แชร์

Bab 4 #Menginap di Kaliurang

ผู้แต่ง: Teeyas
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-29 19:42:56

Bab 4

Menjelang mahgrib, kudengar mobil masuk halaman rumah. Aku gegas ke depan, mengintip dari balik cendela. Walaupun hati panas dingin, aku tetap ingin melihat mereka.

Mas Irfan menggendong Fara yang sedang tidur pulas, Mbak Nung mengikuti dari belakang, tangannya membawa tas kresek warna putih. Kemudian disusul ibu mertua, mereka seperti keluarga yang bahagia, membuatku kian nelangsa.

Sungguh, aku sangat cemburu. Aku seperti tidak ada artinya dihadapan mereka, merasa tersisihkan.

Mertua yang julid, dan suka mencela. Suami yang selalu dipinjam tanpa memikirkan perasaan istrinya.

Aku membuang nafas kasar. Aku sadar kalau aku mempunyai kekurangan, sebagai wanita aku belum sempurna. Kuelus perut yang masih rata, aku juga ingin seperti mbak Nung, mempunyai buah hati.

Memang aku bisa apa? Semua ini karena kehendak Nya. Kami belum diizinkan, elum dipercaya mempunyai momongan. Dokter kandungan bilang, aku dan Mas Irfan sehat, tidak ada masalah. Itu yang membuat kami tenang.

Rupanya ibu mertuaku tidak paham, selalu saja membandingkan antara aku dan mbak Nung. Apalagi anaknya sudah hampir dua, aku semakin tersudut.

Anehnya Mas Irfan tidak pernah membela kalau ibunya menyindirku.

Ibu mertuaku aneh, ya? Kok bisa begitu? Apa karena Mbak Nung lebih cantik? Seorang ASN? Sudah memberikan cucu pula.

Namun, apa aku juga salah? Batinku berkecamuk di dalam hatiku.

"Yang, lagi ngapain?" Suara Mas Irfan mengagetkanku, karena aku masih mematung dibalik korden cendela, ruang tamu.

"Barusan nglihat keluarga cemara pulang dari jalan-jalan," ledekku kesal.

Laki-laki hitam manis itu membulatkan netranya. Entah mengerti atau tidak sindiranku ini, yang pasti aku sudah lega mengucapkannya.

"Maksudnya apa sih, Yang? Gak ngerti aku," balas Mas Irfan dengan wajah lugu.

Perubahan ekpresinya seperti itu, dengan wajah polos, dan sok tidak tahu. Apa hanya dibuat-buat untuk mengurangi resiko pertengkaran kami, atau biar aku iba melihatnya. Tetapi menurutku kesannya mengesalkan sekali.

"Aku barusan lihat ada keluarga cemara yang nampak bahagia, pulang dari ...entah dari mana," ulasku sambil mengangkat dua bola mataku, sepertinya harus dijelaskan secara rinci kalau masih belum paham.

"Oh, maksudnya aku sama mbak Nung?" Masih dengan wajah yang sok imut.

Bibirku mulai mengerucut. "Iyaaaaa ..."

"Loh? tadi sudah pamit kan? Ibu juga bilang, Mbak Nung juga sudah minta izin. Apa Sayang, lupa?" belanya dengan wajah masih kalem.

"Iyaaa, tapi lama banget perginya!" cetusku semakin kesal.

"Sudah dibilangin to, Yang. Kalau kami sekalian mampir rumah Mbak Nung yang di Pugeran," terangnya.

"Itu aku juga tahu, Maaaas." Netraku sudah mulai terbelalak.

"Lalu? Apa yang membuat Sayang marah?" Masih dengan wajah yang sok imut.

"Yang membuat kesal, tadi yang punya mobil datang. Dia marah-marah!" sahutku.

"Astaghfirullah aladzin. Iya, aku lupa kasih tahu Sayang, kalau kunci mobilnya ada di laci kamar. Sudah selesai kok, tinggal ambil. Coba aku cek lagi," kata Mas Irfan sambil buru-buru menuju bengkel.

Aku mengikuti dari belakang dengan perasaan cemas.

"Belum selesai servisnya?" cercaku.

"Alhamdulillah sudah kelar, cuma lupa kasih tahu Sayang, kalau hari ini mobilnya mau diambil."

"Orangnya marah-marah," gerundelku.

"Kenapa Sayang tidak meneleponku?" Nadanya sedikit tinggi.

Bibirku langsung mengerucut. Apa perlu diceritakan bagaimana sakit hatiku disemprot oleh ibunya, kata-katanya pedas lagi. Sepertinya malas aku menceritakannya, dikira aku menantu yang suka mengadu.

"Tinggal telepon, apa sih susahnya?" Cecarnya dengan nada masih tinggi, sambil tangannya memegang senter memeriksa satu persatu mesin mobil.

Aku malas berdebat, lebih baik diam. Melihat Mas Irfan panik membuat emosinya meradang kalau kutambahi kata-kata yang pedas.

"Alhamdulillah," ucapnya lirih, tetapi sempat kudengar. Aku ikut lega, berarti tidak ada masalah.

"Sudah beres?" tanyaku untuk meyakinkan. Aku takut kalau bapak itu datang, ternyata belum jadi mobilnya.

Tidak bisa membayangkan betapa marahnya dia, kalau mobilnya belum siap.

Mas Irfan mengangguk. "Alhamdulillah."

"Sudah selesai, sudah beres. Hanya memastikan saja," ujarnya.

Aku ikut senang, karena mobilnya akan dipakai ke luar kota setelah mahgrib. Benar juga, bapak itu datang kembali tepat waktu, mobil sudah siap dan tidak ada masalah.

***

"Ya udah, untuk permintaan maaf, kita besok nginap di Kaliurang." Mas Irfan memelukku dari belakang ketika aku sedang mencuci piring.

Aku seperti tersiram air dingin di padang gersang ketika mendengar ajakan Mas Irfan. Menginap di Kaliurang itu bagiku sesuatu banget, Mas Irfan tahu kesenanganku. Aku lebih suka suasana gunung dari pada pantai, kulitku tidak kuat kalau harus berjemur di sana.

"Serius, Mas?" Aku membalikkan badan. Laki-laki pekerja keras itu menatapku lekat.

"Iya, kita menginao di sana," jelasnya lagi.

Kedua netraku langsung membulat sempurna. Sudah lama aku merindukan seperti yang sering kita lakukan dulu.

"Mbak Nung gimana?" Aku memastikan, siapa tahu dia minta diantar kemana gitu.

"Hari minggu Mbak Nung libur, Sayang?"

"Oh, iya."

"Quality time, Yang. Waktunya untuk kita, supaya kita segera punya dedek." Mas Irfan mengedipkan sebelah mata.

Aku tertawa geli, maunya romantis, tapi ekspresi wajahnya lucu. Benar juga, kita harus mempunyai kesempatan untuk dinikmati berdua, tidak direcoki urusan orang lain.

Jatah liburku seminggu satu kali, tetapi tidak boleh diambil hari minggu, karena hari itu warung ramai sekali. Kali ini ibu mertuaku mengizinkan dengan catatan bermacam-macam.

"Gak apalah, Bu. Mumpung Mbak Nung libur, aku gak antar jemput ke terminal," bela Mas Irfan ketika ibu agak keberatab aku izin libur hari minggu.

"Yo wis terserah, sak karepmu!" jawabnya sewot.

Aku sedikit tidak enak hati. Namun, aku juga ingin menikmati kebahagiaan bersama suami tercinta.

"Gimana, Mas?" tanyaku setelah sampai di kamar, aku ingin memastikab apakah Mas Irfan goyah setelah mendengar nada keberatan dari orang yang melahirkan itu.

"Jadi dong, ibu gak pa-pa kok, biasa kalau nada bicaranya ibu seperti itu. Di warung masih ada Mbok Rah sama Kang Nono. Gak usah dihiraukan, kita cuma menginap semalam."

Aku setuju dengan pendapatnya. Baru kali ini hatiku terharu bercampur bahagia, karena orang yang kucintai mengajak jalan-jalan.

***

Vespa butut yang sudah dimodifikasi menjadi bagus, membawa kami meneyelusuri wisata Kaliurang. Begitu enaknya kalau punya bengkel, apalagi Mas Irfan pintar mengubah motor kuno menjadi yang artistik.

Itu memang kelebihannya. Bengkel keluarga yang diwariskan ke Mas Irfan itu, katanya peninggalan almarhum bapaknya.

Katanya bengkel yang dulu sangat ramai, terkenal rapi dan murah. Namun, sejak almarhum meninggal dunia, sempat mati suri. Almarhum Mas Fadli tidak mau meneruskan, setelah lulus kuliah, dia diterima menjadi ASN. Maka Mas Irfan lah yang meneruskan usaha bengkel, kebetulan dia suka dunia otomotif.

Jarak dari rumah ke Kaliurang hanya beberapa kilo meter, cukup ditempuh kurang lebih satu setengah jam. Penginepan yang kami pilih, langganan kami ketika menjadi pengantin baru.

Dari kamar, aku bisa melihat langsung pemandangan yang indah menghadap gunung Merapi. Mas Irfan sengaja memilih kamar yang sama, karena dia tahu aku paling suka melihat gunung Merapu yang masih aktif itu.

Kuselonjorkan kakaiku, tidak lama kemudian Mas Irfan membawa nampan isi kue pesenanku. Makanan cemilan yang tadi kubeli di pasar kutarih meja, suasana Kaliurang sangat dingin pasti nanti banyak ngemil.

Malam yang indah nanti akan kita lewati bersama, tanpa ada yang mengganggu. Setelah salat ashar gawai Mas Irfan disilent dan disimpan di laci. Dia tidak mau ada yang mengganggu.

Aku lupa tidak mengatur nada silent seperti punya Mas Irfan, sehingga suaranya berisik ketika ada nada telepon masuk. Gegas kuambil dari dalam tas.

Kulihat dilayar, kedua netraku langsung membulat ...

Bersambung

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 5 "Ditinggal sendiri.

    Bab 5Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 6 #Berlatih Bersabar

    Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan tergop

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 7 # Ujian yang bertubi-tubi

    Bab 7Aku terbelalak, ketika barang yang aku susun di motor sudah setinggi gunung. Mbok Rah mengambil tali rafia untuk diikat ulang, takut kalau ditengah jalan jatuh berantakan."Pegangi dulu ya, Mbok. Aku ambil ponsel dulu, takut kenapa-napa di jalan," titahku. Kulihat Ibu mertua mengawasi dari jauh. Kuikat ulang seperti yang dianjurkan Mbok Rah, setelah rapi kugoyangkan, ternyata aman. Aku melangkah siap mengendarai. Betapa kagetnya masih ada barang yang belum terangkut. Satu tas kresek yang hampir ketinggalan, akhirnya nongkrong didepan, diatas tabung gas yang terletak di tempat bagian kaki."Hati-hati, ya, Neng Dela," bisik Mbok Rah memberi semangat."Ya, Mbok. terima kasih," Aku duduk agak maju karena terdesak barang yang tersusun meninggi. Sedang yang didepan, ada tabung gas, setumpuk tas kresek , sehingga aku harus mendongak kalau melihat jalan.Bissmillah...Sesampai di perempatan sebelum belok ke Masjid, motor tiba-tiba macet, untung lalu lintas tidak ramai, mesin mendadak

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

    Bab 8Aku terbangun dari tidur siang, netraku masih sedikit kabur. Aku berusaha mengumpulkan ingatan, sambil mengerjapkan kedua netraku. Bayangan laki-laki yang sangat kukenal, duduk disampingku."Mas Irfan, sudah pulang?" tanyaku setelah ingatan dan pandanganku pulih.Laki-laki yang selama ini kukagumi itu mengangguk, duduknya beringsut lebih dekat, lalu memelukku. Kaki dan tanganku dipijat bergantian, sambil berkata dengan mimik yang lucu."Aduh kacian, pasti capek ya, cini dipijitin cama Papa, yuuuk," celotehnya dengan mimik yang lucu.Aku termenung, dalam hati kesal. Namun, setelah melihat wajahnya yang polos, dan bercandanya yang garing, aku berusaha memberikan senyum ala kadarnya supaya hatinya senang."Udah makan, Mas?" tanyaku, sambil mengingat kira-kira makan pagi apa siang, ya?Aku suka bingung, kalau bangun tidur mendadak seperti ini.Mas Irfan menggeleng."Pingin makan ditemani, Cayang," jawabnya."Oh, ayuk. Eh, ini makan siang, ya," cetusku, masih ragu-ragu."Sana! Basuh m

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 9 POV IRFAN: Ternyata Istriku Sering Menangis

    Bab 9 Aku menghela nafas panjang, lalu kuhembuskan pelan setelah menerima telepon dari belahan jiwaku. Mengabarkan kalau dia sedang mengalami hal yang tidak mengenakkan pagi ini. Setelah itu dia mengirim foto keadaan motor yang mengangkut barang dagangan yang dibeli pelanggan, minta diantar kerumahnya.Selintas terbersit wajah ayu, pendamping hidupku, Dela Padma. Aku sering merasa bersalah kepadanya. Disaat Dela membutuhkan bantuan, aku tidak ada disampingnya. Ada saja alasanku. Sedih melihat perjuangan yang tidak ada hentinya.Tidak lama kemudian, Dela mengirim foto kondisi motor yanģ mengalami ban kempes. Hari ini dia sedang banyak ujian, aku sedih melihatnya, dan tidak bisa hadir membantu kesulitannya. Hanya bisa mengarahkannya, aku yakin Dela wanita mandiri, sehingga ujian itu bisa dilewati.Dela sudah banyak berkorban untukku, kadang aku prihatin kalau mendengar cerita dari Mbok Rah. Ibu selelu memusuhinya, apa yang dilakukan selalu salah dimata Ibu. Aku mengenal sifat Ibu k

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 10 #Serba Salah di Depan Mertua

    Bab 10 "Bawa ini," kata ibu kepada Mbok Rah, sambil menyerahkan mangkok penuh isi sayur brongkos. Diambil juga telur asin dua butir, dan beberapa potong tempe goreng.Aku hanya bisa menelan salivaku, bingung mau bicara apa, ketika Ibu begitu kalap mengambil macam-macam tapi katanya masakanku tidak enak.Kulihat Mas Irfan membulatkan kedua matanya, mungkin takut kalau sayur itu akan dibuang. Aku menahan senyum. Tadi Ibu mengambil telur asin dan tempe goreng, aku yakin itu tidak akan dibuang. Semoga untuk pelengkap makan siangnya.Kutarik lengan Mas irfan ketika akan mengejar Ibu yang pulang tanpa pamit. Aku memberi sinyal menggelengkan kepala, dengan maksud supaya membiarkan saja."Kalau dibuang gimana, Yang." ada rasa kekawatiran di nada suamiku."Gak mungkin," aku menyela."Ibu orangnya nekad," bisiknya."Tadi membawa lauk lengkap, gak mungkin dibuang," jelasku.Mas Irfan mengernyitkan alis, seakan memikirkan sesuatu, lama sekali dia terdiam, setelahnya baru manggut-manggut."Oh iy

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 11 #Disuruh Jemput Fara

    Bab 11[Kapan hari liburmu, Del?] chat dari Diana teman kuliahku. Hanya dia temanku yang tinggal di Yogja, yang lain diboyong suaminya, menyebar diseluruh Indonesia, walaupun saling berjahuan komunikasi tetap berjalan kewat group aplikasi hijau.Aku langsung mengetik...[Emangnya kenapa? Sewaktu-waktu aku bisa kok ambil libur, kok][Oh, ya? Gitu ya, kalau diambil menantu oleh sultan?] diiringi stiker mengejek[Sultan Hamengkubuwono kw] balasku, diiringi stiker gambar tertawa. [Ayuk kita ketemauan di Es Murni, tempat kita nongkrong dulu, sambil nostalgia] ajakku.[Ayuk, siapa takut?.Jam berapa?"][Besok sore, habis ashar. Selepas toko mertuaku tutup] Ajakku, walaupun belum minta izin Mas Irfan, aku sudah memutuskan sendiri.[Deal ya]Kuletakkan kembali ponsel diatas nakas, kutunda dulu rasa rindu kepada Bapak dan Ibu yang ada di kampung. Semoga pertemuan dengan Diana bisa mengobati rasa kangenku kepada mereka."Kenapa senyum-senyum," Mas Irfan keluar dari kamar mandi, hanya dibalut

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 12 #Bingung Mencari Fara

    Bab 12Sampai di perempatan aku bingung harus menuju kearah mana, kalau pulang aku tidak mau diomelin ibu mertua. Kalau kembali ke sekolahan tidak mungkin, karena sudah sepi, tidak ada satu guru maupun murid disana. Lalu aku haru mencari kemana?Secara tidak sadar, motor kubelokkan kekanan. Aku belum mau pulang. Akan aku cari sekali lagi, siapa tahu bisa menemukan balita cantik keponakanku itu. Setidaknya ada petunjuk, supaya ada jawaban kalau bertemu dengan Ibu mertua."Faraa, kamu ada dimana, Sayang?" bisikku berkali-kali. Terbayang wajah nya imut dengan lesung pipit dan rambut kriwil.Motorku masih menelusuri jalan kecil menuju selokan, aku tidak sadar sudah sangat jauh dari jangkauan. Gak pa-pa, siapa tahu aku menemukan petunjuk keberadaan Fara, begitu tekadku.Duijung selokan mataram, aku mengurangi kecepatan motor matic warna merah, lalu kutepikan. Kulihat banyak motor yang parkir disitu. Ada apa ini? Ada polisi yang berjaga, kulihat ada team SAR, ada beberapa wartawan.Aku men

บทล่าสุด

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 90. # Status Mereka Sudah Sah

    Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 89. #Tidak Disangka Bertemu Andre

    bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 88. # Mengunjungi Rumah Baru

    Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah

DMCA.com Protection Status