Mas Juna masih menjadi tukang ojeg, dia tak peduli walau ibunya terus melarangnya. Aku mengakui salut akan kegigihannya yang satu ini.Namun, dibalik semua itu aku sebenarnya sedih. Karena selama dua minggu menjadi tukang ojeg, Mas Juna sama sekali belum pernah memberikan uang hasil dari mengojegnya padaku. Padahal sehari-hari ia masih makan dari hasil jerih payahku.Bedanya kini memang ia tak lagi meminta uang bensin atau kuota padaku. Namun soal makan, Ia masih mengandalkan aku.Atau mungkin ia akan memberikannya di akhir bulan nanti? Tapi kan hasil dari mengojeg di dapatkan tiap hari.Rasanya malas untuk mempertanyakan kemana hasil mengojeg yang dia dapatkan setiap harinya. Karena seharusnya tanpa ditanya atau pun diminta ia akan langsung memberikannya padaku, kan?Kita lihat saja sampai kapan ini semua akan bertahan. Aku akan fokus untuk mencari bukti pengkhianatannya padaku saja. Dan juga fokus membesarkan bisnisku.****Kini bisnisku berkembang lebih pesat. Beberapa perusahaan m
Bisnis kateringku kini telah stabil. Aki dan Om Satyo membuatnya berjalan lebih profesional. Dengan tujuan agar bisa membuat bisnis ini lebih besar lagi ke depannya. Kami pun me-Rebranding bisnis katering ini dengan memberi nama 'Kateringnya Juara'. Kami berharap nama ini akan menjadi doa dan menjadikan kami juara di bidangnya.Aku pun membeli sebuah rumah tepat di sebelah tempat operasional katering kami. Rumah tersebut aku pergunakan untuk dijadikan kantor administrasi dan marketing Kateringnya Juara. Karena kini kami membutuhkan dapur yang cukup luas untuk bisa memenuhi seluruh permintaan konsumen. Maka semua aktifitas selain proses memasak dipindahan ke rumah sebelah yang baru saja kubeli.Sekarang kami juga sedang bersiap membuka sebuah restoran, Oom Satyo yakin restoran ini nantinya akan menjadi besar.Ia sendiri turun tangan langsung untuk mengawal semua prosesnya sekaligus menjadi investor di restoran yang akan kubuka tersebut.Untuk sementara kami akan menyewa tempat yang str
Kesibukanku belakangan ini membuatku melupakan salah satu hal penting. Aku baru menyadari bahwa sudah 2 bulan ini tak datang bulan.Bergegas aku langsung mencari persedian testpack, yang memang sengaja aku stock banyak sebelumnya, karena penantianku akan garis dua beberapa bulan yang lalu.Setelah menemukannya aku segera menuju kamar mandi. Dan perlahan kucelupkan testpack tersebut ke urineku.Jantungku berdetak kencang, menanti tanda yang akan segera muncul.Positif.Dengan jelas alat tersebut menunjukan garis dua. Garis yang beberapa bulan lalu sangat aku nanti-nantikan kemunculannya. Yang akan sangat aku syukuri, dan aku akan berbahagia karenanya. Tapi itu jika terjadi dulu, beberapa bulan yang lalu.Namun kini ....Namun kini, entah apa yang kurasakan. Yang pasti aku ingin menangis kencang. Dadaku terasa sangat sesak. Seolah ada beban berat yang tak lagi bisa kutahanKutumpahkan semua tangisku. Ada haru bahagia, hal yang sudah kunanti-nantikan selama 19 bulan kini menjadi kenyataa
Aku terbaring lemah di kasur. Mas Juna mengangkatku dari kamar mandi dan menggantikanku baju, kemudian ia juga membaringkan dan menyelimuti agar tubuhku hangat.Mas Juna juga menyiapkan teh hangat di samping tempat tidur, tadi ia telah memaksaku untuk meminumnya, walau telah kutolak.Dan ternyata memang enak sekali teh hangat setelah lelah menangis. ****Pagi ini aku masih meringkuk di kamar. Setelah menunaikan sholat subuh, rasanya berat sekali untuk berkativitas. Kupegangi perutku yang masih rata. Rasanya tak percaya kini ada sebuah janin di perutku."Aruni ... Aruni ...." Terdengar suara Ibu Mertuaku datang. Aku mencoba bangkit untuk menyambutnya, tapi terasa terlalu berat diri ini bangkit. Biarlah toh ada Mas Juna."Kamu hamil Aruni, ah ... syukurlah .. akhirnya Juna akan mempunyai keturunan juga." Ibu menghampiriku, perlahan duduk di samping kasur. Ia pun erlahan memijit kakiku.Jelas Ibu juga terlihat bahagia akan berita kehamilanku.Sepertinya hanya aku yang bersedih setelah
Aku mencoba menerima kehamilanku yang ternyata tanpa sepengatahuanku kini sudah memasuki bulan ke tiga. Bagaimanapun ia adalah bagian dari diriku kini. Aku harus kuat untuk bayi yang tengah kukandung, apa pun yang terjadi.Dan kini aku juga harus kuat berjuang untuk bisnis yang tengah kurintis. Karena bisnis ini aku bisa merasa lebih hidup lagi. Tak kuhiraukan masalah Mas Juna atau pun yang lainnya.Membesarkan bisnis ini tujuanku bukanlah untuk menunjukkan kepada siapa pun bahwa aku mampu. Tapi agar para tulang punggung keluarga yang bekerja berasamaku dapat terus berusaha memberikan yang terbaik baik keluarganya.Kini ada sekitar 30 orang karyawan yang bekerja bersamaku. Mereka berasal dari kalangan ekonomi bawah, dan beberapa dari mereka adalah seorang single parent.Aku harus berhasil mengembangkan bisnis ini, bukan untuk menunjukan pada siapa pun bahkan bukan pula untuk membuktikan pada keluarga suamiku bahwa aku yang miskin ini bisa juga menjadi kaya. Tapi agar bisnis ini bisa
Bapak berniat untuk sowan mengunjungi mertuaku. Bapak merasa tak enak karena kemarin ketika selamatan mereka tak kuundang. Kali ini Aku tak bisa mengelak lagi, dan tak mungkin menahannya.Dan inilah aku berada di rumah mertuaku bersama Bapak."Alhamdulillah kalo sudah bisa berangkat umrah. Rejeki Bapak bisa berangkat lebih dulu dari kami." Kata Ibu ketika kami datang, memang di wajahnya terukir senyum, tapi jelas sekali matanya menunjukka rasa tidak suka."Alhamdulillah, semoga Berkah ya, Pak, " ucap bapak mertuaku menimpali."Aamiin terimakasih doanya, Bu, Pak.""Ini ada sedikit oleh-oleh untuk Bapak dan Ibu," bapak pun memberikan sebuah bingkisan yang cukup besar beeisi oleh-oleh dari tanah suci."Mohon maaf kemarin Aruni lupa mengundang bapak dan Ibu saat selametan. Aruni ini sekarang terlalu sibuk mengurus ....""Sibuk bekerja," potongku seketika, meluruskan ucapan Bapak agar sandiwaraku tak terbongkar."Iya sibuk bekerja," ulang Bapak lagi."Iya, tidak apa-apa, memang Aruni sek
Sudah 9 bulan berlalu semenjak awal mula keretakan rumah tanggaku terjadi. Yaitu sejak ketahuannya Mas Juna memakai uang yang bukan haknya itu, entah untuk apa.Sejak itu pula Ia tak lagi menafkahiku. Kini kehamilanku menginjak 7 bulan. Meski sudah berjanji akan menafkahiku beserta anak yang sedang kukandung, dari usaha mengojegnya, namun buktinya sepeserpun tak pernah Mas Juna memberiku uang.Sebenarnya berulang kali terbersit pemikiran untuk segera mengakhiri rumah tangga ini. Rasanya tak ada harapan, hidup bersama orang yang tak lagi komitmen pada janjinya. Untuk menafkahi dan berjanji untuk setia.Namun, kadang aku masih berharap Mas Juna akan kembali bertanggung jawab seperti awal-awal pernikahan dulu.Masalah nafkah yang tak diberikan, aku pun berpikir, toh aku masih mampu menghidupi diriku dan janinku. Pun jika Mas Juna tak bekerja lagi, aku tetap bisa membiayainya juga, tentunya dari bisnisku kini yang semakin berkembang.Lihat saja Andin, kini ia juga menjadi seorang tulang p
Seminggu lewat sudah berlalu, masih tak ada kabar berarti tentang hal yang mencurigakan dari keseharian Mas Juna. Berarti sudah 2 minggu detektif itu mengikuti gerak-gerik Mas Juna, kecuali jika malam, karena Mas Juna bersamaku.Aku jadi berpikir, jangan-jangan benar apa kata detektif itu, memang Mas Juna tak macam-macam. Jangan-jangan semua hanya kekhawatiranku saja.Apa aku harus menyerah dan menerima kondisi suamiku apa adanya? Soal nafkah, mungkin bisa dibicarakan baik-baik dan dicari solusinya bersama. Aku bisa membiarkan Mas Juna membantuku mengelola bisnisku. Agar aku dapat fokus mengurus anak nantinya.Tapi, tiba-tiba sebuah foto masuk datang dari si detektif. Aku buru-buru membukanya.Sebuah screenshoot pesan dia kirimkan padaku.[Mas, kapan datang kerumah lagi? Anak-anak nanyain terus.]Hanya itu isi pesan dari screenshoot yang dikirim detektif sewaanku.[Baru saja datang pesannya. Hot from the oven.] Kata si detektif.[Suamiku balas apa?]Cukup lama aku menunggu balasan s