Raga ini seperti tak bertulang. Aku merasa sangat lemas semua badan ini karena mendengar penuturan dari dua orang tadi. Bagaimana mungkin dia yang terang-terangan aku hina dan aku rendahkan,ahkan diri ini sempat berujar jika hidupnya sangat menyedihkan setelah berpisah denganku. Justru kini akunlah yang begitu nampak sangat menyedihkan, bukan dia. Sungguh setelah terlepas dari ku hidupnya bagai terbsng tinggi jauh ke angkasa. Hidupnya kini jauh terangkat. Dan aku yang justru semakin terpuruk seolah kesialan yang menjadi sahabatku saat ini."Gun, kenapa kamu melamun." teguran dari Mbak Mila menyadarkanku dari lamunan yang lebih tepatnya adalah sebuah penyesalan. "Jangan bilang kamu menyesal setelah mendengar penuturan mereka berdua." ucapnya seolah mencoba untuk membuatku bangkit dari rasa penyesalan yang tiba-tiba menyeruak di dalam sini."Iya, benar ucapan kakakmu itu. Lebih baik sekarang kita pikirkan cara untuk memperjuangkan hakmu yang di kuasai oleh si Fitri itu." ucap ibu yang s
Lagi dan lagi ketidak beruntungan membersamai keberadaan Guntur dan keluarganya. Kedatangan serta kepulangan mereka di kampung halamannya tidak seperti yang mereka harapkan. Ternyata tanpa sepengetahuan dari Mila. Yadi telah menjual rumah milik mereka. Yang sebelum pergi meninggalkan rumah, dia terlebih dahulu telah mengambil surat-surat berharga yang disimpan oleh istrinya.Hancur sudah harapan keluarga itu. Tak ada lagi tempat untuk mereka berteduh. Tidak hanya itu berkali-kali Bu Surti dan juga Mila tidak sadarkan diri karena shock atas apa yang tengah menimpah nasib mereka. Oleh karena itu para tetangga yang menyaksikan kondisi mereka saat ini, berinisiatif untuk membawa mereka ke poskamling yang tidak jauh dari bekas rumah Mila. Akhirnya setelah beberapa waktu warga berhasit menyadarkan Bu Surti dan juga Mila. Sedangkan kedua anak Mila masih belum mengerti sepenuhnya akan kondisi dari mereka saat ini. "Mungkin ini balasan dari apa yang pernah mereka buat," cicit dari salah satu
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tiba-tiba saja ada seruan dari arah belakang Guntur. Iya Bulek Sri memang mengetahui keberadaan Guntur uang sepertinya sedang mengintai rumah milik keponakannya tersebut. "Eh-- Bulek," sapa Guntur dengan gugup."Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" ucap Bulek Sri mengulangi pertanyaannya."Gak apa-apa, Lek. Guntur cuma nyariin Fitri. Guntur sengaja nyariin Fitri buat bisa ketemu dengan Zaskia." Bulek Sri menautkan alisnya. Tentu saja pernyataannya tersebut membuat orang yang berada di depannya tidak dapat mempercayainya."Memang sejak kapan kamu perhatian sama putri kamu itu." tanya Bulek Sri dengan nada mengintimidasi."Guntur baru sadar kalau selama ini Guntur sudah menyia-nyiakan keluarga, Guntur.""Baru sadar dan menyesal setelah tahu mantan istrimu itu sukses." cibir Bulek Sri. "Bukan begitu, Lek. Terus kenapa Bulek ada di rumah Fitri ini?" tanya Guntur penasaran. "Terus bukanya tadi itu teman dari kakaknya Fitri. Apa yang sedang dia lakukan di
Acara sudah selesai namun Bu Surti belum juga sadar dari pingsannya. Iya, Bu Surti sangat terkejut, bahkan shock mendapati kenyataan bahwa harapan satu-satunya untuk mereka bisa kembali seperti dahulu, pupus sudah. Kecewa yang di rasakan oleh Guntur dan juga keluarganya.Atas kenaikan dari Fitri dan suaminya. Mereka berdua berinisiatif untuk membawa Bu Surti ke klinik terdekat. Mereka semua kini telah berada di klinik dokter umum yang tidak jauh dari kompleks perumahan rumah Zainal. Setelah dokter dan juga perawat yang berjaga di klinik tersebut memeriksa kondisi dari Bu Surti. Bu Surti pun di nyatakan mengalami setrok ringan karena tekanan darahnya yang mendadak meningkat juga karena kolesterol yang tidak pernah di rasa selama ini.Dokter menyarankan untuk malam itu Bu Surti di rawat inap sampai kondisinya sadar. Sementara itu di luar ruangan tempat Bu Surti di periksa Fitri dan juga suaminya masih berada di sana. Tidak hanya mereka berdua melainkan juga ada Bulek Sri juga yang menem
"Gun, Mbak mau minta uang lima ratus ribu." Mila meminta sejumlah uang pada adik sulungnya. Namun tanpa ia sadari ada sepasang telinga yang tanpa senga mendengar perbincangannya dengan Guntur, sang adik."Maaf, Mbak, aku belum pegang uang. Kan hari gajian Guntur masih beberapa hari lagi. Ini juga kan masih hari Selasa," jawab Guntur sembari melanjutkan mengunyah makanan yang masih ada di mulutnya."Sstttt! Jangan keras-keras nanti istrimu denger!" Guntur mengerutkan keningnya."Kenapa kalau Ana denger, Mbak?" Setelah perpisahannya dengan istri ketiganya, Nonya Rahayu. Guntur telah kembali membangun biduk rumah tangga dengan seorang gadis yang bernama Mariana."Gak enak aku sama dia. Kalau kamu gak ada kan ada istri kamu. Ana kan ada jualan pasti dia punya lah uang tabungan. Kamu minta sama istrimu ya, Gun." Mila masih mencoba mendesak adiknya tersebut untuk bisa memenuhi permintaannya itu.Mendengar suaminya yang terus saja didesak oleh kakak iparnya, tentu saja membuat diri Ana sem
"An, Ibu mau bicara sama kamu!" Aku yang masih sibuk membersihkan dapur usai menyiapkan makan pagi dikagetkan ibu Mas Guntur yang tiba-tiba menyembul dari pintu pembatas antara ruang dapur dan ruang tengah."Iya, Bu. Ibu mau bicara apa sama Ana." Aku seger menghampirinya setelah terlebih dahulu meletakkan sapu ijuk yang baru saja aku gunakan pada tempatnya di pojok kanan dapur ini."An, kamu sudah tahu 'kan berapa besaran gaji suami kamu itu. Ditambah lagi kamu sedang berbadan dua otomatis pengeluaran rumah ini akan semakin bertambah..." Ibu menjedah ucapannya lalu berjalan kearah kursi makan dan kemudian menariknya untuk didudukinya. "Kamu kenapa gak berinisiatif untuk membantu suamimu mencari uang. Kamu juga sudah tahu kan, mantan-mantannya di Guntur itu semua wanita mandiri dan sukses. Apa kamu tidak malu?" Lanjutnya setelah bobotnya dijatuhkan pada salah satu kursi dari meja makan tersebut."Ana gak malu, Bu. Untuk apa juga Ana harus merasa malu. Lagian Ana ini juga kerja kok Bu.
"An, aku mau ngomong sama kamu." ucap Mas Guntur yang baru saja pulang dari tempat ia mengais rezeki.Tidak seperti biasanya. Tumben sekali, suara motornyapun aku tidak mendengarnya. Ah, kenaperasaanku mendadak jadi tidak enak. Mas Guntur langsung menutup pintu kamar ini. Iya, sat ini kami sedang berada di dalam kamar. Aku baru saja selesai merapikan mukenah yang baru saja aku pakai untuk melakukan kewajiban empat rakaat ashar. Aku belum sempat menyiapkan apapun untuk menyambut kedatangan suamiku. Tidak seperti biasanya. Ini bukan jam biasanya ia pulang kerja."Kok, gak pake salam dulu, Mas. Masuk rumah wajib hukumnya mengucapkan salam. Kok tumben jam segini sudah pulang." Setelah merapikan mukenah dan mengembalikannya ketempat semula. Aku segera menghampiri Mas Guntur yang sudah duduk di pinggiran ranjang untuk segera menyalaminya seperti biasa."Kamu tadi sudah apain ibu sama Mbak Mila?" tanyanya tanpa basa-basi sambil menatap tidak suka ke arahku. "Apa benar kamu sudah maksa Mbak
Sudah bulat tekatku untuk berubah. Aku harus bisa menjadi manusia yang lebih baik. Aku yakin Tuhan telah memberiku kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.Aku juga yakin pasti setiap orang mempunyai sisi kelam dalam hidupnya.Aku juga akan membuktikan bahwa diri ini pun bisa menjadi manusia yang lebih baik.Semenjak aku bekerja dengan suami baru mantan istriku. Rasanya diri ini sangat jauh berbeda darinya saat memperlakukan keluarga kecilnya, istri dan anak-anaknya. Bahkan Zainal pun tak pernah membedakan kasih sayangnya pada putri sambungnya, Zaskia, putriku dan juga Fitri dari pernikahan kami.Justru Zaskia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari ayah sambungnya itu ketimbang aku yang merupakan ayah kandungnya.Aku justru lebih mengutamakan keluargaku sendiri dan juga anak-anak dari Mbak Mila dan abai akan putri dan juga istriku.Seperti nasi yang sudah menjadi bubur nasi yang tidak akan bisa diolah lagi.Menyesal. Tentu saja sebagai orang yang normal rasa ses