Minna seperti banteng betina yang kesal. Dia menyeruduk mendahului kami duduk.
Aku sengaja membukakan kursi untuk Axel. Aku ingin menjamu dia sebagai tamu istimewaku dan perubahanku diperhatikan oleh mereka. Aku sangat yakin Nicholas kesal. Dia mengepal kedua tangannya ketika aku begitu perhatian pada Axel. Billy agak sedikit menjauh dari meja dan memantau situasi. “Apa kalian sudah memesan?” tanyaku sambil membuka buku menu tidak ingin lagi memperdulikan raut wajah mereka yang sudah seperti kukusan butut. Dari hal apapun, aku masih mengingat dengan jelas, mereka selalu ikut campur. Bahkan dalam hal makanan yang kumakan pun. Saat ini aku ingin semuanya berubah. Karena aku sudah tahu dari mulai makanan mereka meracuniku maka dari itu apapun yang sekarang akan masuk ke tubuhku, aku akan memilih dan memastikannya sendiri. Aku tidak akan membiarkan mereka turut campur. “Aku sudah memesan semua makanan kesukaanmu, Kakak,” ucap Minna, dia terlihat semakin kesal dan menyentuh tanganku. Minna selalu duduk di sebelahku dan Nicholas di sebelah Minna. Dulu aku selalu malu-malu dan Minna menjadi tameng juga penengah ku bersama dengan Nicholas. Aku selalu berpikir beruntung memiliki adik sebaik Minna. Namun, sekarang itu hanya alasan mereka agar tetap bisa bersama. Dan kebersamaan mereka sebelum bertemu denganku adalah bukti kalau mereka sudah sering melakukan hal terlarang di belakangku. “Lihatlah hidangan segera disajikan,” ucap Minna lagi saat melihat para pelayan yang masuk membawa kereta dorong makanan. Aku tahu itu semua bukan makanan kesukaanku. Itu adalah kesukaan Minna. “Aku mau tambah hidangan baru. Lagipula ada Axel disini,” ucapku menoleh pada Axel dan menggeser buku menu tadi kearahnya agar Axel memilih makanannya, “kita kan nggak tahu apa Axel suka dengan menu itu apa nggak. Kalian makan saja pesanannya. Aku dan Axel akan memilih menu lainnya,” ucapku sambil mempersilahkan mereka memulai untuk memakan pesanannya. “Tapi, Kak, ini cukup kok. Kalian bisa makan ini. Kita tinggal minta tambahan perlengkapan makannya saja,” Minna keberatan, aku tahu selain dia berencana menumpahkan sup panas ke tanganku. Semua makanan yang disiapkan khusus untukku sudah diberi sesuatu di dalamnya. “Mmm … tapi, tadi Axel bilang padaku kalau dia mau makan daging panggang. Di pesanan ini kan tidak ada daging panggang. Semuanya menu seafood. Axel nggak suka, dia alergi seafood,” ucapku beralasan padahal aku hanya mengarang dan Axel mengerutkan kening saat mendengar perkataan ku. “Kapan kalian sedekat itu? Sampai kau tahu makanan yang dia tidak suka?” Entah kenapa Nicholas terdengar cemburu saat melihat aku penuh perhatian pada Axel. “Hmm, maafkan aku, Nick, sebenarnya aku ingin cerita ini. Hanya saja aku merasa kemarin waktunya belum tepat,” ucapku melirik Axel dan tersenyum penuh arti padanya. Tidak ada suara atau penolakan apapun dari Axel. Dia seperti sedang menantikan aku bertingkah apa dihadapannya. Axel terlihat penasaran dengan semua rencanaku. “Aku nggak percaya. Jangan mengarang cerita, Regi. Aku tahu, aku salah kemarin tidak sempat menelponmu. Sungguh aku sibuk seharian kemarin untuk mempersiapkan kejutan ini. Aku ingin semuanya sempurna dan spesial. Karena aku ingin hari ini menjadi hari yang nggak terlupakan untuk hubungan kita,” jawab Nicholas terburu-buru. Sepertinya dia sudah bisa membaca gerakanku mengarah kemana. Nicholas sangat tahu kalau aku bukan tipe wanita seperti Minna. Minna akan berbicara dan bersikap polos, tapi sebenarnya dia sedang menebar jaring jerat pada setiap laki-laki yang di dekatnya. Hanya saja aku dulu bodoh tidak menyadari itu. Aku hanya percaya kalau adik angkatku itu seorang adik yang manis, baik hati dan selalu berada disisiku. “Apa ada masalah kalau aku dekat dengannya? Aku rasa itu haknya. Dia bisa berteman dengan siapapun dan melakukan apapun yang dia suka,” aku menoleh secara spontan pada suara bariton penuh pembelaan itu. Itu suara Axel. Dia sedang membelaku. Rasanya aku terharu dan ingin menangis. Dia benar-benar peduli padaku. Dia melawan balik ucapan Nicholas. “Cih, jangan sombong. Aku yakin Regi hanya tersesat dan diracuni olehmu. Aku tahu siapa Regi. Dia itu mencintaiku dan tidak bisa jauh dariku,” sahut Nicholas ketus dan menaikkan satu sudut bibirnya. Mencibir dan mengejek Axel. Axel menaikan rahangnya dan melipat kedua tangannya. “Kau yang jangan terlalu berharap. Semuanya bisa berubah. Begitu pun dengan hatinya!” Skakmat. Nicholas seperti mendapatkan tamparan dari Axel. Brak! Nicholas terpancing emosi dan menggebrak meja. “Aww! Sshh!!” Aku berdesis dan tanpa sadar Minna sudah berhasil menggeser mangkuk sup panas tadi, tapi aku hanya berhasil sedikit menghindari. Yang terkena kakiku. Axel spontan bangkit dan segera menarikku. “Kamu nggak apa-apa?” Tatapan Axel penuh khawatir dan segera berlutut memeriksa kakiku. Nicholas kalah cepat dengan Axel. Setidaknya aku mengubah takdirku. Harusnya sekarang aku diperhatikan oleh Nicholas, tapi kondisinya saat ini berbeda. “Kita ke rumah sakit, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa!” Axel bangkit dan akan melakukan pergerakan lainnya. Namun, Nicholas berada di hadapan kami. “Biarkan aku yang urus semua. Kau bisa pergi. Ini adalah tanggung jawabku!” Kata Nick meraih tanganku yang satunya. Aku berada di tengah dan kedua tanganku dipegang oleh Axel dan Nick satu-satu. “Aku kesini bersamanya dan akan pulang mengantarnya. Jadi, dia sudah seharusnya bersamaku!” Axel tentu saja tidak akan mengalah. “Lepaskan tangannya. Aku adalah kekasihnya. Kau jangan ikut campur,” Nick menaikan nada suaranya dan memberikan klaim yang seharusnya tidak dia lakukan. Ya, kesalahanku adalah saat ini berstatus sebagai kekasih Nick. Itu yang tidak bisa aku hindari. Tapi, niat dan tekadku yang bulat membawa Axel ke hadapannya adalah untuk mencari alasan putus dengan Nick. “Tolong hentikan Nick, kakiku akan bertambah parah kalau terus mendengarkan ucapanmu. Jadi, aku mohon lepaskan tanganmu. Apa yang Axel katakan benar, aku datang bersama dengannya dan akan pulang pun dengannya,” tegasku. Menolak bersama Nick. Aku tidak akan mundur. Sekali maju tetap maju. Axel yang akan aku pertahankan kali ini. “Tapi, Reg?” “Sshh! Ahh! Tolong, aku kesakitan!” Aku mengabaikan Nick dan menghempaskan tangan Nick lalu meminta langkah selanjutnya dari Axel. Tidak perlu mendengarkan jawaban, Axel tidak berbicara lagi. Dia segera mengangkat tubuhku ala pengantin baru. Lalu dia menyuruh Billy mengekor dengan para pengawal yang dibawanya. Akhirnya aku bisa mengubah awal takdirku. Aku meninggalkan Nicholas, Minna, Papa dan ibu tiriku. Semua aku tinggalkan. Mereka hanya menatap kepergianku dengan tak percaya. Dan mereka langsung menghampiri Minna dan Nicholas. “Ada apa ini, Nick? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa anak bodoh itu berubah pikiran?” Cerca ibu tiriku setelah aku benar-benar hilang dari pandangannya mereka. “Aku juga nggak tahu apa-apa, Mah. Ini seharusnya sesuai dengan rencana kita kan, Min?” Nicholas menatap Minna yang juga terlihat bingung. Termasuk papaku yang ikut garuk-garuk kepala. “Aku yakin tadi siang tidak ada hal yang aneh. Dia baik-baik saja dan sudah setuju untuk datang. Seharusnya hari ini adalah acara pertunangan kalian,” Minna yang sudah mulai frustasi melihat perubahanku. “Hah, dan kenapa juga Regina membawa laki-laki itu? Kamu sudah menjauhkan dia kan, Min?” Papaku mempertanyakan kedekatanku dengan Axel. “Yakin Pah, Aku nggak pernah sama sekali melihat dia bertemu dengannya. Dan apapun tentang si bodoh itu, dia pasti cerita padaku. Aku yakin, laki-laki itu yang mencuci otaknya, Pah,” Minna mulai gelisah dan mencari kesalahan pada Axel. “Ini nggak boleh terjadi sayang, kita harus bisa merayunya kembali. Aku nggak boleh gagal menjadi tunangannya!” Nick yang kesal mendengarnya semakin menggebu. “Tenang saja, sayang, aku akan pastikan mencari tahu semua. Cepat atau lambat dia pasti cerita padaku!” Minna dengan sorot tajam matanya masih mempercayai dirinya kalau aku pasti akan mencarinya kembali… ***“Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Nona Besar? Sepertinya ini bukan rencana yang dia inginkan?”Axel berkata saat kami sudah berada di dalam mobil dan dia menurunkanku di kursi penumpang dengan perlahan juga hati-hati. Tatapannya tetap lekat seolah menanti jawaban pasti dariku.“Sshh … hmmm … bisakah kita membahasnya nanti saja,” ucapku masih mengibas panas yang terasa di kaki.Axel hanya melirik, tapi tetap saja dia lebih tidak tega melihatku seperti itu.“Billy, apa kau siput? Kenapa lama sekali jalannya?” Nada bariton Axel keluar lagi dan aku ikut menatap kearah suaranya.“Aku nggak tau kalau kamu benar-benar perhatian banget padaku. Kenapa dulu kamu nggak pernah bilang sih?” ucapku hampir tak terdengar karena bergerutu.“Memangnya kamu kasih aku kesempatan!” jawab Axel.Dia terlihat tidak malu atau ragu mengungkapkan perasaannya. Padahal setahuku dulu Axel selalu bersikap ketus saat berbicara denganku. Atau aku saja yang tidak pernah peka dan menyadari semua ketulusan Axel.“J
“Apa maksud ucapan, Anda, Nona?”Billy memang berbeda dari pengawal lainnya. Dia tidak takut mengungkapkan pikirannya.“Nggak ada maksud apa-apa kok. Aku hanya asal bicara saja. Lagian aku lebih suka yang melakukan semua adalah Axel. Jadi, kau nggak usah ikut campur deh urusan tuanmu,” sahutku benar-benar tidak mau mengalah.“Apa?” delik Billy.Bugh! Tiba-tiba saja Axel menonjok kursi yang didudukinya.Axel terlihat tidak setuju saat Billy menentang ucapanku.“Aku nggak ngajakin dia ribut ya, dia saja yang mau ribut denganku. Harusnya dia tuh nggak usah banyak omong,” kataku menjadi berani karena aku yakin meski Axel bersikap dingin padaku seperti itu, aku tetap menjadi prioritasnya.“Kalau kamu gak mau beliin juga ga apa-apa, tapi karena tasku tertinggal disana jadinya aku nggak bisa belanja sendiri. Aku sanggup kok beli sendiri, aku punya uang. Cuma ya sekarang memang lagi gak pegang uang kan.”Hmmm … aku yakin 100% sekarang Axel sedang menganggapku gila atau hilang ingatan. Semua k
“Apa kamu masih ingin ice cream dan kentang gorengnya?” Axel berbicara sambil mengusap rambutku.Dia terus tersenyum melihat tingkahku. Aku malu. Hanya bisa memeluknya dengan erat. Ini pertama kalinya aku merasa seperti saat ini.Terus berdebar tanpa henti dan perasaan itu hanya bisa aku rasakan ketika bersama dengan Axel.Dulu aku pernah salah mengartikan perasaanku. Aku berpikir cintaku dulu pada Nicholas adalah cinta sejati, tapi setelah aku mengetahui semua kebusukan mereka, aku hanya menyesal membiarkan para serangga itu tetap di sisiku.Secepatnya aku harus mengusir serangga itu menjauh agar aku tidak kembali tersengat oleh mereka.“Aku mau, tapi aku gak mau turun dari sini,” ucapku menjawab lirih, sungguh memalukan, aku bertambah cegil dan tak tahu diri setelah perlakuan dari Axel barusan.Aku merasa itu adalah ikatan dan janji kami yang tak sempat terealisasi di masa lalu. Sekarang, aku hanya mengakui Axel seorang sebagai kekasihku.“Jadi, aku bagaimana kalau Billy yang membel
Rumahku tanpa adanya kakekku adalah dalam pengaturan Papaku. Yang di kaki tangani oleh ibu, adik tiri dan juga kekasih adikku itu.Bodohnya aku bertahun-tahun hanya memelihara penjahat. Aku memberikan semua akses juga fasilitas. Bahkan perusahaan warisan kakek saja aku berikan dengan mudah pada Nicholas.Aku mempercayakan semua. Aku bukan terlahir dari orang tidak punya bahkan aku bisa menjadi ratu untuk diriku sendiri dengan warisan kakekku Thomson itu.Namun, semua adalah ilusi semata. Saat pernikahan ku dan Nicholas, dia selalu saja mencari alasan sibuk mengurus perusahaan dan jarang pulang ke rumah.Dari awal pernikahan kami dulu, Minna dan Nicholas sudah bersekongkol memberikan aku racun yang bisa membuatku perlahan lumpuh dan tidak bisa bicara.Aku tidak pernah menyadari karena semua dicampur dengan makananku. Dan Minna selalu ada disisiku, merawat dan menemaniku, itu yang terlihat di mataku. Juga Nicholas selalu memberikanku banyak hadiah, tetapi dia sebenarnya tidak pernah men
Bruk! Aku mendorong tubuh Nicholas dengan kasar. Seolah itu adalah kekuatan yang kusimpan bertahun-tahun dan tidak digunakan.“Apa yang kau lakukan hah? Itu ponselku tahu!” Aku melotot dan segera mengambil ponselku yang dibuangnya ke lantai.Aku gak pernah melihat sikap Nick seperti itu dulu. Dia selalu bersikap lembut padaku, sikapnya yang seperti ini tidak pernah dia tunjukkan. Dia dulu tidak pernah marah padaku karena aku selalu menurutinya.Nicholas segera tersadar meskipun kedua tangannya mengepal dan giginya mengerat dengan kesal.“Ma–maafkan aku, Regi, sungguh aku gak bermaksud begitu. Aku hanya jadi terbawa suasana karena kau mengabaikanku. Kau gak pernah bersikap seperti ini padaku,” Nicholas buru-buru menghampiri dan membantuku berdiri, tapi aku segera menepis.“Jangan sentuh-sentuh lagi, aku gak mau ketemu kamu lagi, Nick. Jadi, pergilah!” Usirku.“Kakak jangan seperti itu, Nick gak bermaksud seperti tadi, dia sudah menjelaskan. Kakak jangan marah lagi ya,” si ulet keket M
“Ka–Kamar utama?”Aku mendengar ibu tiriku langsung bersuara ketika aku mengatakan pindah ke kamar utama. Dia terlihat kasak-kusuk dengan papaku.Aku menaikan rahangku dengan kasar. Mereka harus melihat keseriusanku. Aku tidak boleh lemah dan ditindas lagi.Ini baru permulaan bagi mereka.“Kenapa? Apa kalian keberatan? Bukankah itu kamar yang paling besar dan juga kamar mamaku. Aku ingin mengenang mamaku, aku kangen banget. Apa itu juga gak boleh?” ucapku sarkas.Tentunya tatapanku paling tajam pada papaku. Aku ingin papa ingat kembali tentang mama yang dikecewakan juga dikhianati olehnya.“Tapi, sayang, bukankah kamar lain masih banyak yang besar. Itu kan sudah menjadi kamar Pa–pa,” meski ragu, papaku tetap ingin mempertahankan kamar yang dirasa miliknya itu.“Meski banyak kamar lainnya, kamar mamaku itu yang paling besar, Pah. Toh, semua yang ada disini adalah milikku. Benarkan? Apa papa lupa karena terlalu nyaman di kamar mama?” cetus ku jadi lebih berani menentang papa.Papa terli
*Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*Rasanya aku tidak bisa menggerakkan apapun. Kaki dan tanganku lumpuh. Bahkan mataku terasa kabur. Dimana aku sekarang? Aku bahkan tidak bisa menebaknya. Hanya saja hawa tersebut seakan kian lama mencekikku.Aku tidak bisa bernafas dan bau asap menyeruak ke hidungku. Kesadaranku seakan menghentakkanku untuk membuka mata."Apa dia sudah mati? Kau sudah membuatnya seolah bunuh diri kan? Atau kau membuat rencana lain yang lebih menyenangkan?"Suara itu, samarku dengar. Jelas dan aku tidak akan salah menebaknya. Itu suara Minna, adikku. Aku benar-benar tidak salah mendengarnya, bukan?"Aku yakin, dia pasti sudah mati. Aku sudah mengaturnya seolah penculikan dan kecelakaan. Bahkan keluargamu tidak akan pernah mengira. Huh, dasar istriku yang bodoh dan sangat malang. Sungguh tragis sekali nasibnya, dia mati ditangan kita!" cetus suara seorang laki-laki.Aku benar-benar tidak tuli
“REGI … REGINAAA!!! Kamu mendengarku? Kamu dimana?”Suara itu, aku mendengarnya dengan jelas. Tidak asing, tapi aku seolah tidak pernah memperhatikan suara itu. Itu suara Axel. Dalam kesadaran yang sepenuhnya hampir hilang, mataku melihat bayangan, wajah itu penuh kekhawatiran dan ketakutan berlari menghampiriku.“Tolong bertahanlah, aku akan segera membawamu keluar dari sini, Regi, tolong bertahanlah …,” suara kegelisahan dengan bibir yang bergetar. Dia benar-benar seperti akan mati saat itu juga.Kenapa dia menatapku seperti itu. Aku bahkan tidak pernah bersikap baik padanya. Aku merasa dia juga ikut merasakan semua lukaku. Aku selalu menolaknya karena Nicholas. Tidak pernah sekalipun aku bersikap baik padanya.Namun, sepertinya semua sudah sangat terlambat. Kepulan asap semakin lama semakin membesar. Aku merasakan tubuhku melayang di udara. Axel mengangkat tubuhku dengan perlahan dan ringkih karena api semakin membesar.Langkahnya terasa berat bukan hanya karena bebanku, tetapi kon
“Ka–Kamar utama?”Aku mendengar ibu tiriku langsung bersuara ketika aku mengatakan pindah ke kamar utama. Dia terlihat kasak-kusuk dengan papaku.Aku menaikan rahangku dengan kasar. Mereka harus melihat keseriusanku. Aku tidak boleh lemah dan ditindas lagi.Ini baru permulaan bagi mereka.“Kenapa? Apa kalian keberatan? Bukankah itu kamar yang paling besar dan juga kamar mamaku. Aku ingin mengenang mamaku, aku kangen banget. Apa itu juga gak boleh?” ucapku sarkas.Tentunya tatapanku paling tajam pada papaku. Aku ingin papa ingat kembali tentang mama yang dikecewakan juga dikhianati olehnya.“Tapi, sayang, bukankah kamar lain masih banyak yang besar. Itu kan sudah menjadi kamar Pa–pa,” meski ragu, papaku tetap ingin mempertahankan kamar yang dirasa miliknya itu.“Meski banyak kamar lainnya, kamar mamaku itu yang paling besar, Pah. Toh, semua yang ada disini adalah milikku. Benarkan? Apa papa lupa karena terlalu nyaman di kamar mama?” cetus ku jadi lebih berani menentang papa.Papa terli
Bruk! Aku mendorong tubuh Nicholas dengan kasar. Seolah itu adalah kekuatan yang kusimpan bertahun-tahun dan tidak digunakan.“Apa yang kau lakukan hah? Itu ponselku tahu!” Aku melotot dan segera mengambil ponselku yang dibuangnya ke lantai.Aku gak pernah melihat sikap Nick seperti itu dulu. Dia selalu bersikap lembut padaku, sikapnya yang seperti ini tidak pernah dia tunjukkan. Dia dulu tidak pernah marah padaku karena aku selalu menurutinya.Nicholas segera tersadar meskipun kedua tangannya mengepal dan giginya mengerat dengan kesal.“Ma–maafkan aku, Regi, sungguh aku gak bermaksud begitu. Aku hanya jadi terbawa suasana karena kau mengabaikanku. Kau gak pernah bersikap seperti ini padaku,” Nicholas buru-buru menghampiri dan membantuku berdiri, tapi aku segera menepis.“Jangan sentuh-sentuh lagi, aku gak mau ketemu kamu lagi, Nick. Jadi, pergilah!” Usirku.“Kakak jangan seperti itu, Nick gak bermaksud seperti tadi, dia sudah menjelaskan. Kakak jangan marah lagi ya,” si ulet keket M
Rumahku tanpa adanya kakekku adalah dalam pengaturan Papaku. Yang di kaki tangani oleh ibu, adik tiri dan juga kekasih adikku itu.Bodohnya aku bertahun-tahun hanya memelihara penjahat. Aku memberikan semua akses juga fasilitas. Bahkan perusahaan warisan kakek saja aku berikan dengan mudah pada Nicholas.Aku mempercayakan semua. Aku bukan terlahir dari orang tidak punya bahkan aku bisa menjadi ratu untuk diriku sendiri dengan warisan kakekku Thomson itu.Namun, semua adalah ilusi semata. Saat pernikahan ku dan Nicholas, dia selalu saja mencari alasan sibuk mengurus perusahaan dan jarang pulang ke rumah.Dari awal pernikahan kami dulu, Minna dan Nicholas sudah bersekongkol memberikan aku racun yang bisa membuatku perlahan lumpuh dan tidak bisa bicara.Aku tidak pernah menyadari karena semua dicampur dengan makananku. Dan Minna selalu ada disisiku, merawat dan menemaniku, itu yang terlihat di mataku. Juga Nicholas selalu memberikanku banyak hadiah, tetapi dia sebenarnya tidak pernah men
“Apa kamu masih ingin ice cream dan kentang gorengnya?” Axel berbicara sambil mengusap rambutku.Dia terus tersenyum melihat tingkahku. Aku malu. Hanya bisa memeluknya dengan erat. Ini pertama kalinya aku merasa seperti saat ini.Terus berdebar tanpa henti dan perasaan itu hanya bisa aku rasakan ketika bersama dengan Axel.Dulu aku pernah salah mengartikan perasaanku. Aku berpikir cintaku dulu pada Nicholas adalah cinta sejati, tapi setelah aku mengetahui semua kebusukan mereka, aku hanya menyesal membiarkan para serangga itu tetap di sisiku.Secepatnya aku harus mengusir serangga itu menjauh agar aku tidak kembali tersengat oleh mereka.“Aku mau, tapi aku gak mau turun dari sini,” ucapku menjawab lirih, sungguh memalukan, aku bertambah cegil dan tak tahu diri setelah perlakuan dari Axel barusan.Aku merasa itu adalah ikatan dan janji kami yang tak sempat terealisasi di masa lalu. Sekarang, aku hanya mengakui Axel seorang sebagai kekasihku.“Jadi, aku bagaimana kalau Billy yang membel
“Apa maksud ucapan, Anda, Nona?”Billy memang berbeda dari pengawal lainnya. Dia tidak takut mengungkapkan pikirannya.“Nggak ada maksud apa-apa kok. Aku hanya asal bicara saja. Lagian aku lebih suka yang melakukan semua adalah Axel. Jadi, kau nggak usah ikut campur deh urusan tuanmu,” sahutku benar-benar tidak mau mengalah.“Apa?” delik Billy.Bugh! Tiba-tiba saja Axel menonjok kursi yang didudukinya.Axel terlihat tidak setuju saat Billy menentang ucapanku.“Aku nggak ngajakin dia ribut ya, dia saja yang mau ribut denganku. Harusnya dia tuh nggak usah banyak omong,” kataku menjadi berani karena aku yakin meski Axel bersikap dingin padaku seperti itu, aku tetap menjadi prioritasnya.“Kalau kamu gak mau beliin juga ga apa-apa, tapi karena tasku tertinggal disana jadinya aku nggak bisa belanja sendiri. Aku sanggup kok beli sendiri, aku punya uang. Cuma ya sekarang memang lagi gak pegang uang kan.”Hmmm … aku yakin 100% sekarang Axel sedang menganggapku gila atau hilang ingatan. Semua k
“Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Nona Besar? Sepertinya ini bukan rencana yang dia inginkan?”Axel berkata saat kami sudah berada di dalam mobil dan dia menurunkanku di kursi penumpang dengan perlahan juga hati-hati. Tatapannya tetap lekat seolah menanti jawaban pasti dariku.“Sshh … hmmm … bisakah kita membahasnya nanti saja,” ucapku masih mengibas panas yang terasa di kaki.Axel hanya melirik, tapi tetap saja dia lebih tidak tega melihatku seperti itu.“Billy, apa kau siput? Kenapa lama sekali jalannya?” Nada bariton Axel keluar lagi dan aku ikut menatap kearah suaranya.“Aku nggak tau kalau kamu benar-benar perhatian banget padaku. Kenapa dulu kamu nggak pernah bilang sih?” ucapku hampir tak terdengar karena bergerutu.“Memangnya kamu kasih aku kesempatan!” jawab Axel.Dia terlihat tidak malu atau ragu mengungkapkan perasaannya. Padahal setahuku dulu Axel selalu bersikap ketus saat berbicara denganku. Atau aku saja yang tidak pernah peka dan menyadari semua ketulusan Axel.“J
Minna seperti banteng betina yang kesal. Dia menyeruduk mendahului kami duduk.Aku sengaja membukakan kursi untuk Axel. Aku ingin menjamu dia sebagai tamu istimewaku dan perubahanku diperhatikan oleh mereka.Aku sangat yakin Nicholas kesal. Dia mengepal kedua tangannya ketika aku begitu perhatian pada Axel. Billy agak sedikit menjauh dari meja dan memantau situasi.“Apa kalian sudah memesan?” tanyaku sambil membuka buku menu tidak ingin lagi memperdulikan raut wajah mereka yang sudah seperti kukusan butut.Dari hal apapun, aku masih mengingat dengan jelas, mereka selalu ikut campur. Bahkan dalam hal makanan yang kumakan pun. Saat ini aku ingin semuanya berubah.Karena aku sudah tahu dari mulai makanan mereka meracuniku maka dari itu apapun yang sekarang akan masuk ke tubuhku, aku akan memilih dan memastikannya sendiri.Aku tidak akan membiarkan mereka turut campur.“Aku sudah memesan semua makanan kesukaanmu, Kakak,” ucap Minna, dia terlihat semakin kesal dan menyentuh tanganku.Minna
“Selamat malam, Reg, akhirnya kamu datang,” Nicholas mengembangkan senyum sesaat, namun senyuman itu seolah lenyap saat dia melihat Axel ada disampingku, tepatnya, aku yang menggandeng lengan Axel penuh percaya diri.Dan tentunya Axel tidak pernah pergi sendiri. Dulu aku bahkan tidak pernah menyadari karena menganggapnya bukan orang yang penting untuk diperhatikan.Namun, sekarang, di kehidupanku yang kedua, apapun tentang Axel sekecil-kecilnya, akan aku perhatikan.Di belakang kami ada beberapa orang pengawal yang mengikuti juga tentu saja orang kepercayaan Axel, Billy yang selalu ada disampingnya.Billy sebenarnya juga tidak percaya dengan perubahan sikapku yang bertolak belakang. Tapi, semua diabaikan ketika Axel memberikan kode untuk mengikuti segala keinginanku. Axel seolah membiarkanku untuk melakukan hal apapun dan dia sedang mengawasiku. Axel seperti ingin mengetahui tipu daya apa yang sedang ku mainkan. “Ada apa ini? Kenapa kau membawanya? Bukankah kau tahu ini adalah acara
“Apa ini? Apa kau salah minum obat?” Aku terkejut, tiba-tiba saja Axel mendorong tubuhku. Dia seolah menolakku. Ucapannya tajam membuatku mengernyit.Hampir saja aku lupa, aku tidak pernah sama sekali berbicara atau dekat dengannya. Aku selalu bersikap cuek. Mungkin saja saat ini Axel akan menganggapku gila.Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Aku harus bisa dekat dengannya. Aku hanya menginginkan dia yang menjadi suami masa depanku. Tidak akan ada lagi aku merasakan kemunafikan juga kebohongan Minna dan Nicholas. Aku harus bisa menggaet Axel lebih dulu.“Umm … ma–maaf, maafkan aku. Aku bukan sengaja. Kau masih ingat aku kan? Aku, Regina Meizura Carlton,” ucapku menarik bibirku hingga membentuk sebongkah senyuman terindah tak lupa tanganku terulur dengan manis.Saat ini mungkin saja aku terlihat seperti cegil yang sedang mengejar laki-laki. Axel menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.Dia terlihat bingung dan tatapan dinginnya membuatku sedikit merinding. Namun, sekejap berubah