"Iya, sampaikan bukti yang sudah dapatkan!" Aku menjawab telepon dari orang kepercayaanku. Aku menyuruh orang kepercayaan untuk mengumpulkan bukti atas kecurangan yang di perbuat oleh suami baru Mamaku.Sedari awal aku sudah menyadari gelagat mencurigakan dari suami dan keluarga baru yang di bawa pulang Mama-ku. Sebenarnya kami bertiga tidak menyetujui atas pernikahan Mama ini. Pasalnya baru saja mereka saling mengenal, itu dari yang pernah Mama ceritakan ada anak-anaknya. Entah bagaimana laki-laki itu berhasil meluluhkan hati Mamaku. Karena selama ini banyak yang berusaha untuk mendapatkan hati Mama, namun nyatanya tidak ditanggapi oleh Mama. Baik itu dari teman sesama pebisnis maupun teman semasa pendidikan dulu. Tidak untuk kali ini. Dengan mudahnya Mama mau menerima lamaran dari orang yang baru beberapa hari beliau kenal. Tidak hanya status usianya yang jauh di bawah Mamaku, juga dia yang ternyata seorang pengangguran.Aku sebagai seorang laki-laki merasa malu. Malu karena cibiran
Aku memang sengaja berniatan untuk kembali ke kampung. Bukan untuk menyambangi rumah kami di sana. Melainkan sekedar ingin menunjukkan pada mereka, terutama pada perempuan yang telah membuangku begitu saja. Aku bisa membuktikan bahwa setelah lepas darinya hidupku juga keluargaku jauh lebih baik. Sengaja aku datang ke sana bersama dengan Dian, kekasih baruku. Biar saja, orang-orang pun tidak ada yang tahu jika aku telah beristrikan seorang janda kaya yang usiahnya jauh di atasku. Hanya sekedar status bagiku. Jika tidak karena keadaan yang memaksa dan juga karena harta yang di milikinya tidak mungkin aku akan sampai nekat melakukan hal yang membawa resiko. Karena tidak mungkin muda bagiku untuk bisa mendapatkannya, kecuali dengan cara yang licik tentunya. Iya itu hanya aku dan keluargaku yang tahu. Bagaimana bisa aku sampai terpikirkan hal tersebut. Tentunya aku dapatkan informasi tersebut dari salah satu teman ibuku yang menyarankanku untuk mencoba hal tersebut. Iya dengan mengunakan
Di suatu pagi. Imah yang pada saat itu hendak pergi berbelanja, di urungkannya langkah kakinya tersebut yang telah berada di luar rumah, karena ada sesuatu yang ia lupakan. Iya, daftar catatan belanja yang sudah ia catat sebelumnya terlupa di meja dapur. Saat ia kembali lagi ke dalam rumah bermaksud untuk mengambil kertas catatan yang sempat ia lupakan. Imah mendengar percakapan antara antara dua orang yang tidak asing di telingnya yaitu percakapan antara ibu dan anak yang tidak lain adalah Bu Surti dan juga Mila putrinya. "Mil, bagaimana kamu sudah ada target apa belum?" tanya Bu Surti yang pada saat itu mereka berada di ruang keluarga di depan layar televisi sambil menonty acara favorit mereka. Mereka tidak menyadari bahwa ada sepasang telinga yang sedang mendengarkan perbincangan mereka berdua. Imah memang kembali dan masuk melalui pintu belakang karena di rasa lebih cepat. Sedangkan Mbok Onah pada waktu tersebut sedang di sibukkan dengan sampah yang berada di halaman belakang.Ima
Di kediaman Zainal. Saat ini mereka sedang bersantai bersama di ruang keluarga. "Mas, tadi di warung tidak sengaja aku bertemu dengan anaknya Mas Guntur." Zainal yang baru saja menyesap kopinya dari cangkir yang di berikan oleh Fitri. Dia meletakkan kembali cangkir yang berada di tangannya ke atas meja yang berada di depannya. Dan kemudian ia menoleh ke arah istrinya."Maksud kamu anaknya si Guntur dengan istri yang baru saja di nikahinya." Fitri mengangguk mengiyakan ucapan suaminya."Benar, Mas. Benar-benar pertemuan yang tidak terduga. Aku kira pelangan biasa. Karena sudah gak kebagian tempat makanya aku persilahkan untuk masuk ke dalam. Setelah mereka menghabiskan makanannya sepertinya tidak langsung segera beranjak ke tempat kasir. Sepertinya mereka sekalian beristirahat. Terus aku tanya, apakah mereka dari perjalanan jauh. Mereka menjawab kalau sebenarnya mereka dari kota dan datang ke sini untuk mencari kampung tempat di mana salah seorang dari keluarga mereka. Gak taunya kam
"Ada laporan penting apa untuk bulan ini?" tanya Nyonya Rahayu pada sekretaris pribadinya."Maaf, Bu. Ini ada laporan keuangan dari cabang pusat minimarket. Ada kejanggalan yang terjadi dari hasil audit yang sengaja kita lakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ada laporan yang timpang dari beberapa cabang minimarket kita. Dan dari hasil membandingkan dengan kurva beberapa bulan yang lalu hasilnya sangat signifikan. Lebih tepatnya menurun drastis. Ini berarti bisa ibu cek hasil laporan yang di kirimkan oleh tim audit." Shanti yang merupakan sekretaris pribadi Nyonya Rahayu menyerahkan beberapa berkas yang merupakan hasil yang di peroleh oleh tim auditor."Kenapa bisa sampai terjadi seperti ini." ujar Nyonya Rahayu sambil meneliti tiap tulisan yang tertera di lembaran kertas yang ada di hadapannya."Saya juga kurang paham, Bu."'Kenapa yang mengalami penurunan hanya cabang-cabang yang aku percayakan pada Mas Guntur saja. Sedangkan yang lainnya masih wajar bahkan hampir terjadi peningkat
"Benarkah, apa yang telah Mama lihat ini?"Nyonya Rahayu memindai netranya dan mengarahkannya pada dua sosok yang berada di depannya."Benar, itu Ma. Marta dan Mbak Imah sendiri yang mengambil video itu sewaktu Mama baru saja pergi setelah kepulangan Mama pada waktu kita mengadakan acara makan malam bersama beberapa waktu yang lalu." ucap Marta menyakinkan."Iya, Ma. Dan ini menjadi alasan kenapa Martin pulang kembali ke rumah ini. Dan Mama pasti tidak akan percaya dengan apa yang telah di saksikan sendiri oleh Kak Marvel sewaktu kepulangannya yang kemaren dan di ceritakannya kepada kita berdua." Martin menatap pada Marta untuk mendapatkan dukungan untuk menguatkan cerita yang mereka dapat."Ini, Marta masih memiliki rekaman suara dari percakapan nenek Surti dengan tante Mila yang berhasil di ambil oleh Mbak Imah beberapa hari yang lalu." Marta kembali menyerahkan gawainya pada sang Mama dan tekah di putarnya sebuah percakapan yang dia simpan di aplikasi perekam suara.Kembali Nyonya
Di dalam kamarnya, Nyonya Rahayu merebahkan dirinya di atas ranjang berukuran king size untuk menumpahkan rasa penat yang menggelayuti badan dan pikirannya. Beliau menerawang ke atas langit-langit dari kamarnya, mencoba merenungi dan mengingat apa saja yang telah terjadi pada dirinya. Hingga begitu larut dalam angannya, membuatnya sampai tertidur tanpa menunggu sang suami untuk bersama-sama berasa dalam satu paraduan.Setelah beberapa Nyonya Rahayu mengistirahatkan diri di dengan mengambil cuti kerjanya. Kini Nyonya Rahayu sudah ingin memulai aktivitasnya seperti sediakala. Dengan kondisi yang semakin berangsur membaik. Begitulah dengan yang terjadi dalam dirinya Bu sendiri. Rasa yang besar yang sebelumnya ada untuk Guntur, suaminya berangsur menguap dan bahkan hampir hilang dari hatinya kalau saja tidak mengingat bahwa orang tersey masih sah berstatuskan sebagai suaminya. Benar saja, setelah mendatangi dan berobat pada Ustadz Fikri kondisi dari Nyonya Rahayu kembali seperti sediakala
Di tempat di mana saat ini Nyonya Rahayu sedang berada, datang dua orang yang merupakan seorang laki-laki dan perempuan. Perempuan tersebut adalah Shanti, asisten sekaligus sekretaris pribadi dari Nyonya Rahayu. Sedangkan laki-laki yang datang bersama dengan Shanti adalah seseorang yang ia kenalkan kepada Nyonya Rahayu untuk membantunya mencari tahu mengenai suami dan juga kegiatannya setiap hari, dia adalah Anton yang merupakan sepupu dari Shanti.Tok... Tok... Tok!Pintu dari ruangan Nyonya Rahayu diketuk oleh Shanti."Masuk!" seru Nyoya Rahayu mempersilahkan masuk tamunya. Sebem datang menemui Nyonya Rahayu, Shanti terlebih dahulu telah mengabarinya."Terimakasih." ucap Shanti dan Anton bersamaan."Bu, ini saya membawa orang yang akan memberikan informasi lebih kepada anda. Shanti memperkenalkan Anton pada Nyonya Rahayu."Perkenalkan, nama saya Anton, Nyonya." Anton mengulurkan tangannya di depan Nyonya Rahayu untuk memperkenalkan dirinya."Silahkan duduk." Nyonya Rahayu mempersila
Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur
Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu
POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg
Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk