Judul: Aku tak mau bercerai.
Part: 8.***
Pagi sekali jemputan di depan rumahku sudah datang. Dia tentunya si Ruben lelaki paling menyebalkan."Assalamualaikum," sapanya yang terdengar begitu ramah dan sopan.
Pandai sekali dia memanipulasi sikapnya di hadapan keluargaku.
"Walaikumsalam. Eh, Nak Ruben ... ayo masuk, Nak!" sambut Ibu antusias.
Beliau juga sama dengan Ruben. Mahir berpura-pura manis.
"Terima kasih, Tante."
"Wah, ada tamu pagi-pagi," sambung Adelia yang turut mengejar keluar.
Kini, kami semua berkumpul di ruang tengah. Aku pun sudah siap, karena aku ingat perintah Ruben kemarin. Aku juga sudah meminta izin libur pada Mirna.
"Maaf, jika kehadiran saya sepagi ini sangat mengganggu kalian," ucap Ruben.
"Ah, tidak sama sekali, Nak Ruben! Justru kami senang ada tamu spesial seperti, Nak Ruben."
"Tante baik sekali."
"Hem, tapi ngomong-ngomong Mas Ruben ada keperluan apa, ya? " tanya Adelia pula.
"Saya ada urusan dengan Kakakmu. Sebenarnya buru-buru. Jadi, saya tidak bisa ngobrol lama-lama di sini. Yuk, Tik!"
Aku mengangguk kaku seraya memaksakan sebuah senyuman. "Se--sekarang?"
"Tahun depan aja!" ketusnya.
Dasar menyebalkan! Dia tadi bisa bicara manis dengan Adelia dan yang lain, tapi tidak denganku.
"Ya sudah, kalau kalian buru-buru, silakan berangkat sekarang! Titip Tika, ya, Nak Ruben!" ujar Ayah.
Sejuk hatiku setiap mendengar kalimat tulus yang keluar dari mulut beliau. Dia adalah cinta pertamaku. Satu-satunya lelaki yang tak pernah menyakiti hatiku.
"Aman, Om. Tenang saja! Tika akan saya jaga selama dia bersama saya. Jangankan tangisnya, tawanya saja, saya tidak akan biarkan jatuh untuk orang lain," papar Ruben.
Mataku terbelalak mendengar omong kosong yang konyol itu.
Adelia dan Ibu juga terlihat begitu kaget. Habislah aku. Setelah ini mereka pasti menanyakan banyak hal padaku.
_
_Di perjalanan."Lain kali jangan bicara omong kosong di hadapan orang tuaku!"
"Omong kosong? Bagian mana yang menurutmu omong kosong?" Ruben menatapku sekilas, kemudian kembali fokus menyetir.
"Menjagaku! Apa kamu pikir itu lelucon? Orang tuaku bisa salah mengartikan ucapanmu!"
"Itu bukan urusan saya!"
Dasar egois dan menyebalkan.
Kurang lebih dua puluh menit berjalan, aku dan Ruben akhirnya sampai di rumah yang bak istana tersebut.
"Ben, langsung aja yuk! Mami udah siap nih," seru Tante Ani yang seketika menyeret dua koper di kiri kanan tangannya.
"Semangat banget, Mi! Kayaknya seneng gitu ninggalin aku sendiri di sini."
"Kamu kan udah dewasa. Lagian ada Tika. Udah, jangan banyak drama!"
Aku tertawa mendengar Tante Ani mengatai Putranya itu.
_
_Sepanjang perjalanan menuju bandara aku dan Tante Ani berbincang-bincang hangat. Sesekali Ruben ikut menimpali.Betapa menyenangkan andai aku memang memiliki mertua sebaik dan setulus beliau.
Ah, tapi tidak mungkin. Aku dan Ruben hanyalah berpura-pura. Lagipula, lelaki itu sama saja dengan Mas Farhan. Menyebalkan dan angkuh.
"Oya, Tik ... mulai hari ini kamu harus lebih menyayangi dirimu sendiri! Rawat tubuhmu! Jangan sia-siakan kecantikan yang Tuhan anugerahkan itu!"
"Tante benar. Saya akan menyayangi diri saya sendiri. Saya tidak mau diremehkan karena memiliki berat badan berlebih begini."
"Kurangi sedikit saja, maka kamu akan terlihat gemoi. Sekarang wajahmu udah glowing tuh. Pasti Ruben tambah kasmaran. Kamu harus sadar, kalau kamu terlahir begitu unik dan cantik," pujinya.
Aku tersipu malu. Kalimat Tante Ani mengingatkan aku pada masa kuliah dulu. Hampir semua temanku memberikan pujian seperti itu. Namun, setelah menikah dengan Mas Farhan, tepatnya setelah tahun kedua perkawinan, berat badanku naik drastis. Wajahku kusam tak terawat.
_
_Setelah mengantarkan Tante Ani ke bandara, kini Ruben kembali mengantarkan aku ke rumah.Eh, tapi bukan arah rumahku. Melainkan arah rumahnya.
"Kenapa ke sini?" tanyaku menyelidik.
Laju mobil belum ia hentikan. Pagar rumahnya yang besar telah dibukakan oleh penjaga di sana. Aku ikut ke garasi. Setelah itu barulah ia mematikan mesin mobilnya.
"Loh, kok malah di parkir di dalam sih? Aku mau pulang ke rumah," ucapku lagi.
"Berisik! Kamu ikut saja!" titahnya.
Aku melangkah dengan kesal mengikuti langkahnya yang masuk ke dalam.
"Bersihkan kamar saya! Kebetulan hari ini si Mbok cuti pulang kampung. Mami juga nggak ada kan? Jadi, kamu gantikan tugasnya sementara. Setelah selesai kamu bisa pulang naik taksi!"
Apa? Lancang sekali dia.
"Heh! Itu tak termasuk dalam perjanjian kita! Jangan ngawur! Aku lebih baik ke butik Mirna. Kamu bersihin saja sendiri! Manja banget jadi orang!" cecarku.
"Saya bisa membayarmu hari ini dengan gajih sebulanmu di sana! Nurut sajalah!"
Aku bergeming. Ruben selalu mengikatku dengan urusan uang. Aku tak mungkin bisa menolaknya, sebab aku memang membutuhkan itu untuk Adelia dan orangtuaku.
Akhirnya aku menepis egoku dan rasa kesalku.
Aku masuk ke dalam kamar Ruben yang terlihat begitu berantakan. Kamarnya besar dan mewah, tapi barang-barang bertaburan di mana-mana.
Aku memulai dengan merapikan selimutnya. Kemudian gitar, tas kecil, laptop, dan benda lain yang ditaruhnya asal-asalan.
Sekitar lima belas menit aku berada di dalam kamar Ruben, akhirnya semua selesai.
"Udah beres?" tanya Ruben yang muncul di ambang pintu.
Aku terperanjat kaget. "Huh!"
"Hem, boleh juga. Kalau begitu tugas merapikan kamar ini, saya serahkan padamu untuk seterusnya!"
"Apa? Tidak! Enak aja!"
"Tenang, saya akan bayar!"
Lagi-lagi kalimat itu yang membungkamku.
"Ya sudah, sekarang sudah selesai. Aku akan segera pulang!"
Aku mencoba melewatinya yang berdiri di ambang pintu. Namun, tak disangka Ruben mencekal pergelangan tanganku.
Kini, posisi kami sangat dekat. Matanya menatap lekat ke arah mataku. Ada debaran tak menentu di jantung ini yang mungkin getarannya terdengar oleh telinga Ruben.
Dasar payah! Kenapa aku ditakdirkan begitu lemah.
"Jangan pergi!" pintanya.
Aku menelan ludah yang terasa pahit. "La--lalu?"
"Iya, jangan pergi meninggalkan jaket jelekmu itu!" Ruben menunjuk ke arah meja yang ada di dalam kamarnya.
Dasar menyebalkan. Aku sudah berpikir yang bukan-bukan.
Aku segera meraih jaket yang tadi memang aku lepas. Setelah itu aku langsung beranjak pergi.
Ah, wajahku pasti merona tadi. Ternyata lelaki menyebalkan itu hanya mengerjai aku.
Tika, sadar diri, dong!
Bersambung.
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 1.***"Tika, perkenalkan ini adalah Lia, wanita yang selama satu tahun ini menghuni relung hati, Mas."Degh! Debar di jantungku memburu, wanita dengan memakai dres ketat berwarna merah muda itu tersenyum penuh kebanggaan.Mas Farhan membawa selingkuhannya menghadapku. Apa dia tak berpikir bagaimana sakitnya perasaanku sebagai seorang istri?Selama ini aku sudah tahu kalau Mas Farhan memiliki selingkuhan. Aku juga sudah berulang kali memintanya untuk meninggalkan wanita itu. Namun, baru kali ini suamiku memperkenalkan secara langsung."Cantik, pantas saja Mas sangat tergila-gila padanya," ucapku menahan air mata.Mas Farhan tersenyum kemudian berkata. "Bukan Mas saja yang tergila-gila padanya, tapi Lia juga sangat tergila-gila pada Mas."Aku menarik napas panjang dan menghitung mundur dalam hati. Bagiku dengan cara ini aku mampu mengendalikan emosiku."Baiklah, Mas. Daripada terus terjebak dalam hubungan yang membawa dosa. Silakan Mas nikahi Lia! Ak
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 2***Pertahananku goyah, padanganku mulai buram, tubuh bergoncang hebat, kepala ini terasa berat.Entah berapa lama aku pingsan. Hingga tersadar aku sudah ada di dalam kamar. Namun, ini bukan kamar di rumah suamiku.Kutatap dengan jelas, ini adalah rumah Ayah, Ibu."Tik, sudah siuman?" tanya Ibu dengan sorot mata yang tajam."Kenapa aku ada di sini, Bu?" "Suamimu yang mengantar, maksud Ibu calon mantan suamimu."Air mataku kembali jatuh. Disaat tak sadarkan diri, Mas Farhan malah memulangkan aku."Bu, aku tak mau bercerai.""Kalau tidak mau dicerai harusnya kamu rawat penampilan kamu. Coba berkaca! Suami mana yang betah dengan bentuk kamu yang sangat tak nyaman dipandang mata," cibir Ibu."Ngomong apa toh, Bu? Anak sedang sedih, malah dibuat tambah sedih," sambung Ayah yang selalu membelaku."Ah, sudahlah! Ibu malas jika harus berdebat. Kita ini susah, Yah. Akan tambah susah kalau Tika kembali tinggal di sini. Farhan pasti tidak akan memberikan uan
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 3***Aku pulang ke rumah ketika sudah selesai menutup toko.Ruben mengantarkan aku dengan mobil super mahal miliknya.Di perjalanan aku bersebelahan dengan Mas Farhan, saat lampu merah menyala.Kaca mobil yang dibuka Ruben membuat Mas Farhan menatap ke arah kami.Aku juga sempat menoleh sekilas, dan mencoba memalingkan pandangan lagi.Lia pun tampak heran dan tercengang melihat aku bersama seorang laki-laki yang tak kalah tampan dari Mas Farhan.Saat lampu merah berganti, laju mobil dijalankan Ruben. "Tik, sebenarnya saya nanti malam ada pertemuan keluarga. Orang tua saya ingin menjodohkan dengan seseorang, tapi jujur saja, saya tidak siap. Masa iya pria setampan saya dan sepintar saya pakai dijodohkan segala," ucap Ruben.Terdengar angkuh, hingga membuat aku menarik napas panjang. Kata-katanya mengingatkan aku dengan Mas Farhan.Ah, ternyata laki-laki yang kaya dan fisiknya sempurna semua sama saja."Lalu kenapa meminta aku untuk menemani?" tanyak
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 4***Aku pulang ke rumah dengan perasaan tak menentu. Diperlakukan baik oleh Tante Ani membuat aku bahagia. Akhirnya aku tahu, bagaimana rasanya dapat kasih sayang dari seorang Ibu.Bahkan mertuaku pun dulu tak begitu baik padaku. Apa lagi setelah aku menjadi gendut. Mama sering menyindirku.Namun, malam ini aku sangat diistimewakan oleh Tante Ani."Ini bayaran untuk kerjasamamu!" Ruben menyodorkan sejumlah uang di dalam mobil."Terima kasih, tapi sepertinya ini kebanyakan.""Tak apa. Ambilah! Ingat, sandiwara ini tentunya belum selesai, sampai saya benar-benar menemukan gadis yang akan mampu merebut hati saya."Aku bergeming, sebenarnya aku tak suka berada dalam posisi ini. Bagaimana jika Mas Farhan tahu?Aku masih belum siap bercerai dengannya.Aku ingin Mas Farhan membatalkan gugatannya.Aku sangat mencintainya.--Sampai di rumah. Aku langsung memberikan uang yang aku dapat pada Ibu."Wah, ini banyak banget. Kamu dapat dari mana?" tanya Ibu den
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 5***Aku berangkat ke butik dengan perasaan yang gelisah.Mirna selalu mengerti suasana hatiku."Kenapa lagi, Tik?" tanya Mirna."Mas Farhan tadi ke rumah.""Terus?""Dia melihatku semobil dengan Ruben.""Lalu apa lagi? Farhan cemburu?"Aku menggeleng."Dia hanya mencibir, katanya aku sama saja seperti wanita lainnya. Tak setia.""Egois sekali dia! Biarkan ajalah, Tik. Mending kamu beneran sama Ruben. Aku sudah cukup mengenalnya sejak Angga sering bertemu denganku dan mengajak Ruben. Ruben baik, Tik. Aku rasa cocok denganmu.""Ah, kamu ada-ada saja. Ruben sangat tampan dan kaya. Mana mungkin tertarik padaku, dan lagi pula aku juga tidak akan jatuh cinta pada laki-laki lain.""Kamu terlalu bucin pada Farhan, Tik. Buka matamu! Dia sudah menginjak-nginjak harga dirimu."Aku bergeming. Mirna memang berkata benar. Namun, hatiku tetap saja mencintai Mas Farhan.Kenapa?Ditengah percakapanku dengan Mirna, tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pesan masuk dar
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 6***Pagi harinya, aku berangkat ke butik seperti biasa.Mirna menyambutku dengan wajah tak enak hati. "Tik, udah sarapan?" tanya-nya ragu-ragu.Aku mengangguk sambil meraih sapu. "Udah aku sapu tadi, Tik. Kamu duduk saja dulu! Oya, soal kemarin Ruben minta maaf, katanya cuma bercanda.""Iya, tidak apa-apa."Aku menanggapi acuh tak acuh. Sebenarnya aku masih kesal, dan aku bersungguh-sungguh ingin merubah penampilanku.Aku mulai menjalani program diet sehat."Nanti aku traktir makan deh, biar kamu nggak marah lagi," ujar Mirna pula."Aku tidak marah padamu. Aku cuma kesal, kenapa para laki-laki begitu menyebalkan. Mereka hanya memandang dari fisik saja.""Kamu salah faham, Tik. Ruben sebenarnya baik, dan berbeda.""Ah, sudahlah! Aku malas mendengar nama orang itu. Sekarang aku ingin fokus membuat Mas Farhan kembali."Mirna membuang napas kasar mendengar ucapanku. Tak lama kemudian datang seseorang, dan ternyata ...."Mas Farhan," lirihku menatapny
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 7.Tak terasa waktu cepat berlalu, hari ini adalah keputusan akhir dari sidang perceraianku dengan Mas Farhan.Aku sah menjanda. Air mataku jatuh begitu saja. Namun, kulihat seulas senyum puas terpancar dari wajah Mas Farhan dan juga Lia. Mereka tertawa di atas lukaku."Tik, Minggu depan datang, ya! Resepsi pernikahan kami akan segera dilaksanakan," ujar mantan suamiku itu saat kami berpapasan hendak beranjak dari pengadilan.Aku bergeming. Tak mau aku terpancing dengan kata-katanya yang sengaja ingin memanasi hatiku. Tit! Tit! Suara klakson mobil tiba-tiba mengalihkan perhatianku. "Tik, ayo cepat masuk!" titah Ruben seraya membukakan pintu mobilnya.Seketika mata Mas Farhan membesar. Aku pun melengos mendahuluinya dan segera menuruti perintah Ruben. "Terima kasih," ucapku dengan sengaja mengukir senyum.Dari balik kaca mobil, aku masih bisa menyaksikan mantan suamiku terpaku menatap ke arah kami. Aku bersumpah akan membuatnya menyesal, karena s
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 8.***Pagi sekali jemputan di depan rumahku sudah datang. Dia tentunya si Ruben lelaki paling menyebalkan. "Assalamualaikum," sapanya yang terdengar begitu ramah dan sopan. Pandai sekali dia memanipulasi sikapnya di hadapan keluargaku."Walaikumsalam. Eh, Nak Ruben ... ayo masuk, Nak!" sambut Ibu antusias.Beliau juga sama dengan Ruben. Mahir berpura-pura manis."Terima kasih, Tante.""Wah, ada tamu pagi-pagi," sambung Adelia yang turut mengejar keluar.Kini, kami semua berkumpul di ruang tengah. Aku pun sudah siap, karena aku ingat perintah Ruben kemarin. Aku juga sudah meminta izin libur pada Mirna."Maaf, jika kehadiran saya sepagi ini sangat mengganggu kalian," ucap Ruben."Ah, tidak sama sekali, Nak Ruben! Justru kami senang ada tamu spesial seperti, Nak Ruben.""Tante baik sekali.""Hem, tapi ngomong-ngomong Mas Ruben ada keperluan apa, ya? " tanya Adelia pula."Saya ada urusan dengan Kakakmu. Sebenarnya buru-buru. Jadi, saya tidak bisa ngob
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 7.Tak terasa waktu cepat berlalu, hari ini adalah keputusan akhir dari sidang perceraianku dengan Mas Farhan.Aku sah menjanda. Air mataku jatuh begitu saja. Namun, kulihat seulas senyum puas terpancar dari wajah Mas Farhan dan juga Lia. Mereka tertawa di atas lukaku."Tik, Minggu depan datang, ya! Resepsi pernikahan kami akan segera dilaksanakan," ujar mantan suamiku itu saat kami berpapasan hendak beranjak dari pengadilan.Aku bergeming. Tak mau aku terpancing dengan kata-katanya yang sengaja ingin memanasi hatiku. Tit! Tit! Suara klakson mobil tiba-tiba mengalihkan perhatianku. "Tik, ayo cepat masuk!" titah Ruben seraya membukakan pintu mobilnya.Seketika mata Mas Farhan membesar. Aku pun melengos mendahuluinya dan segera menuruti perintah Ruben. "Terima kasih," ucapku dengan sengaja mengukir senyum.Dari balik kaca mobil, aku masih bisa menyaksikan mantan suamiku terpaku menatap ke arah kami. Aku bersumpah akan membuatnya menyesal, karena s
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 6***Pagi harinya, aku berangkat ke butik seperti biasa.Mirna menyambutku dengan wajah tak enak hati. "Tik, udah sarapan?" tanya-nya ragu-ragu.Aku mengangguk sambil meraih sapu. "Udah aku sapu tadi, Tik. Kamu duduk saja dulu! Oya, soal kemarin Ruben minta maaf, katanya cuma bercanda.""Iya, tidak apa-apa."Aku menanggapi acuh tak acuh. Sebenarnya aku masih kesal, dan aku bersungguh-sungguh ingin merubah penampilanku.Aku mulai menjalani program diet sehat."Nanti aku traktir makan deh, biar kamu nggak marah lagi," ujar Mirna pula."Aku tidak marah padamu. Aku cuma kesal, kenapa para laki-laki begitu menyebalkan. Mereka hanya memandang dari fisik saja.""Kamu salah faham, Tik. Ruben sebenarnya baik, dan berbeda.""Ah, sudahlah! Aku malas mendengar nama orang itu. Sekarang aku ingin fokus membuat Mas Farhan kembali."Mirna membuang napas kasar mendengar ucapanku. Tak lama kemudian datang seseorang, dan ternyata ...."Mas Farhan," lirihku menatapny
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 5***Aku berangkat ke butik dengan perasaan yang gelisah.Mirna selalu mengerti suasana hatiku."Kenapa lagi, Tik?" tanya Mirna."Mas Farhan tadi ke rumah.""Terus?""Dia melihatku semobil dengan Ruben.""Lalu apa lagi? Farhan cemburu?"Aku menggeleng."Dia hanya mencibir, katanya aku sama saja seperti wanita lainnya. Tak setia.""Egois sekali dia! Biarkan ajalah, Tik. Mending kamu beneran sama Ruben. Aku sudah cukup mengenalnya sejak Angga sering bertemu denganku dan mengajak Ruben. Ruben baik, Tik. Aku rasa cocok denganmu.""Ah, kamu ada-ada saja. Ruben sangat tampan dan kaya. Mana mungkin tertarik padaku, dan lagi pula aku juga tidak akan jatuh cinta pada laki-laki lain.""Kamu terlalu bucin pada Farhan, Tik. Buka matamu! Dia sudah menginjak-nginjak harga dirimu."Aku bergeming. Mirna memang berkata benar. Namun, hatiku tetap saja mencintai Mas Farhan.Kenapa?Ditengah percakapanku dengan Mirna, tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pesan masuk dar
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 4***Aku pulang ke rumah dengan perasaan tak menentu. Diperlakukan baik oleh Tante Ani membuat aku bahagia. Akhirnya aku tahu, bagaimana rasanya dapat kasih sayang dari seorang Ibu.Bahkan mertuaku pun dulu tak begitu baik padaku. Apa lagi setelah aku menjadi gendut. Mama sering menyindirku.Namun, malam ini aku sangat diistimewakan oleh Tante Ani."Ini bayaran untuk kerjasamamu!" Ruben menyodorkan sejumlah uang di dalam mobil."Terima kasih, tapi sepertinya ini kebanyakan.""Tak apa. Ambilah! Ingat, sandiwara ini tentunya belum selesai, sampai saya benar-benar menemukan gadis yang akan mampu merebut hati saya."Aku bergeming, sebenarnya aku tak suka berada dalam posisi ini. Bagaimana jika Mas Farhan tahu?Aku masih belum siap bercerai dengannya.Aku ingin Mas Farhan membatalkan gugatannya.Aku sangat mencintainya.--Sampai di rumah. Aku langsung memberikan uang yang aku dapat pada Ibu."Wah, ini banyak banget. Kamu dapat dari mana?" tanya Ibu den
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 3***Aku pulang ke rumah ketika sudah selesai menutup toko.Ruben mengantarkan aku dengan mobil super mahal miliknya.Di perjalanan aku bersebelahan dengan Mas Farhan, saat lampu merah menyala.Kaca mobil yang dibuka Ruben membuat Mas Farhan menatap ke arah kami.Aku juga sempat menoleh sekilas, dan mencoba memalingkan pandangan lagi.Lia pun tampak heran dan tercengang melihat aku bersama seorang laki-laki yang tak kalah tampan dari Mas Farhan.Saat lampu merah berganti, laju mobil dijalankan Ruben. "Tik, sebenarnya saya nanti malam ada pertemuan keluarga. Orang tua saya ingin menjodohkan dengan seseorang, tapi jujur saja, saya tidak siap. Masa iya pria setampan saya dan sepintar saya pakai dijodohkan segala," ucap Ruben.Terdengar angkuh, hingga membuat aku menarik napas panjang. Kata-katanya mengingatkan aku dengan Mas Farhan.Ah, ternyata laki-laki yang kaya dan fisiknya sempurna semua sama saja."Lalu kenapa meminta aku untuk menemani?" tanyak
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 2***Pertahananku goyah, padanganku mulai buram, tubuh bergoncang hebat, kepala ini terasa berat.Entah berapa lama aku pingsan. Hingga tersadar aku sudah ada di dalam kamar. Namun, ini bukan kamar di rumah suamiku.Kutatap dengan jelas, ini adalah rumah Ayah, Ibu."Tik, sudah siuman?" tanya Ibu dengan sorot mata yang tajam."Kenapa aku ada di sini, Bu?" "Suamimu yang mengantar, maksud Ibu calon mantan suamimu."Air mataku kembali jatuh. Disaat tak sadarkan diri, Mas Farhan malah memulangkan aku."Bu, aku tak mau bercerai.""Kalau tidak mau dicerai harusnya kamu rawat penampilan kamu. Coba berkaca! Suami mana yang betah dengan bentuk kamu yang sangat tak nyaman dipandang mata," cibir Ibu."Ngomong apa toh, Bu? Anak sedang sedih, malah dibuat tambah sedih," sambung Ayah yang selalu membelaku."Ah, sudahlah! Ibu malas jika harus berdebat. Kita ini susah, Yah. Akan tambah susah kalau Tika kembali tinggal di sini. Farhan pasti tidak akan memberikan uan
Judul: Aku tak mau bercerai.Part: 1.***"Tika, perkenalkan ini adalah Lia, wanita yang selama satu tahun ini menghuni relung hati, Mas."Degh! Debar di jantungku memburu, wanita dengan memakai dres ketat berwarna merah muda itu tersenyum penuh kebanggaan.Mas Farhan membawa selingkuhannya menghadapku. Apa dia tak berpikir bagaimana sakitnya perasaanku sebagai seorang istri?Selama ini aku sudah tahu kalau Mas Farhan memiliki selingkuhan. Aku juga sudah berulang kali memintanya untuk meninggalkan wanita itu. Namun, baru kali ini suamiku memperkenalkan secara langsung."Cantik, pantas saja Mas sangat tergila-gila padanya," ucapku menahan air mata.Mas Farhan tersenyum kemudian berkata. "Bukan Mas saja yang tergila-gila padanya, tapi Lia juga sangat tergila-gila pada Mas."Aku menarik napas panjang dan menghitung mundur dalam hati. Bagiku dengan cara ini aku mampu mengendalikan emosiku."Baiklah, Mas. Daripada terus terjebak dalam hubungan yang membawa dosa. Silakan Mas nikahi Lia! Ak