Share

Bab 7 # Ujian yang bertubi-tubi

Penulis: Teeyas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 7

Aku terbelalak, ketika barang yang aku susun di motor sudah setinggi gunung. Mbok Rah mengambil tali rafia untuk diikat ulang, takut kalau ditengah jalan jatuh berantakan.

"Pegangi dulu ya, Mbok. Aku ambil ponsel dulu, takut kenapa-napa di jalan," titahku. Kulihat Ibu mertua mengawasi dari jauh.

Kuikat ulang seperti yang dianjurkan Mbok Rah, setelah rapi kugoyangkan, ternyata aman. Aku melangkah siap mengendarai. Betapa kagetnya masih ada barang yang belum terangkut.

Satu tas kresek yang hampir ketinggalan, akhirnya nongkrong didepan, diatas tabung gas yang terletak di tempat bagian kaki.

"Hati-hati, ya, Neng Dela," bisik Mbok Rah memberi semangat.

"Ya, Mbok. terima kasih,"

Aku duduk agak maju karena terdesak barang yang tersusun meninggi. Sedang yang didepan, ada tabung gas, setumpuk tas kresek , sehingga aku harus mendongak kalau melihat jalan.

Bissmillah...

Sesampai di perempatan sebelum belok ke Masjid, motor tiba-tiba macet, untung lalu lintas tidak ramai, mesin mendadak berhenti. Aku segera menepikan moror, kukayuh dengan kedua kakiku.

Ada apa ini? Hatiku was-was, walaupun suamiku punya bengkel, aku tidak tahu tentang mesin. Seharusnya tidak rusak, karena Mas Irfan rajin merawat motor-motornya

"Astaghfirullah aladzin, kehabisan bensin," ucapku lirih, namun bisa didengar orang yang sedang parkir tak jauh dariku.

"Ya ampun, Mbak. Trus giman itu, harus diturunkan saru persatu barangnya, supaya bisa isi bensin," ujar salah satu yang nongkrong didekat situ.

Duh, betul juga kata bapak itu, gimana cara ngisi bensinya? Melepaskan ikatan rafia, menurunkan satu persatu, lalu dinaikkan lagi? Rasanya pegel membayangkannya.

Kenapa tadi tidak kuperiksa dulu bensinya? Disinilah kadang aku tidak teliti, grusa-grusu dan suka mengeluh. Dimana beli bensinnya? Aku tidak hafal daerah sini.

Setelah kuparkir, kuambil gawai, menghubungi mas Irfan. Seharusnya jam segini dia sudah pulang dari mengantar mbak Nung dan Fara sekolah, siapa tahu bisa menyusulku.

Oh, ya. mas Irfan biasanya punya simpanan bensin dirumah, bisa minta tolong disusulkan kesini. Atau minta tolong suruh belikan, atau menyusulku kesini. Atau apalah solusinya.

"Halo, Mas..." Telepon sudah tersambung.

"Apa, Yang?" suara laki-laki manis diseberang sana.

"Posisi dimana, Mas?" tanyaku.

"Disekolah Fara, dia ngambeg gak mau ditinggal. Minta ditungguin, kemaren dinakalin temannya," jelasnya enteng.

"Apa?" teriakku tanpa kusadari membuat orang yang ada disekitarku menoleh. Sorot mata mereka nampak iba. Hufg!.

"Emang kenapa, Yang?" suara mas Irfan masih kalem, padahal teriakanku melebihi gemuruhnya gunung berapi.

"Kang Nono gak masuk, aku antar barang ke katering Bu Santi, sampai di perempatan Masjid motornya macet!" seruku dengan hati yang dongkol.

Kutekan kamera, kuambil beberapa foto, lalu kukirimkan, supaya tahu kondisi istrinya. Sedetik kemudian sudah dilihat.

"Astaghfirullah aladzin, kamu bawa barang sebanyak itu, Yang?" suaranya cemas.

Aku berusaha menelan salivaku.

Fara rewel? Kamu juga yang harus mengurusi, Mas? bisikku dalam hati. Lengkap sudah penderitaan ini, lalu aku kebagian apa darimu, Mas. Please, tolong!

Aku tidak memjawab, mataku berkaca-kaca. Kugigit bibirku untuk mengurangi rasa sedihku. Beruntung aku memakai masker, helm, kaca mata hitam, sehingga tidak ada yang tahu wajahku.

"Yang, hallo...Yang, denger gak?" teriaknya.

Aku masih diam terpaku.

"Yang, denger...! Dua rumah lagi itu sudah sampai di katering Bu Santi. Disitu ada papan nama katering dan nomor yang bisa dihubungi, kelihatan gak?" serunya.

Aku celingukan mencari papan nama yang dimaksud mas Irfan. Benar juga, tidak jauh aku berdiri ada papan nama katering Bu Santi, ada nomornya yang bisa dihubungi.

"Ya, kelihatan, terima kasih," jawabku akhirnya dengan perasaan dongkol.

Ponsel kutekan kembali. Segera kuketik angka yang tertera dipapan itu, walaupun agak jauh, aku masih bisa menangkap dengan jelas.

Tidak lama kemudian, dua karyawan laki-laki mendatangiku. Mengambil barang dengan sekali angkut. Rasanya lega sekali, sekalian aku bertanya kepada mereka penjual bensin yang terdekat.

Katanya sekitar seratus meter ada warung madura yang menjual bensin, buka 24 jam. Oh, ternyata tidak jauh juga, baiklah. Setelah barang yang bertengger di motorku habis, aku berjalan menuntun motor ke warung madura.

Masih untung aku membawa dompet, untuk membayar bensin, sehingga aku bisa pulang. Namun, perjalananku tidak cukup disitu, motor terasa oleng, kelihatannya ban belakang kempes.

Apalagi ini? aku segera menghentikan motorku dan menepi. Betul sekali, ban belakang kempes, mungkin tadi aku melindas paku, sehingga langsung kempes. Hari ini cukup lelah rasanya.

Gara-gara mbak Nung, Fara, kang Nono. Hugf! Aku kesal sekali.

"Bocor Mbak?" tanya pengendara lain yang kebetulan berhenti didekatku.

Aku mengangguk. Dia menunjukkan tempat tambal ban diselatan pasar Sleman unit 2. Agak jauh, sekitar 500 meter, kearah selatan.

Gawaiku bergetar, kulihat dari Mas Irfan. Kebetulan sekali aku juga akan menghubungi dia, mau tanya tempat tambal ban, karena dia orang sini pasti tahu semuanya.

"Sudah aman, Yang?"

"Aman, sekarang ban belakang kempes," jawabku kesal. Tak lupa segera kukirim beberapa foto tentang ban belakang yang kempes.

Tidak lama kemudian Mas Irfan share foto ban yang sudah di zoom, kelihatan kalau ada paku besar yang menancap.

[Kena paku ni, Yang. Bawa ke tambal ban gih. Coba jalan ke arah selatan, dekat pasar unit 2]

[Iya, barusan dikasih tau orang] balasku lewat chat juga.

***

Sampai di warung kelontong, wajah ibu sudah tidak berbentuk. Aku sampai ketakutan melihatnya, hari ini aku menjadi orang yang kurang beruntung.

"Kok lama sekali, rumah katering Bu Santi mana yang kau antar, ha?" sambutnya ketika aku laporan kalau aku sudah pulang.

"Tadi kehabisan bensin, Bu," jawabku.

"Seharusnya kamu periksa dulu sebelum dipakai, sehingga tidak begini caranya. Tuh, banyak yang antri," ketusnya. Duh, salah lagi.

"Ada yang jual bensin didaerah situ, kok kamu gak kepikiran!" Masih dengan nada yang ketus.

Rasanya percuma kalau aku mengadu, apalagi memberikan kronologisnya. Gak bakalan diterima!

"Ban belakang juga kempes, kena paku, Bu," kataku pelan, maunya membela diri supaya tidak di salahkan terus menerus.

Kali ini tidak menjawab, namun kalau dilihat wajahnya sangat kesal. Seharusnya aku yang kesal, harus mengalami ini dan itu, kenapa tetap saja tidak ada pujian, atau ucapan terima kasih, malah sebaliknya.

"Tuh bantu Mbok Rah, banyak yang antri," titahnya.

Aku segera beringsut kedepan, lebih baik aku membantu melayani pembeli, gak pa-pa capai asal jangan menghadap ibu mertua yang sedang tidak bersahabat.

Memang terasa berat kalau kang Nono tidak masuk, setiap ada yang beli beras karung besar, galon, tabung gas dari yang melon, warna pink sampai yang warna biru harus kuangkat sendiri, kadang dibantu Mbok Rah. Paling kesal kalau ada yang minta diantar sampai rumah.

"Pembeli adalah raja! Sehingga harus kita layani dengan baik!" ketus ibu mertua.

Disinilahi aku merasa capai. Itu juga tidak ada penghargaan dari mertua, bahkan tetap dinyinyiri.

Ketika adzan luhur sudah terdengar, aku segera pamit pulang istirahat. Bagusnya di warung kelontong Ibu mertua ada jam istirahat, satu jam untuk makan siang dan salat. Warung buka kembali pada jam 13.00.

Selesai salat kuselonjorkan kakiku, mataku kupejamkan, kunikmati waktu istirahat yang hanya sebentar. Kutenangkan pikiranku, kuhembuskan nafas pelan-pelan....1,2,3 aku ingin tidur sejenak.

.

Bersambung

Tinggalkan jejak kebaikan, supaya author bisa menyelesaikan cerita ini. Terima kasih.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Herni Rahmawati
ya allah sedih sekali menghadapi mertua seperti itu ...
goodnovel comment avatar
Marianah
terlalu bucin jd bodoh gampang dibujuk
goodnovel comment avatar
H n H
pantes dela ga hamil hamil. tiap hari nya bantu bantu jualan kek giti, angkat sana sini. mertua kek gitu buang aja ke laut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

    Bab 8Aku terbangun dari tidur siang, netraku masih sedikit kabur. Aku berusaha mengumpulkan ingatan, sambil mengerjapkan kedua netraku. Bayangan laki-laki yang sangat kukenal, duduk disampingku."Mas Irfan, sudah pulang?" tanyaku setelah ingatan dan pandanganku pulih.Laki-laki yang selama ini kukagumi itu mengangguk, duduknya beringsut lebih dekat, lalu memelukku. Kaki dan tanganku dipijat bergantian, sambil berkata dengan mimik yang lucu."Aduh kacian, pasti capek ya, cini dipijitin cama Papa, yuuuk," celotehnya dengan mimik yang lucu.Aku termenung, dalam hati kesal. Namun, setelah melihat wajahnya yang polos, dan bercandanya yang garing, aku berusaha memberikan senyum ala kadarnya supaya hatinya senang."Udah makan, Mas?" tanyaku, sambil mengingat kira-kira makan pagi apa siang, ya?Aku suka bingung, kalau bangun tidur mendadak seperti ini.Mas Irfan menggeleng."Pingin makan ditemani, Cayang," jawabnya."Oh, ayuk. Eh, ini makan siang, ya," cetusku, masih ragu-ragu."Sana! Basuh m

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 9 POV IRFAN: Ternyata Istriku Sering Menangis

    Bab 9 Aku menghela nafas panjang, lalu kuhembuskan pelan setelah menerima telepon dari belahan jiwaku. Mengabarkan kalau dia sedang mengalami hal yang tidak mengenakkan pagi ini. Setelah itu dia mengirim foto keadaan motor yang mengangkut barang dagangan yang dibeli pelanggan, minta diantar kerumahnya.Selintas terbersit wajah ayu, pendamping hidupku, Dela Padma. Aku sering merasa bersalah kepadanya. Disaat Dela membutuhkan bantuan, aku tidak ada disampingnya. Ada saja alasanku. Sedih melihat perjuangan yang tidak ada hentinya.Tidak lama kemudian, Dela mengirim foto kondisi motor yanģ mengalami ban kempes. Hari ini dia sedang banyak ujian, aku sedih melihatnya, dan tidak bisa hadir membantu kesulitannya. Hanya bisa mengarahkannya, aku yakin Dela wanita mandiri, sehingga ujian itu bisa dilewati.Dela sudah banyak berkorban untukku, kadang aku prihatin kalau mendengar cerita dari Mbok Rah. Ibu selelu memusuhinya, apa yang dilakukan selalu salah dimata Ibu. Aku mengenal sifat Ibu k

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 10 #Serba Salah di Depan Mertua

    Bab 10 "Bawa ini," kata ibu kepada Mbok Rah, sambil menyerahkan mangkok penuh isi sayur brongkos. Diambil juga telur asin dua butir, dan beberapa potong tempe goreng.Aku hanya bisa menelan salivaku, bingung mau bicara apa, ketika Ibu begitu kalap mengambil macam-macam tapi katanya masakanku tidak enak.Kulihat Mas Irfan membulatkan kedua matanya, mungkin takut kalau sayur itu akan dibuang. Aku menahan senyum. Tadi Ibu mengambil telur asin dan tempe goreng, aku yakin itu tidak akan dibuang. Semoga untuk pelengkap makan siangnya.Kutarik lengan Mas irfan ketika akan mengejar Ibu yang pulang tanpa pamit. Aku memberi sinyal menggelengkan kepala, dengan maksud supaya membiarkan saja."Kalau dibuang gimana, Yang." ada rasa kekawatiran di nada suamiku."Gak mungkin," aku menyela."Ibu orangnya nekad," bisiknya."Tadi membawa lauk lengkap, gak mungkin dibuang," jelasku.Mas Irfan mengernyitkan alis, seakan memikirkan sesuatu, lama sekali dia terdiam, setelahnya baru manggut-manggut."Oh iy

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 11 #Disuruh Jemput Fara

    Bab 11[Kapan hari liburmu, Del?] chat dari Diana teman kuliahku. Hanya dia temanku yang tinggal di Yogja, yang lain diboyong suaminya, menyebar diseluruh Indonesia, walaupun saling berjahuan komunikasi tetap berjalan kewat group aplikasi hijau.Aku langsung mengetik...[Emangnya kenapa? Sewaktu-waktu aku bisa kok ambil libur, kok][Oh, ya? Gitu ya, kalau diambil menantu oleh sultan?] diiringi stiker mengejek[Sultan Hamengkubuwono kw] balasku, diiringi stiker gambar tertawa. [Ayuk kita ketemauan di Es Murni, tempat kita nongkrong dulu, sambil nostalgia] ajakku.[Ayuk, siapa takut?.Jam berapa?"][Besok sore, habis ashar. Selepas toko mertuaku tutup] Ajakku, walaupun belum minta izin Mas Irfan, aku sudah memutuskan sendiri.[Deal ya]Kuletakkan kembali ponsel diatas nakas, kutunda dulu rasa rindu kepada Bapak dan Ibu yang ada di kampung. Semoga pertemuan dengan Diana bisa mengobati rasa kangenku kepada mereka."Kenapa senyum-senyum," Mas Irfan keluar dari kamar mandi, hanya dibalut

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 12 #Bingung Mencari Fara

    Bab 12Sampai di perempatan aku bingung harus menuju kearah mana, kalau pulang aku tidak mau diomelin ibu mertua. Kalau kembali ke sekolahan tidak mungkin, karena sudah sepi, tidak ada satu guru maupun murid disana. Lalu aku haru mencari kemana?Secara tidak sadar, motor kubelokkan kekanan. Aku belum mau pulang. Akan aku cari sekali lagi, siapa tahu bisa menemukan balita cantik keponakanku itu. Setidaknya ada petunjuk, supaya ada jawaban kalau bertemu dengan Ibu mertua."Faraa, kamu ada dimana, Sayang?" bisikku berkali-kali. Terbayang wajah nya imut dengan lesung pipit dan rambut kriwil.Motorku masih menelusuri jalan kecil menuju selokan, aku tidak sadar sudah sangat jauh dari jangkauan. Gak pa-pa, siapa tahu aku menemukan petunjuk keberadaan Fara, begitu tekadku.Duijung selokan mataram, aku mengurangi kecepatan motor matic warna merah, lalu kutepikan. Kulihat banyak motor yang parkir disitu. Ada apa ini? Ada polisi yang berjaga, kulihat ada team SAR, ada beberapa wartawan.Aku men

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 13 #Suami dan Ponakan Kompak

    Bab 13Aku masih menunduk, menunggu saat yang tepat untuk beringsut membantu Mbok Rah melayani pembeli. Lewat ekor mata, aku melihat Kang Nono dan Mbok Rah sibuk memindahkan barang ke motor, lalu mengikatnya.Aku ingin lari menjauh dari Ibu mertua lalu membantu mereka, aku rela capai asal tidak mati gaya seperti ini. Badanku kaku, gigiku kering karena mulut sedikit kubuka, apalagi perasaanku hampa."Sudah, Bu?" akhirnya kuberanilan dirii untuk mengucapkan kalimat itu, ketika Ibu mertua menuju meja kasir karena mbok Rah menyodorkan uang minta kembalian."Ya!" jawabnya ketus. Aku menghela nafas panjang, rasanya lega walaupun nadanya tidak mengenakkan hati. Kuikuti langkah wanita yang dipanggil Ibu oleh suamiku, dengan sorot mata iba. Baru kusadari Ibu berjalan terseok menuju meja kasir. Aku tersikap dengan cara berjalannya."Apa gula Ibu sedang naik?" batinku prihatin.Aku balik badan membantu mbok Rah sebentar, karena pembeli banyak yang antri. Setelahnya aku pura-pura memberesi pir

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 14 #Batal Lagi

    Bab 14"Kata Mama...." ucap balita kriwil itu tidak meneruskan kalimatnya, sambil menikmati es krem."Kata Mama apa, Far?" desak Mas Irfan.Bocah mengemaskan itu menjulurkan lidah, menyapu disekitar mulut yang kena es krem, mata bulatnya kekanan kekiri.Aku ikut tegang, sudah siap memakai jaket, helm, masker, karena akan diajak makan bakmi oleh Mas Irfan."Baca aja sendiri di hapenya, tante," jelasnyaDuh, menggemaskan, alias menjengkelkan, aku buru-buru mengambil gawai, ingin membaca sendiri apa chat dari Mbak Nung."Tan!' teriaknya, sambil jari-jarinya dimasukkan satu persatu ke mulutnya. Bikin mules itu anak."Kata Mama, Om Irfan suruh jemput. Mama gak jadi lembur," jelasnya setelah mencuci tangan di wastafel.Kuurungkan membuka chat dari Mbak Nung, karena sudah dijelaskan oleh putrinya sendiri. Jelas, akurat dan bukan hoak.Mas Irfan menatapku, aku sengaja membuang muka, kesal sekali. Seharusnya aku sudah bisa pesan bakmi godhog bersamanya, tetapi, ya sudahlah."Yang, maaf, ya. M

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 15 # Quality time bersama Diana

    Bab 15Ada rasa bersalah kalau mengingat nama itu. Laki-laki asal Lombok, yang kugantung cintanya karena tidak mendapat restu dari kedua orang tuaku."Bapak dan ibuk tidak setuju, titik!" kata Bapak tegas ketika aku memperkenalkan Andre Sagara sebagai kekasihku"Apa alasannya, Pak, Bu?" tanyaku dengan uraian air mata, setelah Andre pulang. Bapak dan Ibuk hanya menunduk dengan kening berkerut. Aku tidak tega melihat orang tuaku sedih. Namun, aku juga ingin cintaku bersama Andre direstui."Aku ingin alasannya masuk akal, bukan mengada-ada," imbuhku, sambil menyusuti air mata yang kian deras."Dia orang luar jawa, Nduk. Jauh sekali asalnya," tegas Bapak, membuat aku tersikap, tangisku semakin menjadi. "Hanya itu? Hal yang sepele, Pak," bisikku diantara tangis."Kamu anak Bapak satu-satunya," jawabnya tegas."Bapak dan Ibu tidak mau kehilanganmu, Nduk" rintih Ibu sambil mengelus kepalaku."Bapak, Ibukmu sudah semakin tua, kalau kamu diboyong ke tempat asal Andre, kami akan kehilangan

Bab terbaru

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 90. # Status Mereka Sudah Sah

    Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 89. #Tidak Disangka Bertemu Andre

    bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 88. # Mengunjungi Rumah Baru

    Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah

DMCA.com Protection Status