Sepagian ini aku merasakan ngilu di pangkal pahaku, perutku pun sesekali terasa sakit. Sepertinya aku kelelahan juga terlalu banyak pikiran. Mungkin bayi di perutku menuntut haknya untuk beristirahat sejenak.Selepas Mas Juna berangkat, aku merebahkan diri di kamar. Tak lupa memberi kabar kepada seluruh staff bahwa hari ini aku tak akan datang. Jika ada hal penting bisa dialihkan kepada Andin.Saat mencoba terlelap, aku merasakan sakit yang teramat sakit di perutku. Bergegas ku telpon Mas Juna, namun tak kunjung diangkat, mungkin sedang mengendarai motornya.Lalu aku menghubungi Bapak mertuaku mengingat jarak rumah kami yang cukup dekat dibanding hatus menghubungi Bapak dan kak Dini. Beruntung langsung dijawabnya. Ia menginstruksikan aku agar tenang, Ia akan segera datang. Selagi menunggu mertuaku, aku pun memesan taksi online agar segera datang dan bisa membawaku ke rumah sakit.Terdengar suara ketukan dan salam Bapak dan Ibu mertuaku datang menghampiri. Mereka menanyakan kondisiku.
Akhirnya aku bisa berkumpul juga dengan bayiku. Hal yang paling aku nanti-nantikan setelah kemarin aku pulang kerumah sendirian, karena bayiku masih harus mendapat perawatan di NICU. Tapi alhamdulillah tepat seminggu setelah ia dilahirkan, kini aku bisa bersama dengannya.Bapak mengurus segala administrasi kepulangan bayiku. Walau biaya yang harus dikeluarkan cukup besar, namun sebanding dengan kebahagiaan saat bisa menggendongnya secara langsung.Alhamdulillah juga, aku diberi kelancaran rejeki oleh Allah dari bisnis yang tengah aku jalani. Sehingga hal ini tak lagi memberatkanku.Aku pulang dengan ditemani Bapak dan Bi Susi, beliau adalah salah satu kerabatku juga. Bapak memintanya untuk menemaniku mengurus bayi. Karena Bapak tahu aku tak akan sanggup jika sendirian.Sebenarnya Bapak juga memintaku untuk tinggal bersamanya dan Kak Dini saja. Namun aku menolaknya. Karena ada yang harus aku selsaikan dulu dengan Mas Juna dan keluarganya. Lagi pula, kak Dini juga sama sedang kerepotan
Keesokan harinya, aku meminta Mas Juna untuk tak berangkat lagi ke mana-mana. Karena ada yang akan aku katakan padanya.Semua rutinitas di pagi hari sudah selesai. Bayiku pun kini sudah mandi dan kembali terlelap. Aku pun menitipkannyanya pada Bi Susi dan menyiapkan ASI perah untuknya barangkali dia terbangun sedang urusanku belum selsai.Mas juna tengah menungguku di ruang tamu, kulihat ia duduk tegang. Seperti pesakitan yang sedang menunggu giliran untuk dieksekusi.Aku pun menghampirinya, duduk tepat di hadapannya agar aku bisa melihat segala ekspresinya. Aku tak mau lagi di bohongi."Mas ...," panggilku, memastikan bahwa ia sudah menyadari kehadiranku."Iya,Dek ...," jawabnya. Ia tak berani menatap mataku sama sekali. Baguslah jika ia merasa bersalah."Dari mana saja, Mas?" tanyaku langsung, to the point."Maaf, Dek, maafkan aku!" Bukannya menjawab pertanyaanku ia malah meminta maaf. Rupanya bisa juga ia semerasa bersalah itu?"Aku bertanya kamu dari mana saja, Mas?" ulangku lagi
*Flashback on.Semua sudah jelas kini. Bukti yang kumiliki sudah cukup untuk menggugat cerai Mas Juna.Tak memberi Nafkah dan perselingkuhan. Itu yang akan menjadi alasanku untuk menggugatnya.Pada saat di rumah sakit kemarin, setelah selesai operasi aku mendapat pesan dari detektif sewaanku.Sebuah percakapan antara suamiku dan wanita itu.08132xx [Mas, aku kehabisan uang, Geo dan Gia minta susu terus, sedangkan persediaan di rumah sudah habis.]08576xxx [Nanti kutransfer.]08576xxx [Aku sudah mengirimkan uangnya!]08132xxx [Mas, maaf, bisa tolong ke rumah? Aku kelelahan hari ini. Gani seharian rewel, Gio dan Gia pun tak bisa berhenti mengacak-acak rumah.]08576xxx [Baiklah, nanti aku akan mampir sebentar.]08132xxx [Gia panas, dia tak mau makan sama sekali. Tidurnya pun tak nyenyak]08576xxx [Besok kita bawa Gia ke rumah sakit.]08132xxx [Mas, jadi bawa Gia ke rumah sakit? Gia panasnya semakin tinggi. Aku khawatir Mas.]08132xxx [Mas, kapan akan datang? Gia menggigil dan mengigau teru
"Ismi ... dia hanya sebatang kara di sini. Ia pernah berniat bunuh diri, karena tidak kuat menjalani kehidupan setelah suaminya meninggal. Dan aku berjanji akan menjaga dirinya dan anak-anaknya sebagai bentuk tanggung jawabku." lanjut Mas Juna lagi."Aku juga mencoba mencari pekerjaan lagi. Namun memang tak semudah itu. Apalagi aku dipecat secara tak terhormat sebelumnya yang mungkin menyebabkan semakin sulit untukku mendapat pekerjaan.""Makanya aku memilih mengojeg. Semua penghasilanku untuk membiayai Ismi dan anak-anaknya karena Ismi tak mungkin bekerja sedang ia harus menjaga tiga anaknya," terangnya lagi.Sungguh ..., aku tak bisa berkata apa-apa lagi saat mendengar semua yang Mas Juna tuturkan. Rasanya tak percaya akan semua yang dikatakannya. Rasanya tak masuk akal.Lalu aku mencoba mengingat tentang kejadian yang ia maksud, jika benar apa yang dikatakannya, kapan kiranya itu terjadi.Apa sebulan sebelum ia dipecat itu kejadiannya? Ketika kudapati Ia begitu kusut, dan tidur m
POV Arjuna.Pagi itu karena sedikit terlambat, aku menambah kecepatan motor agar dapat sampai tepat waktu ke bank tempatku bekerja. Pekerjaanku sebagai teller tidak menolerir keterlambatan sedikit pun. Aku harus sudah sampai di kantor maksimal 30 menit sebelum jam operasional bank buka untuk mempersiapkan semuanya terlebih dahulu.Kulajukan motorku dengan kencang, membelah jalanan yang entah kenapa sedikit lebih ramai hari itu. Hingga saat aku berada di sebuah persimpangan jalan, tiba-tiba saja aku kehilangan kendali, tak dapat kuhentikan motor ini saat lampu merah menyala. Lalu di simpang jalan kulihat ada sebuah motor lain yang melaju dari arah berlawanan hingga tabarakan pun tak dapat dihindari. Tabrakan itu adalah tabrakan yang biasa aaja sebenarnya, tidak terlalu keras sekali, bahkan aku pun masih bisa menahan diri hingga tak terpental jatuh dari motor. Hanya saja, motor yang menabrakku itu jatuh dan terpental jauh sekali. Bahkan pengemudinya sampai menabrak trotoar dan juga ke
Jujur aku trauma sebenarnya atas semua yang terjadi padaku. Rasanya berat sekali keluar rumah untuk bekerja. Aku takut hal-hal buruk akan terjadi lagi. Aku terlalu takut bertemu orang-orang, seolah mereka akan memaki lalu mengataiku pembunuh dan pencuri.Sungguh kadang aku berpikir, alangkah lebih baiknya jikalau aku di penjara saja kala itu. Karena aku sudah menjadi seorang pembunuh dan pencuri. Tapi sayangnya semua telah terlambat. Bapak pun memutuskan menjual mobil kesayangannya. Aku merasa senang karena tak perlu pusing lagi memikirkannya.Sekarang aku hanya ingin beristirahat menikmati kembali hidup. Toh Aruni masih punya tabungan untuk kami bertahan hidup.Saat uang tabungan menipis Aruni memilih bekerja, agar kami bisa bertahan hidup. Syukurlah, aku memang tak salah pilih istri. Ia istri yang kuat dan hebat. Ia dengan suka rela bekerja membantu kesusahan suaminya.Biarlah suamimu ini menikmati masa-masa terbebas dari beban setelah semua yang terjadi secara bertubi-tubi.Sudah d
Aruni hamil, aku begitu bahagia akan hal itu. Kami sudah menunggu selama 16 bulan. Aruni pun sampai dibilang mandul oleh Ibuku dan kakak-kakakku, sampai-sampai aku sempat terpengaruh berpikir Aruni mandul juga.Tapi kehamilan Aruni mematahkan semuanya.Ia menangis semalaman. Pastinya menangis bahagia. Seperti aku yang sangat berbahagia hingga tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata.Aku langsung memberi tahu semua keluarga terkait kehamilan Aruni. Aku ingin mengatakan kepada semua orang bahwa istriku tidak mandul.Ibu pun sama senangnya denganku. Kini Ia akan mendapat seorang cucu dari anak lelaki kesayangannya.Ibu datang dan membawa makanan bergizi untuk Aruni. Ibu pun memasakan kami sarapan, karena Aruni tak bisa memasak pagi itu.Ah ..., semua begitu terasa indah, Aruni hamil dan Ibu jadi begitu sayang terhadap Aruni. Padahal selama ini Ibu selalu memandang rendah Aruni. Ia selalu berpikir jika aku salah memilih istri, karena Aruni pendidikan dan ekonominya tidak selevel denganku.