Share

Bab 10

Akhirnya Claire mengerti apa yang Felix katakan kepada Fandy sebelumnya tentang ada tokoh besar yang kakeknya membutuhkan bantuan. Ternyata yang disebut tokoh besar itu adalah Dewi Perang Fitri.

"Dewi Perang, bukannya aku nggak mau memberikannya kepadamu, tapi aku benar-benar nggak berani memberikannya kepadamu tanpa izin dari dokter genius. kamu juga pasti mengetahui tabiatnya dari Dokter Felix."

Orang-orang di dunia hanya akan berhubungan tidak lebih dari demi keuntungan. Fitri tidak mengharapkan sepatah kata pun darinya, tapi Claire menjelaskannya dengan jujur.

"Selama kamu memberitahuku, kelak masalah Keluarga Kintana akan menjadi masalahku."

Apa!? Claire langsung tercengang. Janji ini terlalu berharga hingga tak terlukiskan. Harus diketahui kalau orang di depannya adalah Dewi Perang pertama di Negara Limas yang memiliki kekuasaan tertinggi, lalu keluarganya benar-benar akan meningkat pesat.

Akan tetapi setelah memikirkan Fandy, hatinya terasa getir lagi.

"Maaf, Dewi Perang. Ini bukan masalah keuntungan. Kamu telah memintaku untuk membantumu. Selama aku bisa membantu, aku nggak akan menolak. Begini saja, aku bisa bertanya pada dokter genius itu untukmu. Kalah dia bersedia, aku akan memberikan informasi kontaknya padamu."

Intuisinya memberi tahu Claire kalau dia tidak boleh menyinggung perasaan Fandy. Meskipun itu karena Kartu Kehidupan, faktanya Fandy telah menyelamatkan kakeknya. Apa bedanya antara melakukan hal itu dengan tidak tahu berterima kasih?

Setelah semuanya sampai pada titik ini, tentu saja Fitri tidak akan memaksanya.

"Baiklah, kalau begitu terima kasih."

Sebenarnya sebagai Dewi Perang, dia memiliki banyak cara untuk mendapatkan informasi kontak dari dokter genius muda itu, seperti memeriksa catatan panggilan ponsel Claire atau mengirim orang untuk mengikutinya dan lain sebagainya.

Akan tetapi, akibat dari melakukan hal ini fatal. Dia tidak hanya tidak akan mendapatkan bantuan dari Claire, tetapi mungkin dokter genius muda yang pemarah itu juga akan meremehkannya.

Tidak ada pilihan selain menunggu.

Di sisi lain Fandy sedang duduk di mobil Chaesa lagi. Bagaimanapun, semalam Wildan telah berulang kali memberitahunya kalau hari ini mereka akan pergi ke pesta barbekyu.

"Fandy, dengarkan aku! Sesampainya di tempat temanku, jangan salahkan aku karena menghajarmu kalau kamu berani berpura-pura sok dan berbicara omong kosong lagi!"

Raut wajah Chaesa sangat jelek hingga tak terlukiskan. Kejadian di Bank Flag benar-benar membuatnya jijik. Kalau sampai di tempat dan Fandy terus berpura-pura seperti ini di hadapan teman-temannya, mukanya harus ditaruh di mana?

"Aku nggak berbohong, hanya saja kamu nggak mau menghabiskan sedikit waktu untuk mencari tahu kebenarannya."

Fandy tidak akan dengan sengaja berpura-pura atau menjelaskan apa pun kepada siapa pun, semuanya tergantung bagaimana orang lain melakukannya.

"Hehe."

Setelah mobil diparkir, Fandy keluar dari mobil dan mengamati sekitar. Ini mirip dengan sebuah vila kecil. Setiap bangunan berdiri sendiri dan lingkungannya cukup bagus. Ini jelas merupakan tempat bagi orang-orang kaya untuk bersenang-senang dan kemungkinan biaya untuk sehari jelas tidak rendah.

Setelah mengikuti Chaesa ke salah satu vila, sudah ada empat atau lima orang di dalam. Ada pria dan juga wanita. Wanita yang mereka temui di pintu Gedung Nasar juga ada di sana.

"Chaesa, akhirnya kamu datang juga. Ini Fandy yang kamu bicarakan, 'kan?"

Lucy berinisiatif mendekat sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Halo, namaku Lucy. Aku merasa agak nggak enak karena kamu membawakanku hadiah saat pertama kali kita bertemu. Tapi sebagai sahabat terbaik Chaesa, aku juga memang layak."

Begitu kata-kata ini terlontarkan, Fandy tahu Chaesa-lah yang telah mengatakan sesuatu. Dia sama sekali tidak mengatakan apa-apa tentang hadiah.

"Lucy, sudah waktunya kamu pergi ke dokter mata untuk pemeriksaan. Apakah bocah ini terlihat seperti membawa hadiah?"

Seorang pria muda datang dengan sebotol bir di tangannya, wajahnya penuh kesombongan.

"Fandy, 'kan? Karena kamu sudah keluar, jangan kembali setelah nggak bisa berkeliaran. Makan gratis bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan seorang pria. Misalnya, aku telah membuka beberapa klub malam tanpa bergantung pada orang tuaku. Inilah bagaimana perbedaan antara satu orang dengan orang lain bisa muncul, mengerti?"

Seorang pemuda bernama Yoshua berdiri tepat di samping Chaesa dan memeluk yang katanya Wildan adalah calon istri Fandy dengan provokatif.

"Cuma pria sepertiku yang layak untuk Chaesa. Sebaiknya kamu bermain di lumpur saja."

Sebelum datang, Fandy telah menduga situasi ini dan segera berkata.

"Kalian bersenang-senanglah sendiri, sebentar lagi aku akan pergi."

Fandy sudah memberi tahu Claire tentang tempat ini. Ketika mereka tiba, dia tentu saja akan pergi untuk membicarakan bisnis. Dia juga datang hanya demi Wildan.

Setidaknya menurut Chaesa, Fandy benar-benar terluka setelah dua pukulan telak. Itulah sebabnya pria itu duduk di sana dengan putus asa dan kegembiraan di hatinya perlahan meningkat.

"Lupakan dia, ayo kita bersenang-senang sendiri."

Lucy menatap Fandy dengan jijik, lalu berkata kepada Yoshua.

"Yoshua, kudengar kali ini kamu mengundang Kak Louis. Apakah dia benar-benar akan datang?"

Mata beberapa orang lainnya berbinar dan tentu saja mereka tahu yang dipanggil Kak Louis adalah Louis Tirtayasa, seorang anak kaya sejati di Kota Valencia dan satu tingkat di atas mereka.

Dunia memang seperti ini, bahkan orang kaya pun terbagi menjadi tiga tingkatan. Siapa yang tidak ingin mengenal orang dengan status lebih tinggi?

"Tentu saja, Kak Louis pasti akan setuju setelah aku membuka mulut. Sebentar lagi dia akan tiba."

Yoshua sombong. Melihat semua orang di kalangan ini, dialah satu-satunya yang bisa mengundang seseorang setingkat Kak Louis.

Benar saja, Chaesa bersandar di bahunya dengan wajah penuh kebahagiaan. Kemudian dia melihat ke arah Fandy yang duduk sendirian di sana. Mereka memang sama-sama pria, tetapi tidak ada yang bisa dibandingkan.

"Hei! Yoshua, kamu mengganti jam tanganmu lagi?"

Karena telah berjanji pada sahabatnya, mana mungkin Lucy tidak bekerja keras? Pada saat ini dia berteriak dengan cara yang berlebihan untuk memastikan Fandy di sana bisa mendengar dengan jelas.

"Omega, cuma untuk bersenang-senang. Harganya juga cuma beberapa ratus juta. Ini cuma barang kecil, untuk apa diributkan?"

Setelah mengatakan itu, Yoshua melihat Fandy tetap diam dan merasa apa yang dia lakukan sia-sia. Emosinya pun terpancing.

"Yang bernama Fandy itu, aku akan bermain denganmu. Kalau kamu memanggilku ayah, aku akan memberimu jam tangan ini. Bukankah itu kesepakatan yang bagus?"

Sudut bibir Chaesa agak terangkat dan dalam sekejap mata, Lucy buru-buru pergi ke sana untuk menarik Fandy.

"Cepatlah, Fandy! Itu Omega seharga ratusan juta, jam tangan mahal. Nggak masalah kalau kamu belum pernah mendengarnya. Kami nggak akan berbohong kepadamu. Di desa nggak ada toko ini."

Saat semua orang menonton, Fandy benar-benar berdiri. Semua orang juga diliputi rasa jijik. Orang miskin memang orang miskin. Bagaimana mereka bisa tetap duduk diam setelah mendengar jam tangan senilai ratusan juta bisa didapatkan secara gratis?

Melihat ini, Yoshua menjadi semakin senang.

"Benar, aku selalu menepati janjiku. Selama kamu memanggilku ayah, aku akan segera memberimu jam tangan senilai ratusan juta."

Fandy yang berjalan mendekat menatap Yoshua dan juga Chaesa yang memasang ekspresi jenaka dengan tenang.

"Menjadi orang baik baru bisa hidup lebih lama. Aku bisa mengabaikan penghinaan kalian, tapi masalah seperti ini sudah keterlaluan."

Segera, Fandy mengeluarkan ponsel dan membuka saldonya, kemudian mengarahkan layar ke Yoshua.

"Apa kamu pikir aku akan peduli dengan jam tangan ratusan juta usangmu itu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status