Jexeon memandang bergantian wajah dua orang yang tengah mengobrol sembari menikmati pecel lele, sementara dia hanya mengambil nasi tanpa ayam. Memakannya dengan lalapan. Benci sekali dengan keadaan ini. "Aku tuh dulu mikirnya kamu benci aku, tiap kita ketemu kamu selalu nyeremin," kata Yua. Tertawa bersama Lazio. "Yaelah, mukaku emang ganteng kayak gini. Bukannya judes sama kamu, malah aku pikir kamu anti sama cowok urakan." "Kalau aku anti sama cowok badboy, udah pasti aku nggak nikah sama Mas Iyon, iya 'kan Mas Iyon?" "Hmm," jawab Jexeon dingin seperti biasa. Lele yang mereka makan tinggal kepalanya, masih menjilat jari yang ada sambelnya. Sementara nasi sudah habis."Dulu aku temenan sama para badboy geng motor tahu." Yua memberitahu. Jexeon tertarik dengan obrolan Yua, tidak menyangka Yua pernah berteman dengan orang-orang yang seperti itu. Pantas saja Yua tidak canggung padanya. Ternyata pernah berada di dunia yang sama."Aku pikir kamu cuma temenan sama orang bersarung. Gi
Langkah kaki Jexeon menuju lantai atas, kamarnya yang sudah lama tidak ditempati sejak menikah dengan Yua. Setelah masuk kamar, ia mengunci pintunya, masih dengan posisi menggendong Yua. Tangan kirinya melepaskan resleting baju di punggung Yua, membuat wanita itu terkejut, kenapa dilepas? Dia melepaskan pelukan dari Jexeon yang masih berjalan menuju ranjang, melewati sofa. "Kita...." tanya Yua ragu ketika Jexeon membaringkan tubuhnya di ranjang. Jexeon hanya menyeringai, dia tahu apa yang dipikirkan Yua. "Iya," jawabnya walaupun Yua tidak bertanya. "Di sini?" Jexeon melepaskan hijab Yua, melemparkan ke samping. Jatuh di lantai. "Tidak ada kamera," jawab Jexeon. "Bukan itu, tapi ini kan bukan...." Rumah kita. Yua canggung melakukan di sini, di tempat asing. Jexeon tidak peduli, dia membuka kaosnya, menampakkan dada bidang dengan tato singa yang gagah. "Aku ingin kau hamil," kata Jexeon sembari memegang perut Yua. Bibirnya menyeringai. "Aku ingin di sini ada bayi."Jantung Yua
Rasa takut kehilangan bersanding dengan cinta, semakin dalam cinta maka semakin perasaan takut itu menjadi sangat nyata. Jexeon sadar betul hal itu. Dia tidak bisa keluar dari perasaan yang membelenggu dan mengikat seperti itu. Dia yang setiap saat berada dalam bahaya, memiliki banyak musuh, selalu takut terjadi sesuatu pada istrinya. Jexeon tidak ingin Yua terluka sekecil apapun. "Bener udah baikan?" tanya Jexeon. Yua sudah minum tolak angin yang dibeli di jalan, perasaannya sedikit membaik meskipun masih pusing. Rasa mualnya reda seiring waktu. Perjalanan ke rumah keluarga Nathanael membutuhkan waktu dua jam, ditambah macet yang panjang, kota Jakarta selalu saja seperti ini. Namun, Jexeon tidak merasa sebal. Pasalnya ia sedang bersama Yua. Perjalanan sepanjang apapun, ia rela asal ada Yua di sampingnya. Sekarang ia bisa mengobrol lebih lama. Tidak sekaku dulu.Rumah Nathanael terlihat lengang, Yua turun dengan hati-hati. Menatap halaman yang sepi. Mereka masuk ke dalam dengan s
Sekitar pukul 9 malam, suara Roan memanggil terdengar, menggunakan senter di area pemakaman. Ada suara orang lain juga, supir keluarga. "Xeon! Jexeon! Kamu di mana?" teriakan itu semakin terdengar jelas. Meskipun nadanya bergetar, Roan tetap lantang. Tak lama kemudian senter itu mengenai wajahnya, "Xeon!" Roan berlari menghampirinya, melewati beberapa makam. Dia berjongkok, melihat keadaannya. Mata adik tirinya itu berkaca-kaca. "Kenapa bisa kayak gini?" tanya Roan sembari menangis. Anak itu lebih cengeng darinya, mengambil tangan Jexeon yang berdarah. "Pasti ini sakit." Masih menangis sesenggukan. Padahal Roan yang terluka, padahal ia yang diusir, padahal ia yang merindukan ibunya, tetapi kenapa malah Roan yang menangis kencang seperti merasakan rasa sakitnya. "Iya, sakit." Jawab Jexeon. Ikut menangis. Dua anak itu menangis bersama di depan makam, berulang kali Roan minta maaf karena baru bisa menjemput. "Aku bakal jagain kamu," katanya. Padahal Roan adik dan dia adalah kak
Dunia yang belum pernah aku masuki, perasaan cinta yang setiap hari datang seperti hal baru. Senyuman yang setiap saat kurindukan, aku merasa bisa memberikan segalanya untuk Jexeon. Bahkan duniaku yang biasanya tenang kini berubah mendebarkan karena dia. Hidupku yang biasanya hanya ; datang ke kampus, ikut kajian, pengajian di pesantren milik Fatimah, dan melakukan kegiatan lurus lainnya lalu bertemu orang-orang baik dari kalangan terpelajar. Kini berbeda.Sekarang semua berubah. Itu karena aku memiliki suami mantan mafia, pernikahanku saja dihadiri mafia dan gengster. Sungguh keluar dari zona aman yang selama kutempati. Sesekali aku melirik ke samping, orang menyeramkan yang pernah Jexeon ceritakan. Pram, pemimpin Siluet. Mafia nomor 1 di Indonesia. Aku sedang diculik olehnya.Dia tidak menyakiti dan membawaku dengan baik-baik, aku menurut karena takut dia membuat keributan dan menyakiti. Aku memegang tongkat dengan erat, jantungku berdebar, rasanya takut tetapi juga penasaran. Or
"Aku percaya Mas Iyon udah berubah, jangan berusaha membuatku ragu, karena itu percuma."Jantungku berdebar kencang, tubuhku gemetar ketakutan. Pandanganku beralih ke jam dinding, berharap Jexeon segera datang. Aku sudah membantah Pram. Bisa saja dia marah dan dor, menembakku di tempat. "Kau keras kepala sekali. Kalau dia tidak datang, aku berniat membunu--" Belum ucapan itu terselesaikan, teriakan dari ruang tamu terdengar."Pram!" Itu suara Jexeon, akhirnya dia datang. Aku sempat takut dia mengabaikanku. Wajah Pram berubah setelah melihat kedatangan Jexeon. Tubuh tinggi besar itu terlihat terengah-engah, menatapku yang masih duduk dengan tubuh gemetar. "Akhirnya kau datang, makanan sebentar lagi siap." Pram mengetuk meja dengan jemarinya, membuat suasana hening menjadi semakin tegang. Kepalanya meneleng sembari tersenyum. "Kau gila!" teriak Jexeon. Emosinya memuncak, dia berjalan cepat ke arah Pram dan menarik kerahnya. Membuat Pram berdiri santai. Para tukang pukul mengelu
Setelah mencapai tujuan masing-masing kami akan berpisah, itu adalah kesepakatan. Maka dari itu aku pernah berusaha menghilangkan rasa ketergantungan terhadap kehadirannya. Menahan perasaanku sendiri supaya tidak jatuh cinta. Namun, sepertinya aku terbawa arus, tidak bisa berhenti sekuat apapun mencoba. Setiap hari perasaan ini tumbuh subur, seolah aku memang ditakdirkan untuk mencintainya. "Kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja." Kata Jexeon, kakinya terus bergerak. Terlihat gugup. Padahal aku biasa saja, tetapi malah dia yang terlihat gugup. Tadi dokter mengarahkan kami ke dokter kandungan. Sekarang sedang persiapan USG. Namun, terjadi sesuatu dengan alatnya sampai dokter memanggil rekannya. "Aku santai kok, Mas. Kalau seumpama aku beneran hamil, gimana?" "Maksudnya gimana?"Kalau aku hamil, apa kamu akan senang atau tidak? Aku takut bertanya, pasalnya kami menikah bukan karena cinta. Sampai sekarang aku tidak tahu apakah Jexeon mencintaiku atau tidak.Aku sangat takut ji
Jexeon menoleh dan langsung mengangkat tubuhku, berjalan ke kamar tanpa memedulikan Arjun dengan buah berceceran. Lalu bagaimana nasip pecel leleku? Tanganku melingkar di leher Jexeon, dia menaiki tangga menuju kamar. Mendudukkanku di ranjang setelah melepaskan tas yang berada di punggungnya. "Kau mau mandi?" tanyanya.Aku mengangguk, badanku sudah sangat lengket. "Ayo mandi bareng," katanya. Tidak mungkin acara mandi bersama akan berlangsung lancar, Jexeon bukan tipe suami seperti itu. Dia pasti mengambil kesempatan untuk melakukan hal 'itu'. "Nggak usah, aku mandi sendiri aja." Aku meraih tongkat, berdiri menuju closet, mengambil baju tidur. "Aku tidak akan melakukannya, kau kan sedang hamil." Ucapannya membuatku langsung menoleh, dia seperti bisa membaca pikiranku. "Boleh ya aku mandiin?" Wajahnya memelas, kalau sudah begini pasti jantungku rontok. Wajah sangat tampan itu penuh harap, tanganku langsung pegangan. Tidak kuat menahan pesonanya.Kepalaku perlahan pengangguk, k
Seseorang yang aku tunggu mendampingi hidupku, jodoh yang Allah takdirkan hingga membuatku bisa bersabar. Aku percaya Tuhan akan menggantikan kehilangan dengan kebahagiaan. Aku terus berusaha hingga tak kenal lelah berdoa. Menjaga adikku sembari menunggu keluarga baru yang Allah siapkan. Hingga Jexeon datang bagai pahlawan, kupikir dia memang dikirim Allah untuk menjadi bagian dari hidupku. Sejak pertemuan pertama, jantungku berdebar kencang. Kami tak saling kenal, tetapi dia mau menolong dan menjagaku. Selain hatinya digerakkan oleh Allah, tidak ada alasan lain. Kenapa kubilang begitu walaupun Jexeon menawarkan perjanjian pernikahan? Kalau sejak awal niatnya perjanjian pernikahan, maka dia tidak akan menungguku ditolak Roan. Tetapi langsung menawarkan. "Allah menghadirkanmu untuk menyempurnakan hidupku," kataku ketika awal kehamilan. Jexeon yang irit bicara hanya tersenyum, dia menggendongku sembari terus menciumi pipi. "Kau juga," balasnya singkat. Aku melingkarkan tangan di
Aku menjalani hidup dengan penuh perjuangan sejak orang tuaku meninggal, tidak ada lagi Yuaira yang manja dan kekanakan. Setiap hari bagaikan pertarungan hidup dan mati karena orang-orang mengincar harta keluarga kami. Padahal, dulu aku bagaikan tuan putri. Melakukan apapun terserah, membuat masalah hingga masuk kantor polisi pun pernah, orang tuaku akan mengurusnya hingga kadang melimpahkan kesalahan pada orang lain. Bahkan nilai mata pelajaran yang jelek pun Orang tuaku bisa mengatasi. "Dia Evrina Arzety yang akan jadi teman sekolahmu." Ayah memperkenalkan Rin untuk pertama kali, aku tahu Rin adalah pembantu yang dijual ayahnya sendiri ke sini. Kalau tidak salah dia dihargai 10 juta. Bahkan uang jajanku sehari 200 juta. Sungguh Rin tidak lebih mahal dari harga kaos kakiku.Aku dengar Rin adalah anak cerdas yang menjadi juara satu UN SMP se-provinsi Jawa. Saat itu aku pikir ayah membeli barang bagus dengan harga murah untuk membantuku meningkatkan nilai. "Hay Evrina, kita bakal j
"Jadi selama ini kamu membuntutiku?" tanya Jexeon. Mereka duduk berhadapan dengan tangan Yua yang tidak mau lepas, wanita berhijab merah muda memalingkan wajah, enggan menjawab tuduhan sang suami. Yua masih sama, selalu memasang raut wajah imut ketika merasa bersalah. "Aku cuma penasaran ke mana suamiku pergi, siapa tahu main cewek lain." Jexeon mengikuti arah pandangan Yua, bibirnya senyum. Terlihat jelas bahwa Yua cemburu. Padahal selama ini dia tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Apalagi Purwati."Kenapa kamu nggak nyamperin dari dulu?" Tangan Jexeon mengambil dagu Yua, memaksa wanita itu membalas tatapannya. Kedua alis Jexeon terangkat, menunggu jawaban. "Aku nggak mau ganggu.""Lalu kenapa tiba-tiba datang, hmm?" Pandangan Yua mengarah ke Purwati lagi, memberi isyarat tanpa mau berucap, menunggu kepekaan Jexeon terhadap perasaannya. Yua tadi berkata padanya bisa menyembunyikan rasa rindu tapi tidak dengan cemburu. Selama perjalanan 3 tahun ini Jexeon tidak dekat deng
Malam ini Jexeon duduk di atas mobil camping sembari makan mie instan. Matanya memandang langit. Bulan sabit dengan bintang di sekitarnya. Terlihat indah menghiasi langit.Sudah 3 tahun dia meninggalkan Yua dan si kembar, besok ia akan kembali ke Jakarta. Memulai hidup baru tanpa masa lalu.Semua masa lalu telah dia singkirkan, termasuk uang haram hasil mencuri. Dia menjual semuanya dan diberikan kepada fakir miskin. Sebagian digunakan menyekolahkan anak-anak kurang mampu. Setahun lalu uangnya habis. Jexeon menjadi sangat miskin.Hidup tanpa uang adalah sesuatu yang tidak mungkin, Jexeon mencari cara menghasilkan uang dengan cara halal dan tanpa merugikan orang lain.Dia juga membuka jasa mengembalikan data perusahaan yang hilang, data yang diretas ataupun membantu KPK dalam menelusuri data para koruptor. Pekerjaan di bidang IT terbilang lancar sebagai sosok misterius. Ia menerima bayaran mahal, lalu dikumpulkan dan diberikan kepada Elgar. Di penthouse sana, Elgar mengelola uang Jexeo
Hidup memang seperti ini, orang-orang datang dan pergi. Perbedaannya hanyalah kesan. Saat masih bersama apakah berkesan sampai tidak sanggup melupakan atau hanya berlalu tanpa ingin dikenang. Aku dan Roan sudah memilih jalan berpisah tanpa harus diingat kembali. Kenangan berupa cincin pertunangan tidak begitu berarti. Pertunangan bukanlah janji suci yang mengikat hati sampai ke akhirat. Roan hanyalah salah satu pria yang pernah hadir sebagai calon suami, tidak lebih dari itu. Perasaanku padanya padam sejak melepas cincin pertunangan di gedung Nathanael.Akhir cerita bersama Roan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jexeon. Suamiku itu pergi dan menyuruhku tidak menunggu. Mereka sungguh bersaudara. Bagaimana bisa dua saudara itu sama-sama mencampakkanku? Namun, ada sedikit perbedaan antara Roan dan Jexeon, janji Jexeon padaku disaksikan Tuhan. Cinta di antara kami juga membuahkan dua bayi kembar, anak hasil persatuan raga dengan bumbu cinta. Hubungan kami tidak bisa hanya menjadi ke
Las Vegas adalah kota terpadat di negara bagian Nevada, ibu kota Clark County, Amerika serikat. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi kota yang terkenal karena sejumlah resor kasino dan hiburan sejenisnya. Lampu kota Las Vegas bersinar terang, gedung pencakar langit berdiri kokoh. Keindahan kota dapat aku lihat dari lantai 25 apartemen milik Tante Amel. Jendelanya dibuka, membuat angin musim panas masuk ke dalam. Aku memejamkan mata, merasakan angin itu menerpa wajah. Rambutku yang lurus panjang tertiup angin, berkilau indah terkena pantulan lampu. Rambut itu yang setiap malam Jexeon cium karena suka aromanya. Awalnya aku pikir ia yang sudah tobat tidak suka dengan kota ini. Namun, ternyata dia memang tidak berniat datang. Pria itu meninggalkan kami dengan menitipkan surat pada Tante Amel. Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Bahkan menanyakan keberadaan Jexeon pada Lazio dan Elgar. Aku kehilangan Jexeon seperti orang yang hilang akal."Teman macam apa kalian tidak tahu
Wilayah Indonesia begitu luas dan indah, Jexeon baru sadar setelah berkelana di pulau Sumatra selama dua tahun. Meninggalkan tanah kelahiran sekaligus anak dan istrinya. Dia pergi dengan tujuan menyelesaikan masa lalu, menata hidupnya supaya tidak ada lagi yang tersakiti. Terutama anak-anaknya di masa depan. Ia tidak ingin masa lalunya menyulitkan kedua anaknya dan Yua. Dalam perjalanannya, ia baru sadar bahwa negaranya sendiri jauh lebih indah dari semua negara yang pernah dia datangi. Dari dulu Jexeon sering keluar negeri untuk urusan bisnis dan tugas dari Tuan Besar, pekerjaan utamanya di Siluet adalah meretas data musuh, mengirimnya ke Lazio dan tim IT. Ia juga ahli pertarungan lapangan, tidak kalah dengan para tukang pukul. Posisinya setara letnan. Tepat berada di bawah kepala tukang pukul keluarga Siluet. Ada cerita tentang kedekatannya dengan Tuan Besar hingga ia diangkat menjadi anak. Di usia 19 tahun, Tuan besar diculik keluarga Pigel. Mereka meminta tebusan dengan jumlah
Kalau Jexeon harus menghentikan perasaannya sekarang, sepertinya ia akan mati. Dia tidak menyangka akan memiliki perasaan sedalam ini kepada Yua. Dia tidak tahu bahwa es akan meleleh jika disinari matahari terus menerus. Senyuman, perhatian dan kehangatan Yua tidak disangka bisa meluluhkan lantahkan dinding esnya. Membuat perasaannya cair dan dihangatkan oleh cinta. Cinta yang setiap hari mengalir sempurna tanpa bisa dicegah kini menimbulkan efek, yakni rasa sakit. Jexeon menutup wajahnya dengan tangan. Melihat Yua terluka sungguh merobek hatinya. Terasa seperti tubuhnya yang tercabik-cabik. "Maaf," kata yang selalu dia ucapkan selama Yua kritis. Andai kalimat itu bisa mengulang waktu, dia akan memilih tidak melamar Yua. Menjauhkan wanita itu dari hidupnya yang kacau. Hari kelahiran bayinya yang seharusnya sebulan lagi terpaksa dipercepat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kecil mungil mirip Yua. Jexeon bingung harus bahagia atau sedih. "Mas Iyon bakal nyusul
Elgar tidak jadi mengambil pistol, dia berlari ke gedung. Mulai meretas semua CCTV dan mengarahkan komplotannya yang ada di dalam untuk keluar dengan selamat. Peluhnya menetes, baju putih abu-abu penuh dengan keringat. Jantungnya berdebar kencang, bunyi tembakan terus bersautan. Misi penyelamatan Yua sangat menegangkan. Pasalnya selain sulit, keadaan kakak perempuan Arjun itu tengah hamil 8 bulan. Dari earphone Elgar mendengar instruksi dari Jexeon, "kami sebentar lagi berada di luar. Cepat bawa mobil kemari!" Elgar menutup laptopnya, ia berlari ke arah mobil dan mengendarainya, berputar ke arah belakang gedung. Bersiap menerima penumpang setelah menembaki orang-orang yang menghalangi. Jexeon menggendong Yua sembari berlari ke arah mobil, dilindungi beberapa orang yang Elgar tahu itu adalah mantan anggota Gengster Singa Hitam. Mereka menginstruksikan supaya Jexeon pergi duluan. Orang-orang akan melindunginya sampai benar-benar aman. "Jalan!" Perintah Jexeon setelah berhasil masuk