"Kenapa rumah sepi seperti ini?" tanya Guntur pada istrinya yang berjalan mendahuluinya."Lihat saja sekarang itu sudah jam berapa!" jawab Nyonya Rahayu dengan nada ketus.Benar saja Guntur sampai di rumah istrinya itu ketika jam yang berada di dinding ruang keluarga rumah mereka menunjukkan angka 10 malam."Apa yang akan kamu tunjukkan padaku?" Karena masih penasaran Guntur bertanya lagi pada sang istri yang tidak seperti biasanya. Jika biasanya istrinya itu lebih banyak berbicara sebelum dirinya yang mengajukan pertanyaan. Kini justru kebalikannya. Sang istri akan bersuara jika dirinya yang mengajukan pertanyaan terlebih dahulu.Tidak ada niatan dari Nyonya Rahayu untuk menanggapi ocehan dari suami penipunya tersebut. Dengan terus melangkah menuju ke kamar utama dari rumah besar yang mereka huni itu."Masuklah, dan lihat sendiri di dalam!" titah Nyonya Rahayu kepada suaminya.Tanpa menunggu lama. Segera Guntur memasuki ruangan yang mana ibu dan kedua saudaranya sedang berada."Ibu,
"Kenapa jadi sepert ini lagi, si Gun?" Bu Surti meratapi nasib mereka. Saat ini mereka masih beristirahat di sebuah mushalla."Guntur juga gak tahu, Bu." balas Guntur dengan suara parau."Nek, kita mau balik ke rumah besar itu lagi." tanya Desi anak sulung Mila."Iya, Ma. Kenapa kita harus pergi dari sana. kita kan sudah seneng banget tinggal di sana, Ma." rengek Deska putra bungsu dari Mila.Sementara Mila hanya menatap dengan tatapan kosong pada kedua buah hatinya. Hatinya menjadi gunda setelah di tinggal sang suami tanpa kabar juga status mereka yang masih menggantung. Sementara rencana ia yang ingin mengikuti jejak dari adiknya dalam mencari jodoh pun kandas di tengah jalan, pasalnya sudah tidak ada lagi modal uang yang bisa mereka andalkan seperti sebelum-sebelumnya. Mereka menyesal kenapa uang yang pernah mereka dapatkan itu tidak sedikitpun ingin mereka sisihkan untuk keperluan yang mendesak seperti saat ini."Yoga juga terlalu nyaman tinggal di rumah mewah itu. Rasanya seperti
Berbekal tiga lembar pecahan uang berwarna merah pemberian dari pengurus Mushalla keluarga tersebut kembali melanjutkan perjalanan mereka. Tidak lain tujuan mereka adalah kembali ke kampung halaman mereka semula sudah tidak ada pilihan lain karenanya. Saat berada di ujung jalan mereka bertemu dengan angkutan umum dan mutuskan menaiki kendaraan tersebut untuk menuju ke terminal. Setelah lima belas menit perjalanan akhirnya angkutan yang meraka tumpsngi itu sampai di terminal kota. Sebelum kembali melanjutkan perjalanan Guntur beserta keluarga memutuskan untuk beristirahat sejenak melepas penat dan juga waktunya untuk mengisi perut yang sedari semalam belum sempat untuk mereka mengisinya."Ma, lapar." rengek Deska pada Mila."Gun, kita cari sarapan dulu ya. Kasihan anak-anak sudah lapar." Mila meminta untuk singgah di sebuah warung makan yang masih berada di dalam kawasan terminal."Iya, Gun kita cari makan dulu. Kasihan keponakanmu." Bu Surti berucap sambil menunjuk ke sebuah warung m
Raga ini seperti tak bertulang. Aku merasa sangat lemas semua badan ini karena mendengar penuturan dari dua orang tadi. Bagaimana mungkin dia yang terang-terangan aku hina dan aku rendahkan,ahkan diri ini sempat berujar jika hidupnya sangat menyedihkan setelah berpisah denganku. Justru kini akunlah yang begitu nampak sangat menyedihkan, bukan dia. Sungguh setelah terlepas dari ku hidupnya bagai terbsng tinggi jauh ke angkasa. Hidupnya kini jauh terangkat. Dan aku yang justru semakin terpuruk seolah kesialan yang menjadi sahabatku saat ini."Gun, kenapa kamu melamun." teguran dari Mbak Mila menyadarkanku dari lamunan yang lebih tepatnya adalah sebuah penyesalan. "Jangan bilang kamu menyesal setelah mendengar penuturan mereka berdua." ucapnya seolah mencoba untuk membuatku bangkit dari rasa penyesalan yang tiba-tiba menyeruak di dalam sini."Iya, benar ucapan kakakmu itu. Lebih baik sekarang kita pikirkan cara untuk memperjuangkan hakmu yang di kuasai oleh si Fitri itu." ucap ibu yang s
Lagi dan lagi ketidak beruntungan membersamai keberadaan Guntur dan keluarganya. Kedatangan serta kepulangan mereka di kampung halamannya tidak seperti yang mereka harapkan. Ternyata tanpa sepengetahuan dari Mila. Yadi telah menjual rumah milik mereka. Yang sebelum pergi meninggalkan rumah, dia terlebih dahulu telah mengambil surat-surat berharga yang disimpan oleh istrinya.Hancur sudah harapan keluarga itu. Tak ada lagi tempat untuk mereka berteduh. Tidak hanya itu berkali-kali Bu Surti dan juga Mila tidak sadarkan diri karena shock atas apa yang tengah menimpah nasib mereka. Oleh karena itu para tetangga yang menyaksikan kondisi mereka saat ini, berinisiatif untuk membawa mereka ke poskamling yang tidak jauh dari bekas rumah Mila. Akhirnya setelah beberapa waktu warga berhasit menyadarkan Bu Surti dan juga Mila. Sedangkan kedua anak Mila masih belum mengerti sepenuhnya akan kondisi dari mereka saat ini. "Mungkin ini balasan dari apa yang pernah mereka buat," cicit dari salah satu
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tiba-tiba saja ada seruan dari arah belakang Guntur. Iya Bulek Sri memang mengetahui keberadaan Guntur uang sepertinya sedang mengintai rumah milik keponakannya tersebut. "Eh-- Bulek," sapa Guntur dengan gugup."Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" ucap Bulek Sri mengulangi pertanyaannya."Gak apa-apa, Lek. Guntur cuma nyariin Fitri. Guntur sengaja nyariin Fitri buat bisa ketemu dengan Zaskia." Bulek Sri menautkan alisnya. Tentu saja pernyataannya tersebut membuat orang yang berada di depannya tidak dapat mempercayainya."Memang sejak kapan kamu perhatian sama putri kamu itu." tanya Bulek Sri dengan nada mengintimidasi."Guntur baru sadar kalau selama ini Guntur sudah menyia-nyiakan keluarga, Guntur.""Baru sadar dan menyesal setelah tahu mantan istrimu itu sukses." cibir Bulek Sri. "Bukan begitu, Lek. Terus kenapa Bulek ada di rumah Fitri ini?" tanya Guntur penasaran. "Terus bukanya tadi itu teman dari kakaknya Fitri. Apa yang sedang dia lakukan di
Acara sudah selesai namun Bu Surti belum juga sadar dari pingsannya. Iya, Bu Surti sangat terkejut, bahkan shock mendapati kenyataan bahwa harapan satu-satunya untuk mereka bisa kembali seperti dahulu, pupus sudah. Kecewa yang di rasakan oleh Guntur dan juga keluarganya.Atas kenaikan dari Fitri dan suaminya. Mereka berdua berinisiatif untuk membawa Bu Surti ke klinik terdekat. Mereka semua kini telah berada di klinik dokter umum yang tidak jauh dari kompleks perumahan rumah Zainal. Setelah dokter dan juga perawat yang berjaga di klinik tersebut memeriksa kondisi dari Bu Surti. Bu Surti pun di nyatakan mengalami setrok ringan karena tekanan darahnya yang mendadak meningkat juga karena kolesterol yang tidak pernah di rasa selama ini.Dokter menyarankan untuk malam itu Bu Surti di rawat inap sampai kondisinya sadar. Sementara itu di luar ruangan tempat Bu Surti di periksa Fitri dan juga suaminya masih berada di sana. Tidak hanya mereka berdua melainkan juga ada Bulek Sri juga yang menem
"Gun, Mbak mau minta uang lima ratus ribu." Mila meminta sejumlah uang pada adik sulungnya. Namun tanpa ia sadari ada sepasang telinga yang tanpa senga mendengar perbincangannya dengan Guntur, sang adik."Maaf, Mbak, aku belum pegang uang. Kan hari gajian Guntur masih beberapa hari lagi. Ini juga kan masih hari Selasa," jawab Guntur sembari melanjutkan mengunyah makanan yang masih ada di mulutnya."Sstttt! Jangan keras-keras nanti istrimu denger!" Guntur mengerutkan keningnya."Kenapa kalau Ana denger, Mbak?" Setelah perpisahannya dengan istri ketiganya, Nonya Rahayu. Guntur telah kembali membangun biduk rumah tangga dengan seorang gadis yang bernama Mariana."Gak enak aku sama dia. Kalau kamu gak ada kan ada istri kamu. Ana kan ada jualan pasti dia punya lah uang tabungan. Kamu minta sama istrimu ya, Gun." Mila masih mencoba mendesak adiknya tersebut untuk bisa memenuhi permintaannya itu.Mendengar suaminya yang terus saja didesak oleh kakak iparnya, tentu saja membuat diri Ana sem