*Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*
Rasanya aku tidak bisa menggerakkan apapun. Kaki dan tanganku lumpuh. Bahkan mataku terasa kabur. Dimana aku sekarang? Aku bahkan tidak bisa menebaknya. Hanya saja hawa tersebut seakan kian lama mencekikku. Aku tidak bisa bernafas dan bau asap menyeruak ke hidungku. Kesadaranku seakan menghentakkanku untuk membuka mata. "Apa dia sudah mati? Kau sudah membuatnya seolah bunuh diri kan? Atau kau membuat rencana lain yang lebih menyenangkan?" Suara itu, samarku dengar. Jelas dan aku tidak akan salah menebaknya. Itu suara Minna, adikku. Aku benar-benar tidak salah mendengarnya, bukan? "Aku yakin, dia pasti sudah mati. Aku sudah mengaturnya seolah penculikan dan kecelakaan. Bahkan keluargamu tidak akan pernah mengira. Huh, dasar istriku yang bodoh dan sangat malang. Sungguh tragis sekali nasibnya, dia mati ditangan kita!" cetus suara seorang laki-laki. Aku benar-benar tidak tuli. Aku bisa merasakannya. Dia suamiku. Bagaimana mungkin? Suamiku terlihat baik dan sangat mencintaiku. Dia bahkan tidak tega ketika aku digigit serangga, namun sekarang suara itu seakan menghujam jantungku. Nicholas adalah suamiku yang aku nikahi sudah 5 tahun. Dia, sangat mencintaiku. Aku selalu diberikan kasih sayang yang melimpah olehnya. Bukan hanya sekedar karangan bunga, tapi berbagai hadiah mewah dari tas, cincin, kalung, berlian dan mobil dia curahkan padaku. Tapi, kenapa Nicholas melakukan itu dengan adikku Minna? Apa yang salah denganku. Dimana letak kesalahannya. Aku tahu, mereka adalah dua orang yang selalu di sisiku. Mereka selalu menyayangiku. Aku selalu dilindungi mereka. Tapi, apa ini? "Harusnya kamu lebih cepat melenyapkannya, sayang. Harusnya jangan terlalu lama kamu bersamanya. Aku benci sekali, aku benci saat harus melihatmu tersenyum dan perhatian padanya. Kenapa sih harus dia? Kenapa kakek tua itu mewariskan semua padanya. Aku juga bagian dari mereka. Kenapa harus Regina. Kenapa semua yang aku inginkan harus di ambil olehnya. Aku sebal ugh ugh!" ucap Minna adikku. Dia sedang menendang kakiku yang sudah tidak bisa merasakan apapun. Tega sekali. Ingin sekali aku berteriak, namun mulutku seolah terkunci. Bahkan sebuah katapun tidak dapat kuucap dari bibirku. Lidahku terasa berat dan aku tidak bisa membuka mulutku untuk berbicara. "Maafkan aku, sayang, kalau tidak begini kamu juga tidak akan mendapatkan seluruh warisannya kan? Kita selama ini disisinya hanya untuk mengontrol semua. Dia ini wanita polos dan bodoh. Kalau kita tidak menipunya mana mungkin semua harta kekayaan itu beralih pada kita berdua." "Sekarang semua sudah lengkap. Harta kekayaan sudah berpindah pada kita. Kematiannya akibat penculikan dan tentu saja dia dibunuh oleh si penculik. Lagipula, dia kan tidak tahu kalau selama ini kita sudah memanipulasinya. Kalau kita tidak membuat catatan palsu tentang penyakitnya, mana mungkin kita bisa memberikan obat yang melumpuhkan tubuh juga membuatnya bisu seperti ini. Ini semua adalah rencanaku." "Semua rencana sudah matang. Dia mati. Setelah itu aku menjadi duda dan kamu bisa menjadi pengganti istriku yang malang karena semua orang tahu selama ini aku merawatnya dengan sangat baik. Aku adalah laki-laki yang patut dikasihani karena telah setia merawat istrinya yang sakit-sakitan." Kembali hatiku bagai dirajam ribuan pedang oleh suamiku. Bisa-bisanya dia berkata seperti ini disaat aku sedang meregang nyawa seperti ini. Karena kejujurannya membuat aku tahu kalau selama ini dia tidak pernah mencintaiku. Dia, Nicholas suamiku dan adikku, Minna mereka berdua bersengkongkol untuk merencanakan kematianku. Bahkan aku tidak tahu kalau penyakit yang aku rasakan setiap hari adalah ulah mereka. Mereka bukan hanya berkhianat padaku, tapi semua adalah rencana mereka. "Wah, Kakakku ternyata masih bisa membuka mata ya? Hmm ... Ternyata dia benar-benar wanita yang kuat, sayang. Aku pikir kita tidak akan bertemu untuk mengucapkan salam perpisahan kakakku sayang," ucap Minna, dia menyadari aku membuka mata dan lelehan dimataku sudah cukup menjawab pembicaraan mereka kalau aku sudah mengetahui kebusukkan mereka Nicholas berjongkok dan tepat di depan tubuhku. Rahanganya mengeras dan dia mengeratkan giginya. Satu sudut bibirnya mencibir dengan kecut. Tatapannya begitu dingin seolah dia mencemo'ohku dengan segala kesetianku padanya. “Ck, ck, benar-benar ya, ternyata meskipun sudah banyak obat yang kau telan, kau masih saja bisa membuka matamu. Aku tak menyangka tekadmu sangar kuat. Ini adalah ciri dari keluaga Tomshon yang termaksyur itu," ucap Nicholas seolah tanpa basa-basi. Dia sudah membuka seluruh topeng yang dia sembunyikan selama ini. Aku hanya menatap suamiku dengan lelehan bening yang terus membasahi pipiku. Aku tidak menyangka, akan ada sakit lebih dari penyakit rekayasa yang selama ini aku rasakan di saat menjelang kematian yang tidak pernah aku bayangkan. Suamiku, yang selama ini selalu memberikanku kehangatan, pelukan dan kasih sayang tega melakukan ini. Apa hanya karena harta? Mereka tega melakukan semua. Aku benar-benar tidak menyangka kisah sedih akan ada di hidupku. "Bagaimana ini sayang? Dia benar-benar menginginkan salam perpisahan dari kita. Haruskah kita memberitahukan semuanya? Anggap saja ini sebagai hadiah untuk pernikahan kita nanti sayang dan dia juga gak perlu penasaran lagi tentang kita!" delik Minna yang berjongkok di sebelah Nicholas. Satu tangannya menyandar di bahu Nick seolah mengisyaratkan kisah kasih mereka yang tidak pernah sama sekali aku ketahui. "Hmmm ... Sepertinya itu ide bagus sayang. Darimana kita menceritakan kisah kita ya sayang? Dan ... Uhm, ini sudah hampir pagi, gudang ini harus kita segera ledakkan agar tidak ada yang curiga kalau ini hanya kebakaran yang sudah aku rencanakan," jawab Nicholas lugas tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Hatinya seolah telah mengacuhkanku sepenuhnya. "Hemm, begini saja ya ... mmm, kakakku sayang, aku akan beritahu satu rahasia. Kau pasti sangat terkejut. Sebenarnya Nicholas adalah kekasihku. Sebelum bertemu dengan kamu, kami adalah sepasang kekasih. Demi untuk semua, aku relakan dia menikah denganmu. Agar aku bisa selalu berada disisi Nicholas juga tentu saja aku juga ingin menikmati semua fasilitas yang kakek tua si pilih kasih itu berikan padamu." "Aku kesal dan iri sekali. Dia satu-satunya orang yang tidak bisa aku kelabui. Aku sangat membenci kakek tua itu. Andai saja dia benar-benar merestui mamaku dan menerimaku sebagai bagian dari anggota keluarga, mungkin ini semua tidak akan terjadi. Kita akan berbagi, ya meskipun aku gak terlalu suka dengan berbagi," jelas Minna, dia menceritakan hal yang tidak pernah aku duga. Bahkan sampai membenci kakekku. Dia bercerita bagai seperti seakan mendongengkan pada seseorang yang akan menjelang ajal. Aku hanya bisa menahan semua dengan lelehan air mataku yang tak berhenti mengalir. Tega sekali mereka menipuku. Bahkan aku salah. Selama 5 tahun ini aku salah, aku tinggal dengan laki-laki yang bahkan hatinya tidak pernah aku miliki. "Untung saja Nick setuju menikah denganmu, ya kalau tidak seperti itu mana bisa kami bebas berhubungan. Dan asalkan kakak tahu, saat ini aku sedang mengandung buah hati kami. Ini anak kami. Aku dan Nick, anak yang dimana sekalipun kamu gak akan pernah dapatkan. Itulah alasannya Nick merekayasa sakitmu agar Nick bebas menyentuhku!" ucap Minna dengan matanya yang menggebu dan memamerkan kehamilannya. Aku hanya bisa bereaksi dari kedua bola mataku yang berputar saja. Benar-benar tidak menyangka aku mengetahui di ujung kematianku. Aku tidak rela. Benar-benar tidak rela. Suamiku juga adik tiriku melakukan ini semua. Dia bahkan bisa masuk ke keluargaku karena papa meminta pada kakek untuk membawa mereka masuk ke keluarga kami. "Sudahlah Minna, aku rasa ini cukup. Kalau dia tahu semua. Aku rasa kematiannya menjadi lebih tenang bukan. Dia pasti bahagia mengetahui semua. Terima kasih banyak, Regina, berkat kamu aku mendapatkan wanita yang paling aku cintai juga tentu saja semua warisan kekayaan yang tidak akan habis untuk 7 turunan kami. Ini warisan yang paling berharga untukku. Terima kasih banyak, sayang." Nicholas berdiri dan memeluk erat pinggang Minna. Hal yang terakhir aku lihat, mereka menoleh padaku sebelum pergi dan Nicholas melemparkan korek api yang sudah dia nyalakan. Dalam hitungan ketidaksadaranku. Aku hanya perlahan memejamkan mata. Air mataku tak berhenti mengalir. Ini pertama kali aku menyesal dengan hidupku. Aku telah diperalat, dibodohi juga di manipulasi oleh suami dan adik tiriku. Andai saja aku masih bisa kembali, aku ingin membalas semua penghianatan mereka. Aku akan membalas mereka lebih menyakitkan dari ini. Satu demi satu dari mereka harus mendapatkan pembalasanku...“REGI … REGINAAA!!! Kamu mendengarku? Kamu dimana?”Suara itu, aku mendengarnya dengan jelas. Tidak asing, tapi aku seolah tidak pernah memperhatikan suara itu. Itu suara Axel. Dalam kesadaran yang sepenuhnya hampir hilang, mataku melihat bayangan, wajah itu penuh kekhawatiran dan ketakutan berlari menghampiriku.“Tolong bertahanlah, aku akan segera membawamu keluar dari sini, Regi, tolong bertahanlah …,” suara kegelisahan dengan bibir yang bergetar. Dia benar-benar seperti akan mati saat itu juga.Kenapa dia menatapku seperti itu. Aku bahkan tidak pernah bersikap baik padanya. Aku merasa dia juga ikut merasakan semua lukaku. Aku selalu menolaknya karena Nicholas. Tidak pernah sekalipun aku bersikap baik padanya.Namun, sepertinya semua sudah sangat terlambat. Kepulan asap semakin lama semakin membesar. Aku merasakan tubuhku melayang di udara. Axel mengangkat tubuhku dengan perlahan dan ringkih karena api semakin membesar.Langkahnya terasa berat bukan hanya karena bebanku, tetapi kon
“Apa ini? Apa kau salah minum obat?” Aku terkejut, tiba-tiba saja Axel mendorong tubuhku. Dia seolah menolakku. Ucapannya tajam membuatku mengernyit.Hampir saja aku lupa, aku tidak pernah sama sekali berbicara atau dekat dengannya. Aku selalu bersikap cuek. Mungkin saja saat ini Axel akan menganggapku gila.Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Aku harus bisa dekat dengannya. Aku hanya menginginkan dia yang menjadi suami masa depanku. Tidak akan ada lagi aku merasakan kemunafikan juga kebohongan Minna dan Nicholas. Aku harus bisa menggaet Axel lebih dulu.“Umm … ma–maaf, maafkan aku. Aku bukan sengaja. Kau masih ingat aku kan? Aku, Regina Meizura Carlton,” ucapku menarik bibirku hingga membentuk sebongkah senyuman terindah tak lupa tanganku terulur dengan manis.Saat ini mungkin saja aku terlihat seperti cegil yang sedang mengejar laki-laki. Axel menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.Dia terlihat bingung dan tatapan dinginnya membuatku sedikit merinding. Namun, sekejap berubah
“Selamat malam, Reg, akhirnya kamu datang,” Nicholas mengembangkan senyum sesaat, namun senyuman itu seolah lenyap saat dia melihat Axel ada disampingku, tepatnya, aku yang menggandeng lengan Axel penuh percaya diri.Dan tentunya Axel tidak pernah pergi sendiri. Dulu aku bahkan tidak pernah menyadari karena menganggapnya bukan orang yang penting untuk diperhatikan.Namun, sekarang, di kehidupanku yang kedua, apapun tentang Axel sekecil-kecilnya, akan aku perhatikan.Di belakang kami ada beberapa orang pengawal yang mengikuti juga tentu saja orang kepercayaan Axel, Billy yang selalu ada disampingnya.Billy sebenarnya juga tidak percaya dengan perubahan sikapku yang bertolak belakang. Tapi, semua diabaikan ketika Axel memberikan kode untuk mengikuti segala keinginanku. Axel seolah membiarkanku untuk melakukan hal apapun dan dia sedang mengawasiku. Axel seperti ingin mengetahui tipu daya apa yang sedang ku mainkan. “Ada apa ini? Kenapa kau membawanya? Bukankah kau tahu ini adalah acara
Minna seperti banteng betina yang kesal. Dia menyeruduk mendahului kami duduk.Aku sengaja membukakan kursi untuk Axel. Aku ingin menjamu dia sebagai tamu istimewaku dan perubahanku diperhatikan oleh mereka.Aku sangat yakin Nicholas kesal. Dia mengepal kedua tangannya ketika aku begitu perhatian pada Axel. Billy agak sedikit menjauh dari meja dan memantau situasi.“Apa kalian sudah memesan?” tanyaku sambil membuka buku menu tidak ingin lagi memperdulikan raut wajah mereka yang sudah seperti kukusan butut.Dari hal apapun, aku masih mengingat dengan jelas, mereka selalu ikut campur. Bahkan dalam hal makanan yang kumakan pun. Saat ini aku ingin semuanya berubah.Karena aku sudah tahu dari mulai makanan mereka meracuniku maka dari itu apapun yang sekarang akan masuk ke tubuhku, aku akan memilih dan memastikannya sendiri.Aku tidak akan membiarkan mereka turut campur.“Aku sudah memesan semua makanan kesukaanmu, Kakak,” ucap Minna, dia terlihat semakin kesal dan menyentuh tanganku.Minna
“Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Nona Besar? Sepertinya ini bukan rencana yang dia inginkan?”Axel berkata saat kami sudah berada di dalam mobil dan dia menurunkanku di kursi penumpang dengan perlahan juga hati-hati. Tatapannya tetap lekat seolah menanti jawaban pasti dariku.“Sshh … hmmm … bisakah kita membahasnya nanti saja,” ucapku masih mengibas panas yang terasa di kaki.Axel hanya melirik, tapi tetap saja dia lebih tidak tega melihatku seperti itu.“Billy, apa kau siput? Kenapa lama sekali jalannya?” Nada bariton Axel keluar lagi dan aku ikut menatap kearah suaranya.“Aku nggak tau kalau kamu benar-benar perhatian banget padaku. Kenapa dulu kamu nggak pernah bilang sih?” ucapku hampir tak terdengar karena bergerutu.“Memangnya kamu kasih aku kesempatan!” jawab Axel.Dia terlihat tidak malu atau ragu mengungkapkan perasaannya. Padahal setahuku dulu Axel selalu bersikap ketus saat berbicara denganku. Atau aku saja yang tidak pernah peka dan menyadari semua ketulusan Axel.“J
“Apa maksud ucapan, Anda, Nona?”Billy memang berbeda dari pengawal lainnya. Dia tidak takut mengungkapkan pikirannya.“Nggak ada maksud apa-apa kok. Aku hanya asal bicara saja. Lagian aku lebih suka yang melakukan semua adalah Axel. Jadi, kau nggak usah ikut campur deh urusan tuanmu,” sahutku benar-benar tidak mau mengalah.“Apa?” delik Billy.Bugh! Tiba-tiba saja Axel menonjok kursi yang didudukinya.Axel terlihat tidak setuju saat Billy menentang ucapanku.“Aku nggak ngajakin dia ribut ya, dia saja yang mau ribut denganku. Harusnya dia tuh nggak usah banyak omong,” kataku menjadi berani karena aku yakin meski Axel bersikap dingin padaku seperti itu, aku tetap menjadi prioritasnya.“Kalau kamu gak mau beliin juga ga apa-apa, tapi karena tasku tertinggal disana jadinya aku nggak bisa belanja sendiri. Aku sanggup kok beli sendiri, aku punya uang. Cuma ya sekarang memang lagi gak pegang uang kan.”Hmmm … aku yakin 100% sekarang Axel sedang menganggapku gila atau hilang ingatan. Semua k
“Apa kamu masih ingin ice cream dan kentang gorengnya?” Axel berbicara sambil mengusap rambutku.Dia terus tersenyum melihat tingkahku. Aku malu. Hanya bisa memeluknya dengan erat. Ini pertama kalinya aku merasa seperti saat ini.Terus berdebar tanpa henti dan perasaan itu hanya bisa aku rasakan ketika bersama dengan Axel.Dulu aku pernah salah mengartikan perasaanku. Aku berpikir cintaku dulu pada Nicholas adalah cinta sejati, tapi setelah aku mengetahui semua kebusukan mereka, aku hanya menyesal membiarkan para serangga itu tetap di sisiku.Secepatnya aku harus mengusir serangga itu menjauh agar aku tidak kembali tersengat oleh mereka.“Aku mau, tapi aku gak mau turun dari sini,” ucapku menjawab lirih, sungguh memalukan, aku bertambah cegil dan tak tahu diri setelah perlakuan dari Axel barusan.Aku merasa itu adalah ikatan dan janji kami yang tak sempat terealisasi di masa lalu. Sekarang, aku hanya mengakui Axel seorang sebagai kekasihku.“Jadi, aku bagaimana kalau Billy yang membel
Rumahku tanpa adanya kakekku adalah dalam pengaturan Papaku. Yang di kaki tangani oleh ibu, adik tiri dan juga kekasih adikku itu.Bodohnya aku bertahun-tahun hanya memelihara penjahat. Aku memberikan semua akses juga fasilitas. Bahkan perusahaan warisan kakek saja aku berikan dengan mudah pada Nicholas.Aku mempercayakan semua. Aku bukan terlahir dari orang tidak punya bahkan aku bisa menjadi ratu untuk diriku sendiri dengan warisan kakekku Thomson itu.Namun, semua adalah ilusi semata. Saat pernikahan ku dan Nicholas, dia selalu saja mencari alasan sibuk mengurus perusahaan dan jarang pulang ke rumah.Dari awal pernikahan kami dulu, Minna dan Nicholas sudah bersekongkol memberikan aku racun yang bisa membuatku perlahan lumpuh dan tidak bisa bicara.Aku tidak pernah menyadari karena semua dicampur dengan makananku. Dan Minna selalu ada disisiku, merawat dan menemaniku, itu yang terlihat di mataku. Juga Nicholas selalu memberikanku banyak hadiah, tetapi dia sebenarnya tidak pernah men
“Berisik!”Aku memutar posisiku, tapi sama sekali enggan turun dari pangkuan Axel.“Re–Regina, kemarilah sayang, kita perlu bicara,” Nick mencoba menahan semua penghinaan.Aku tahu dia menahan semua karena masih tidak ingin kehilangan pulau uang di hadapannya.“Billy, apa kamu menemukan barang-barangku yang terjatuh?” ucapku mengarahkan pandangan pada Billy.“Sebentar Nona Regina,” kata Billy menjawab dan meminta salah seorang dari pengawal memberikan apa yang ditemukan di lorong tadi.“Yang ini, Nona?”Billy memberikan buket bunga Lily yang sudah rusak dan satu paperbag yang berisi hadiahku untuk Axel.“Ya ampun, bunganya jadi rusak. Ini gara-gara mereka,” sahutku kecut dan seolah mengabaikan keberadaan Nick.Tangan Nick terkepal semakin erat, dia tidak menyangka kalau apa yang dilihatnya sekarang adalah benar-benar diriku yang berbeda.“Sayang, aku mohon, tolong kemarilah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik!” kata Nick seraya tidak terima aku bersikap acuh tak acuh.Aku menarik senyu
“Tenanglah Regina, jangan takut, aku pasti akan membebaskanmu dari penjahat-penjahat ini,” kata mantan suami bodohku yang masih percaya kalau aku masih akan tersentuh dengan kisah superheroik nya.“Hei, kalian lepaskan dia. Jangan macam-macam!” gertak Nick.Dia maju dan bersiap memberikan perlawanan pada tiga orang tersebut.“Dasar kalian laki-laki kurang ajar beraninya sama perempuan saja. Kemarilah, aku siap melawan kalian!” kata Nick seolah menantang para pemain sandiwara yang dibayarnya.“Siapa dia? Berani sekali ikut campur urusan kita! Kau benar-benar membuatku marah saja!” kata Carlos maju lebih dulu dengan tatapan bringas dan siap menghajar.Kedua tangannya Carlos sudah mengeluarkan dan terdengar bunyi krek krek seolah-olah dia bersiap memberikan pelajaran berharga pada Nick karena sudah menghalangi mereka.Dia mengepalkan tinju dan siap baku hantam. Sepertinya drama kolosal epik yang dibuat Nick akan berjalan dengan lancar.Tanpa ragu Nick maju dan melawan mereka satu persatu
Tapi, ini semua tidak ada dalam rangkaian cerita laluku. Urutan ini sepertinya teracak karena aku yang mengubah segalanya.Jangan bilang, kali ini pun ada rancangan dari mantan suami bodohku itu. Aku tidak menyangka kalau dia akan melakukan hal bodoh yang sama.Mungkin saja dia masih berpikir, aku masih mudah ditipu dan akan luluh setelah mendapatkan serangan kejutan seperti ini.Padahal aku baru saja senang karena memberikan pesan singkat pada Axel untuk segera menjemput. Tidak menyangka akan ada si bodoh itu yang mencegal jalanku.“Ada apa? Kalian menghalangi jalanku,” kataku tidak gentar sama sekali. Ini pasti diluar dugaan mantan suami bodohku itu kalau memang dia sedang mengawasiku.“Xoxoxo, sepertinya gadis cantik ini tidak takut sekali sama kita,” seringai salah satu dari mereka. Dia terlihat tidak senang melihat reaksiku.Aku mengabaikan dan lebih memilih jalan ingin melewati mereka, namun sepertinya itu tidak semudah yang aku bayangkan. Mereka tetap menjegalku.Mantan suami
“Mau ke klinik kampus atau kita ke rumah sakit, Rena?!Aku menawarkan karena takut ada luka lain yang tidak terlihat.“Gak perlu. Ini cuma hal biasa kok! Kamu gak usah terlalu khawatir, Regi!” Kata Rena seolah itu adalah hal yang biasa dia terima.Aku menatap setiap kata yang terucap dari bibir Rena, itu seperti luka yang pernah aku rasakan.Aku seperti bisa merasakan luka Renata yang sama dengan luka di kehidupan laluku.Aku juga mengingat di kehidupan lalu, Rena sempat tidak ada kabar dan berhenti kuliah. Aku gak tahu penyebabnya, karena dulu aku memang sama sekali gak dekat dengan dirinya.“Baiklah kalau begitu kita masuk saja. Jam pelajaran sudah mau mulai kan?”Aku melirik jam di tanganku setelah benar-benar memastikan kondisi Renata saat ini baik-baik saja meskipun dia ga mau di bawa ke klinik kampus atau rumah sakit.Dia harus terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. Yang menonton tadi juga kan anak-anak yang kebetulan ada disana.“Uhm, ayo!”Kami bergegas ke kelas untuk mengiku
“Kau?!” delik Jessy yang merasa harga dirinya dipermalukan apalagi posisinya sekarang mereka sedang ditonton teman sekampus.Apalagi Jessy merasa kalau selama ini Renata tidak akan pernah melawan meskipun dia dihina atau di bully dengan berbagai cara.“Kau boleh menghinaku apa saja, tapi jangan libatkan Regina dalam hal ini. Aku gak pernah memperdayai nya. Regina pun tahu hal itu!” Kali ini Rena tidak akan diam saja. Dia sudah cukup mendapatkan ejekan juga penghinaan dari mereka.“Dasar cewek kampungan kurang ajar. Berani sekali kamu menamparku?” Naik pitam Jessy dan dia tidak terima ditampar oleh Rena.Dengan emosi yang tersulit dan dia juga merespon kembali tamparan Rena dengan membalasnya. Rena pun tidak kalah tinggal diam, ketika ditampar lagi, dia membalasnya.Hingga emosi mereka benar-benar meluap. Semua barang juga tas yang dipegang berserakan di lantai.Sekarang kedua tangan Rena maupun Jessy sudah berada di kepala. Mereka sedang aduk tarik menarik rambut.Aku membekap mulutk
“Meski saya jomblo, selera saya ga seburuk itu, Nona!” sahut Billy sedikit kecut, dia hanya melirik dari spion seperti gak ada saringan sama sekali saat berbicara.Dia langsung menolak mentah-mentah niat baikkuAku melihat situasi sedikit tidak sesuai dengan harapan.“Xoxoxo, ingat Billy, karma itu nyata loh. Nanti kamu kena batunya sendiri,” celetukku sedikit menyumpahi.Billy tidak menggubris ucapan dan tetap fokus pada menyetir.“Kami turun di sini saja,” kataku dan sepertinya Renata pun gak keberatan.“Disini? Kamu yakin? Ini masih cukup jauh dari kampus,” Axel yang melihat keluar jendela, karena aku minta berhenti di salah satu taman.“Ga apa, kami mau ngobrol dulu dan aku mau lanjut makan!” kataku sambil menunjukkan box kue yang aku bawa tadi.Axel terlihat tidak rela, tapi dia tidak bisa menolak keinginanku.“Hati-hati, setelah kuliah langsung kabarin aku. Aku akan menjemputmu,” Axel berpesan saat aku membuka pintu mobilnya. Dan mobil melesat pergi.“Jadi, rumor yang tersebar d
“Lalu? Apa ini?! Aku kan hanya bilang, kau temani dia, bukan kau makan bersama dengannya,” cetus Axel.Ini sudah jelas kalau dia sedang terbakar cemburu.“Ti–tidak, Tuan, mana berani saya seperti itu. Itu … itu …,” Billy menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung menjelang dengan serba-salah.“Aku yang menyuruhnya. Bukannya kamu sedang sibuk dengan wanita mu,” sahutku tidak kalah sewot.“Kau?!”“Apa? Mau marah? Kalau mau marah, marah saja padaku. Aku kan bilang, aku kelaparan dan belum sarapan. Aku pikir kamu mau menemaniku, tapi apa coba? Kamu malah mengusirku!” Axel hanya mengeluarkan satu kata, aku membalasnya dengan sikap lebih posesif darinya.Aku berdiri dihadapannya sambil berkacak pinggang. Aku juga kesal karena Axel tidak langsung memberikan penjelasan padaku.Billy hanya memalingkan wajah, pura-pura tidak mendengar saat aku sedang beradu argumen dengan tuannya.Axel menghela napas sebelum melanjutkan ucapan, “Dia, Carol, maksudku, Carolina Herrera, rekan bisnis ku. Aku
“Kamu yang siapa? Seenaknya menyambut pacar orang! Memangnya kamu pikir senyuman kamu itu bagus!” cetusku sewot dan gak mau kalah.Aku ga bisa mengingat apapun tentang kejadian ini. Karena semua kejadian yang aku alami aku merubahnya. Jadi, ini merupakan hal baru bagiku.Di kehidupan lalu, wanita itu gak pernah ada. Karena memang aku gak sedekat itu dengan Axel.Tapi, karena di kehidupan ini aku memilih Axel. Tantangan baru harus aku perjuangkan. Dia adalah seorang Axel Witsel Witzlem.“Pa–pacar? Cih percaya diri sekali kamu?! Sejak kapan Axel Ku punya pacar,” cibir wanita itu lalu melayangkan tatapan pada Axel, “Siapa wanita jelek ini, seenaknya saja ngaku-ngaku pacarmu?!” si wanita tadi pun gak mau kalah denganku melirik pada Axel.Dia berperilaku sama dengan diriku. Mengejek balik.“Dia memegang pacarku. Aku gak ngaku-ngaku. Kamu tanya saja,” jawabku semakin ketus, tapi anehnya Axel masih saja diam.Hih, kok Axel diam sih? Apa dia gak peduli denganku. Kenapa dia gak mau membelaku s
“Sudahlah, aku sudah bosan memerankan peran pelayan dan majikan. Aku mau posisiku kembali. Dan, itu sudah sepantasnya kan?” Lanjut ucapanku semakin tajam pada Minna.“Tapi, Kak … aku sama sekali gak pernah berma–...,”“Nona Regina, tas anda. Sepertinya, ponsel Anda terus berbunyi,” kata Markus menyela bicara dan berada diantara kami.Mau tidak mau Minna menghentikan ucapannya.“Uhm, baiklah, aku lelah. Energiku terkuras begitu saja untuk hal yang sepele. Ingatkan mereka lagi Markus. Apa yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan uang. Semuanya gak gratis lagi. Kalau mereka mau makan, suruh mereka bekerja lebih dulu,” pesanku lebih sarkas lagi gak peduli kalau mereka semakin merutukiku dengan kebencian.“Baik Nona, saya akan pastikan semua berjalan dengan kemauan Nona,” kata Markus menjawab dengan jelas.Martha dan Minna sudah seperti menggali lubangnya sendiri. Niatnya, mengusir Lusi yang dianggap sebagai batu sandungan mereka, tapi keputusan yang aku ambil diluar dugaan mereka.“Dan