Lana sudah berada di Apartmen Bagus, duduk santai menunggu kedatangan lelaki yang menurutnya sangat menyayanginya. "Rapih juga Apartemen Mas Bagus," Lana bangun melihat-lihat beberapa bingkai foto yang terpajang, dia melihat satu bingkai terdapat seorang gadiscantik mirip dengannya berdiri memeluk Bagus dari belakang. "Siapa ini?" netra Lana terfokus pada bingkai foto. Aawww....Lana berteriak ketika ada tangan besar meraih pinggangnya. Lana berbalik memukul tubuh lelaki yang memeluknya dengan keras. "Sakit ... Udah Dek!" Bagus berteriak merengkuh tubuh Lana agar berhenti memukul. "Bikin kaget," ujar Lana keras. "Lagi liat apa?" tanya Bagus, langsung medaratkan cium di bibir Lana. Hingga Lana melupakan foto yang tadi dia liat. "Makan dulu. mas tadi beli makan, laper." Bagus menepuk perut. "Banyak banget kerjaan tadi," ujar Bagus lagi, dia menghampiri meja membawa bungkusan yang tadi dia taruh sembar
Di ruang gedung tertinggi Hadiyata group, dua pria sedang berbincang. "Pelaksanaan peresmian Rumah Sakit sudah di depan mata, semoga semua usaha kita membuahkan hasil." ujar Bagus. "Setelah ini, beberapa mega proyek pembangunan Rumah Sakit selanjutnya akan kita kerjakan, usahakan berikan Pelayanan terbaik untuk masyarakat. Jangan sampai mereka mendapatkan kesulitan dalam mendapat pelayanan kesehatan," ucap Damar. Damar mengingat kembali sakit yang pernah dia rasa dulu. Sungguh sakit sebagai orang miskin hanya sekedar mengobati ibunya saja dia tak memiliki kemampuan. Jangankan membawa ibunya ke klinik, untuk makan pun mereka sungguh kesulitan saat itu. "Aku ingin mengembangkan proyek lanjutan, kita buat Klinik-klinik untuk memudahkan warga mendapatkan pengobatan. Jika sakit mereka membutuhkan rujukan rumah sakit kita rujuk juga ke rumah sakit milik kita, berikan biaya terjangkau, jangan ambil keuntungan terlalu besar, berikan keringanan pada warga yang Benar-benar tak mampu
Damar menggandeng Nisa berjalan menuju aula Rumah Sakit tempat acara di lakukan, pita membentang, siap di potong. Nisa tersenyum penuh pesona, hari ini dia memang begitu cantik. Tangan menaut pada lengan kekar Damar. Kilatan cahaya kamera membidik pasangan paling di tunggu malam ini. Roni menghampiri Damar, "Di mana?" tanya Damar. "Ada di ruang ekslusif, Pak. Disediakan oleh penyelenggara," jawab Roni menunduk sopan. Roni menyapa Nisa hanya dengan menundukkan kepala. "Ayo kita ke sana, dulu," ujar Damar. Mereka mengikuti arah Roni berjalan mendahului. Betapa terkejutnya Nisa ketika pintu terbuka Kirana sedang duduk anggun di sofa sambil menyuapi Fatta makanan kecil. "Assalamualaikum." Salam Damar pada Kirana."Waalaikumsalam," jawab Kirana lirih. Fatta berhambur langsung di gendong oleh Damar. "Lama nggak nunggunya? Tadi papah nungguin mama Nisa lama, tuh jadi cantik Mamah." Tunjuk Damar pada Nisa.
Damar pulang ke kediamannya dengan wajah terlihat lelah, Nisa menyambut Damar dengan baik. Semenjak dia di jadikan istri sesungguhnya oleh Damar, Nisa melakukan kewajiban sebagai istri dengan baik. "Mas kayanya capek banget?" Nisa menyahut tas yang Damar bawa. Mereka menaiki anak tangga menuju kamar. Damar membuka jas menaruh di sandaran sofa. Lalu duduk di sofa dengan merebahkan kepala di sandaran. Wanita ayu ini membuka sepatu suaminya. "Capek ya, Mas?" tanya Nisa. "Sini duduk di sini," Damar menepuk tempat kosong di sebelahnya. Bukannya mendekat Nisa menjauhi Damar. "Mau kemana?" tanya Damar pelan. Nisa kembali mendekat membawa teh hangat. "Minum dulu, biar capeknya ilang." Nis menyodorkan cangkir berisi air teh camomile. Lelaki atletis ini menerima gelas dari Nisa, menghirup aroma camomile yang menenangkan. Lalu menyeruput perlahan. "Seger banget, sama segernya kaya liat kamu," gombal Damar. Gestur tubuh Nisa tak dapat disembunyikan, wajahnya lansung terliha
Damar duduk mendengarkan Roni memberikan laporan pagi ini. "Pak isu kemarin membawa dampak tidak baik. Beberapa mitra usaha membatalkan kerjasama dengan kita. Rata-rata yang membatalkan kerjasama perusahaan mereka di pimpin wanita." "Apa hubungannnya?" Damar masih belum mengerti. "Kalau menurut pengamatan saya, mereka tak suka Pak Damar memiliki istri dua, mereka kira dua wanita Bapak terpaksa menerima poligami ini," jelas Roni. Damar mengusap-usap rahang tegasnya, berfikir bagaimana cara agar berita poligaminya dapat menjadi contoh bahwa dia bisa menjalankan syariat ini dengan baik, dua istrinya menerima dengan lapang dada. Sehingga dampak buruk untuk perusahaannya dapat di minimalisir. "Daftarkan umroh untuk seluruh keluarga termasuk Mbok Darmi," perintah Damar. "Rumah untuk Kirana kapan siap? Kenapa lambat sekali pengerjaannya?" cecar Damar dengan pertanyaan dan perintah. "Untuk umroh a
Nisa memandang Lana nelangsa. "Nis, gue nggak bisa begini terus, gue sakit hati, Nis," tisu berhamburan di ranjang dan juga lantai. "Biarpun sedih jangan jorok begini kenapa, Lan," gurau Nisa pada sahabatnya. Nisa memunguti tisu yang berserakan, Setelah itu mencuci tangan. Mengeluarkan makanan yang dia beli sebelum mengunjungi Lana. "Enak banget Lan." Nisa menyodorkan kotak brownis shiny pada Lana. Lana mengeluarkan lendir dengan keras yang tak henti keluar dari idungnya. "Iyuuuhhh ...." Nisa menggigit brownis dengan jijik. Lana masih sesenggukan, "Apa gue batalin aja rencana nikah gue ya, Nis," tanya Lana. Bibirnya masih terus mengeluarkan suara ringikan kepiluan. "Tapi sebagian undangan udah disebar." Nisa mengambil gelas berisi minuman, meminumnya perlahan, lalu mengambil gelas milik Lana. "Nih susu anget enak banget, tenangin dulu diri elo." Nisa memaksa Lana meminum susu coklat. Lana membuka mulut menyeruput gelas berisi susu. "Abisin," suruh Nisa. "Nih makan dulu," Nisa
Lana bersiap menuju Apartemen Bagus, setelah sampai di lobi Apartmen dia menuju Resepcionis meminta bantuan satu orang untuk mengemas semua barang-barang milik mantan kekasih Bagus. Lana masuk ke dalam hunian Bagus, meneliti barang apa saja yang ingin di singkirkan. Ada beberapa helai pakaian, "Mungkin sesekali wanita itu tidur di sini." pikir Lana. Ada pakaian tidur, sepatu, sandal wanita, juga beberapa pas foto. Lana membuang semua koleksi parfum Bagus, entah parfum yang mana yang melekat di pikiran Bagus, setiap mereka akan bercinta Bagus selalu menyemprotkan parfum yang berbeda. Satu kardus kecil barang-barang yang akan disingkirkan sudah tersusun. Terakhir satu bingkai yang sering bagus pandangi. Lana mengambil bungkai menatap dengan rasa cemburu. "Kamu hanya masa lalu, sekarang biarkan aku yang akan membahagiakannya," ujar Lana, lalu menaruh di kardus bagian atas. "Sudah ini, saja bawa dan buang, jika ada yang masih bisa di manfaatkan silahkan ambil," ujar Lana, dia memb
Tatapan Lana tak kalah tajam. Dia siap mempertahankan apa yang harus dipertahankan, apa lagi kini Lana melindungi miliknya dari seorang yang sudah tiada. "Dia sudah nggak ada, untuk apa kamu cemburu? Dia tak akan bisa kembali, sekarang aku milikmu, nggak akan ada yang bisa merebut aku dari kamu. Apalagi Mira dia sudah tenang di sana!" ujar Bagus, masih dengan suara keras. "Karna dia sudah tenang untuk apa kamu masih menyimpan kenangan dengannya! Sekarang ada aku, jadi aku tidak ingin dia menjadi bayangan di antara kita!" ucapan Lana tak kalah keras."Dia hanya --""Hanya apa? Kalau Mas Bagus masih terus bertahan dengan keadaan seperti ini, oke aku nyerah. Silahkan Mas Bagus hidup dengan masa lalu, siapa wanita yang mau, ketika bercinta yang di ingat hanya masa lalu." Lana mundur perlahan, membalikkan tubuh melangkah menghampiri pintu. "Lana, jangan keluar selangkahpun dari pintu itu, atau --" "Atau apa?" tanya Lana, menghentikan langkah."Atau kita putus selamanya," jawab Bagus.