Doni tercengang ketika Irene bertanya, "Bagaimana kita bisa kembali dengan cara seperti ini? Bukankah kita harus saling berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal?""Oke!" Irene memeluk Doni."Uh ... Kak, kenapa kamu seperti menggendong seorang anak?" Doni merasa tertekan. Meskipun aromanya berembus di wajahnya, rasanya sangat aneh.Irene mendengus lalu mendorongnya menjauh, "Dasar bodoh, pelukanku seperti ini sudah meninggalkan aroma serta rambut di tubuhmu. Nanti saat pulang, pikirkanlah bagaimana menjelaskannya pada istrimu!""Sialan ...." Doni menggaruk rambutnya. "Kamu mempermainkanku lagi.""Aku mengingatkanmu!" kata Irene sambil mengambil beberapa helai rambut dari bahu Doni."Kamu sudah punya keluarga, berhentilah bertingkah seperti anak bodoh.""Hati-hati! Setelah pergi ke pertemuan, rapikan tempat-tempat yang perlu dirapikan!""Rambut ini berwarna merah, pasti milik Melisa, 'kan? Rambut ini lurus, bukan milikku dan nggak sepanjang milik istrimu. Rambut siapa itu?""Ini ....
"Hah? Bagaimana perusahaan bisa merugi?" Helen tertegun sejenak, lalu tiba-tiba menyadari. "Apa kamu masih belum optimis dengan proyek Keluarga Wongso?""Tentu saja." Doni mencibir, "Bukankah menurutmu cara Keluarga Wongso seperti pembohong? Mereka mengumpulkan dana di mana-mana, tapi nggak ada berita sama sekali tentang di mana uang itu digunakan.""Mereka masih dalam masa persiapan, belum memulai konstruksi sama sekali." Helen menjelaskan, "Perusahaan sudah mengirimkan audit untuk menindaklanjuti proyek Keluarga Wongso, jadi jangan khawatir.""Di hadapan orang licik, tindak lanjut audit nggak ada gunanya! Seperti yang aku katakan, segera tarik uang investasinya, mungkin kamu nggak akan rugi banyak."Helen hanya bisa mengerutkan keningnya. "Kakek juga mendukung proyek ini! Jangan terlalu berprasangka buruk hanya karena kamu berasal dari Keluarga Wongso!""Aku nggak berprasangka buruk. Apa yang aku katakan sangat objektif!"Raut wajah Helen menjadi suram. "Maksudmu, kami semua, termasu
Helen semakin kesal mendengarkannya dan napasnya cenderung menjadi cepat.Akhirnya, Helen meraih bantal di tempat tidur dan melemparkannya. "Berhenti!"Doni sedang bernyanyi dengan semangat tinggi lalu tiba-tiba sebuah bantal harum mengenai wajahnya. Doni bertanya-tanya, "Ada apa?""Aku mengantuk!""Oke, selamat malam."Doni mendecakkan mulutnya tanpa berkata apa-apa.Doni sangat merindukan perasaan berdiri di atas bukit di desa pegunungan dan bernyanyi tanpa hambatan.Di kota ini, jika berdiri di atap gedung dan bernyanyi dengan keras, Doni mungkin akan segera dikirim ke rumah sakit jiwa....Keesokan paginya, begitu melihat Helen, Bernard mendesak, "Hari ini, cepat ke Bank Sentral Timung untuk kerja sama yang dikatakan Pak Yana kemarin."Ketika mendengar ini, Doni mengerutkan kening dan menyela, "Nggak perlu terlalu buru-buru."Bernard meliriknya. "Apa yang kamu tahu? Kamu harus melakukannya sekarang, agar belum terlambat! Seiring berjalannya waktu, bagaimana kalau Pak Yana lupa?"Do
...Pertemuan Yana memang diberitahukan dalam waktu singkat.Kemarin Yana pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lagi. Dini hari tadi, semua hasilnya keluar.Para dokter di rumah sakit menjadi gila karena semua sel kanker di tubuh Yana telah hilang! Kali ini mereka mengira mesinnya rusak.Yana awalnya berencana mentraktir Doni makan hari ini sebagai ucapan terima kasih. Tanpa diduga, bos langsung menelepon dan memintanya mengadakan rapat ekonomi tingkat tinggi. Yana tidak punya pilihan selain memanggil orang kepercayaannya Wakil Direktur Dorris ke kantor."Pak Yana," Dorris berkata dengan sangat hormat, "Kalau ada perintah, beri tahu saja padaku."Yana mengeluarkan setumpuk kontrak, menyerahkannya kepadanya sambil berkata, "Kamu sudah bekerja dengan baik akhir-akhir ini. Anggap saja ini sebagai kinerjamu. Keluarga Kusmoyo akan datang untuk menandatangani kontrak hari ini."Dorris melihat sekilas kontraknya dan merasa sedikit bingung. Dorris belum pernah mendengar adanya hubungan antara
Doni serta Helen tiba di depan pintu Bank Sentral Timung. Mereka hendak masuk, tapi Helen tiba-tiba berhenti.Helen merasa ada yang tidak beres sejak meninggalkan rumah, tapi dirinya sudah memikirkan bagaimana menangani urusan bank hari ini, jadi tidak pernah memikirkannya terlalu mendalam. Ketika sampai di depan pintu bank, Helen memperhatikan pakaian Doni, akhirnya mengerti dari mana perasaan ada yang tidak beres itu berasal.Helen mengerutkan kening dan berkata, "Saat kamu pergi berbisnis nantinya, bisakah kamu nggak berpakaian seperti ini?""Apa salahnya berpakaian seperti ini? Aku nggak memakai pakaian yang dibawa desa. Ini semua pakaian bermerek!""Kamu datang untuk urusan bisnis, jadi kamu harus mengenakan pakaian formal!"Doni memandang orang-orang yang keluar masuk bank. "Kecuali teller bank, siapa yang mengenakan pakaian formal? Siapa pun yang berjalan di jalan dengan mengenakan pakaian formal akhir-akhir ini terlihat seperti agen real estat. Lihat dirimu yang seperti agen re
Sialan, ini istriku, kenapa kamu terus melihatnya?Mulai sekarang, jika pergi, lebih baik Helen berpakaian tertutup saja!Kalau tidak, pasti akan terlalu menggoda bagi orang mesum!"Baiklah, kalau begitu ... kami akan menunggu." Helen masih memasang ekspresi dingin, tapi nada suaranya lebih sopan."Nona Helen nggak perlu menunggu di luar." Hendry memandangnya dengan ekspresi main-main, mengeluarkan sekotak pakaian dari laci dan meletakkannya di atas meja. "Ambil ini, pergi ke kamar 5008 di hotel sebelah. Pakai saja pakaian ini lalu tunggu di sana. Pak Dorris akan tiba di sana sebentar lagi."Doni menunduk dan menunjuk ke kotak di atas meja. "Apa ini?"Hendry mendengus dengan nada menghina, "Apa kamu sopir Nona Helen? Kamu nggak perlu khawatir! Setelah mengantarkan Nona Helen ke sini, kenapa nggak langsung pergi saja! Setelah Nona Helen serta Pak Dorris selesai berbicara, tentu saja aku akan mencarimu."Ini adalah pertama kalinya Helen menghadapi hal semacam ini. Mereka memintanya pergi
Hendry dipukul dengan sangat keras hingga wajahnya berlumuran darah sambil merengek kesakitan, tapi tetap berbicara dengan kasar."Sialan! Beraninya kamu bertindak seenaknya di Bank Sentral Timung?""Aku asisten Pak Dorris! Kalau kamu berani memukulku, pinjaman Keluarga Kusmoyo akan gagal!""Sudah kubilang! Jangankan Helen mengenakan baju gadis kelinci. Kalaupun menemui Pak Dorris tanpa mengenakan apa pun, Helen nggak akan mendapat sepeser pun!"Doni sangat marah ketika mendengar ini. Yana sialan, kenapa punya bawahan sialan seperti ini?Setelah melihat serangan kejam Doni, Helen segera menghentikannya."Berhenti! Jangan sampai ada yang terbunuh!""Aku sudah bilang padamu untuk tenang! Kenapa kamu masih seperti ini?""Berhenti! Jangan bertengkar lagi!"Doni mendengus, melemparkan Hendry ke samping seolah-olah membuang sampah, mengambil tisu, menyeka tangannya, lalu menunjuk ke hidungnya. "Segera hubungi Pak Dorris! Kalau nggak datang dalam tiga menit, aku akan mematahkan kakimu!"Hendr
"Apa maksudnya ini?""Apa yang terjadi di sini?""Siapa yang bisa menjelaskannya kepadaku?"Hendry akhirnya menghela napas lega, menutupi jari-jarinya, berdiri dan mencibir pada Doni, "Bocah tengil, Pak Dorris sudah datang. Kalau kamu hebat, coba saja pukul aku."Plak!Begitu Hendry selesai berbicara, Doni menampar wajahnya. "Dalam hidupku, ini pertama kalinya aku mendengar seseorang memohon seseorang untuk memukulku! Apa rasanya enak?"Kebisingan di luar pintu segera berhenti.Para pegawai Bank Sentral Timung yang berkumpul di depan pintu semuanya memandang Doni dengan heran.Hendry adalah orang kepercayaan Dorris! Bukan hanya asistennya, tapi juga termasuk kerabatnya.Beraninya bocah yang tidak jelas asal usulnya ini menampar Hendry di depan Dorris. Besar sekali nyalinya!Setelah menerima tamparan ini, Hendry berbalik tiga kali baru duduk di bawah. Kepalanya pusing dan tidak bisa berdiri sama sekali untuk beberapa saat.Raut wajah Dorris menjadi suram, menatap Doni, lalu mengalihkan