Di dalam kamarnya, Nyonya Rahayu merebahkan dirinya di atas ranjang berukuran king size untuk menumpahkan rasa penat yang menggelayuti badan dan pikirannya. Beliau menerawang ke atas langit-langit dari kamarnya, mencoba merenungi dan mengingat apa saja yang telah terjadi pada dirinya. Hingga begitu larut dalam angannya, membuatnya sampai tertidur tanpa menunggu sang suami untuk bersama-sama berasa dalam satu paraduan.Setelah beberapa Nyonya Rahayu mengistirahatkan diri di dengan mengambil cuti kerjanya. Kini Nyonya Rahayu sudah ingin memulai aktivitasnya seperti sediakala. Dengan kondisi yang semakin berangsur membaik. Begitulah dengan yang terjadi dalam dirinya Bu sendiri. Rasa yang besar yang sebelumnya ada untuk Guntur, suaminya berangsur menguap dan bahkan hampir hilang dari hatinya kalau saja tidak mengingat bahwa orang tersey masih sah berstatuskan sebagai suaminya. Benar saja, setelah mendatangi dan berobat pada Ustadz Fikri kondisi dari Nyonya Rahayu kembali seperti sediakala
Di tempat di mana saat ini Nyonya Rahayu sedang berada, datang dua orang yang merupakan seorang laki-laki dan perempuan. Perempuan tersebut adalah Shanti, asisten sekaligus sekretaris pribadi dari Nyonya Rahayu. Sedangkan laki-laki yang datang bersama dengan Shanti adalah seseorang yang ia kenalkan kepada Nyonya Rahayu untuk membantunya mencari tahu mengenai suami dan juga kegiatannya setiap hari, dia adalah Anton yang merupakan sepupu dari Shanti.Tok... Tok... Tok!Pintu dari ruangan Nyonya Rahayu diketuk oleh Shanti."Masuk!" seru Nyoya Rahayu mempersilahkan masuk tamunya. Sebem datang menemui Nyonya Rahayu, Shanti terlebih dahulu telah mengabarinya."Terimakasih." ucap Shanti dan Anton bersamaan."Bu, ini saya membawa orang yang akan memberikan informasi lebih kepada anda. Shanti memperkenalkan Anton pada Nyonya Rahayu."Perkenalkan, nama saya Anton, Nyonya." Anton mengulurkan tangannya di depan Nyonya Rahayu untuk memperkenalkan dirinya."Silahkan duduk." Nyonya Rahayu mempersila
"Oh jadi ini alasan kalian memanfaatkan dan membodohi aku selama ini." gumam Nyonya Rahayu dalam kesendiriannya sambil meneliti kembali beberapa foto yang ia dapatkan dari Anton. "Kau menikah denganku, hanya untuk menjadikanku mesin ATM untuk dirimu juga keluargamu. Okey, permainan baru akan dimulai. Jangan pernah salahkan aku, karena kau yang dulu memulainya. Jangan pernah sesali apa yang akan kalian rasakan setelah ini. Bersenang-senang 'lah dulu sebelum kalian lupa bagaimana rasanya senang itu seperti apa." Masih memandangi foto yang ada di tangannya. Setelah selesai meluapkan kekesalannya atas sakit hati yang telah di torehkan oleh keluarga suaminya. Akhirnya Nyonya Rahayu mengambil bulpoin yang ada di atas meja kerjanya kemudian ia mencoret-coretkannya di foto yang tepat mengenai wajah Guntur.*"Baron, aku ada tugas untuk kalian?" Nyonya Rahayu menghubungi seseorang di sebrang sana."Siap laksanakan Nyonya besar." jawaban dari orang di sebrang."Nanti akan aku kirimkan foto seka
"Bagaimana mungkin bisa," cicit Bu Surti namun masih bisa terdengar jelas oleh orang-orang yang berada di ruangan tersebut."Ibu heran? Bagaimana aku bisa menghilangkan pengaruh guna-guna ini lebih cepat? Humm!" Nyonya Rahayu berujar sambil menajamkan tatapannya pada tiga orang yang berada di hadapannya saat ini." Banyak orang-orang yang benar-benar tulus menyayangi dan perhatian kepadaku. Karena ketulusan dan perhatian mereka aku bisa sembuh seperti sediakala.""Ka--kamu masih tetap cinta kan sama Guntur?" tanya Mila ragu-ragu pada perempuan yang masih menjadi adik iparnya itu."Apa? Cinta? Omong kosong. Dari awal pasti kalian semua sudah merencanakannya. Aku tidak pernah cinta. Cinta yang kalian maksud adalah tipu daya yang sengaja kalian ciptakan untuk menjebak serta memanfaatkan aku saja. Bukan cinta, melainkan penipuan atas nama cinta. Kalian memaksakan anak laki-laki dari keluarga kalian hanya untuk menumpang hidup tanpa harus bersusah-susah untuk bekerja. Aku tahu aku bukanlah
"Kenapa rumah sepi seperti ini?" tanya Guntur pada istrinya yang berjalan mendahuluinya."Lihat saja sekarang itu sudah jam berapa!" jawab Nyonya Rahayu dengan nada ketus.Benar saja Guntur sampai di rumah istrinya itu ketika jam yang berada di dinding ruang keluarga rumah mereka menunjukkan angka 10 malam."Apa yang akan kamu tunjukkan padaku?" Karena masih penasaran Guntur bertanya lagi pada sang istri yang tidak seperti biasanya. Jika biasanya istrinya itu lebih banyak berbicara sebelum dirinya yang mengajukan pertanyaan. Kini justru kebalikannya. Sang istri akan bersuara jika dirinya yang mengajukan pertanyaan terlebih dahulu.Tidak ada niatan dari Nyonya Rahayu untuk menanggapi ocehan dari suami penipunya tersebut. Dengan terus melangkah menuju ke kamar utama dari rumah besar yang mereka huni itu."Masuklah, dan lihat sendiri di dalam!" titah Nyonya Rahayu kepada suaminya.Tanpa menunggu lama. Segera Guntur memasuki ruangan yang mana ibu dan kedua saudaranya sedang berada."Ibu,
"Kenapa jadi sepert ini lagi, si Gun?" Bu Surti meratapi nasib mereka. Saat ini mereka masih beristirahat di sebuah mushalla."Guntur juga gak tahu, Bu." balas Guntur dengan suara parau."Nek, kita mau balik ke rumah besar itu lagi." tanya Desi anak sulung Mila."Iya, Ma. Kenapa kita harus pergi dari sana. kita kan sudah seneng banget tinggal di sana, Ma." rengek Deska putra bungsu dari Mila.Sementara Mila hanya menatap dengan tatapan kosong pada kedua buah hatinya. Hatinya menjadi gunda setelah di tinggal sang suami tanpa kabar juga status mereka yang masih menggantung. Sementara rencana ia yang ingin mengikuti jejak dari adiknya dalam mencari jodoh pun kandas di tengah jalan, pasalnya sudah tidak ada lagi modal uang yang bisa mereka andalkan seperti sebelum-sebelumnya. Mereka menyesal kenapa uang yang pernah mereka dapatkan itu tidak sedikitpun ingin mereka sisihkan untuk keperluan yang mendesak seperti saat ini."Yoga juga terlalu nyaman tinggal di rumah mewah itu. Rasanya seperti
Berbekal tiga lembar pecahan uang berwarna merah pemberian dari pengurus Mushalla keluarga tersebut kembali melanjutkan perjalanan mereka. Tidak lain tujuan mereka adalah kembali ke kampung halaman mereka semula sudah tidak ada pilihan lain karenanya. Saat berada di ujung jalan mereka bertemu dengan angkutan umum dan mutuskan menaiki kendaraan tersebut untuk menuju ke terminal. Setelah lima belas menit perjalanan akhirnya angkutan yang meraka tumpsngi itu sampai di terminal kota. Sebelum kembali melanjutkan perjalanan Guntur beserta keluarga memutuskan untuk beristirahat sejenak melepas penat dan juga waktunya untuk mengisi perut yang sedari semalam belum sempat untuk mereka mengisinya."Ma, lapar." rengek Deska pada Mila."Gun, kita cari sarapan dulu ya. Kasihan anak-anak sudah lapar." Mila meminta untuk singgah di sebuah warung makan yang masih berada di dalam kawasan terminal."Iya, Gun kita cari makan dulu. Kasihan keponakanmu." Bu Surti berucap sambil menunjuk ke sebuah warung m
Raga ini seperti tak bertulang. Aku merasa sangat lemas semua badan ini karena mendengar penuturan dari dua orang tadi. Bagaimana mungkin dia yang terang-terangan aku hina dan aku rendahkan,ahkan diri ini sempat berujar jika hidupnya sangat menyedihkan setelah berpisah denganku. Justru kini akunlah yang begitu nampak sangat menyedihkan, bukan dia. Sungguh setelah terlepas dari ku hidupnya bagai terbsng tinggi jauh ke angkasa. Hidupnya kini jauh terangkat. Dan aku yang justru semakin terpuruk seolah kesialan yang menjadi sahabatku saat ini."Gun, kenapa kamu melamun." teguran dari Mbak Mila menyadarkanku dari lamunan yang lebih tepatnya adalah sebuah penyesalan. "Jangan bilang kamu menyesal setelah mendengar penuturan mereka berdua." ucapnya seolah mencoba untuk membuatku bangkit dari rasa penyesalan yang tiba-tiba menyeruak di dalam sini."Iya, benar ucapan kakakmu itu. Lebih baik sekarang kita pikirkan cara untuk memperjuangkan hakmu yang di kuasai oleh si Fitri itu." ucap ibu yang s