang.

Dia yang angkuh mana mungkin membiarkan orang lain memutuskan suaminya, apalagi dipilihkan pria biasa seperti Fandy.

"Baiklah! Mau bertemu kakekku, 'kan? Ikut aku."

Setelah sampai di lantai lima, Fandy melihat Tuan Besar Rick yang berbaring di tempat tidur.

"Dialah kakekku, setahun lalu, dia tiba-tiba pingsan, sampai sekarang belum bangun. Aku sudah mencari Dokter Felix yang hebat di kota ini, tapi nggak bisa menyelamatkannya. Jadi kamu nggak bisa mendengar keputusan darinya."

"Aku bisa memberimu martabat terakhir yaitu merobek surat pernikahan itu, lalu aku bisa membantumu sekali saja kalau kamu ada kesulitan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status