Walaupun Lazio bilang aku tidak boleh menyewa pengacara atau melakukan apapun, tetapi mungkin mencari petunjuk pembunuh sebenarnya akan membantu Jexeon. Hanya ini yang bisa kulakukan demi membantu dia. Menelusuri gang dengan kaki pincang demi mendapat petunjuk, aku sungguh berharap menemukan sesuatu. Perhatianku mengarah pada darah yang tercecer. Ntah kenapa aku merasa aneh, seperti dibunuh di sebelah sana tetapi mayatnya ada di sebelah sini. Seperti luka memakai benda tajam juga dengan benda tumpul. Agak membingungkan."Kayaknya di barang bukti cuma ada jaket, nggak ada pisau atau semacamnya. Berarti polisi belum nemuin barang bukti pasti." Aku mencari sekeliling, menoleh kebelakang. Arjun sangat jauh dariku. Bahkan tidak terlihat lagi. Mungkin dia mencari terlalu jauh hingga ke jalan besar. Menelusuri jejak jaket yang ditemukan. Aku kembali fokus, seharusnya ada petunjuk, seperti sesuatu yang digunakan memukul sebelum menusuk, karena tidak hanya ada ceceran darah bekas luka tusuk
Ada satu hal yang tidak pernah Lazio mengerti, yakni perasaan ingin melindungi seseorang. Baginya, hidup seperti hukum rimba. Makhluk lemah hanya akan mati dan makhluk kuat akan bertahan. Itu adalah sesuatu yang sudah pasti. Dia bisa bertahan sejauh ini karena kuat, punya kemampuan bertahan hidup dan keahlian.Namun, gadis di hadapannya begitu lemah. Kakinya saja pincang, tubuhnya kecil. Seharusnya dia tahu diri dan diam seperti perkataannya. Bukannya datang ke tempat berbahaya seperti ini. Siapa yang ingin dilindungi? Jexeon? Lucu sekali, Jexeon adalah orang kuat, bisa bebas dari penjara dengan mudah. Ntah itu melarikan diri atau menyuap aparat. "Aku tidak ingin keluar sekarang, lebih baik kau cari tahu siapa yang memasukkan aku ke sini."Aneh, Jexeon tidak ingin keluar penjara. Lazio pikir temannya itu sudah gila, tetapi melihat Yua melakukan segala cara untuk mengeluarkan Jexeon, sepertinya dia tahu maksud Jexeon tidak ingin keluar dari penjara. Untuk menguji Yua. "Keadaan Arjun
Mereka kembali berjalan, menelusuri trotoar dengan hati-hati. Lazio melambatkan jalannya. Menunggu Yua, dalam hati kecil ingin membantu membawakan tas. Gadis itu sudah susah jalan memakai tongkat, tetapi harus menanggung beban tas juga. Ingin membantu tapi gengsi, begitulah yang dirasakan Lazio sekarang. Ia hanya bisa melihat Yua dengan meliriknya, pura-pura tidak peduli. "Kita makan di sana," ucap Lazio setelah melihat warung pecel lele. "Tapi bentar lagi sampai." "Aku lapar." Lazio menunjukkan wajah tak bersahabat. Tidak mau dibantah. Satu hal yang tidak bisa ditunda, yakni rasa lapar. Dia tahu Yua sedang lapar. Kalau pingsan bisa repot. Dia berjalan lebih dulu menuju warung, Yua hanya bisa mengikuti dari belakang. Duduk berhadapan dengan Lazio. Mereka memesan pecel lele. Mungkin karena kelaparan atau pecel lele yang lezat, Yua makan dengan sangat lahap. Lazio kenyang hanya dengan melihat gadis itu. Seperti anak kecil yang imut, Yua sangat lahab hingga mulutnya penuh. "Pelan
Yua memeluk erat suaminya yang baru keluar dari penjara, bibirnya tersenyum lebar, sangat bahagia. Sementara Jexeon hanya berdiam diri, tidak membalas pelukan, menatap depan, tepat ke arah Lazio. Tak ada respons dari Lazio, hanya mengangkat alis sembari menyuruh pengacara pergi. "Aku seneng banget Mas keluar dari penjara," ucap Yua. Seakan dunia hanya miliknya dan Jexeon. Tidak peduli ada Lazio.Belum mau melepaskan pelukannya. Kepalanya mendongak, melihat wajah tampan suaminya yang kini sedikit kusam. Wajar saja, sejak ditangkap polisi Jexeon tidak mandi ataupun gosok gigi. Tapi Yua tetap suka. "Aku kangen banget, Mas kangen nggak sama aku?"Jexeon menunduk, membalas tatapan Yua dengan mengangkat alisnya, tidak mau menjawab. Pandangannya malah tertuju pada ujung bibir Yua yang berdarah. Tangannya meraih luka itu. Darahnya sudah mengering. "Siapa?" tanya Jexeon. Yua tidak mengerti apa yang ditanyakan Jexeon, jemarinya mengikuti tangan Jexeon dengan memegang bibirnya. Dia sendiri
Hanya pria ini yang merangkul semua rasa sakitnya, memberinya harapan dan perlindungan. Selama ada Jexeon, Yua pikir dia akan baik-baik saja walaupun tinggal serumah dengan Roan. "Terus Arjun gimana?" Mereka sudah ada di dalam taxi, menuju rumah keluarga Nathanael. "Suruh dia kemasi barang-barang kita," jawab Jexeon. "Maksudku gimana Arjun? Aku nggak mau biarin dia tinggal di rumah sendiri." Jexeon diam, mengirim pesan ke Arjun. Lalu menunjukkan hasil percakapannya dengan Arjun. Tidak mungkin dia membiarkan anak yang akan menjadi masa depan Candra Grup dianiaya. Tujuan dari pernikahan adalah melindungi Arjun apapun yang terjadi. "Elgar itu rumahnya di mana?" tanya Yua. "Kalau Arjun tinggal bareng kita di Rumah keluargamu, kayaknya canggung banget. Lebih baik dia nginep di rumah Elgar aja.""Tidak boleh," jawab Jexeon buru-buru. Dilihat dari sikapnya, Jexeon tidak mengizinkan Arjun tinggal bersama Elgar. "Ah, pasti orang tua Elgar nggak ngebolehin." Yua menebak sendiri, dia m
Yua memang lapar, hal yang dia takutkan di rumah mertua adalah penolakan. Ada banyak adegan sinetron seorang mertua menyiksa menantunya cacat. Dia takut seperti itu. Namun, sepertinya dia tidak perlu khawatir karena satu anggota rumah ini sudah menerimanya, yakni adik iparnya. Roan. Hanya saja dia mantan tunangan, Yua harus bisa jaga jarak dan tahu posisi. "Iya, ayo makan. Aku panggil Arjun dulu."Tidak apa, Yua akan membawa Arjun setiap kali ada Roan. Adiknya selalu menjadi tameng dan prioritas. Sementara itu, Jexeon mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju penthouse. Pandangannya lurus ke depan. Menyalip kendaraan lain dan melesat sangat cepat. Ingin segera sampai. Sesampainya di penthouse, terlihat Elgar memakai kolor seperti biasa. Di tangannya ada pizza, terkejut melihat kedatangannya. "Bang, kok tumben lama banget keluar dari penjara?" tanyanya dengan mulut penuh pizza. Bukannya menjawab, Jexeon malah balik bertanya. "Di mana Lazio?" Elgar berdecak kesal, baru dat
Mentari sore menyinari langit Jakarta, masuk ke celah-celah jendela hingga sampai di ruang dekat balkon lantai dua. Arjun sedang sibuk dengan laptopnya, mengerjakan tugas sekolah meskipun salah satu tangannya terluka. Aku duduk tak jauh darinya, membaca buku dengan santai. Ah, kenapa aku bisa sesantai ini di saat dosen pembimbing marah besar. Tadi malam aku diomelin habis-habisan karena kemarin lari ke kantor polisi dan mengabaikan dosen yang menunggu. Tindakan gila bagi mahasiswi semester akhir. Untuk pertemuan selanjutnya pasti akan sulit, bisa jadi dosenku akan mempersulit. Ruangan lantai dua tidak dilewati banyak orang, sepi, semua perabot rumah ini mewah dengan dominasi warna emas. Dulu, aku pernah ke sini. Juga pernah membayangkan duduk di sini sebagai menantu. Memang benar sekarang aku menjadi menantu rumah ini, tetapi sungguh tidak terduga suamiku bukan Roan malah kakaknya. "Lagi baca apa?" Pertanyaan itu membuatku menoleh, mendongak ke atas. Ada Roan dengan senyum merek
Roan menggelengkan kepalanya, ntah kenapa aku kesal Jexeon dikatakan seperti itu. Padahal Jexeon kaya raya, hanya saja tidak menunjukkannya. Aku jengkel karena tidak bisa pamer suami sultan. "Ah, tapi Jexeon sering ngeselin. Dia suka ayam, dulu waktu kecil, dia selalu mengambil paha ayam jatahku." "Aku baru tahu kalau dia suka paha ayam," ucapku. Arjun kembali mengerjakan tugasnya, pembahasan kami tidak membuatnya tertarik lagi. Dia memilih sibuk dengan dirinya sendiri dari pada ikut obrolan kami. "Semua orang suka paha ayam, kecuali kamu yang lebih suka bagian sayapnya."Eh, dia masih ingat kalau aku suka sayap ayam."Ih, sayap ayam itu lebih enak. Kulitnya banyak," jawabku. Kami membicarakan banyak hal, dari hal receh tentang ayam sampai kebiasaan masing-masing. Ah, sudah lama sekali tidak mengobrol seperti ini dengan Roan. Tiba-tiba hatiku berdesir, Roan masih sama seperti dulu ketika Kak Farel masih hidup. Asik diajak bercerita. Pembawaannya yang lucu dan menyenangkan membua
Seseorang yang aku tunggu mendampingi hidupku, jodoh yang Allah takdirkan hingga membuatku bisa bersabar. Aku percaya Tuhan akan menggantikan kehilangan dengan kebahagiaan. Aku terus berusaha hingga tak kenal lelah berdoa. Menjaga adikku sembari menunggu keluarga baru yang Allah siapkan. Hingga Jexeon datang bagai pahlawan, kupikir dia memang dikirim Allah untuk menjadi bagian dari hidupku. Sejak pertemuan pertama, jantungku berdebar kencang. Kami tak saling kenal, tetapi dia mau menolong dan menjagaku. Selain hatinya digerakkan oleh Allah, tidak ada alasan lain. Kenapa kubilang begitu walaupun Jexeon menawarkan perjanjian pernikahan? Kalau sejak awal niatnya perjanjian pernikahan, maka dia tidak akan menungguku ditolak Roan. Tetapi langsung menawarkan. "Allah menghadirkanmu untuk menyempurnakan hidupku," kataku ketika awal kehamilan. Jexeon yang irit bicara hanya tersenyum, dia menggendongku sembari terus menciumi pipi. "Kau juga," balasnya singkat. Aku melingkarkan tangan di
Aku menjalani hidup dengan penuh perjuangan sejak orang tuaku meninggal, tidak ada lagi Yuaira yang manja dan kekanakan. Setiap hari bagaikan pertarungan hidup dan mati karena orang-orang mengincar harta keluarga kami. Padahal, dulu aku bagaikan tuan putri. Melakukan apapun terserah, membuat masalah hingga masuk kantor polisi pun pernah, orang tuaku akan mengurusnya hingga kadang melimpahkan kesalahan pada orang lain. Bahkan nilai mata pelajaran yang jelek pun Orang tuaku bisa mengatasi. "Dia Evrina Arzety yang akan jadi teman sekolahmu." Ayah memperkenalkan Rin untuk pertama kali, aku tahu Rin adalah pembantu yang dijual ayahnya sendiri ke sini. Kalau tidak salah dia dihargai 10 juta. Bahkan uang jajanku sehari 200 juta. Sungguh Rin tidak lebih mahal dari harga kaos kakiku.Aku dengar Rin adalah anak cerdas yang menjadi juara satu UN SMP se-provinsi Jawa. Saat itu aku pikir ayah membeli barang bagus dengan harga murah untuk membantuku meningkatkan nilai. "Hay Evrina, kita bakal j
"Jadi selama ini kamu membuntutiku?" tanya Jexeon. Mereka duduk berhadapan dengan tangan Yua yang tidak mau lepas, wanita berhijab merah muda memalingkan wajah, enggan menjawab tuduhan sang suami. Yua masih sama, selalu memasang raut wajah imut ketika merasa bersalah. "Aku cuma penasaran ke mana suamiku pergi, siapa tahu main cewek lain." Jexeon mengikuti arah pandangan Yua, bibirnya senyum. Terlihat jelas bahwa Yua cemburu. Padahal selama ini dia tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Apalagi Purwati."Kenapa kamu nggak nyamperin dari dulu?" Tangan Jexeon mengambil dagu Yua, memaksa wanita itu membalas tatapannya. Kedua alis Jexeon terangkat, menunggu jawaban. "Aku nggak mau ganggu.""Lalu kenapa tiba-tiba datang, hmm?" Pandangan Yua mengarah ke Purwati lagi, memberi isyarat tanpa mau berucap, menunggu kepekaan Jexeon terhadap perasaannya. Yua tadi berkata padanya bisa menyembunyikan rasa rindu tapi tidak dengan cemburu. Selama perjalanan 3 tahun ini Jexeon tidak dekat deng
Malam ini Jexeon duduk di atas mobil camping sembari makan mie instan. Matanya memandang langit. Bulan sabit dengan bintang di sekitarnya. Terlihat indah menghiasi langit.Sudah 3 tahun dia meninggalkan Yua dan si kembar, besok ia akan kembali ke Jakarta. Memulai hidup baru tanpa masa lalu.Semua masa lalu telah dia singkirkan, termasuk uang haram hasil mencuri. Dia menjual semuanya dan diberikan kepada fakir miskin. Sebagian digunakan menyekolahkan anak-anak kurang mampu. Setahun lalu uangnya habis. Jexeon menjadi sangat miskin.Hidup tanpa uang adalah sesuatu yang tidak mungkin, Jexeon mencari cara menghasilkan uang dengan cara halal dan tanpa merugikan orang lain.Dia juga membuka jasa mengembalikan data perusahaan yang hilang, data yang diretas ataupun membantu KPK dalam menelusuri data para koruptor. Pekerjaan di bidang IT terbilang lancar sebagai sosok misterius. Ia menerima bayaran mahal, lalu dikumpulkan dan diberikan kepada Elgar. Di penthouse sana, Elgar mengelola uang Jexeo
Hidup memang seperti ini, orang-orang datang dan pergi. Perbedaannya hanyalah kesan. Saat masih bersama apakah berkesan sampai tidak sanggup melupakan atau hanya berlalu tanpa ingin dikenang. Aku dan Roan sudah memilih jalan berpisah tanpa harus diingat kembali. Kenangan berupa cincin pertunangan tidak begitu berarti. Pertunangan bukanlah janji suci yang mengikat hati sampai ke akhirat. Roan hanyalah salah satu pria yang pernah hadir sebagai calon suami, tidak lebih dari itu. Perasaanku padanya padam sejak melepas cincin pertunangan di gedung Nathanael.Akhir cerita bersama Roan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jexeon. Suamiku itu pergi dan menyuruhku tidak menunggu. Mereka sungguh bersaudara. Bagaimana bisa dua saudara itu sama-sama mencampakkanku? Namun, ada sedikit perbedaan antara Roan dan Jexeon, janji Jexeon padaku disaksikan Tuhan. Cinta di antara kami juga membuahkan dua bayi kembar, anak hasil persatuan raga dengan bumbu cinta. Hubungan kami tidak bisa hanya menjadi ke
Las Vegas adalah kota terpadat di negara bagian Nevada, ibu kota Clark County, Amerika serikat. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi kota yang terkenal karena sejumlah resor kasino dan hiburan sejenisnya. Lampu kota Las Vegas bersinar terang, gedung pencakar langit berdiri kokoh. Keindahan kota dapat aku lihat dari lantai 25 apartemen milik Tante Amel. Jendelanya dibuka, membuat angin musim panas masuk ke dalam. Aku memejamkan mata, merasakan angin itu menerpa wajah. Rambutku yang lurus panjang tertiup angin, berkilau indah terkena pantulan lampu. Rambut itu yang setiap malam Jexeon cium karena suka aromanya. Awalnya aku pikir ia yang sudah tobat tidak suka dengan kota ini. Namun, ternyata dia memang tidak berniat datang. Pria itu meninggalkan kami dengan menitipkan surat pada Tante Amel. Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Bahkan menanyakan keberadaan Jexeon pada Lazio dan Elgar. Aku kehilangan Jexeon seperti orang yang hilang akal."Teman macam apa kalian tidak tahu
Wilayah Indonesia begitu luas dan indah, Jexeon baru sadar setelah berkelana di pulau Sumatra selama dua tahun. Meninggalkan tanah kelahiran sekaligus anak dan istrinya. Dia pergi dengan tujuan menyelesaikan masa lalu, menata hidupnya supaya tidak ada lagi yang tersakiti. Terutama anak-anaknya di masa depan. Ia tidak ingin masa lalunya menyulitkan kedua anaknya dan Yua. Dalam perjalanannya, ia baru sadar bahwa negaranya sendiri jauh lebih indah dari semua negara yang pernah dia datangi. Dari dulu Jexeon sering keluar negeri untuk urusan bisnis dan tugas dari Tuan Besar, pekerjaan utamanya di Siluet adalah meretas data musuh, mengirimnya ke Lazio dan tim IT. Ia juga ahli pertarungan lapangan, tidak kalah dengan para tukang pukul. Posisinya setara letnan. Tepat berada di bawah kepala tukang pukul keluarga Siluet. Ada cerita tentang kedekatannya dengan Tuan Besar hingga ia diangkat menjadi anak. Di usia 19 tahun, Tuan besar diculik keluarga Pigel. Mereka meminta tebusan dengan jumlah
Kalau Jexeon harus menghentikan perasaannya sekarang, sepertinya ia akan mati. Dia tidak menyangka akan memiliki perasaan sedalam ini kepada Yua. Dia tidak tahu bahwa es akan meleleh jika disinari matahari terus menerus. Senyuman, perhatian dan kehangatan Yua tidak disangka bisa meluluhkan lantahkan dinding esnya. Membuat perasaannya cair dan dihangatkan oleh cinta. Cinta yang setiap hari mengalir sempurna tanpa bisa dicegah kini menimbulkan efek, yakni rasa sakit. Jexeon menutup wajahnya dengan tangan. Melihat Yua terluka sungguh merobek hatinya. Terasa seperti tubuhnya yang tercabik-cabik. "Maaf," kata yang selalu dia ucapkan selama Yua kritis. Andai kalimat itu bisa mengulang waktu, dia akan memilih tidak melamar Yua. Menjauhkan wanita itu dari hidupnya yang kacau. Hari kelahiran bayinya yang seharusnya sebulan lagi terpaksa dipercepat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kecil mungil mirip Yua. Jexeon bingung harus bahagia atau sedih. "Mas Iyon bakal nyusul
Elgar tidak jadi mengambil pistol, dia berlari ke gedung. Mulai meretas semua CCTV dan mengarahkan komplotannya yang ada di dalam untuk keluar dengan selamat. Peluhnya menetes, baju putih abu-abu penuh dengan keringat. Jantungnya berdebar kencang, bunyi tembakan terus bersautan. Misi penyelamatan Yua sangat menegangkan. Pasalnya selain sulit, keadaan kakak perempuan Arjun itu tengah hamil 8 bulan. Dari earphone Elgar mendengar instruksi dari Jexeon, "kami sebentar lagi berada di luar. Cepat bawa mobil kemari!" Elgar menutup laptopnya, ia berlari ke arah mobil dan mengendarainya, berputar ke arah belakang gedung. Bersiap menerima penumpang setelah menembaki orang-orang yang menghalangi. Jexeon menggendong Yua sembari berlari ke arah mobil, dilindungi beberapa orang yang Elgar tahu itu adalah mantan anggota Gengster Singa Hitam. Mereka menginstruksikan supaya Jexeon pergi duluan. Orang-orang akan melindunginya sampai benar-benar aman. "Jalan!" Perintah Jexeon setelah berhasil masuk