Sudah tiga hari Zaka dirawat di rumah sakit, hanya dua hari Mei bisa menungguinya, karena Mei tiba-tiba juga tidak enak badan. Jadilah Arle yang menunggui Zaka sebelum akhirnya dokter memutuskan untuk memperbolehkan Zaka pulang.
"Udah dimasukkan semua baju Mas, Le?" tanya Zaka pada Arle yang tengah duduk di samping tas ransel milik Zaka. Sang adik hanya mengangguk.
"Mas mau gue anter ke rumah apa ke rumah mamah?" tanya Arle lagi. Kini ia berjalan mendekati Zaka.
"Ke rumah aja, kasian Mei juga lagi ga enak badan," sahut Zaka, sambil sesekali meringis memegangi perut.
"Oh gitu, bukannya harusnya kalian berdua ada di rumah Mama, lagi pada sakit gini, ga ada yang liatin lho." ucap Arle memberi saran pada Zaka. Kedua alis Zaka bertaut, tampak memikirkan kata-kata Arle.
"Mas pasti cepat pulih kalau di rumah Mama, kan ada Yusuf." Arle mengulum senyum. Zaka pun ikut tersenyum.
"Ya sudah, kita balik ke rumah Mama aja," sahut Zaka kemudian.
Pagi ini seperti biasa Tara membantu Mama dan Bibik di dapur, menyiapkan aneka menu sarapan. Yusuf berjemur dengan Apih Erik dan Fia bermain bersama Opa Adit. Dua hari sudah Zaka tidak menampakkan batang hidungnya di rumah orangtuanya, Bu Erika sempat menelpon dan menanyakan kabarnya, Zaka berkata kondisinya sudah membaik begitu juga dengan Mei."Hari ini kita ajak anak-anak main ke Seaworld yuk, Pa," ajak Bu Erika pada suaminya."Tara da anak-anak belum pernah kita ajak piknik Pah," ucap Bu Erika lagi pada suaminya, kini mereka tengah menikmati sarapan."Boleh," sahut Pak Aditya sambil tersenyum."Kita mau jalan-jalan ya, Opa?" tanya Fia senang."Iya, kita mau lihat aquarium raksasa. Banyak ikan-ikan besar disana, Fia mau, kan?" tanya Pak Aditya pada cucunya."Mau!" seru Fia dengan semangat. Erik hanya menanggapinya sambil tersenyum, memakan dengan lahap masakan istrinya."Apih sakit ya?" tanya Tara pada suaminya yang ter
Tara akhirnya pulang menggunakan taksi online yang dipesan oleh Zaka. Zaka juga meminta izin pada Erik, agar ia mengantar Tara ke bawah sampai naik ke dalam taksi. Zaka beralasan, mau memastikan Tara aman di dalam taksi online, Zaka juga berniat memotret supir taksi tersebut. Erik mengizinkan, Erik percaya pada Tara juga adiknya Zaka.Setelah cipika cipik lalu mengecup tipis bibir Erik, Tara pamit diikuti oleh Zaka, mereka berjalan beriringan."Aku senang kamu sudah bahagia, Ra," ucap Zaka membuka percakapan saat mereka tengah berada di dalam lift."Alhamdulillah, terimakasih, Mas," sahut Tara seadanya, sambil membenahi letak kerudungnya. Zaka memperhatikan dengan seksama, wajah Tara yang sangat manis saat ini. Betapa ia merasa bahagia, karena dari rahim Tara ia memperoleh keturunan. Yusuf yang sangat tampan, persis dirinya."Yusuf begitu mirip dengan saya, apakah...mmm...waktu itu kamu sangat mencintai saya?" tanya Zaka sangat hati-hati. Pertanyaan itu m
Didu tengah duduk di kantin kampusnya, perkuliahan semester tujuh ini menguras seluruh energi juga kantongnya. Sambil menyeruput cappucino dingin, pikirannya melayang akan sosok wanita yang berhasil membuat dirinya jatuh cinta. Andrea Meilisa. Senyumnya terbit manakala teringat wanita pujaannya sedang mengandung anaknya."Akhirnya gue jadi bapak muda," gumam Didu dalam hati."Wooy, bengong aja!" Arle menepuk pundak Didu, mengagetkan Didu dari lamunannya."Eh, ada tuan muda, tumben ke kantin. Biasanya bawa bekel," ledek Didu pada Arle."Kakak ipar gue gak masak hari ini, lagi nungguin abang gue di RS?""Abang lu dirawat?Abang lu yang Erik, kan?"Arle mengangguk."Gue mau cari istri kayak kakak ipar gue, montok, pandai memasak, subur, walaupun tidak cantik tapi tetap mempesona," puji Arle."Huust! kakak ipar lu woy, biasa aja mujinya!" Didu tertawa, Arle juga ikut tertawa."Ibu lu dah sehat, Du?""Udah, lagi pem
"Eh, Mas. K-kapan sampai?" Mei langsung tergagap, menghampiri Zaka yang tengah memandang kaget keduanya. Didu juga tak kalah kaget, segera pura-pura merapikan mangkuk bekas makan Mei barusan. Zaka bergeming, tak menyahuti Mei. Namun matanya tertuju pada Didu."Permisi, Pak. Saya mau kembali ke pantry," ucap Didu pelan, sambil menunduk. Satu tangan memegang alat pel, satunya lagi membawa mangkuk Mei tadi."Tunggu, saya belum selesai denganmu!" telunjuk Zaka menahan dada Didu, saat akan melewatinya. Wajah Didu menengang takut."Sssstt...aahh." Mei mendesis.Kedua lelaki itu menoleh."Kenapa, Ma?" tanya Zaka dengan wajah khawatir."Perut Mama sakit, Pa," rengek Mei, berakting sangat meyakinkan. Didu pun khawatir, namun Mei segera mengedipkan matanya, memberi kode pada Didu, agar segera keluar dari ruangannya. Lelaki muda itu segera keluar, tergesa menuju pantry.Setelah menenangkan Mei dan mengolesi minyak kayu putih pada perut istri
Selamat membaca.Jangan lupa mampir di cerita seru lainnya ya. 🥰"Terimakasih untuk pekerjaan dan tumpangannya, Mas Erik."Tara membaca pesan singkat yang ada di ponsel Erik. Namanya tidak ada, hanya nomor saja. Erik yang baru saja pulang dari kantor, langsung masuk kamar mandi. Sudah dua hari Erik memang pulang terlambat, namun dikarenakan pekerjaan di kantor yang semakin menumpuk. Tara menaruh kembali ponsel Erik, di atas meja riasnya. Lalu Tara mengambil baju kaos dan celana boxer dari dalam lemari, untuk suaminya. Sambil menunggu Erik selesai mandi, Tara bermain bersama Yusuf di atas ranjang. Bayi yang kini berusia delapan bulan itu, sangat lucu dan menggemaskan. Oh ya, sejak hari di mana Yusuf dirawat, Zaka sudah rutin menengok Yusuf dan mengajaknya bermain walaupun hanya satu jam setiap harinya. Bayi gembul itu selalu tersenyum ceria saat bersama Zaka maupun Erik.Erik keluar kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk coklat.
"Apiiihh!" teriak Tara dalam tidurnya. Matanya terbelalak kaget. Begitu juga Erik yang terlihat kaget ,dengan teriakan Tara.Huu...haa... "Astaghfirulloh...astaghfirulloh," lafadz Tara berulang kali. Nafasnya memburu dan jantungnya berdegub sangat kencang, mimpi itu bagaikan nyata."Ya Allah, Ma. Kenapa?" Erik mengusap punggung Tara dengan perlahan."Ya Allah, Apih." Tara memeluk Erik dengan kuat. Dan menangis tersedu."Mimpi apa, Ma?" tanya Erik sambil berbisik."Mimpi Apih selingkuh!""Astaghfirulloh, amit-amit ya Allah, Ma. Mimpinya nakutin." Erik terus mengusap punggung Tara. Erik menuangkan air ke dalam gelas, yang terletak di meja samping kasur. Lalu memberikannya pada Tara, menuangkannya ke dalam mulut Tara, lalu mengusap bibir Tara dengan lembut."Sudah kita tidur lagi yuk," ajak Erik kemudian, menarik lembut lengan Tara, agar kembali berbaring bersamanya."Apih, kita tahajjud dulu yuk, Ra takut."Erik mengulum senyum.
Tara dan Arle sudah duduk di dalam ruangan Arle, Erik melanjutkan meetingnya bersama manager pemasaran dan jajarannya. Sedangkan Arle bermaksud mengerjakan kembali tugas yang diberikan Erik. Meskipun masih mengerjakan pekerjaan receh, namun sebagai salah satu anak pemilik perusahaan.Arle tetap memiliki ruangan sendiri yang cukup privasi, Arle juga memiliki seorang asisten yang membantunya. Tara sedikit gelisah menunggu Laras, masuk ke dalam ruangan Arle."Mbak jangan gugup dong, katanya jagoan," ledek Arle yang melihat Tara sedikit gugup, Arle kini sudah duduk di mejanya, sambil memandang laptopnya."Ish, orang ini kebelet pipis," sahut Tara sambil membenarkan duduknya. Arle terbahak. "Ya sudah sana ke toilet, tuh!" mata Arle menuju pintu di sudut kanan, ruangannya."Ga papa, tahan aja," sahut Tara lagi."Ntar pipis di celana lho," ledek Arle lagi."Ya tinggal suruh Laras bersihin ompol aku!" Tara terkekeh. Matanya membulat. Ide itu akh
Mei sudah memutuskan untuk berbicara pada suaminya malam ini, Mei juga sudah menyiapkan mentalnya terhadap apapun yang terjadi ke depannya. Malam ini Mei memasak masakan kesukaan suaminya, telur ceplok balado dan tumis pokcoy dengan bakso. Mei juga membuatkan brownies untuk Zaka, sambil berdebar menanti suaminya pulang, Mei duduk di sofa depan TV. Sesekali melirik ponselnya, Didu mengirimkan pesan kepada Mei agar mengurungkan niatnya untuk memberi tahu Zaka. Mei hanya membacanya, tidak berniat membalasnya.Mei sedang menyiapkan energi untuk membuka aib yang telah ia lakukan beberapa bulan lalu bersama Didu. Waktu serasa lambat berputar, sudah pukul tujuh, Zaka belum juga kembali. Padahal Zaka sudah berjanji akan makan malam di rumah.Baru saja Mei akan menelepon suaminya, Lelaki itu telah masuk ke dalam pekarangan rumah, memarkirkan mobil sedannya di samping mobil Mei. Wajah Zaka sumringah, dengan membawa tentengan sekotak pizza kesukaan Mei."Assalamualaikum,"