Bab 50Adzan subuh berkumandang, tangan lelaki ini memeluk erat pinggang wanita disebelahnya. Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi panggilan untuk bersujud sudah terdengar. Damar beringsut turun dari ranjang, masuk ke dalam kamar mandi, menyetel keran air hangat. Mengisi bathtub. Setelah penuh, lelaki ini membopong tubuh Nisa yang masih enggan untuk bangun. "Mas, aku masih ngantuk," ujar Nisa, menepis tangan Damar, menaikkan lagi selimut hingga bahu. "Tapi udah subuh, nanti kalo udah mandi jadi seger." Damar mengecup ceruk leher gadis manja di hadapan. Mata Nisa mengerjab merasa geli, dia melingkarkan tangan ke leher Damar. Tanpa kata lagi Damar mengangkat masuk ke dalam kamar mandi. Menaruh tubuh mungil di dalam bathtub. Tubuh yang tadinya terasa ngilu dan pegal berangsur rileks. Damar memijit pelan bahu wanita muda ini. "Nis sebelum mandi hadas, kita lanjut dulu ya. Biar cepet kasih papa cucu," Damar menaik turunkan alis. Wajah Nisa tersipu malu, "Ya ampun. Mas... Nisa aj
Kedua lelaki saling tatap. Bola mata Chandra menatap dengan keharusan, dan iris hitam legam Damar mengatakan tidak apapun taruhannya. "Nggak, Pah." Dengan tegas Damar berkata tidak. Chandra menggebrak meja, membuat Nisa terjengkit kaget. "Pah, jangan emosi, nanti sakit lagi." Nisa mengingatkan. "Mas." Nisa memandang sendu kekasihnya. "Pah." Suara Damar melemah. "Jangan paksa aku untuk meninggalkan wanita yang sudah menjadi tanggung jawabku, jangan ajarkan aku menjadi pecundang, jangan ajarkan aku menjadi lelaki hina karna membuang yang seharusnya dia lindungi. Chandra menatap mata Damar penuh penekanan, mencari sejauh mana sikap gentle, dan sikap adil pada Damar. Irish kecoklatan milik Chandra beralih menatap Nisa," urus gugatan cerai kamu, papah akan dukung sepenuhnya."Kepala Nisa menggeleng samar, walau awalnya dia ingin sekali bercerai tetapi kini niatan itu sirna, saat ini hati Nisa terasa seperti sedang pasa fase paling bahagia, apapun status Damar saat ini. Apakah ini yang
"Apa sih, Mas. Lengket juga badannya." Nisa mendorong tubuh Damar."Orang tadi mas lagi olah raga, Fina ganggu, eh kepergok Papah. Olahraganya gak di lanjut, sekarang lanjut sama kamu aja yuk." Sambil bangun Damar meraih pinggang ramping Nisa, mengangkat menuju ranjang."Mas, badan kamu lengket banget ini," teriak Nisa menggeleng-gelengkan kepala, mengelak dari ciuman Damar. "Ya udah, sambil mandi aja." Damar turun dari ranjang, mengangkat Nisa menuju kamar mandi."Nggak mau... Aku udah mandi," Nisa berusaha turun, tapi rengkuhan Damar begitu kuat hingga sampai di kamar mandi Nisa masih juga meronta dan berteriak, hingga air shower membasahi tubuh, bibir Damar pun membungkam bibir yang sejak tadi berteriak. Hingga si wanita tak mampu lagi melawan, dia hanyut dalam buaian tangan nakal juga kecupan memabukkan lelaki dihadapan. Lagi dan lagi, wanita yang begitu manis ini mampu mengimbangi dan m
"Pah. Maafkan aku," ucap Damar menatap penuh penyesalan pada Chandra. "Untuk apa?" tanya Chandra. "Untuk tak setiaku pada Nisa," "Apakah permpuan itu lebih baik dari Nisa? hingga kamu tega mendua?" tanya Chandra. "Mereka dua wanita yang berbeda, Pah. Aku tak bisa membandingkan, aku mencintai keduanya dengan kelebihan dan kekurangan mereka," ucapan Damar terdengar meyakinkan. Hm... Hanya gumaman yamg keluar dari mulut Chandra. "Apa jaminan yang bisa kamu berikan jika kamu tidak akan mencampakkan Nisa?" tanya Chandra menatap Damar penuh intimindasi. "Aku pikir Papah mengenaliku?" ucap Damar. "Sekarang aku tak mengengenalimu, dalamnya lautan dapat terukur, dalamnya hati manusia siapa yang dapat mengetahui. Aku tak ingin, anakku hidup tak bahagia setelah kepergianku," Chandra berucap pelan, Namun tegas. "Pah, aku sangat tau diri, aku bisa menjadi seperti ini karna didikan dan fasilitas yang Papah beri, untuk berhianat jika aku mau sudah aku lakukan sejak dulu." D
Jakun Damar terlihat turun naik, terlihat dia begitu tergoda. Lelaki atletis ini mendekati Kirana. Duduk disebelah wanita ayu ini lalu mendekap erat tubuh Kirana, tangan Damar merengkuh erat tubuh yang dari dulu hingga kini begitu dia damba. "Kirana, tapi aku tak bisa menginap di sini," Ucap Damar di sela-sela cumbuannya. Nafas Kirana terdengar tak beraturan. Dia menarik tubuh dari kungkungan Damar. Menuruni ranjang, memunguti pakaian yang tadi dia lempar sembarang, memakai kembali pakaian yang tercecer. "Pulang lah, Mas. Kamu selesakan dengan dia. Pulang kan aku ke rumah dulu. Terserah kamu mau mengunjungiku atau tidak." Lelaki atletis ini menghampiri Kirana kembali. Memeluk erat tubuh Kirana dari belakang menyesap tengkuk meninggalkan bercak kemerahan. "Yakin, kamu mengusirku malam ini? Kamu nggak marah?" ujar Damar, mempererat pelukan, tangan meremas dua gundukan yang masih belum berpenutup. Kirana mencoba lolos dari rengkuhannya. "Apa dayaku, marahpun percuma," ucap Kirana,
"Mih ayo tidur, sudah malam," teriak Chandra. "Mamih tidur di kamar tamu," Fina menjawab ketus. Chandra tak menanggapi dia melanjutkan langkah menuju kamar. Di dalam kamar Chandra duduk di kursi dekat jendela memandang legamnya langit, isi kepala tuanya kembali mengingat masa di mana dia menemukan Fina dan membawa kerumah. Semua penolakan Nisa, tapi dengan tegas Chandra tetap merengkuh Fina, apapun yang Nisa lakukan untuk mengusir Fina. Alam semesta seolah berpihak pada putri kecilnya, Chandra membawa pulang Damar, menggantikan kegundahan dan kekecewaan Nisa pada sang ayah. Damar menjaga Nisa dengan baik selama ini. Air mata lolos dari mata tua Chandra. Berterimakasih pada sang pemilik hidup, selain dipertemukan dengan pembenci tetapi dia juga dipertemukan dengan pelindung. "Apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai," monolog Chandra. Pintu kamar terbuka, Fina melangkah di hentak, menaiki ranjang dengan kasar. Lelaki tua ini tak menegur atau menyapa. Dia berfikir sebelum ajal
"Sekarang mandi dulu, kita sarapan," ucap Damar."Mandiin," Nisa merajuk manja. Tetapi kerika Nisa sedang merajuk ponsel Damar berdering, Roni mengabarkan pagi ini untuk datang tepat waktu. "Roni ngabarin, Mas harus datang tepat waktu." Damar menunjukkan ponsel pada Nisa. "Kamu mandi sendiri, jangan lama-lama, Mas tunggu di sini," ujar Damar. Nisa memanyunkan mulutnya, membuat Damar tersenyum geli, "Buruan nanti Mas telat," ujar lelaki atletis ini. Setelah Nisa menutup pintu kamar mandi Damar menghembuskan nafas lega, jika pagi ini dia harus memberikan Nisa kenikmatan, bisa nggak bisa diajak berdiri dengkulnya. Pasalnya Kirana Benar-benar memberikan service terbaiknya tadi malam. Damar melihat ponsel yang bergetar, pesan dari Kirana. [Udah dapet dokumennya, mas?]Damar menyugar rambutnya frustasi. Dia harus cepat-cepat mengumpulkan dua wanitanya dan menyepakati perjanjian pada dua wanitanya agar tak saling curiga da
"Masalah lagi, Ron." "Apa, Pak?" tanya Roni. "Siapa yang nanti aku bawa, dan rumor buruk akan beredar jika publik tau aku beristri dua." pungkas Damar. "Pak, kolega dan semua rekam bisnis taunya Anda menikah dengan Non Nisa, sebaiknya yang Anda perkenalkan pada bublik Non Nisa." saran Roni. Damar tak menjawab, tangannya mengusap-usap janggut yang sudah di tumbuhi bulu tipis. "Jika tak ada yang dibutuhkan lagi saya undur diri, Pak." Hhmmm ... Hanya gumaman yang keluar dari mulut Damar. "Masalah satu belum kelar, sudah muncul lagi masalah baru," gumam Damar. *** "Nis, Mas Bagus udah dua kali dateng ke rumah gue," ujar Lana siang ini. "Eehhh ... Elo udah jadian sama Mas Bagus?" tanya Nisa. Yang diangguki mantap oleh Lana. "Ya ampun, cepet banget move onnya temen gue," ujar Nisa.