Bruk! Aku mendorong tubuh Nicholas dengan kasar. Seolah itu adalah kekuatan yang kusimpan bertahun-tahun dan tidak digunakan.“Apa yang kau lakukan hah? Itu ponselku tahu!” Aku melotot dan segera mengambil ponselku yang dibuangnya ke lantai.Aku gak pernah melihat sikap Nick seperti itu dulu. Dia selalu bersikap lembut padaku, sikapnya yang seperti ini tidak pernah dia tunjukkan. Dia dulu tidak pernah marah padaku karena aku selalu menurutinya.Nicholas segera tersadar meskipun kedua tangannya mengepal dan giginya mengerat dengan kesal.“Ma–maafkan aku, Regi, sungguh aku gak bermaksud begitu. Aku hanya jadi terbawa suasana karena kau mengabaikanku. Kau gak pernah bersikap seperti ini padaku,” Nicholas buru-buru menghampiri dan membantuku berdiri, tapi aku segera menepis.“Jangan sentuh-sentuh lagi, aku gak mau ketemu kamu lagi, Nick. Jadi, pergilah!” Usirku.“Kakak jangan seperti itu, Nick gak bermaksud seperti tadi, dia sudah menjelaskan. Kakak jangan marah lagi ya,” si ulet keket M
“Ka–Kamar utama?”Aku mendengar ibu tiriku langsung bersuara ketika aku mengatakan pindah ke kamar utama. Dia terlihat kasak-kusuk dengan papaku.Aku menaikan rahangku dengan kasar. Mereka harus melihat keseriusanku. Aku tidak boleh lemah dan ditindas lagi.Ini baru permulaan bagi mereka.“Kenapa? Apa kalian keberatan? Bukankah itu kamar yang paling besar dan juga kamar mamaku. Aku ingin mengenang mamaku, aku kangen banget. Apa itu juga gak boleh?” ucapku sarkas.Tentunya tatapanku paling tajam pada papaku. Aku ingin papa ingat kembali tentang mama yang dikecewakan juga dikhianati olehnya.“Tapi, sayang, bukankah kamar lain masih banyak yang besar. Itu kan sudah menjadi kamar Pa–pa,” meski ragu, papaku tetap ingin mempertahankan kamar yang dirasa miliknya itu.“Meski banyak kamar lainnya, kamar mamaku itu yang paling besar, Pah. Toh, semua yang ada disini adalah milikku. Benarkan? Apa papa lupa karena terlalu nyaman di kamar mama?” cetus ku jadi lebih berani menentang papa.Papa terli
“Pa–papa, tolong jangan dibuang, Pa, ini semua milik mama,” tangisku sambil berlutut dan memegangi kaki papaku.Papaku sedang menyuruh beberapa pelayan membuang semua barang-barang Mamaku. Dari bingkai pernikahan, album foto, baju-baju mama juga semua benda yang berhubungan dengan kuas, cat air dan canvas.Semua adalah kegemaran mama dan semenjak papa ada ibu tiri, papa selalu mengikuti permintaan wanita itu. Dia menginginkan kamar terbesar dimana mamaku tidur menjadi miliknya.“Sudahlah, Regi, ini kan hanya barang-barang yang sudah tidak berguna. Untuk apa disimpan. Hanya membuat kamar sumpek saja. Lebih baik dibuang,” ucap papa acuh tidak peduli lagi dengan semua barang peninggalan mamaku.“Jangan Pah … Regi mohon, Pah. Biarkan barang-barang Mama setidaknya berada di kamar lain saja, asalkan papa tidak membuangnya. Regi mohon, Pah. Huhuhu … Regi yang akan merawat semua barang-barang Mama, Pah,” tangisku semakin kencang.Aku ingin memiliki kenangan mama. Meskipun bagi papaku semua su
“Nona, maaf mengganggu sarapan Anda!”Tiba-tiba Markus menghampiri. Aku menoleh dengan satu suapan di dalam mulutku.“Ada tamu untuk Anda …,” sebelum Markus selesai melanjutkan ucapannya aku segera beranjak dari duduk dan meletakkan sendok tadi tanpa ragu.Hmm … ternyata dia benar-benar datang pagi hari. Kataku berbisik, aku sudah tersenyum mengarah ke ruang tamu dan ketika aku melihat siapa yang ada di ruang tamu, senyuman langsung berubah.“Akhirnya, aku bisa masuk. Ada apa sayang? Kenapa aku tidak diizinkan masuk?”Ternyata yang datang pasangan si ulet keket. Dia belum tahu kelanjutannya kalau aku sudah memberikan perintah tidak bisa sembarangan orang lagi keluar masuk kediaman Thomson.“Oh, bukannya semalam kau sudah tahu. Aku mengatur ulang segalanya. Aku hanya ga ingin sembarang orang masuk ke rumahku!” sahutku ketus.Nicholas mengerutkan kening. Dia tidak pernah melihat aku bersikap seperti ini padanya. Nicholas selalu dapat perlakuan istimewa setelah dia menyandang sebagai ke
“Apa wanita ini sudah gila dan konslet otaknya. Mana mungkin tuan Axel mau memakan bekas gigitannya!” Batin Billy yang sedang berperang dengan hati, tapi matanya masih melotot melihat tingkahku.“A–apa ini? Sejak kapan Regina akrab dengannya? Aku yakin, aku dan Minna sudah menjauhkan dia. Tapi, apa ini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Batin Nicholas pun tak luput bersitegang dengan pikirannya yang hampir tidak mempercayai kenyataan di depan matanya.Nicholas merasa, aku sedang membuatnya cemburu.“Si bodoh ini benar-benar menyukainya? Hah?! Aku benar-benar gila? Kapan dia dekatnya sih? Aku gak mungkin salah, tiap hari aku selalu bersama dengannya dan ini gak mungkin terjadi!” Batin Minna pun pasti ikut geram, sambil mengepal kedua tangannya.“A–a–am … rasanya enak kan?” Kataku yang telah berhasil memasukkan bekas gigitan ku tadi ke dalam mulut Axel.“Astagaaa!!” Billy menggeleng tidak percaya. Meremas wajahnya dengan kasar. Tuannya benar-benar seperti serigala dingin yang jinak
“Axel … tunggu sih!!” Aku berlari dan ketika di depan pintu mobil Axel menghentikan langkahnya. Kemudian dia membukanya.“Huh, kenapa jalan cepat banget sih. Kalau aku sampai di tarik mereka bagaimana?” ocehku saat pantatku mendarat di kursi. Axel tidak menjawab apapun. Dia setenang air.Kemudian dengan kode saat melihat kaca spion mobilnya melaju.“Kau benar-benar sedang memanfaatkanmu? Hah?!” Katanya dengan nada dingin dan tatapannya tetap lurus ke depan.Aku menoleh dan menatap wajahnya.“Aku? Memanfaatkan kamu? Cih, mana berani. Sikapmu yang seperti ini saja sudah seperti orang yang mau membunuhku,” cetusku menjawab tanpa ragu.“Mana berani gadis kecil, mungil dan imut ini melawan pangeran dingin sepertimu sih. Yang ada … belum apa-apa, aku sudah klepek klepek sama kamu duluan,” ucapku tambah tidak tahu malu.Aku yang sekarang benar-benar tidak peduli apapun. Aku berubah 100 persen.Kini aku sedang berkacak pinggang dan tersenyum manis padanya. Mungkin ini sudah seperti dugaan Ax
Aku mendekati kerumunan itu. Kulihat Minna sedang berdiri dengan arogan sambil melipat kedua tangannya. Dan dia ditemani oleh dua orang dayangnya. Mereka adalah Alda dan Jessy.Hmm, aku ingat mereka adalah orang-orang dibelakang Minna yang selalu membantu Minna melakukan aksi foya-foya.Dua wanita yang sama-sama senang belanja dan hura-hura. Sedangkan seorang tadi yang didorong Minna hingga tersungkur, dia adalah Renata.Pantas saja dulu Minna sering sekali menargetkan Renata sebagai bahan ejekan karena Renata pasti akan diam dan tidak akan melawan. Aku dulu selalu membiarkan, cenderung acuh pada tingkah Minna yang sekarang bagiku sangat menyebalkan.Aku selalu mengekor Minna saat di kampus karena aku pikir dia punya pengaruh untuk mengalihkan perhatian semua orang, tapi sekarang itu terlihat seperti pecundang yang berlindung di balik harta dan kekuasaan keluargaku.“Kak Regi, akhirnya kakak datang juga,” sikapnya langsung berubah saat melihatku dan dia akan meraih tanganku. Namun,
Jam pelajaran berlalu dengan cepat. Bahkan saat dikelas aku juga menjauh dari Minna dan dua dayangnya.Terlihat Minna memicing kesal padaku. Dia benar-benar memikirkan cara bagaimana bisa mendekatiku juga memberikanku pelajaran.Sampai saat jam usai dan karena sudah berakhir di jam makan siang kebanyakan dari mahasiswa mampir ke kantin dulu sebelum mereka pulang.“Beneran mau traktir aku kan?” kata Renata saat kakinya berhenti di depan kantin.“Iya dong, kamu mau makan apa aja. Aku yang traktir. Bungkus juga boleh!” Kataku tanpa ragu menggandeng tangannya terlebih dulu. Rena tersenyum dan bersiap menarikku masuk ke kantin.“E–eh, mau ngapain kesini,” kataku.“Katanya mau traktir aku, ayok!” katanya sedikit menyeretku dan Rena ikut masuk ke dalam antrian untuk memilih makanan.Aku membiarkannya padahal tadi aku akan mengajaknya makan bersama aku diluar kampus lalu aku akan mengantarkan pulang.Aku tersenyum melihat Rena yang semangat dan gesit memilih beberapa makanan dan memasukkan k
“Berisik!”Aku memutar posisiku, tapi sama sekali enggan turun dari pangkuan Axel.“Re–Regina, kemarilah sayang, kita perlu bicara,” Nick mencoba menahan semua penghinaan.Aku tahu dia menahan semua karena masih tidak ingin kehilangan pulau uang di hadapannya.“Billy, apa kamu menemukan barang-barangku yang terjatuh?” ucapku mengarahkan pandangan pada Billy.“Sebentar Nona Regina,” kata Billy menjawab dan meminta salah seorang dari pengawal memberikan apa yang ditemukan di lorong tadi.“Yang ini, Nona?”Billy memberikan buket bunga Lily yang sudah rusak dan satu paperbag yang berisi hadiahku untuk Axel.“Ya ampun, bunganya jadi rusak. Ini gara-gara mereka,” sahutku kecut dan seolah mengabaikan keberadaan Nick.Tangan Nick terkepal semakin erat, dia tidak menyangka kalau apa yang dilihatnya sekarang adalah benar-benar diriku yang berbeda.“Sayang, aku mohon, tolong kemarilah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik!” kata Nick seraya tidak terima aku bersikap acuh tak acuh.Aku menarik senyu
“Tenanglah Regina, jangan takut, aku pasti akan membebaskanmu dari penjahat-penjahat ini,” kata mantan suami bodohku yang masih percaya kalau aku masih akan tersentuh dengan kisah superheroik nya.“Hei, kalian lepaskan dia. Jangan macam-macam!” gertak Nick.Dia maju dan bersiap memberikan perlawanan pada tiga orang tersebut.“Dasar kalian laki-laki kurang ajar beraninya sama perempuan saja. Kemarilah, aku siap melawan kalian!” kata Nick seolah menantang para pemain sandiwara yang dibayarnya.“Siapa dia? Berani sekali ikut campur urusan kita! Kau benar-benar membuatku marah saja!” kata Carlos maju lebih dulu dengan tatapan bringas dan siap menghajar.Kedua tangannya Carlos sudah mengeluarkan dan terdengar bunyi krek krek seolah-olah dia bersiap memberikan pelajaran berharga pada Nick karena sudah menghalangi mereka.Dia mengepalkan tinju dan siap baku hantam. Sepertinya drama kolosal epik yang dibuat Nick akan berjalan dengan lancar.Tanpa ragu Nick maju dan melawan mereka satu persatu
Tapi, ini semua tidak ada dalam rangkaian cerita laluku. Urutan ini sepertinya teracak karena aku yang mengubah segalanya.Jangan bilang, kali ini pun ada rancangan dari mantan suami bodohku itu. Aku tidak menyangka kalau dia akan melakukan hal bodoh yang sama.Mungkin saja dia masih berpikir, aku masih mudah ditipu dan akan luluh setelah mendapatkan serangan kejutan seperti ini.Padahal aku baru saja senang karena memberikan pesan singkat pada Axel untuk segera menjemput. Tidak menyangka akan ada si bodoh itu yang mencegal jalanku.“Ada apa? Kalian menghalangi jalanku,” kataku tidak gentar sama sekali. Ini pasti diluar dugaan mantan suami bodohku itu kalau memang dia sedang mengawasiku.“Xoxoxo, sepertinya gadis cantik ini tidak takut sekali sama kita,” seringai salah satu dari mereka. Dia terlihat tidak senang melihat reaksiku.Aku mengabaikan dan lebih memilih jalan ingin melewati mereka, namun sepertinya itu tidak semudah yang aku bayangkan. Mereka tetap menjegalku.Mantan suami
“Mau ke klinik kampus atau kita ke rumah sakit, Rena?!Aku menawarkan karena takut ada luka lain yang tidak terlihat.“Gak perlu. Ini cuma hal biasa kok! Kamu gak usah terlalu khawatir, Regi!” Kata Rena seolah itu adalah hal yang biasa dia terima.Aku menatap setiap kata yang terucap dari bibir Rena, itu seperti luka yang pernah aku rasakan.Aku seperti bisa merasakan luka Renata yang sama dengan luka di kehidupan laluku.Aku juga mengingat di kehidupan lalu, Rena sempat tidak ada kabar dan berhenti kuliah. Aku gak tahu penyebabnya, karena dulu aku memang sama sekali gak dekat dengan dirinya.“Baiklah kalau begitu kita masuk saja. Jam pelajaran sudah mau mulai kan?”Aku melirik jam di tanganku setelah benar-benar memastikan kondisi Renata saat ini baik-baik saja meskipun dia ga mau di bawa ke klinik kampus atau rumah sakit.Dia harus terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. Yang menonton tadi juga kan anak-anak yang kebetulan ada disana.“Uhm, ayo!”Kami bergegas ke kelas untuk mengiku
“Kau?!” delik Jessy yang merasa harga dirinya dipermalukan apalagi posisinya sekarang mereka sedang ditonton teman sekampus.Apalagi Jessy merasa kalau selama ini Renata tidak akan pernah melawan meskipun dia dihina atau di bully dengan berbagai cara.“Kau boleh menghinaku apa saja, tapi jangan libatkan Regina dalam hal ini. Aku gak pernah memperdayai nya. Regina pun tahu hal itu!” Kali ini Rena tidak akan diam saja. Dia sudah cukup mendapatkan ejekan juga penghinaan dari mereka.“Dasar cewek kampungan kurang ajar. Berani sekali kamu menamparku?” Naik pitam Jessy dan dia tidak terima ditampar oleh Rena.Dengan emosi yang tersulit dan dia juga merespon kembali tamparan Rena dengan membalasnya. Rena pun tidak kalah tinggal diam, ketika ditampar lagi, dia membalasnya.Hingga emosi mereka benar-benar meluap. Semua barang juga tas yang dipegang berserakan di lantai.Sekarang kedua tangan Rena maupun Jessy sudah berada di kepala. Mereka sedang aduk tarik menarik rambut.Aku membekap mulutk
“Meski saya jomblo, selera saya ga seburuk itu, Nona!” sahut Billy sedikit kecut, dia hanya melirik dari spion seperti gak ada saringan sama sekali saat berbicara.Dia langsung menolak mentah-mentah niat baikkuAku melihat situasi sedikit tidak sesuai dengan harapan.“Xoxoxo, ingat Billy, karma itu nyata loh. Nanti kamu kena batunya sendiri,” celetukku sedikit menyumpahi.Billy tidak menggubris ucapan dan tetap fokus pada menyetir.“Kami turun di sini saja,” kataku dan sepertinya Renata pun gak keberatan.“Disini? Kamu yakin? Ini masih cukup jauh dari kampus,” Axel yang melihat keluar jendela, karena aku minta berhenti di salah satu taman.“Ga apa, kami mau ngobrol dulu dan aku mau lanjut makan!” kataku sambil menunjukkan box kue yang aku bawa tadi.Axel terlihat tidak rela, tapi dia tidak bisa menolak keinginanku.“Hati-hati, setelah kuliah langsung kabarin aku. Aku akan menjemputmu,” Axel berpesan saat aku membuka pintu mobilnya. Dan mobil melesat pergi.“Jadi, rumor yang tersebar d
“Lalu? Apa ini?! Aku kan hanya bilang, kau temani dia, bukan kau makan bersama dengannya,” cetus Axel.Ini sudah jelas kalau dia sedang terbakar cemburu.“Ti–tidak, Tuan, mana berani saya seperti itu. Itu … itu …,” Billy menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung menjelang dengan serba-salah.“Aku yang menyuruhnya. Bukannya kamu sedang sibuk dengan wanita mu,” sahutku tidak kalah sewot.“Kau?!”“Apa? Mau marah? Kalau mau marah, marah saja padaku. Aku kan bilang, aku kelaparan dan belum sarapan. Aku pikir kamu mau menemaniku, tapi apa coba? Kamu malah mengusirku!” Axel hanya mengeluarkan satu kata, aku membalasnya dengan sikap lebih posesif darinya.Aku berdiri dihadapannya sambil berkacak pinggang. Aku juga kesal karena Axel tidak langsung memberikan penjelasan padaku.Billy hanya memalingkan wajah, pura-pura tidak mendengar saat aku sedang beradu argumen dengan tuannya.Axel menghela napas sebelum melanjutkan ucapan, “Dia, Carol, maksudku, Carolina Herrera, rekan bisnis ku. Aku
“Kamu yang siapa? Seenaknya menyambut pacar orang! Memangnya kamu pikir senyuman kamu itu bagus!” cetusku sewot dan gak mau kalah.Aku ga bisa mengingat apapun tentang kejadian ini. Karena semua kejadian yang aku alami aku merubahnya. Jadi, ini merupakan hal baru bagiku.Di kehidupan lalu, wanita itu gak pernah ada. Karena memang aku gak sedekat itu dengan Axel.Tapi, karena di kehidupan ini aku memilih Axel. Tantangan baru harus aku perjuangkan. Dia adalah seorang Axel Witsel Witzlem.“Pa–pacar? Cih percaya diri sekali kamu?! Sejak kapan Axel Ku punya pacar,” cibir wanita itu lalu melayangkan tatapan pada Axel, “Siapa wanita jelek ini, seenaknya saja ngaku-ngaku pacarmu?!” si wanita tadi pun gak mau kalah denganku melirik pada Axel.Dia berperilaku sama dengan diriku. Mengejek balik.“Dia memegang pacarku. Aku gak ngaku-ngaku. Kamu tanya saja,” jawabku semakin ketus, tapi anehnya Axel masih saja diam.Hih, kok Axel diam sih? Apa dia gak peduli denganku. Kenapa dia gak mau membelaku s
“Sudahlah, aku sudah bosan memerankan peran pelayan dan majikan. Aku mau posisiku kembali. Dan, itu sudah sepantasnya kan?” Lanjut ucapanku semakin tajam pada Minna.“Tapi, Kak … aku sama sekali gak pernah berma–...,”“Nona Regina, tas anda. Sepertinya, ponsel Anda terus berbunyi,” kata Markus menyela bicara dan berada diantara kami.Mau tidak mau Minna menghentikan ucapannya.“Uhm, baiklah, aku lelah. Energiku terkuras begitu saja untuk hal yang sepele. Ingatkan mereka lagi Markus. Apa yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan uang. Semuanya gak gratis lagi. Kalau mereka mau makan, suruh mereka bekerja lebih dulu,” pesanku lebih sarkas lagi gak peduli kalau mereka semakin merutukiku dengan kebencian.“Baik Nona, saya akan pastikan semua berjalan dengan kemauan Nona,” kata Markus menjawab dengan jelas.Martha dan Minna sudah seperti menggali lubangnya sendiri. Niatnya, mengusir Lusi yang dianggap sebagai batu sandungan mereka, tapi keputusan yang aku ambil diluar dugaan mereka.“Dan