Selepas kepulangan mertuaku, Mas Juna masih diam tak bersuara apa pun. Saat makan pun ia tetap diam, dan selesai makan, kembali ia mengurung diri di kamar.
Aku pun rasanya malas membahas semua masalah itu lagi. Rasanya terlalu sakit dibohongi dua kali. Yang pertama aku dibohongi tentang tabungan dari gaji bulanannya setiap bulan, dan yang kedua aku dibohongi tentang penggelapan uang 50 juta itu sekaligus tentang pemecatannya.Yang aku bingungkan bagaimana caranya mengumpulkan uang 50 juta sampai akhir bulan ini?Lalu bagaimana kehidupan kami selanjutnya?Awalnya aku tak begitu khawatir jika Mas Juna masih belum dapat pekerjaan sampai dua atau tiga bulan ke depan, karena aku mengira bahwa pasti Mas Juna masih punya uang simpanan dan pesangon di tabungannya. Namun setelah mengetahui bahwa Ia bahkan tak memiliki uang sepeser pun membuatku makin stres.Bisakah kami bertahan kedepannya?Sisa uang di tanganku dari jatah bulanan yang diberi Mas Juna tinggal satu juta, tabunganku pun dari sebelum menikah makin menipis karena terpakai setiap bulannya.Menyesal kenapa aku rela memakai tabunganku sendiri untuk menutupi keperluan sehari-hari kami, kalau ujungnya begini.Biasanya uang dua juta yang diberikan Mas Juna itu akan habis di tengah bulan. Kadang aku harus memakai tabunganku sendiri, kurang lebih 500 ribu setiap bulannya.Aku memeriksa saldo tabunganku melalui internet banking. Tinggal empat juta rupiah saja. Dari saldo awal sekitar delapan juta, hasil jerih payahku bekerja menjadi admin di salah satu pabrik sepatu sebelum menikah.Ah ..., memikirkan semua membuatku sakit kepala saja. Rasanya hari ini terlalu banyak yang terjadi.Kulihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku pun perlahan memasuki kamar. Kulihat Mas Juna masih asyik dengan gawainya. Apalagi kalo bukan bermain game.Aku menggeleng tak percaya bahwa Ia masih bisa santai saja, padahal ancaman penjara sudah di depan matanya.Akupun membaringkan tubuhku di sampingnya dengan membelakanginya. Tak ingin terlibat percakapan dan berbasa-basi padanya."Dek ...."Aku yang baru saja akan terlelap dibuat kaget karena panggilannya."Hmmm?" jawabku dengan nada jutek.Mas Juna tidak melanjutkan namun tiba-tiba saja dapat kurasakan hawa panas di tengkukku, dan tangannya kini sudah bergerilya di badanku.Bisa-bisanya dia minta jatah setelah apa yang terjadi hari ini. Namun aku pun tak mungkin menolaknya.***"Mas, jujur padaku, sebenarnya untuk apa semua uang itu mas?" tanyaku selepas sarapan pagi ini.Mas Juna memandangku sekilas, lalu menunduk lagi."Mas, 50 juta itu uang yang banyak. Kenapa bisa sampai Mas mengambil uang itu, untuk apa Mas?"Lagi-lagi ia hanya membisu."Sampai kapan Mas mau diam terus begini sih, Mas?""Aku pakai uang itu untuk investasi. Aku tertipu, orang yang harus bertanggung jawab dia malah kabur entah ke mana," jawab Mas Juna dengan cepat tak mau menatap mataku sama sekali saat mengatakannya. Aku tahu dia tidak sepenuhnya jujur.Aku teringat kurang lebih beberapa minggu yang lalu ia pernah pulang sangat larut. Penampilannya berantakan tak seperti biasanya.Ketika pulang pun ia tak mau makan sama sekali. Hanya langsung mandi dan tidur tanpa mengatakan apa pun. Dan saat tertidur, Mas Juna mengigau seperti ketakutan.Lalu keesokan harinya, Ia tidak berangkat kerja. Tak enak badan katanya. Namun ketika jam 10-an ia mendadak pergi keluar seperti terburu-buru. Ketika kutanya mau ke mana ia tak menjawab.Setelah hari itu Mas Juna memang lebih pendiam. Setiap kutanya ada masalah apa ia selalu bilang tak ada apa-apa. Dan ia selalu saja mengalihkan pembicaraan.Apa semua itu ada kaitannya dengan penggelapan uang yang Mas Juna lakukan?Atau jangan-jangan Mas Juna memiliki wanita simpanan. Dan malam itu ia baru bertemu dengan selingkuhannya, karena penampilannya yang berantakan. Pasti ia tak langsung pulang ke rumah selepas bekerja."Mas, kamu selingkuh, ya?" cecarku langsung."Bicara apa kamu, Dek, mana mungkin Mas selingkuh!""Aku gak percaya Mas pakai uang itu untuk investasi, pasti Mas pakai uang itu untuk ngebiayain selingkuhan, kan?""Jangan ngawur kamu, kebanyakan nonton drama nih pastinya!" Mas Juna pun berlalu meninggalkanku begitu saja.Aku semakin yakin Ia menyembunyikan sesuatu. Aku akan menyelidikinya nanti.****"Tok..tok..tok.. ""Assalamualaikum."Terdengar salam dari pintu depan, dari suaranya aku hafal bahwa itu adalah Bapak mertuaku.Mengetahui bahwa Mas Juna ada di dalam kamar, Bapak langsung masuk ke kamar untuk menemui anaknya.Dari luar aku mencoba mencuri dengar apa yang dibicarakan Bapak pada Mas Juna.Duh ... maafkan menantumu yang kepo ini Pak."Ini ..., Bapak menjual mobil Bapak, bayarkan semua pada tempat kerjamu dahulu. Selesaikan urusanmu. Jangan sampai kamu masuk penjara!"Kudengar Bapak meletakan sesuatu di atas meja. Mungkin uang yang Bapak berikan pada Mas Juna.Ah ... betapa Bapak sangat baik, bagaimanapun memang kasih orang tua akan selalu besar pada anaknya walau mereka sudah berumah tangga dan walau sudah mengecewakannya.Mobil Bapak, kutahu adalah mobil kesayangan. Cukup tua usia mobilnya. Bapak selalu merawatnya seolah anaknya sendiri. Memandikannya setiap hari, dan mengajaknya keliling kompleks untuk memanaskan mesinnya.Namun, tak kusangka Bapak merelakan mobilnya itu untuk menutupi kesalahan anak bungsunya. Memang Mas Juna adalah anak kesayangan Bapak dan Ibu, Mas Juna anak lelaki satu-satunya dari tiga bersaudara. Dan paling ditunggu-tunggu oleh Bapak karena ia ingin sekali memiliki anak laki-laki.Dua kakak perempuannya sudah menikah dan ikut tinggal bersama suaminya. Sedang Mas Juna satu-satunya anak yang tinggal terdekat kini dengan Bapak dan Ibu.Bapak sendiri adalah pensiunan perangkat desa. Sudah hampir lima tahun ia pensiun. Ia kini tinggal menikmati masa tuanya dengan tenang karena anak-anaknya sudah mandiri dan sukses."Juna, jujur sama Bapak, memang kamu kekurangan uang sampai harus memakai uang yang bukan hakmu, Nak?" tanya Bapak.Namun tak kudengar jawaban apa pun dari Mas Juna. Tidak juga ia mengatakan perihal Investasi yang dilakukannya seperti yang ia katakan padaku tadi pagi. Aku semakin curiga bahwa Mas Juna menyembunyikan sesuatu di belakangku."Bapak kecewa sama kamu Juna, Bapak tidak pernah sekalipun mengajarkan kamu untuk mencuri!" Pastinya Bapak sangat kecewa atas perbuatan anaknya ini."Sekarang Bapak masih ada, masih hidup, masih bisa menolong kamu kalau kesulitan. Nanti kalau Bapak sudah tidak ada, kamu harus bisa menyelesaikan masalahmu sendiri. Jangan hanya terus berpangku pada Bapak!" Pesannya lagi.Tak sadar air mataku meleleh dibuatnya. Bapak memang sosok yang sangat bijaksana. Ia menjadi yang dituakan bagi warga kampung sini. Jika ada masalah pasti semua akan menemui Bapak dan meminta nasihatnya.Tak lama Bapak keluar dari kamar, disusul Mas Juna yang mengekori Bapak."Aruni, Bapak pulang dulu ya!" pamitnya seketika."Loh kok cuman sebentar Pak, kopinya diminum dulu Pak," tawarku sambil membawakan kopi yang telah aku siapkan. Kata Bapak, Ia sangat menyukai kopi buatanku, maka kadang Ia akan datang ke rumah hanya untuk menikmati kopi buatanku saja."Maaf Aruni Bapak buru-buru. Buat Juna saja kopinya!" Tak pernah Bapak menolak kopi buatanku sebelumnya.Nampaknya Ia sedang tidak baik-baik saja. Pastinya Bapak merasa terpukul sekali. Entah karena kecewa atas perbuatan anaknya, atau karena harus kehilangan mobil kesayangannya.Selepas Bapak pergi, Mas Juna langsung mandi dan bersiap pergi. Kulihat Ia memasukkan amplop cokelat yang kutahu pasti isinya uang yang tadi Bapak berikan padanya."Aku pergi dulu Aruni!" Katanya ketika tahu bahwa aku memperhatikannya."Ke mana?" tanyaku basa-basi. Penasaran akankah Ia terbuka padaku."Menyelesaikan urusan yang harus diselesaikan!" katanya, sok puitis.Terlihat wajahnya berseri. Pasti Ia senang dapat menyelesaikan masalahnya tanpa bersusah payah."Aku minta uang untuk bensin Aruni, seratus aja."Hah.. apa dia bilang, minta uang? Bahkan Mas Juna tak bertanya apakah aku masih memegang uang atau tidak."Uang dari jatah bulanan udah habis Mas. Kalo 50 masih ada. Tapi besok berarti gak ada lagi," jawabku mencoba menekankan bahwa aku tak punya uang lagi.Namun nampaknya Mas Juna tak peduli. Ia tetap meminta uang 50 ribu tersebut. Lalu pergi sambil bersenandung gembira.Tunggu saja Mas, nanti akan aku selidiki untuk apa semua uang itu kau pakai......Malam ini aku menunggu Mas Juna terlelap terlebih dahulu, tentu saja aku aku melakukannya agar mendapat kesempatan untuk bisa mencari jejak akan kebusukan apa yang telah ia lakukan di belakangku sebenarnya.Setelah memastikan Mas Juna tertidur, pelan-pelan kuambil gawai dari genggamannya. Beruntung, gawainya masih dalam keadaan nyala dan tak terkunci, karena Mas Juna tertidur saat sedang bermain game.Gegas saja aku mengecek aplikasi berwarna hijau bergambar telepon. Mencari apakah ada hal yang mencurigakan di dalamnya.Namun, sangat aneh, di aplikasi tersebut sama sekali tak ada riwayat percakapan tersimpan. Hanya ada satu percakapan denganku dan percakapan dari grup yang itu pun isinya kosong semua, rupanya ia rutin menghapus semua percakapan di ponselnya tersebut.Tak habis akal aku pub mencoba mencari lagi di aplikasi yang lain, kubuka aplikasi bergambar biru di mana orang-orang selalu berbagi kabar berita. Kubuka bagian pesan, hanya ada beberapa percakapan dari beberapa bulan yan
Sudah lebih dari sebulan Mas Juna menganggur. Ini akhir bulan, biasanya Mas Juna sudah gajian dan memberikan uang untuk jatah bulananku yang hanya dua juta rupiah untuk semuanya itu.Ah ... mengingat itu aku merasa bodoh sendiri karena menerima begitu saja diberi uang dua juta dan mau saja menomboki dengan tabungan sendiri."Aruni, aku lapar! Tolong bikinkan mie rebus ya!" pintanya, sambil sedikit pun tak memalingkan matanya dari gawai di genggamannya itu.Aku hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkahnya itu. Jam saat ini masih menunjukan pukul 10 pagi. Sedang jam delapan tadi baru saja Mas Juna menghabiskan sarapan nasi gorengnya dan sekarang ia sudah minta makan lagi.Tidak bekerjanya Mas Juna malah membuat pengeluaran membengkak karena sebentar-sebentar ia teriak lapar dan meminta ini dan itu. Belum lagi kuota internetnya yang juga ikut membengkak saja.Uang tabunganku yang tersisa yang awalnya kukira cukup untuk dua bulan kedepan malah hanya cukup satu bulan saja.Kulihat
Hari ini Minggu pagi, aku mendapat giliran libur bekerja. Dan aku berencana untuk menengok Bapakku dirumah.Setelah mendapatkan izin dari Mas Juna aku pun bergegas pergi. Tentu saja sendirian. Dari semenjak menikah, Mas Juna tak pernah mau jika kuajak menjenguk Bapak. Apalagi dengan kondisinya sekarang yang menanggur, membuat dia bahkan tak mau bertemu siapa pun.Setelah menempuh hampir 20 menit perjalanan aku pun sampai di rumah tua tempat aku dibesar kan. Rumah yang selalu membuatku nyaman dan selalu kurindukan.Kulihat Kak Dini sedang menata dagangannya di roda untuk suaminya berjualan, disebelahnya Mas Andi sedang bersiap untuk berangkat menjajakan dagangannya.Ya suami kak Dini berjualan perabotan rumah tangga, ia berkeliling dari kampung ke kampung dengan sepeda motor yang telah dimodif agar bisa membawa roda berisi dagangannya. Penghasilannya tak menentu memang, tapi tak pernah kulihat mereka kekurangan untuk makan sehari-hari."Assalamualaikum," sapaku sambil langsung memeluk
Hari ini aku tak begitu semangat berangkat kerja. Kejadian kemarin masih terasa sakit di hati.Rasanya sia-sia saja aku bekerja, karena bahkan suamiku tak menganggapnya, padahal jelas lebih dari dua bulan ini Ia makan dari hasil jerih payahku.Bukannya aku perhitungan, tapi rasanya sakit ketika Ia bahkan tak membela aku saat jelas-jelas aku di cap miskin, penbawa sial juga mandul oleh keluarganya.Aku memang bukan dari keluarga berada seperti mereka. Tapi aku punya harga diri yang harus dijaga. Rasanya ingin sekali aku melabrak mereka saat itu juga. Sayangnya aku bukan tipe orang yang bisa berkonfrontasi langsung. Tak akan sanggup jika aku harus berteriak atu pun mencak-mencak di hadapan mereka. Terlebih mereka adalah keluarga suamiku yang mau tak mau harus kuhormati.***Saat sedang asyik memasak, tiba-tiba Kak Dini menghubungiku. Ia menyuruhku untuk segera pulang kerumah Bapak. Sekarang juga katanya. Setelah meminta izin pada Andin untuk bekerja setengah hari saja, aku langsung ber
Seperti kejatuhan durian runtuh, tentu saja itulah kondisi kami saat ini. Baru saja kemarin Kak Dini mengabarkan terkait warisan itu, awalnya kami pikir jumlahnya tak akan seberapa. Tapi ternyata kami salah.Sungguh aku tak percaya atas semua ini. Ternyata benar kata Bapak bahwa ayahnya mama atau kakekku adalah orang yang sangat kaya. Tapi aku tak pernah berani membayangkannya sama sekali.Setelah Om Satyo dan pengacaranya pulang, Bapak mengatakan bahwa uang dan rumah itu sepenuhnya hak kami. Ia tak ingin ikut campur. Bapak hanya ingin menikmati masa tuanya untuk beribadah.Aku dan kak Dini pun sepakat akan segera mendaftarkan bapak berangkat ke tanah suci dan merenovasi rumah. Itulah yang pertama kami sepakati. Selanjutnya kami masih bingung.Dan kini, aku pun bingung, apa yang akan aku katakan pada suamiku tentang warisan yang aku dapatkan ini? Akankah aku jujur padanya? Kira-kira apa responnya saat mengetahui bahwa istrinya kini menjadi miliyarder?.....Karena tak membawa jatah la
Aku dan Kak Dini sudah sepakat akan adil membagi uang warisan yang kami dapatkan. Kami memutuskan untuk membeli rumah baru untuk Bapak, membiayainya umrah, dan juga membeli sepeda motor baru untuknya.Kami tidak jadi merenovasi rumah dan memilih untuk menjualnya lalu membeli rumah baru di kota untuk Bapak. Htung-hitung sebagai bentuk investasi kami. Juga untuk menghindari menjadi perbincangan warga sekampung tentang kami yang mendadak menjadi kaya. Aku sangat setuju ide ini, karena dengan begitu Mas Juna dan keluarganya pun tidak akan mengetahui bahwa istrinya kini mendadak kaya. Ya, karena kampung kami yang hanya bersebelahan saja, maka biasanya kabar akan sangat cepat menyebar dari satu kampung ke kampung lainnya. Tekadku sudah bulat untuk merahasiakan hal ini dari Mas Juna, Karena aku ingin melihat apakah ia akan berubah kembali menjadi seperti yang dulu lagi meski hanya memberikan sedikit bagian saja untukku, aku tak apa. Yang penting ia telah berusaha dan tak hanya diam ongkang
Sepulang dari Rumah Sakit aku tak mungkin langsung pulang ke rumah. Karena yang Mas Juna tahu aku masih bekerja seperti biasa. Aku terus memikirkan tentang bisnis ketering Andin yang akan dijualnya. Sempat terbersit, apa aku saja yang mengambil alih bisnisnya tersebut, apa lagi sedikit banyak aku tahu soal seluk beluk bisnis kateringnya tersebut. Namun, aku masih ragu akan kemampuan diriku sendiri. Bisakah aku menjalankannya, karena berbisnis bukanlah hal main-main. Dan aku tak ingin mepertaruhkan nasib para karyawan katering itu nantinya.Aku teringat, Oom Satyo pernah mengatakan bahwa Ia terbuka jika ingin menghubunginya. Terpikir olehku untuk berkonsultasi dengan beliau karena beliau sudah ahli di dunia bisnis."Ide yang bagus jika kamu mau mengakuisisi katering tersebut, apalagi kamu bilang prospeknya cukup besar, kan? Mereka punya 5 pabrik yang bekerja sama. Itu sudah sangat luar biasa sekali!" ucap Om Satyo antusias saat aku menceritakan tentang ideku."Pesan Oom kamu harus ban
Setelah mengetahui kebohongan Mas Juna kemarin, Aku memilih untuk tidak berangkat kerja hari ini. Ingin mengetahui adakah gelagat mencurigakan dari Mas Juna yang selama ini aku lewatkan.Berbagai asumsi ada di benakku, pertama ia pergi ke rumah sakit bersama seorang perempuan yang kudengar suaranya di telepon kemarin yang mungkin saja perempuan itu adalah selingkuhannya yang selama ini aku cari.Dan asumsi kedua ia sedang memeriksakan kesehatannya sendiri. Ya ... bagaimana jika selama ini Mas Juna menyembunyikan padaku bahwa dirinya sedang sakit. Bagaimana jika uang-uang yang dia pakai kemarin untuk membiayai pengobatannya sendiri?****"Kamu gak kerja hari ini?" tanya Mas Juna, mungkin Ia merasa aneh jam sembilan pagi ini aku masih di rumah, malah sibuk menyetrika baju."Enggak, aku hari ini libur dulu," jawabku mencoba bertingkah seperti biasa saja."Jangan terlalu sering gak masuk kerja. Nanti gajimu di potong!" ucapnya lagi.Dia belum tahu saja bahwa sekarang aku bisa libur kapan