Sangat sempurna pagi yang dilalui Jexeon, belum pernah dia tidur dengan perasaan sebahagia ini. Ia bahkan takut ketika menutup mata sosok Yua menghilang. Tangannya terus memegangi wanita yang tengah tertidur lelap karena kelelahan itu. "Cinta itu buta, bahkan kalau kamu orang jahat, aku akan tetap menerimamu. Memeluk semua rasa sakit hatimu, supaya kamu bisa tersenyum dan bahagia."Perkataan Yua tadi malam terus terngiang di telinganya, bibirnya yang hitam karena rokok terus menyunggingkan senyum. Bagaimana mungkin ada wanita seperti itu yang begitu tulus mencintainya? Jexeon tidak habis pikir sekaligus bahagia. Tertidur dengan pulas dengan memeluk Yua. Pagi harinya dia baru sadar bahwa wanita itu kesakitan, terduduk di lantai karena tidak bisa berjalan. Awalnya Jexeon hanya berniat membantu mandi. Namun, instingnya berkata lain. Akhirnya malah membuat wanita itu tambah kesulitan jalan. Setelah selesai mandi, dia berjalan sebentar di sekitar rumah. Mencari udara segar di hari yan
Lazio duduk tak jauh dari Jexeon, tangannya yang panjang meraih remote. Memutar siaran berita. Masih membahas seputar kejadian kemarin di gedung pernikahan. Sementara Jexeon mengembuskan napas berat, sepertinya dia harus mengenalkan Roan ke investor. Kalau dia tiba-tiba membantu menggunakan uangnya maka ketahuan bahwa dia memiliki perusahaan raksasa. Dia melirik jam, pukul sepuluh pagi. Elgar dan Arjun belum juga kembali. Sebenarnya mereka ke mana? Padahal dia harus segera pergi ke rumah sakit.Jika Arjun berteman dengan Elgar yang hobi bolos, maka Yua bisa marah. Terlihat jelas bahwa Yua overprotektif terhadap adiknya itu. Yua....Lagi-lagi dia teringat kejadian semalam. Tubuh Yua yang dia masuki, dia jelajahi dan ciumannya yang lembut tapi menuntut. Bibirnya tersenyum mengingat kejadian semalam. Pyar!Gelas kaca yang dipegang Lazio jatuh ke lantai, wajahnya terkejut hingga tubuhnya membatu. Jexeon melirik Lazio dengan sorot mata dingin. Ada apa?"Ka... kau... tersenyum?" Tangan
Cahaya matahari masuk melalui jendela kaca, angin berembus dingin bekas hujan di luar, masuk ke kamar lantai dua tempat Yua tidur. Wajah wanita itu terlihat lelah dan pulas. Jexeon meletakkan martabak di atas nakas, perlahan duduk di ranjang, melihat wajah Yua dengan seksama, tangannya terulur ingin mengusap. Tepat beberapa inci dia berhenti, tidak tega jika membangunkan Yua. Jexeon beralih duduk di lantai, menyangga kepala dengan tangan kiri, matanya terus memandangi wajah istrinya yang tengah terbang ke dunia mimpi. Kasihan wanita ini, kelelahan karenanya. "Kau juga mirip permen, manis." Angin berembus ringan ke wajahnya, masih betah mengamati, tangannya terulur mengambil helaian rambut Yua, menciumnya dengan mata tertutup, menikmati aroma wangi dari rambut. Jexeon tidak pernah memakai narkoba, padahal sebagian tukang pukul Siluet memakainya. Tuan besar melarangnya pakai, sebab tugasnya adalah pelindung Siluet melalui otak, sementara shabu-shabu akan mempengaruhi kecerdasannya
Sesekali Yua mengambil meses yang ada di bungkus martabak, memakannya. Perutnya sudah terlalu kenyang kalau harus makan sepotong lagi. "Mas Iyon emang hebat, tajir pula, pokoknya aku lope banget sama suamiku ini."Jexeon hanya menyunggingkan senyum, puas melihat Yua kagum padanya. Merasa hebat dan di atas Roan. "Ya ampun, aku sampai lupa belum salat zuhur." Yua meletakkan martabak di atas nakas, meraih tongkat dan turun dari ranjang. Buru-buru ke kamar mandi, tetapi sebelum masuk dia berhenti. Berbalik menghadap Jexeon. "Mas, salat zuhur yuk." "Nggak bisa.""Kenapa?""Nggak bisa.""Iya kenapa nggak bisa?"Jexeon diam sesaat, "nggak tahu cara salat. Lupa.""Kalau gitu aku ingetin." Yua berbalik, kini mendorong Jexeon untuk masuk ke kamar mandi. Melihat Jexeon wudhu, lalu mereka salat zuhur. Setelah sekian lama, akhirnya Jexeon kembali merasakan namanya sujud kepada Tuhan. Jexeon hanya memakai bacaan sebisanya, lalu gerakannya mengikuti Yua. Dia bahkan sudah lupa shalat zuhur itu
Langit mendung di musim penghujan, perlahan rintik air turun, membasahi jalan dan membuat genangan. Mobil melaju masuk ke jalan tol, menghindari kemacetan panjang yang ada di jalan biasa.Yua terus melirik ke samping, Jexeon menyetir dengan fokus setelah marah-marah kepada Rosa. Katanya dia akan membelikan pesawat jet supaya hinaannya berhenti. Sampai sekarang Yua masih penasaran seberapa kaya suaminya ini, apakah pekerjaannya halal? Dan lagi perkataan Arjun tentang hacker membuatnya khawatir. "Mas, mau tanya nih. Tapi jangan kesinggung ya. Aku kan istrinya Mas, ehem, bakal dapet nafkah lahir batin. Walaupun sekarang baru dapet nafkah batin aja sih." "Kau ingin uang?" Jexeon langsung menebak kalau Yua ingin nafkah lahir juga, tidak mau dibilang gelandang dan numpang hidup pada istri. Pernikahan mereka sudah berjalan sebulan, tetapi dia memang belum memberikan apapun untuk Yua selain uang mahar dan baju. Dia pikir selama ini Yua memiliki uang sendiri, wanita itu berasal dari kelua
Yua mendekat, wajahnya berubah datar mirip ekspresi dingin Jexeon yang bisa membuat orang merinding. Sepertinya sejak bergaul dengan Jexeon, wanita itu belajar jadi gunung es. "Kemasi barang-barangmu sebelum aku lempar keluar!" kata Yua dengan tatapan dingin. Saat ini Mia gemetar, bukan karena perkataan Yua, melainkan dengan Jexeon yang berada di belakang Yua. Pria berbadan tinggi itu seakan mengatakan jika tidak menuruti perkataan Yua maka dia akan membunuhnya. "Aakhh!" Teriak Mia menahan emosi, dia berbalik ke kamar. Membereskan barang-barang seperti permintaan Yua. Setelah kepergian Mia, Yua berbalik ke arah Jexeon. Senyumannya lebar. Sangat manis sampai Jexeon merasa kena diabetes. "Aku bisa buat orang takut, Mas." Yua terlihat sangat senang, Jexeon menyunggingkan senyum. Tangannya mengelus pucuk kepala istrinya, terlihat sangat lucu. Para pekerja membereskan barang-barang yang berserakan, pecahan kaca dari bingkai foto tercecer di mana-mana. Belum lagi pecahan vas bunga da
Jexeon memandang bergantian wajah dua orang yang tengah mengobrol sembari menikmati pecel lele, sementara dia hanya mengambil nasi tanpa ayam. Memakannya dengan lalapan. Benci sekali dengan keadaan ini. "Aku tuh dulu mikirnya kamu benci aku, tiap kita ketemu kamu selalu nyeremin," kata Yua. Tertawa bersama Lazio. "Yaelah, mukaku emang ganteng kayak gini. Bukannya judes sama kamu, malah aku pikir kamu anti sama cowok urakan." "Kalau aku anti sama cowok badboy, udah pasti aku nggak nikah sama Mas Iyon, iya 'kan Mas Iyon?" "Hmm," jawab Jexeon dingin seperti biasa. Lele yang mereka makan tinggal kepalanya, masih menjilat jari yang ada sambelnya. Sementara nasi sudah habis."Dulu aku temenan sama para badboy geng motor tahu." Yua memberitahu. Jexeon tertarik dengan obrolan Yua, tidak menyangka Yua pernah berteman dengan orang-orang yang seperti itu. Pantas saja Yua tidak canggung padanya. Ternyata pernah berada di dunia yang sama."Aku pikir kamu cuma temenan sama orang bersarung. Gi
Langkah kaki Jexeon menuju lantai atas, kamarnya yang sudah lama tidak ditempati sejak menikah dengan Yua. Setelah masuk kamar, ia mengunci pintunya, masih dengan posisi menggendong Yua. Tangan kirinya melepaskan resleting baju di punggung Yua, membuat wanita itu terkejut, kenapa dilepas? Dia melepaskan pelukan dari Jexeon yang masih berjalan menuju ranjang, melewati sofa. "Kita...." tanya Yua ragu ketika Jexeon membaringkan tubuhnya di ranjang. Jexeon hanya menyeringai, dia tahu apa yang dipikirkan Yua. "Iya," jawabnya walaupun Yua tidak bertanya. "Di sini?" Jexeon melepaskan hijab Yua, melemparkan ke samping. Jatuh di lantai. "Tidak ada kamera," jawab Jexeon. "Bukan itu, tapi ini kan bukan...." Rumah kita. Yua canggung melakukan di sini, di tempat asing. Jexeon tidak peduli, dia membuka kaosnya, menampakkan dada bidang dengan tato singa yang gagah. "Aku ingin kau hamil," kata Jexeon sembari memegang perut Yua. Bibirnya menyeringai. "Aku ingin di sini ada bayi."Jantung Yua