Seno menghela napas, "Doni, sebaiknya kamu jangan terlibat dalam masalah hari ini. Aku sangat menyesal saat itu ....""Kakek, jangan khawatir ...." Doni memikirkannya dan berkata dengan sopan, "Sekarang perkembangan Kota Timung sangat cepat, aku melihat daerah perkotaan sudah sangat padat dan pasti akan diperluas. Sekarang ada tanah di tangan, cepat atau lambat nilainya akan meningkat."Begitu kata-kata itu terlontarkan dari mulutnya, semua orang yang hadir mencibir."Doni, kalau nggak berpendidikan jangan bicara omong kosong. Ada banyak tempat yang bagus di Kota Timung, pesisir ini adalah yang terburuk.""Benar! Masih mau dikembangkan? Apakah para pemimpinnya sudah gila? Kalau ingin mengembangkannya, mereka harus melakukannya di tempat yang bagus!""Bisa dikatakan harga saham ini akan naik dan turun lagi dalam 70 atau 80 tahun mendatang, sepertinya aku nggak akan melihat hari itu lagi!""Selain itu, kalau sebidang tanah ini memang punya nilai, apakah Keluarga Wongso masih akan melarik
Melihat Seno marah, Helen buru-buru mengusap dadanya dan melihat ke arah kerabatnya sambil berkata dengan suara rendah, "Grup Kusmoyo didirikan oleh kakek dari nol! Kalau sedikit saham nggak diberikan kepada kalian, itu juga nggak salah! Perilaku kalian saat ini disebut air susu dibalas air tuba!""Kak, ucapanmu ini sudah keterlaluan!" Selly berteriak."Hari ini berbeda dengan dulu! Selama bertahun-tahun, kita semua telah memberikan banyak kontribusi kepada grup. Bukankah kita masih layak mendapatkan saham sekecil itu? Selain itu, kerugian kami juga disebabkan oleh kalian!""Pertama, kalian yang menipu kami untuk berinvestasi! Kami memilih untuk percaya kepada karena kita semua adalah saudara dan itulah alasan kami memberikan uangnya! Alhasil, Keluarga Wongso langsung melarikan diri! Kalau nggak meminta kalian atas kerugian kami, kepada siapa lagi kami akan meminta!?""Kedua, perusahaan jelas punya uang! Bank meminjamkan cukup banyak kepada Grup Kusmoyo, tapi semua uang ini disalahguna
Setelah Doni menampar, dia masih belum lega dan menendangnya ke lantai, "Selly, kalau kamu menghina Helen lagi, setiap satu kalimat keluar, aku akan menamparmu!"Selly membelalakkan mata dan membeku saat melihat ke arah Doni, kemudian tiba-tiba berteriak dengan marah, "Beraninya kamu si kampungan yang hidup mengandalkan istri memukulku! Kalian semua lihatlah, dia berani memukulku!"Mata Doni menyipit dengan niat membunuh, "Terus kenapa kalau aku memukulmu? Seorang nona besar dengan mulut kotor seperti itu, inikah cara orang tuamu mengajarimu?"Selly melihat ke arah orang tuanya, kemudian ke arah Rupert dan berteriak, "Ibu, ayah, kakek! Dia berani memukulku! Kalau kalian nggak balas dendam untukku, aku nggak mau hidup lagi!"Rupert mendengus dingin, "Doni! Kejam sekali kamu terhadap keluargamu sendiri! Bisa-bisanya Keluarga Kusmoyo menghidupi orang tak tahu diri sepertimu! Helen, suamimu memukuli Selly. Menurutku, biarkan saja Selly menduduki posisi CEO-mu ini untuk membayar kerugian ya
"Berlutut dan mengakui kekalahan?" Doni tidak bisa menahan tawa."Semua orang sudah mendengarnya. Aku benar-benar berharap dia bisa menepati janjinya.""Kalau aku membeli kontrak-kontrak ini, Selly akan berlutut di sini dan mengakui kekalahan!"Selly mengatupkan bibirnya dan berbisik, "Bajingan."Meskipun dipukul sampai mati, Selly tidak percaya Doni bisa langsung mengeluarkan puluhan miliar. Saat ini apa yang Doni lakukan tidak lebih dari sekadar gertakan. Dia sudah melihat kartu as Doni.Akan tetapi, Doni menjentikkan jarinya, "Jangan mengoceh lagi, cepat keluarkan kontraknya dan pergi setelah menjualnya kepadaku. Ruangannya menjadi bau dengan begitu banyak orang berdesakkan di sini!"Beberapa kerabat Keluarga Kusmoyo saling menatap sebelum akhirnya salah satu dari mereka maju dan menyerahkan kontrak hipotek kepada Doni.Doni melirik sekilas, "8,46 miliar, hehe, jumlah kecil.""Jangan begitu sok!" Selly mencibir, "Teruslah berpura-pura, aku akan melihatmu!"Doni mengangkat bahu, kemu
Doni tersenyum, "Kamu bukan istriku, untuk apa aku memberitahumu? Kamu tunggu saja untuk memenuhi janjimu."Selly mencibir, "Masih ada kontrak senilai puluhan miliar, aku nggak percaya kamu punya uang sebanyak itu!"Saat itu sudah ada orang yang menyerahkan catatan tempel mereka satu demi satu kepada Doni. Doni mengambil kontrak dan memeriksa jumlahnya sebelum mulai mentransfer uang."Tit, tit, tit!""Ting, ting, ting!""Wush, wush, wush!"Notifikasi pesan terus berdering. Setiap kali ponsel berdering, teriakan gembira seseorang akan terdengar."Sudah masuk! Hahaha! Nggak kurang sepeser pun!""Sudah masuk! Nggak kusangka aku akan mendapatkan uang kembali setelah ditipu oleh Keluarga Wongso!""Hahaha! Sekarang aku bisa menjelaskan kepada istriku, terima kasih!""Nggak kusangka ada orang yang begitu bo ... uhuk, baik di dunia ini!""Tuan Besar, cucu menantumu ini lumayan juga! Lumayan!"...Seno dan yang lainnya tercengang.Terutama Bernard dan Sherline. Mereka tidak pernah menyangka Don
Doni Jonathan berdiri di pinggir jalan sambil memegang selembar brosur dan menjilat bibir.Di brosur itu, ada seorang wanita cantik yang berpakaian seksi dan keterangannya."Umur 25 tahun, cantik dan seksi. Suami kaya, tapi cacat dan impoten. Untuk mewariskan keluarga yang besar, setelah berdiskusi dengan suami, dicari pria yang berkarakter baik, tampan dan sehat untuk memenuhi impianku untuk menjadi ibu, juga memberiku kenikmatan sebagai seorang wanita. Akan diberi bayaran besar. Telp: 08 ...."Pada akhirnya, dengan ekspresi bertekad, Doni mengambil ponsel lamanya dan menelepon nomor itu, "Halo, aku ingin memenuhi impianmu untuk menjadi ibu. Apa kamu bisa hari ini?"Terdengar suara yang lembut dan memikat di telepon, "Bisa, bisa. Kakak, kita bicarakan tatap muka saja. Setengah jam lagi, ketemu di Bar Sentosa. Aku pakai gaun hitam. Kakak?""Kemeja putih, jeans biru.""Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Kakak."Doni menutup telepon dan menggelengkan kepala dengan tidak berdaya. 'Aku yang
Doni duduk dan mengamati gadis stoking jala hitam itu. "Kamu yang menawarkan bayaran tinggi untuk bisa punya anak? Siapa namamu?""Panggil saja aku Lisa.""Lisa, dari usia tulangmu, kamu seharusnya baru genap 18 tahun, nggak sama dengan keterangan di brosur!"Gadis itu termangu. "Bodoh sekali kamu, kampungan. Kamu benar-benar pikir ada hal seperti itu?""Masuk!" Lisa bertepuk tangan.Bam!Pintu kamar didobrak dari luar. Lalu, tiga pria kekar menyerbu ke dalam.Pria berambut pendek yang memimpin berteriak, "Beraninya kamu macam-macam dengan wanita bos? Kamu cari mati? Cepat berlutut! Suruh keluargamu bayar empat ratus juta. Kalau nggak, mereka hanya akan mendapat mayatmu!""Sudah kuduga, mana ada hal bagus datang dua kali berturut-turut? Ternyata ini penipuan." Doni menyeringai sinis. Lalu, Doni menendang.Pria berambut pendek tidak siaga sehingga jatuh di lantai.Doni meninjunya lagi. Pria berambut pendek tergeletak di lantai dan tidak bisa bergerak.Dua pria lain tersadarkan. Mereka b
Doni termenung dan menggaruk kepala. "Kakek Seno, ini ... ini terlalu terburu-buru, 'kan?"Seno tersenyum seraya menjawab, "Nggak buru-buru. Dua puluh tahun lalu, Kakek sudah sepakat dengan gurumu! Dengarkan Kakek saja!"Bernard yang duduk di samping tidak tahan lagi. Bernard menunjuk Doni sambil berseru, "Ayah! Kalau Ayah nikahkan Helen dengan ... orang desa ini, apa seperti apa pandangan kerabat-kerabat yang lain? Keluarga kita akan menjadi bahan tertawaan di Kota Timung!""Ya ...." Sherline bergegas menambahkan, "Selain itu, kurasa kepribadian orang ini juga bermasalah! Baru pertama kali datang, dia bahkan hanya membawa dua kaleng daun teh! Apa Keluarga Kusmoyo di matanya?"Doni menyela dengan tenang, "Bibi, ini teh hijau berkualitas tinggi.""Teh? Berkualitas?" tukas Sherline dengan sarkas."Bagaimana mungkin kampungan dari desa sepertimu bisa punya daun teh berkualitas semacam ini? Kalau kubilang, ini pasti daun teh liar yang kamu asal petik.""Cukup!" Teriakan marah Seno memotong