Share

Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu
Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu
Author: Teeyas

Bab 1 #Ketika Suamiku Dipinjam.

Author: Teeyas
last update Last Updated: 2023-10-22 19:09:47

Bab 1

"Dek, pinjem sebentar suamimu, ya." Suara mbak Nung lewat ponsel.

Aku berusaha menelan salivaku. Sejenak aku diam untuk menetralisir emosi yang bergejolak dihati. Pelan-pelan kuambil nafas panjang, lalu kubuang dengan kasar.

"Dek." Suaranya lagi.

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sambil membayangkan kondisi Mbak Nung yang sedang hamil tua, sebenarnya kasihan melihat perutnya yang sudah berat dibawa kemana-mana.

"Hallo, Dek." Suara manis istri almarhum Mas Fadli kakak iparku.

"Ya, Mbak Nung." Suaraku kubuat ceria, supaya enak didengar wanita cantik yang sedang menunggu kelahiran anak ke duanya itu.

"Mas Irfan suruh jemput aku di terminal, ya. Aku sudah tiba sepuluh menit yang lalu," kata Mbak Nung dengan lancar dan jelas.

Dia sama sekali tidak mengerti bagaimana perasanku sebagai istrinya Mas Irfan yang selalu dimintai tolong ini dan itu. Juga tidak pernah peduli suamiku sedang sibuk atau santai, pokoknya langsung hajar kalau minta tolong.

"Ya, Mbak Nung," jawabku, walaupun hatiku dongkol. Beruntung tidak berhadapan, sehingga tidak bisa melihat wajahku yang kacau.

Setelah mengucapkan salam, kukembalikan ponselku di atas nakas. Dengan mulut mengerucut kutemui Mas Irfan yang sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai montir mobil, di bengkel miliknya sendiri.

"Kenapa, Yang?" tanyanya tanpa melihat wajahku yang kutekuk-tekuk.

"Mbak Nung!" rengekku, sambil memainkan ujung baju.

Mas Irfan melirikku sebentar, bibirnya mengulum senyum. Laki-laki hitam manis itu selalu menyeringai kalau aku ngambek gara-gara Mbak Nung.

Suamiku itu orang yang penurut, sabar, baik hati dan ringan tangan, sehingga sering dimanfaatkan oleh siapapun.

Lebih-lebih Mbak Nung, Aku sebagai istrinya kadang ingin marah, tapi tidak bisa. Karena ibu mertuaku yang mengendalikan semuanya.

Gegas alat bengkel yang di pegang diletakkan ke tempat semula. Lalu mencuci tangan dan kaki dengan sabun sampai bersih.

"Bukannya tadi waktu aku minta tolong untuk mengantar ke pasar, katanya sibuk. Giliran mbak Nung yang minta tolong kenapa langsung sat set, sat set." Gerundelku dalam hati.

"Kenapa mbak Nung, Yang?" ulangnya. Tangannya yang sudah bersih di keringkan dengan kain, lalu meraih bahuku mengajak masuk ke dalam rumah.

"Ada apa dengan Mbak Nung?" ulangnya lagi, karena aku tidak segera menjawab pertanyaannya tadi.

"Disuruh jemput Mbak Nung di tempat biasa," kataku kesal.

Mas Irfan melihat jam yang menggantung di dinding, lalu mengangguk. Dia sudah tahu apa yang harus dikerjakan di saat ini. Tadi siang sudah menjemput sekolah Fara, sekarang jemput mamanya.

Diambilnya jaket, helem, masker, lalu dipakai. Aku hanya memperhatikan dari belakang dengan hati dongkol. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya.

Sejak Mas Fadli -- suami Mbak Nung meninggal, Mas Irfan lah yang repot, mengantar dan menjemput kerja, memgurusi sekolah Fara, menemani periksa kandungan. Belum yang urusan kecil, rapat di sekolahan dan masih banyak lagi.

Usia kandungan Mbak Nung memasuki sembilan bulan, sudah mendekati hpl nya. Dokter melarang bekerja berat, termasuk naik kendaraan, sehingga kemana-mana harus diantar.

Nah, ini dia yang bikin aku sakit hati.

Tugas mas irfan adalah sebagai suami siaga bagi Mbak Nung. Kadang aku cemburu, apalagi perkawinanku selama tiga tahun belum diberi momongan, hatiku bertambah perih.

Sebelum mengeluarkan motor, laki-laki tinggi, kurus, hitam manis itu mencium keningku, lalu mengacak rambutku dengan lembut.

"Mas keluar sebentar, ya," pamitnya.

"Ya!" kucium punggung tangannya. Walaupun kesal, aku tetap melakukan kebiasaanku sebagai istri.

Sejak Mas Fadli meninggal, seakan Mbak Nung merampas perhatian Mas Irfan dari sisiku.

Netraku mengembun saat memandangi punggung suamiku dari belakang, yang rela mengendarai motor berpanas-panasaan demi Mbak Nung. Kutatap sampai bayangannya menghilang.

Mas Irfan orangnya baik sekali, aku bangga mempunyai suami seperti dia. Seandainya aku yang hamil, pasti mas Irfan lebih siaga. Namun, ketika kuraba perutku masih datar, aku pasrah. Kuambil nafas sepenuh dada lalu kubuang dengan kasar.

Astaghfirullah aladzin.

Aku gegas lari ke dapur, baru ingat kalau sedang menggoreng tempe. Kudenguskan hidungku, sepertinya ada bau agak gosong.

Ya ampun, benar juga, tempe yang hanya empat potong itu warnanya sudah menghitam. Duh, lauk untuk makan siang hangus.

"Gara-gara Mbak Nung, sih," gerutuku.

Kucari simpanan telor di kulkas, ternyata habis.

Ya udah, nanti kalau Mas Irfan pulang, pinjam motor sebentar untuk beli lauk di depan pasar modern, di situ ada warung makan, yang terkenal murah dan enak rasanya.

Coba kalau tadi ditungguin, tidak akan gosong.

Hufgh! Semua gara-gara Mbak Nung, masih gerutuku.

*

Lima bulan yang lalu, Mbak Nung kehilangan suaminya karena sakit jantung. Membuat kita semua terkejut dan sangat berduka. Terlebih Ibu mertuaku, sepertinya belum siap ditinggal anak tercinta.

Kondisi Mbak Nung yang sedang hamil tua, dan juga anak pertama yang masih balita, membuat kita sedih. Namun, bagaimana lagi? Semua sudah menjadi takdirnya.

Kehidupan harus tetap berjalan. Terlebih Mbak Nung, dia harus segera bangkit dan kuat karena ada Fara dan anak yang dikandung, mereka masih butuh perhatian, dan kasih sayang.

Sepeninggal Mas Fadli, Mbak Nung disuruh pulang ke rumah yang ada di sleman oleh Ibu mertuaku. Supaya Ibu bisa membantu mengasuh Fara dan mengawasi kandungan Mbak Nung.

Rumah yang ada di Pugeran Yogja, sengaja ditinggal karena Mbak Nung belum bisa melupakan kenangan yang indah bersama almarhum.

Terdengar suara motor masuk halaman, walaupun aku tahu itu motor milik Mas Irfan, tetap saja aku menjulurkan kepala, ingin melihat janda cantik itu ketika diboncengin Mas Irfan.

Aku mencebik dari balik cendela depan.

Kudengar langkah Mas Irfan masuk ke dapur, aku memang menunggu kedatangannya. Akan meminjam motor untuk beli lauk, sekalian ambil uang di ATM di dekat minimarket.

"Pinjam motor sebentar ya, Mas," pintaku.

"Kunci ada di depan, mau kemana?" dia balik bertanya.

"Ke pasar, beli lauk," jawabku.

""Perlu diantar?" tanyanya.

Hufh! Paling hanya basa basi saja, bukannya tadi pagi dia tidak bisa mengantar katanya masih repot, batinku.

"Gak usah! Aku bisa pergi sendiri," jawabku, seakan menirukan jawaban dia. Kalau aku minta diantar ke pasar, dia menjawab, "Sayang 'kan bisa pergi sendiri." Selalu begitu jawabnya.

Mas Irfan hanya mengulum senyum.

"Sepertinya bau gosong," katanya sambil mendengus.

"Iyaa, aku gosongin tempenya. Ni,mau beli lauk di pasar!" seruku.

"Ini ada ayam pop kusakaanmu, dari Mbak Nung," kata Mas Irfan sambil mengulurkan tas kresek warna putih yang ditenteng.

Netraku terbelalak, aku tidak bisa diam kalau yang ini. Kuraih tas, ayam pop itu segera kutaruh di mangkok.

"Alhamdulillah sepertinya ayamnya enak, nih."

"Sekalian ambilkan nasi, Yang. Aku lapar," titah Mas Irfan, tangannya mengelus perut pertanda sudah keroncongan.

Tanpa jawaban, kuambil secentong nasi ke piringnya, kemudian ke piringku. Tiba-tiba perutku juga lapar. Entah kenapa, sekali mendengar ayam pop, isi perutku langsung berontak minta makan.

Siang ini aku tidak perlu repot kepasar untuk mencari lauk. Aku bersyukur karena ada ayam pop, pemberian Mbak Nung.

Rumah yang kami tempati warisan dari keluarga Mas Irfan. Ada tiga bangunan yang berderet. Yang sebelah kanan sendiri milik almarhum Mas Fadli. Sementara dipakai untuk gudang, karena mereka sudah punya rumah di Pugeran Yogja.

Bangunan tengah di tinggali Ibu mertua dengan mbok Rah asisten yang menemaninya. Bangunan rumah Ibu yang depan ada toko kelontong, dibantu satu pegawai laki-laki, namanya Kang Nono.

Aku juga ikut membantu di toko milik Ibu mertua, untuk mengisi kekosongan, sambil menunggu panggilan kerja di kantor.

Bangunan sebelah kiri jatah Mas Irfan yang ditempati bersamaku. Yang depan ada bengkel mobil milik almarhum Ayah mertua, kemudian diterus

kan Mas Irfam.

Kerika aku asyik menikmati ayam pop. Bersamaan dengan itu...

Bersambung.

.

.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
bacanya bikin bego, taunya ngomong dalam hati, sama dinding sekalian.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 2 #Dijulidi tetangga dan ibu mertua

    Bab 2Bersamaan dengan itu, Mbak Nung muncul dari pintu belakang yang menghubungkan antara rumahku, dan rumah ibu mertua. Sengaja dibuat pintu seperti itu, katanya supaya enak aksesnya."Ayam popnya enak enggak, Dik?" tanya Mbak Nung, dengan senyum yang tulus. Seragam ASN sudah diganti dengan daster longgar. Ditangan kanannya menggelendot Fara, balita cantik yang menggemaskan itu."Enak banget, Mbak. Terima kasih, ya," ucapku. Saking enaknya, sampai aku lupa dengan kekesalanku terhadapnya."Syukurlah kalau enak, Dik. Bisa jadi langganan kalau gitu," katanya sambil duduk di sebelahku.Tidak diipungkiri, Mbak Nung itu orangnya baik, ramah, cantik, dengan rambut hitam lurus sebahu."Iya, enak banget. Terasa bumbunya, beda dengan yang lain," balasku sambil menggerogoti sisa-sisa daging yang menempel di tulang."Ayuk Mbak, sekalian makan," ajak Mas Irfan."Tadi di kantor sudah makan, masih kenyang," balasnya."Fara sudah makan?" tanyaku selanjutnya setelah mencuci tangan. Balita cantik it

    Last Updated : 2023-10-22
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 3 #Terpaksa berkata jujur.

    Bab 3"Siapa dia?" desaknya."Ibu ..." Suaraku seakan tercekat. Maaf Mas, terpaksa aku mengatakan dengan jujur, bisikku dalam hati. Setelah menyebut seseorang wanita yang melahirkannya, aku merasa bersalah. Seketika wajah Mas Irfan luruh, dia menunduk sedih. Pasti tidak menyangka kalau Ibunya sendiri yang ikut memojokkanku."Mungkin Ibu tidak bermaksud seperti itu, Yang. Kamu yang sabar, ya," rajuknya setelah sekian menit berlalu, sambil memeluk hangat.Tidak terasa air mataku menganak sungai. Aku membiarkan tubuhku dipeluk Mas Irfan sampai tangisku reda. Lalu kususuti air mata dengan jari."Maafkan Ibu ya, Yang." Mas Irfan melepaskan pelukannya, dipandangi wajahku dengan seksama.Akhirnya aku mengangguk. Mas Irfan tersenyum, senyumanya membuat hatiku tenang.***Selepas subuh aku sibuk di dapur akan membuat nasi goreng, pesanan mas Irfan. Kebetulan masih ada nasi sisa semalam. Sayang sekali kalau dikasihkan ayam, karena masih bisa dimanfaatkan, apalagi dibuat nasi goreng untuk sarap

    Last Updated : 2023-10-22
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 4 #Menginap di Kaliurang

    Bab 4Menjelang mahgrib, kudengar mobil masuk halaman rumah. Aku gegas ke depan, mengintip dari balik cendela. Walaupun hati panas dingin, aku tetap ingin melihat mereka.Mas Irfan menggendong Fara yang sedang tidur pulas, Mbak Nung mengikuti dari belakang, tangannya membawa tas kresek warna putih. Kemudian disusul ibu mertua, mereka seperti keluarga yang bahagia, membuatku kian nelangsa.Sungguh, aku sangat cemburu. Aku seperti tidak ada artinya dihadapan mereka, merasa tersisihkan.Mertua yang julid, dan suka mencela. Suami yang selalu dipinjam tanpa memikirkan perasaan istrinya.Aku membuang nafas kasar. Aku sadar kalau aku mempunyai kekurangan, sebagai wanita aku belum sempurna. Kuelus perut yang masih rata, aku juga ingin seperti mbak Nung, mempunyai buah hati.Memang aku bisa apa? Semua ini karena kehendak Nya. Kami belum diizinkan, elum dipercaya mempunyai momongan. Dokter kandungan bilang, aku dan Mas Irfan sehat, tidak ada masalah. Itu yang membuat kami tenang.Rupanya ibu me

    Last Updated : 2023-10-22
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 5 "Ditinggal sendiri.

    Bab 5Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan

    Last Updated : 2023-10-22
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 6 #Berlatih Bersabar

    Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan tergop

    Last Updated : 2023-11-10
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 7 # Ujian yang bertubi-tubi

    Bab 7Aku terbelalak, ketika barang yang aku susun di motor sudah setinggi gunung. Mbok Rah mengambil tali rafia untuk diikat ulang, takut kalau ditengah jalan jatuh berantakan."Pegangi dulu ya, Mbok. Aku ambil ponsel dulu, takut kenapa-napa di jalan," titahku. Kulihat Ibu mertua mengawasi dari jauh. Kuikat ulang seperti yang dianjurkan Mbok Rah, setelah rapi kugoyangkan, ternyata aman. Aku melangkah siap mengendarai. Betapa kagetnya masih ada barang yang belum terangkut. Satu tas kresek yang hampir ketinggalan, akhirnya nongkrong didepan, diatas tabung gas yang terletak di tempat bagian kaki."Hati-hati, ya, Neng Dela," bisik Mbok Rah memberi semangat."Ya, Mbok. terima kasih," Aku duduk agak maju karena terdesak barang yang tersusun meninggi. Sedang yang didepan, ada tabung gas, setumpuk tas kresek , sehingga aku harus mendongak kalau melihat jalan.Bissmillah...Sesampai di perempatan sebelum belok ke Masjid, motor tiba-tiba macet, untung lalu lintas tidak ramai, mesin mendadak

    Last Updated : 2023-11-11
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

    Bab 8Aku terbangun dari tidur siang, netraku masih sedikit kabur. Aku berusaha mengumpulkan ingatan, sambil mengerjapkan kedua netraku. Bayangan laki-laki yang sangat kukenal, duduk disampingku."Mas Irfan, sudah pulang?" tanyaku setelah ingatan dan pandanganku pulih.Laki-laki yang selama ini kukagumi itu mengangguk, duduknya beringsut lebih dekat, lalu memelukku. Kaki dan tanganku dipijat bergantian, sambil berkata dengan mimik yang lucu."Aduh kacian, pasti capek ya, cini dipijitin cama Papa, yuuuk," celotehnya dengan mimik yang lucu.Aku termenung, dalam hati kesal. Namun, setelah melihat wajahnya yang polos, dan bercandanya yang garing, aku berusaha memberikan senyum ala kadarnya supaya hatinya senang."Udah makan, Mas?" tanyaku, sambil mengingat kira-kira makan pagi apa siang, ya?Aku suka bingung, kalau bangun tidur mendadak seperti ini.Mas Irfan menggeleng."Pingin makan ditemani, Cayang," jawabnya."Oh, ayuk. Eh, ini makan siang, ya," cetusku, masih ragu-ragu."Sana! Basuh m

    Last Updated : 2023-11-12
  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 9 POV IRFAN: Ternyata Istriku Sering Menangis

    Bab 9 Aku menghela nafas panjang, lalu kuhembuskan pelan setelah menerima telepon dari belahan jiwaku. Mengabarkan kalau dia sedang mengalami hal yang tidak mengenakkan pagi ini. Setelah itu dia mengirim foto keadaan motor yang mengangkut barang dagangan yang dibeli pelanggan, minta diantar kerumahnya.Selintas terbersit wajah ayu, pendamping hidupku, Dela Padma. Aku sering merasa bersalah kepadanya. Disaat Dela membutuhkan bantuan, aku tidak ada disampingnya. Ada saja alasanku. Sedih melihat perjuangan yang tidak ada hentinya.Tidak lama kemudian, Dela mengirim foto kondisi motor yanģ mengalami ban kempes. Hari ini dia sedang banyak ujian, aku sedih melihatnya, dan tidak bisa hadir membantu kesulitannya. Hanya bisa mengarahkannya, aku yakin Dela wanita mandiri, sehingga ujian itu bisa dilewati.Dela sudah banyak berkorban untukku, kadang aku prihatin kalau mendengar cerita dari Mbok Rah. Ibu selelu memusuhinya, apa yang dilakukan selalu salah dimata Ibu. Aku mengenal sifat Ibu k

    Last Updated : 2023-11-13

Latest chapter

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 90. # Status Mereka Sudah Sah

    Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 89. #Tidak Disangka Bertemu Andre

    bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 88. # Mengunjungi Rumah Baru

    Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status