Share

Bab 3 #Terpaksa berkata jujur.

Penulis: Teeyas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 3

"Siapa dia?" desaknya.

"Ibu ..." Suaraku seakan tercekat. Maaf Mas, terpaksa aku mengatakan dengan jujur, bisikku dalam hati.

Setelah menyebut seseorang wanita yang melahirkannya, aku merasa bersalah. Seketika wajah Mas Irfan luruh, dia menunduk sedih. Pasti tidak menyangka kalau Ibunya sendiri yang ikut memojokkanku.

"Mungkin Ibu tidak bermaksud seperti itu, Yang. Kamu yang sabar, ya," rajuknya setelah sekian menit berlalu, sambil memeluk hangat.

Tidak terasa air mataku menganak sungai. Aku membiarkan tubuhku dipeluk Mas Irfan sampai tangisku reda. Lalu kususuti air mata dengan jari.

"Maafkan Ibu ya, Yang." Mas Irfan melepaskan pelukannya, dipandangi wajahku dengan seksama.

Akhirnya aku mengangguk. Mas Irfan tersenyum, senyumanya membuat hatiku tenang.

***

Selepas subuh aku sibuk di dapur akan membuat nasi goreng, pesanan mas Irfan. Kebetulan masih ada nasi sisa semalam. Sayang sekali kalau dikasihkan ayam, karena masih bisa dimanfaatkan, apalagi dibuat nasi goreng untuk sarapan.

Ternyata di dapur kehabisan garam, Aku berniat mengambil di warung tempat ibu, tetapi belum buka sebab masih terlalu pagi.

"Gimana dong kalau gitu? Padahal aku harus segera membuat nasi goreng untuk sarapan Mas Irfan," batinku.

Iseng aku pergi ke dapur Ibu mertua, mencari keberadaan mbok Rah, mau minta garam. Aku sering melakukannya kalau kehabisan cabe dan lainnya.

Betapa kagetnya, melihat Mas Irfan yang tadi pamitnya ke bengkel memeriksa mobil milik orang, ternyata duduk bersama Mbak Nung dan Ibu mertua di meja makan

"Assalamualaikum," sapaku dengan suara bergetar. Salamku membuat Mas Irfan berjingkat.

Fara duduk di pangkuan Mas Irfan, sedangkan Mbak Nung duduk di samping sambil menyuapi anaknya. Mereka ngobrol sangat akrab. Sejenak aku mematung melihat pemandangan yang menyakitkan itu.

"Walaikumssalam," balas mereka bersamaan.

"Dela ...sini, kamu!" Teriak Ibu mertua yang ada di dapur, sepertinya kaget dengan kehadiranku.

Rupanya aku datang di waktu yang tidak tepat. Mas Irfan kelihatan salah tingkah, Mbak Nung juga.

"Nasi goreng, Dik." Mbak Nung berdiri, mengambil piring memasukkan nasi, kemudian diserahkan kepadaku.

"Terima kasih, Mbak. Aku gak biasa sarapan sepagi ini," tukasku.

"Kamu makan sana! Enak sekali nasi goreng buatan Nungky." Ibu mertua sedang promosi masakan menantu kesayangannya.

Mas Irfan menyilahkan aku duduk di sebelahnya, namun aku menolak dengan halus. Sepertinya aku harus segera pulang, sebelum bulir air mata jatuh menggelinding.

"Maaf, lagi masak air, pamit dulu, ya," bohongku, sambil membalikkan badan.

"Del!" Panggil Ibu mertua, Aku menghentikan langkah.

"Ya, Bu, " jawabku menunduk setelah berhadapan.

"Nanti buka toko sendiri, ya," titahnya.

"Ya,Bu." Masih menunduk.

"Sekalian pinjem suamimu ya, Dik. Untuk ngantar Mbak Nung," sela Mbak Nung.

Aku mengangguk. Mas Irfan melirikku, kelihatan sekali kalau gugup dan salah tingkah.

"Iya, Del. Sekalian antar Nungky kerja, juga ambil dagangan di pasar beringharjo, trus mampir kerumah Nungky ambil barang-barangnya." Jelas Ibu mertua panjang lebar, nadanya ketus.

"Ya, Bu." hanya itu jawabku.

Aku gegas membalikkan badan, mataku sudah perih, ingin nangis rasanya, entah kenapa aku merasa asing di depan suami sendiri.

Aku sangat kecewa dengan Mas Irfan, katanya pamit ke bengkel mbetulin mobil pelanggan, ternyata ada di dapur ibu sambil memangku Fara yang sedang disuapi Mbak Nung, mereka kelihatan bahagia sekali.

Mas Irfan sendiri yang minta dibuatkan nasi goreng, ternyata dia sudah makan di tempat ibu. Menurutku ini sangat menyakitkan.

Aku berdiri mematung menatap nasi yang akan kugoreng, seketika itu aku kehilangan selera. Lagi pula Mas Irfan sudah makan di sana yang katanya nasi gorengnya lebih enak. Ya, sudahlah.

Nasi segera kutaruh mangkok, kemudian kubawa kebelakang, biar untuk sarapan ayam saja. Aku gampang kalau mau sarapan, nanti bisa beli bubur krecek disebelah rumah.

"Loh, mana nasi gorengnya, Yang?" tanya Mas Irfan ketika melihat meja makan masih kosong.

"Bukannya sudah sarapan nasi goreng buatan Mbak Nung," ucapku ketus.

"Hanya makan sedikit, untuk menyenangkan hati Ibu dan Mbak Nung. Gak enak kalau menolaknya," terangnya.

Aku semakin dibuat sewot, rasanya ingin marah, tapi masih pagi. Aku bingung menjelaskannya.

"Aku tunggu, Yang. Nasi gorengmu lebih enak, ayuk cepetan," titahnya.

"Gak! Gak mau! Nasinya sudah kukasih makan ayam!"

Maa Irfan tersenyum, "Rupanya lebih sayang sama ayam, dari pada suami, ya," rengeknya merayu.

Ingin sekali aku tertawa terbahak-bahak, tetapi segera kuurungkan. Nanti Mas Irfan seperti mendapat angin kalau aku tertawa. Sebenarnya tidak lucu, sih. Hatiku hanya tergelitik saja. Eh, sebenarnya lucu juga ya, entahlah.

***

Aku jaga di warung ditemani mbok Rah, dan ada satu pegawai laki-laki namanya Kang Nono. Tugasnya membantu kalau ada yang beli dengan jumlah yang banyak, misalnya beli gas, beras, galon, kemudian minta diantar sampai rumah.

Di warung sangat ramai, sampai tidak terasa kalau hari sudah sore. Tadi siang tidak sempat istirahat, hanya berhenti ketika makan dan salat, bergantian dengan mbok Rah, dan kang Nono.

Baru sadar kalau Mas Irfan dan Ibu belum pulang. Perginya kok lama sekali, bukannya tadi hanya antar Mbak Nung, ke pasar beringharjo, kemudian mampir kerumah yang ada di Yogja. Aku membatin.

Sampai sore begini belum pulang. Aku sedikit cemas, kulihat ponselku juga tidak ada berita apapun. Kucari aplikasi warna hijau, mulai kuketik, aku ingin tahu kabarnya Mas Irfan.

"Nanti sajalah." Segera kuurungkan.

Setelah warung tutup, aku segera mandi supaya segar sekalian ambil wudhu untuk salat ashar. Setelah selesai semuanya aku ingin kirim pesan ke Mas Irfan.

[Mas, kok lama sekali perginya?] lalu kukirim.

Centang satu. Ada apa ya? Semoga tidak terjadi apa-apa. Biasanya Mas Irfan langsung membalas chat ku, tidak pernah dibiarkan lama seperti ini. Kecuali kalau sedang diisi baterai atau ketinggalan di mobil.

Di luar, terdengar pintu rumah diketuk seseorang, aku gegas ke depan. Ketika pintu kubuka, ada seorang Bapak pelanggan mau mengambil mobil yang masuk bengkel beberapa hari yang lalu.

"Janjinya hari ini sudah selesai," kata bapak itu agak emosi.

"Iya, Pak. Tapi suami saya sedang pergi mengantar Ibu ke pasar beringharjo."

"Mobilnya akan saya pakai ke luar kota, gimana dong kalau belum jadi. Janji itu harus ditepati, tidak asal omong. Kalau caranya gini bisa lari pelanggannya," omelnya.

Aku mengambil nafas sepenuh dada, kesal sekali.

Kulihat ponselku masih centang satu, akhirnya ku beranikan diri untuk menelepon Mas Irfan.

"Ditelepon dong suaminya, jangan diam begitu!" bentaknya.

"I-iya Pak, ini juga mau telepon," ujarku sedikit gugup dan kesal. lebih kesal lagi dengan Mas Irfan yang meninggalkan pe-er seperti ini.

Astaghfirullah aladzin, mimpi apa aku ini sampai dibentak bapak itu, pakai melotot juga. Duh, matanya!

Ku telepon lagi Mas Irfan , tetapi tidak diangkat. Kuulangi lagi sampai berkali-kali, supaya bapaknya tahu kalau aku sudah berusaha menghubunginya.

Alhamdulillah, akhirnya diangkat.

"Assalamualaikum, Mas," sapaku.

"Walaikumsaalam!" suara Ibu mertuaku dengan nada tinggi membuat aku berjingkat. Ya ampun, keringat dinginku langsung mengucur.

"Irfan masih salat! Kenapa sih, Del? Kok kamu sampai telepon berkali-kali. Irfan itu pergi nganter Ibu ambil barang di pasar beringharjo, kamu keberatan ya! Suara teleponmu membuat bising telingaku!" Ketusnya, kemudian hapenya dimatikan.

"Bu..." lah, ponsel sudah terputus, padahal aku belum diberi kesempatan untuk bicara permasalahannya.

Kulihat wajah Bapak yang mengesalkan itu menatapku tanpa berkedip.

"Gimana!" Cecarnya. Aku bingung harus menjawab apa pada Bapak itu.

"Masih salat, Pak. Tadi Ibu mertua yang jawab," jelasku akhirnya.

"Aku tidak mau tahu!" Gertaknya.

Duh, lama-lama hatiku ciut juga, menghadapi bapak ini. Ya ibu mertua, suami, lebih-lebih Mbak Nung, semua kacau, membuatku geregetan.

Kulihat bapak itu menelepon seseorang, nadanya juga marah. Tapi aku bisa menangkap pembicaraan mereka, bahwa perginya ke luar kota ditunda agak malam karena mobil belum bisa diambil sekarang, begitu yang kudengar.

"Kutinggal sebentar, nanti kuambil mobilnya. Kuharap sudah jadi seperti janjinya! Paham?" Ujarnya dengan sinar mata yang kesal.

"Baik, Pak." Aku menunduk, merasa bersalah. Aku tidak mau mengikuti suasana hatinya yang sedang marah.

"Permisi...!"

Aku mengagguk dengan senyum yang terbaik.

Sepeninggal bapak itu, segera kukunci kembali pintu bengkel dengan agak kasar, kali ini aku mengikuti suasana hatiku yang sedang marah.

Bersambung.

..

Bab terkait

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 4 #Menginap di Kaliurang

    Bab 4Menjelang mahgrib, kudengar mobil masuk halaman rumah. Aku gegas ke depan, mengintip dari balik cendela. Walaupun hati panas dingin, aku tetap ingin melihat mereka.Mas Irfan menggendong Fara yang sedang tidur pulas, Mbak Nung mengikuti dari belakang, tangannya membawa tas kresek warna putih. Kemudian disusul ibu mertua, mereka seperti keluarga yang bahagia, membuatku kian nelangsa.Sungguh, aku sangat cemburu. Aku seperti tidak ada artinya dihadapan mereka, merasa tersisihkan.Mertua yang julid, dan suka mencela. Suami yang selalu dipinjam tanpa memikirkan perasaan istrinya.Aku membuang nafas kasar. Aku sadar kalau aku mempunyai kekurangan, sebagai wanita aku belum sempurna. Kuelus perut yang masih rata, aku juga ingin seperti mbak Nung, mempunyai buah hati.Memang aku bisa apa? Semua ini karena kehendak Nya. Kami belum diizinkan, elum dipercaya mempunyai momongan. Dokter kandungan bilang, aku dan Mas Irfan sehat, tidak ada masalah. Itu yang membuat kami tenang.Rupanya ibu me

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 5 "Ditinggal sendiri.

    Bab 5Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 6 #Berlatih Bersabar

    Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak. Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini."Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi."I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi."Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar."Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut."Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas."Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong."Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya."I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan tergop

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 7 # Ujian yang bertubi-tubi

    Bab 7Aku terbelalak, ketika barang yang aku susun di motor sudah setinggi gunung. Mbok Rah mengambil tali rafia untuk diikat ulang, takut kalau ditengah jalan jatuh berantakan."Pegangi dulu ya, Mbok. Aku ambil ponsel dulu, takut kenapa-napa di jalan," titahku. Kulihat Ibu mertua mengawasi dari jauh. Kuikat ulang seperti yang dianjurkan Mbok Rah, setelah rapi kugoyangkan, ternyata aman. Aku melangkah siap mengendarai. Betapa kagetnya masih ada barang yang belum terangkut. Satu tas kresek yang hampir ketinggalan, akhirnya nongkrong didepan, diatas tabung gas yang terletak di tempat bagian kaki."Hati-hati, ya, Neng Dela," bisik Mbok Rah memberi semangat."Ya, Mbok. terima kasih," Aku duduk agak maju karena terdesak barang yang tersusun meninggi. Sedang yang didepan, ada tabung gas, setumpuk tas kresek , sehingga aku harus mendongak kalau melihat jalan.Bissmillah...Sesampai di perempatan sebelum belok ke Masjid, motor tiba-tiba macet, untung lalu lintas tidak ramai, mesin mendadak

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

    Bab 8Aku terbangun dari tidur siang, netraku masih sedikit kabur. Aku berusaha mengumpulkan ingatan, sambil mengerjapkan kedua netraku. Bayangan laki-laki yang sangat kukenal, duduk disampingku."Mas Irfan, sudah pulang?" tanyaku setelah ingatan dan pandanganku pulih.Laki-laki yang selama ini kukagumi itu mengangguk, duduknya beringsut lebih dekat, lalu memelukku. Kaki dan tanganku dipijat bergantian, sambil berkata dengan mimik yang lucu."Aduh kacian, pasti capek ya, cini dipijitin cama Papa, yuuuk," celotehnya dengan mimik yang lucu.Aku termenung, dalam hati kesal. Namun, setelah melihat wajahnya yang polos, dan bercandanya yang garing, aku berusaha memberikan senyum ala kadarnya supaya hatinya senang."Udah makan, Mas?" tanyaku, sambil mengingat kira-kira makan pagi apa siang, ya?Aku suka bingung, kalau bangun tidur mendadak seperti ini.Mas Irfan menggeleng."Pingin makan ditemani, Cayang," jawabnya."Oh, ayuk. Eh, ini makan siang, ya," cetusku, masih ragu-ragu."Sana! Basuh m

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 9 POV IRFAN: Ternyata Istriku Sering Menangis

    Bab 9 Aku menghela nafas panjang, lalu kuhembuskan pelan setelah menerima telepon dari belahan jiwaku. Mengabarkan kalau dia sedang mengalami hal yang tidak mengenakkan pagi ini. Setelah itu dia mengirim foto keadaan motor yang mengangkut barang dagangan yang dibeli pelanggan, minta diantar kerumahnya.Selintas terbersit wajah ayu, pendamping hidupku, Dela Padma. Aku sering merasa bersalah kepadanya. Disaat Dela membutuhkan bantuan, aku tidak ada disampingnya. Ada saja alasanku. Sedih melihat perjuangan yang tidak ada hentinya.Tidak lama kemudian, Dela mengirim foto kondisi motor yanģ mengalami ban kempes. Hari ini dia sedang banyak ujian, aku sedih melihatnya, dan tidak bisa hadir membantu kesulitannya. Hanya bisa mengarahkannya, aku yakin Dela wanita mandiri, sehingga ujian itu bisa dilewati.Dela sudah banyak berkorban untukku, kadang aku prihatin kalau mendengar cerita dari Mbok Rah. Ibu selelu memusuhinya, apa yang dilakukan selalu salah dimata Ibu. Aku mengenal sifat Ibu k

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 10 #Serba Salah di Depan Mertua

    Bab 10 "Bawa ini," kata ibu kepada Mbok Rah, sambil menyerahkan mangkok penuh isi sayur brongkos. Diambil juga telur asin dua butir, dan beberapa potong tempe goreng.Aku hanya bisa menelan salivaku, bingung mau bicara apa, ketika Ibu begitu kalap mengambil macam-macam tapi katanya masakanku tidak enak.Kulihat Mas Irfan membulatkan kedua matanya, mungkin takut kalau sayur itu akan dibuang. Aku menahan senyum. Tadi Ibu mengambil telur asin dan tempe goreng, aku yakin itu tidak akan dibuang. Semoga untuk pelengkap makan siangnya.Kutarik lengan Mas irfan ketika akan mengejar Ibu yang pulang tanpa pamit. Aku memberi sinyal menggelengkan kepala, dengan maksud supaya membiarkan saja."Kalau dibuang gimana, Yang." ada rasa kekawatiran di nada suamiku."Gak mungkin," aku menyela."Ibu orangnya nekad," bisiknya."Tadi membawa lauk lengkap, gak mungkin dibuang," jelasku.Mas Irfan mengernyitkan alis, seakan memikirkan sesuatu, lama sekali dia terdiam, setelahnya baru manggut-manggut."Oh iy

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 11 #Disuruh Jemput Fara

    Bab 11[Kapan hari liburmu, Del?] chat dari Diana teman kuliahku. Hanya dia temanku yang tinggal di Yogja, yang lain diboyong suaminya, menyebar diseluruh Indonesia, walaupun saling berjahuan komunikasi tetap berjalan kewat group aplikasi hijau.Aku langsung mengetik...[Emangnya kenapa? Sewaktu-waktu aku bisa kok ambil libur, kok][Oh, ya? Gitu ya, kalau diambil menantu oleh sultan?] diiringi stiker mengejek[Sultan Hamengkubuwono kw] balasku, diiringi stiker gambar tertawa. [Ayuk kita ketemauan di Es Murni, tempat kita nongkrong dulu, sambil nostalgia] ajakku.[Ayuk, siapa takut?.Jam berapa?"][Besok sore, habis ashar. Selepas toko mertuaku tutup] Ajakku, walaupun belum minta izin Mas Irfan, aku sudah memutuskan sendiri.[Deal ya]Kuletakkan kembali ponsel diatas nakas, kutunda dulu rasa rindu kepada Bapak dan Ibu yang ada di kampung. Semoga pertemuan dengan Diana bisa mengobati rasa kangenku kepada mereka."Kenapa senyum-senyum," Mas Irfan keluar dari kamar mandi, hanya dibalut

Bab terbaru

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 90. # Status Mereka Sudah Sah

    Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 89. #Tidak Disangka Bertemu Andre

    bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 88. # Mengunjungi Rumah Baru

    Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah

DMCA.com Protection Status