Seperti kejatuhan durian runtuh, tentu saja itulah kondisi kami saat ini. Baru saja kemarin Kak Dini mengabarkan terkait warisan itu, awalnya kami pikir jumlahnya tak akan seberapa. Tapi ternyata kami salah.Sungguh aku tak percaya atas semua ini. Ternyata benar kata Bapak bahwa ayahnya mama atau kakekku adalah orang yang sangat kaya. Tapi aku tak pernah berani membayangkannya sama sekali.Setelah Om Satyo dan pengacaranya pulang, Bapak mengatakan bahwa uang dan rumah itu sepenuhnya hak kami. Ia tak ingin ikut campur. Bapak hanya ingin menikmati masa tuanya untuk beribadah.Aku dan kak Dini pun sepakat akan segera mendaftarkan bapak berangkat ke tanah suci dan merenovasi rumah. Itulah yang pertama kami sepakati. Selanjutnya kami masih bingung.Dan kini, aku pun bingung, apa yang akan aku katakan pada suamiku tentang warisan yang aku dapatkan ini? Akankah aku jujur padanya? Kira-kira apa responnya saat mengetahui bahwa istrinya kini menjadi miliyarder?.....Karena tak membawa jatah la
Aku dan Kak Dini sudah sepakat akan adil membagi uang warisan yang kami dapatkan. Kami memutuskan untuk membeli rumah baru untuk Bapak, membiayainya umrah, dan juga membeli sepeda motor baru untuknya.Kami tidak jadi merenovasi rumah dan memilih untuk menjualnya lalu membeli rumah baru di kota untuk Bapak. Htung-hitung sebagai bentuk investasi kami. Juga untuk menghindari menjadi perbincangan warga sekampung tentang kami yang mendadak menjadi kaya. Aku sangat setuju ide ini, karena dengan begitu Mas Juna dan keluarganya pun tidak akan mengetahui bahwa istrinya kini mendadak kaya. Ya, karena kampung kami yang hanya bersebelahan saja, maka biasanya kabar akan sangat cepat menyebar dari satu kampung ke kampung lainnya. Tekadku sudah bulat untuk merahasiakan hal ini dari Mas Juna, Karena aku ingin melihat apakah ia akan berubah kembali menjadi seperti yang dulu lagi meski hanya memberikan sedikit bagian saja untukku, aku tak apa. Yang penting ia telah berusaha dan tak hanya diam ongkang
Sepulang dari Rumah Sakit aku tak mungkin langsung pulang ke rumah. Karena yang Mas Juna tahu aku masih bekerja seperti biasa. Aku terus memikirkan tentang bisnis ketering Andin yang akan dijualnya. Sempat terbersit, apa aku saja yang mengambil alih bisnisnya tersebut, apa lagi sedikit banyak aku tahu soal seluk beluk bisnis kateringnya tersebut. Namun, aku masih ragu akan kemampuan diriku sendiri. Bisakah aku menjalankannya, karena berbisnis bukanlah hal main-main. Dan aku tak ingin mepertaruhkan nasib para karyawan katering itu nantinya.Aku teringat, Oom Satyo pernah mengatakan bahwa Ia terbuka jika ingin menghubunginya. Terpikir olehku untuk berkonsultasi dengan beliau karena beliau sudah ahli di dunia bisnis."Ide yang bagus jika kamu mau mengakuisisi katering tersebut, apalagi kamu bilang prospeknya cukup besar, kan? Mereka punya 5 pabrik yang bekerja sama. Itu sudah sangat luar biasa sekali!" ucap Om Satyo antusias saat aku menceritakan tentang ideku."Pesan Oom kamu harus ban
Setelah mengetahui kebohongan Mas Juna kemarin, Aku memilih untuk tidak berangkat kerja hari ini. Ingin mengetahui adakah gelagat mencurigakan dari Mas Juna yang selama ini aku lewatkan.Berbagai asumsi ada di benakku, pertama ia pergi ke rumah sakit bersama seorang perempuan yang kudengar suaranya di telepon kemarin yang mungkin saja perempuan itu adalah selingkuhannya yang selama ini aku cari.Dan asumsi kedua ia sedang memeriksakan kesehatannya sendiri. Ya ... bagaimana jika selama ini Mas Juna menyembunyikan padaku bahwa dirinya sedang sakit. Bagaimana jika uang-uang yang dia pakai kemarin untuk membiayai pengobatannya sendiri?****"Kamu gak kerja hari ini?" tanya Mas Juna, mungkin Ia merasa aneh jam sembilan pagi ini aku masih di rumah, malah sibuk menyetrika baju."Enggak, aku hari ini libur dulu," jawabku mencoba bertingkah seperti biasa saja."Jangan terlalu sering gak masuk kerja. Nanti gajimu di potong!" ucapnya lagi.Dia belum tahu saja bahwa sekarang aku bisa libur kapan
Saat sampai rumah, sayup-sayup kudengar Mas Juna sedang menerima telepon di kamar. Rupanya dia tidak tahu kedatanganku."Sekarang gimana kondisinya?""Mungkin dia hanya kaget aja.""Kamu gimana bisa tidur?""Ya nantilah aku kesana.""Baiklah, sudah dulu ya."Dengan siapa Mas Juna bicara? Kenapa terdengar sangat lembut gaya bicaranya? Rasanya sudah lama sekali aku tak mendengar Mas Juna berbicara selembut itu padaku. Tiba-tiba saja aku merasa ada sedikit yang sakit di hati ini.****Hari ini aku memasak makanan kesukaan Mas Juna. Semur jengkol, ayam goreng, tahu, tempe, sambal, dan lalapan. "Wah ... menu spesial nih!"seru Mas juna antusias saat ku panggil untuk makan, "Jadi laper ....""Makanlah mas, sudah matang juga semua." Ia pun duduk menunggu aku yang mengambilkan nasi untuknya.Kulihat Ia begitu lahap makannya, sampai menambah beberapa kali. Seusai makan, saat sedang mencuci piring aku merasa ada yang memelukku dari belakang. Mas Juna menempelkan kepalanya di kepalaku."Makasih
Selepas pulang kerja, seperti biasa Mas Juna sedang duduk manis dengan gawainya. Aku sama sekali tak berminat berbincang atau sekedar berbasa-basi dengannya.Sebenarnya sejak tadi Mas Juna mempertanyakan perubahan sikapku. Tapi aku bahkan tak bisa berkata apa pun setelah mengetahui bahwa besar kemungkinan ia telah mengkhianatiku.Malam ini aku tak bisa sekedar memejamkan mata, bayangan Mas Juna bersama wanita lain dan bayinya itu terus menghantui. Sakit rasanya mengetahui semuanya.Wanita itu, cantik, paras keibuannya begitu nampak, Ia juga anggun dan terlihat begitu dewasa.Sedangkan bayinya terlihat masih amat kecil, mungkin usianya sekitar dua atau tiga bulanan.Jika memang Mas Juna telah selingkuh dan anak yang digendongnya itu adalah anaknya, berarti Mas Juna telah mengkhianatiku cukup lama, atau mungkin dari sebelum mereka menikah. Atau jangan-jangan ... aku lah orang ketiga di kehidupan mereka?Rasanya tak sanggup lagi menjalani biduk rumah tangga jika begini, ingin segera kua
Mas Juna masih menjadi tukang ojeg, dia tak peduli walau ibunya terus melarangnya. Aku mengakui salut akan kegigihannya yang satu ini.Namun, dibalik semua itu aku sebenarnya sedih. Karena selama dua minggu menjadi tukang ojeg, Mas Juna sama sekali belum pernah memberikan uang hasil dari mengojegnya padaku. Padahal sehari-hari ia masih makan dari hasil jerih payahku.Bedanya kini memang ia tak lagi meminta uang bensin atau kuota padaku. Namun soal makan, Ia masih mengandalkan aku.Atau mungkin ia akan memberikannya di akhir bulan nanti? Tapi kan hasil dari mengojeg di dapatkan tiap hari.Rasanya malas untuk mempertanyakan kemana hasil mengojeg yang dia dapatkan setiap harinya. Karena seharusnya tanpa ditanya atau pun diminta ia akan langsung memberikannya padaku, kan?Kita lihat saja sampai kapan ini semua akan bertahan. Aku akan fokus untuk mencari bukti pengkhianatannya padaku saja. Dan juga fokus membesarkan bisnisku.****Kini bisnisku berkembang lebih pesat. Beberapa perusahaan m
Bisnis kateringku kini telah stabil. Aki dan Om Satyo membuatnya berjalan lebih profesional. Dengan tujuan agar bisa membuat bisnis ini lebih besar lagi ke depannya. Kami pun me-Rebranding bisnis katering ini dengan memberi nama 'Kateringnya Juara'. Kami berharap nama ini akan menjadi doa dan menjadikan kami juara di bidangnya.Aku pun membeli sebuah rumah tepat di sebelah tempat operasional katering kami. Rumah tersebut aku pergunakan untuk dijadikan kantor administrasi dan marketing Kateringnya Juara. Karena kini kami membutuhkan dapur yang cukup luas untuk bisa memenuhi seluruh permintaan konsumen. Maka semua aktifitas selain proses memasak dipindahan ke rumah sebelah yang baru saja kubeli.Sekarang kami juga sedang bersiap membuka sebuah restoran, Oom Satyo yakin restoran ini nantinya akan menjadi besar.Ia sendiri turun tangan langsung untuk mengawal semua prosesnya sekaligus menjadi investor di restoran yang akan kubuka tersebut.Untuk sementara kami akan menyewa tempat yang str