Suasana pagi di rumah keluarga Pak Aditya, hari ini cukup heboh. Karena Tara ikut membantu di dapur, menyiapkan sarapan untuk mertua juga suaminya. Pagi ini Tara memasak sop ayam, tahu goreng kremes dan balado telur puyuh dicampur kentang. Mama mertuanya hanya geleng-geleng melihat Tara begitu semangat memasak di dapur. Erik keluar dari kamarnya sudah rapi, hari ini pertama Erik ke kantor. Mamanya sampai melongo melihat tampilan Erik yang begitu gagah dan tampan.

Erik duduk di kursi kecil, matanya menatap penuh cinta ke arah dapur, dimana istrinya sangat cekatan menyiapkan sarapan.
"Kamu persis Papa, saat seusiamu, Rik, tampan!" puji Bu Erika mama Erik, sambil mengusap lengan kekar milik anak sulungnya. Erik menoleh, meluangkan senyum merekahnya pada Bu Erika.
"Kayaknya lebih tampan saya, Ma," sahut Erik sambil menyeringai.
"Ya Allah, ini Apih?" Tara menghampiri suaminya, memegang dagu suaminya. Menatap dengan intens.
"Apih, di kampung sam
Zaka pingsan, tubuhnya pucat seputih kapas. Tara berteriak memanggil pembantu dan juga ibu mertuanya."Ya Allah, Zaka!" pekik Bu Erika."Kita bawa ke rumah sakit, Ra," titah Bu Erika dengan wajah panik."Bibik, cepat panggil Mang Asep!" teriak Bu Erika pada pembantunya.Tak lama Mang Asep datang dengan tergopoh-gopoh, membawa Zaka masuk ke dalam mobil."Mama bisa anter Mas Zaka?" tanya Tara pada ibu mertua."Kalau kamu bersedia, kamu saja yang antar ya Ra. Mama tunggu di rumah, Mama akan hubungi Mei juga Erik, agar menyusul kamu ke rumah sakit."Tara mengangguk cepat."Mah, ada perasan ASI saya di kulkas, Ma," ucapnya pada Bu Erika sebelum akhirnya Tara menghilang dari balik pagar. Mang Asep mengendarai mobil dengan kecepatan cukup kencang."Hati-hati, Mang," ucap Tara."Baik, Non."Tak lama mereka sampai di rumah sakit, Mang Asep dibantu security yang sedang bertugas di depan UGD, mengang
Sudah tiga hari Zaka dirawat di rumah sakit, hanya dua hari Mei bisa menungguinya, karena Mei tiba-tiba juga tidak enak badan. Jadilah Arle yang menunggui Zaka sebelum akhirnya dokter memutuskan untuk memperbolehkan Zaka pulang."Udah dimasukkan semua baju Mas, Le?" tanya Zaka pada Arle yang tengah duduk di samping tas ransel milik Zaka. Sang adik hanya mengangguk."Mas mau gue anter ke rumah apa ke rumah mamah?" tanya Arle lagi. Kini ia berjalan mendekati Zaka."Ke rumah aja, kasian Mei juga lagi ga enak badan," sahut Zaka, sambil sesekali meringis memegangi perut."Oh gitu, bukannya harusnya kalian berdua ada di rumah Mama, lagi pada sakit gini, ga ada yang liatin lho." ucap Arle memberi saran pada Zaka. Kedua alis Zaka bertaut, tampak memikirkan kata-kata Arle."Mas pasti cepat pulih kalau di rumah Mama, kan ada Yusuf." Arle mengulum senyum. Zaka pun ikut tersenyum."Ya sudah, kita balik ke rumah Mama aja," sahut Zaka kemudian.
Pagi ini seperti biasa Tara membantu Mama dan Bibik di dapur, menyiapkan aneka menu sarapan. Yusuf berjemur dengan Apih Erik dan Fia bermain bersama Opa Adit. Dua hari sudah Zaka tidak menampakkan batang hidungnya di rumah orangtuanya, Bu Erika sempat menelpon dan menanyakan kabarnya, Zaka berkata kondisinya sudah membaik begitu juga dengan Mei."Hari ini kita ajak anak-anak main ke Seaworld yuk, Pa," ajak Bu Erika pada suaminya."Tara da anak-anak belum pernah kita ajak piknik Pah," ucap Bu Erika lagi pada suaminya, kini mereka tengah menikmati sarapan."Boleh," sahut Pak Aditya sambil tersenyum."Kita mau jalan-jalan ya, Opa?" tanya Fia senang."Iya, kita mau lihat aquarium raksasa. Banyak ikan-ikan besar disana, Fia mau, kan?" tanya Pak Aditya pada cucunya."Mau!" seru Fia dengan semangat. Erik hanya menanggapinya sambil tersenyum, memakan dengan lahap masakan istrinya."Apih sakit ya?" tanya Tara pada suaminya yang ter
Tara akhirnya pulang menggunakan taksi online yang dipesan oleh Zaka. Zaka juga meminta izin pada Erik, agar ia mengantar Tara ke bawah sampai naik ke dalam taksi. Zaka beralasan, mau memastikan Tara aman di dalam taksi online, Zaka juga berniat memotret supir taksi tersebut. Erik mengizinkan, Erik percaya pada Tara juga adiknya Zaka.Setelah cipika cipik lalu mengecup tipis bibir Erik, Tara pamit diikuti oleh Zaka, mereka berjalan beriringan."Aku senang kamu sudah bahagia, Ra," ucap Zaka membuka percakapan saat mereka tengah berada di dalam lift."Alhamdulillah, terimakasih, Mas," sahut Tara seadanya, sambil membenahi letak kerudungnya. Zaka memperhatikan dengan seksama, wajah Tara yang sangat manis saat ini. Betapa ia merasa bahagia, karena dari rahim Tara ia memperoleh keturunan. Yusuf yang sangat tampan, persis dirinya."Yusuf begitu mirip dengan saya, apakah...mmm...waktu itu kamu sangat mencintai saya?" tanya Zaka sangat hati-hati. Pertanyaan itu m
Didu tengah duduk di kantin kampusnya, perkuliahan semester tujuh ini menguras seluruh energi juga kantongnya. Sambil menyeruput cappucino dingin, pikirannya melayang akan sosok wanita yang berhasil membuat dirinya jatuh cinta. Andrea Meilisa. Senyumnya terbit manakala teringat wanita pujaannya sedang mengandung anaknya."Akhirnya gue jadi bapak muda," gumam Didu dalam hati."Wooy, bengong aja!" Arle menepuk pundak Didu, mengagetkan Didu dari lamunannya."Eh, ada tuan muda, tumben ke kantin. Biasanya bawa bekel," ledek Didu pada Arle."Kakak ipar gue gak masak hari ini, lagi nungguin abang gue di RS?""Abang lu dirawat?Abang lu yang Erik, kan?"Arle mengangguk."Gue mau cari istri kayak kakak ipar gue, montok, pandai memasak, subur, walaupun tidak cantik tapi tetap mempesona," puji Arle."Huust! kakak ipar lu woy, biasa aja mujinya!" Didu tertawa, Arle juga ikut tertawa."Ibu lu dah sehat, Du?""Udah, lagi pem
"Eh, Mas. K-kapan sampai?" Mei langsung tergagap, menghampiri Zaka yang tengah memandang kaget keduanya. Didu juga tak kalah kaget, segera pura-pura merapikan mangkuk bekas makan Mei barusan. Zaka bergeming, tak menyahuti Mei. Namun matanya tertuju pada Didu."Permisi, Pak. Saya mau kembali ke pantry," ucap Didu pelan, sambil menunduk. Satu tangan memegang alat pel, satunya lagi membawa mangkuk Mei tadi."Tunggu, saya belum selesai denganmu!" telunjuk Zaka menahan dada Didu, saat akan melewatinya. Wajah Didu menengang takut."Sssstt...aahh." Mei mendesis.Kedua lelaki itu menoleh."Kenapa, Ma?" tanya Zaka dengan wajah khawatir."Perut Mama sakit, Pa," rengek Mei, berakting sangat meyakinkan. Didu pun khawatir, namun Mei segera mengedipkan matanya, memberi kode pada Didu, agar segera keluar dari ruangannya. Lelaki muda itu segera keluar, tergesa menuju pantry.Setelah menenangkan Mei dan mengolesi minyak kayu putih pada perut istri
Selamat membaca.Jangan lupa mampir di cerita seru lainnya ya. 🥰"Terimakasih untuk pekerjaan dan tumpangannya, Mas Erik."Tara membaca pesan singkat yang ada di ponsel Erik. Namanya tidak ada, hanya nomor saja. Erik yang baru saja pulang dari kantor, langsung masuk kamar mandi. Sudah dua hari Erik memang pulang terlambat, namun dikarenakan pekerjaan di kantor yang semakin menumpuk. Tara menaruh kembali ponsel Erik, di atas meja riasnya. Lalu Tara mengambil baju kaos dan celana boxer dari dalam lemari, untuk suaminya. Sambil menunggu Erik selesai mandi, Tara bermain bersama Yusuf di atas ranjang. Bayi yang kini berusia delapan bulan itu, sangat lucu dan menggemaskan. Oh ya, sejak hari di mana Yusuf dirawat, Zaka sudah rutin menengok Yusuf dan mengajaknya bermain walaupun hanya satu jam setiap harinya. Bayi gembul itu selalu tersenyum ceria saat bersama Zaka maupun Erik.Erik keluar kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk coklat.
"Apiiihh!" teriak Tara dalam tidurnya. Matanya terbelalak kaget. Begitu juga Erik yang terlihat kaget ,dengan teriakan Tara.Huu...haa... "Astaghfirulloh...astaghfirulloh," lafadz Tara berulang kali. Nafasnya memburu dan jantungnya berdegub sangat kencang, mimpi itu bagaikan nyata."Ya Allah, Ma. Kenapa?" Erik mengusap punggung Tara dengan perlahan."Ya Allah, Apih." Tara memeluk Erik dengan kuat. Dan menangis tersedu."Mimpi apa, Ma?" tanya Erik sambil berbisik."Mimpi Apih selingkuh!""Astaghfirulloh, amit-amit ya Allah, Ma. Mimpinya nakutin." Erik terus mengusap punggung Tara. Erik menuangkan air ke dalam gelas, yang terletak di meja samping kasur. Lalu memberikannya pada Tara, menuangkannya ke dalam mulut Tara, lalu mengusap bibir Tara dengan lembut."Sudah kita tidur lagi yuk," ajak Erik kemudian, menarik lembut lengan Tara, agar kembali berbaring bersamanya."Apih, kita tahajjud dulu yuk, Ra takut."Erik mengulum senyum.