Setelah menetap, Feri mulai menulis artikel untuk menghujat Kediaman Aldiso.Usai menulis artikel, Feri mengajak pelajar yang dulunya berteman baik untuk bertemu. Dari belasan orang yang diajak, hanya empat orang yang datang.Pelajar-pelajar itu tercengang setelah membaca artikel Feri. Mereka semua buru-buru pergi dengan alasan ada kesibukan lain.Feri terbengong. Dia segera mengejar seseorang dan menanyainya, "Kalian sudah lihat bagaimana Kediaman Aldiso bertindak sewenang-wenang, tapi kalian tidak mau membantuku?"Pelajar itu bernama Sandi Wilimun, baru masuk ke Akademi Nasional tahun lalu. Dia sangat mengagumi Feri, tetapi itu sebelum Feri menikahi pekerja seni dari rumah bordil. Dia datang hari ini karena menghargai Feri.Artikel itu dengan tegas menghujat seorang raja yang baru saja merebut kembali Manuel. Dikatakan bahwa Raja Aldiso memandang rendah kaum wanita, terutama Randa.Sandi tidak bisa berkata-kata.Jika artikel ini dirilis, semua masyarakat hanya akan menghujat Feri. Di
Intan menyuruh Marsila mengutus orang untuk memantau Feri selama beberapa hari. Dengan adanya bantuan dari Nyonya Besar Desla, Feri tetap tinggi hati.Dalam beberapa hari ini, Feri membawa artikelnya ke Akademi Nasional. Feri ingin mencari seseorang untuk menyerahkan artikelnya kepada Kaisar. Akan tetapi, tidak ada orang yang menghiraukan Feri.Feri sangat marah karena merasa orang-orang di Akademi Nasional iri pada kepintarannya. Lalu, Feri ingin mencari orang dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Sayangnya, sekarang semua orang sengaja menghindari Feri.Juara akademi ke-3 ini telah ditegur dan diturunkan dari jabatan oleh Kaisar, merundung istri utama dan memanjakan selir, meninggalkan Kediaman Rinar dan menbangun keluarga sendiri. Dengar-dengar, Feri bahkan tidak mau menjadi putra bangsawan lagi.Selain itu, telah terungkap bahwa Feri menikahi seorang putri dari pengusaha, lalu meminta putri pengusaha membayar uang untuk menebus kebebasan seorang wanita dari rumah bordil. It
Aula paviliun penuh akan aroma teh melati.Mutiara menyajikan kue putri salju. Sandalnya basah karena di luar sedang hujan, meninggalkan jejak yang jelas di ubin marmer.Intan tidak buru-buru angkat bicara, melainkan duduk dan minum teh dengan santai. Intan dan Nyonya Tina hanya dipisahkan oleh meja persegi tinggi.Kue putri salju disajikan di atas meja. Lalu, Mutiara membawa nampan keluar dan berjaga di depan pintu.Intan langsung mengambil sepotong kue putri salju dan memakannya perlahan. Suara kunyahan sangat kecil, nyaris tak terdengar.Nyonya Tina juga mengambil sepotong kue putri salju menggunakan garpu. Dia makan dengan anggun, menggigit sedikit demi sedikit sambil dialasi piring porselen kecil, supaya tidak ada serpihan yang jatuh ke gaun ungu bermotif bunga yang dia pakai.Kulit Nyonya Tina cenderung lebih kuning sehingga tampak kusam ketika memakai gaun ungu. Tatapan matanya bengong dan ada lingkaran hitam di bawah mata, jelas tidak tidur nyenyak dalam beberapa hari ini.Mung
Intan terdiam sejenak. Lalu, dia memberi perintah, "Mutiara, antar tamu ke luar!"Nyonya Tina naik pitam. "Intan, aku belum selesai bicara. Kamu sudah buru-buru mau usir aku? Aku bibimu!"Saking marah, Nyonya Tina melempar cangkir teh ke lantai. Dadanya naik turun.Intan menatap cangkir teh yang hancur berkeping-keping di lantai. Cairan teh menggenang di dekat kakinya dan membasahi sandalnya."Andaikan!" Intan menoleh pada Nyonya Tina sembari berkata dengan suara tegas dan dingin, "Andaikan kamu bisa menunjukkan kemarahanmu di Kediaman Rinar, berani melempar cangkir di depan mereka, dan memaki Feri tidak berhati nurani, aku akan bergembira untuk Arnesa dan tetap menghormatimu sebagai bibi. Tapi bagaimana Arnesa dirundung, kamu tidak lihat malam itu? Kamu malah terus merelai. Arnesa bilang mau talak dan tanya apakah kamu akan mengizinkannya pulang ke rumah. Kalau kamu mengangguk, bukan terus menyuruh Arnesa untuk bertahan, itu akan memberi penghiburan yang besar pada Arnesa. Arnesa mung
Perihal Intan marah karena Nyonya Tina pun didengar oleh Nyonya Kartika.Nyonya Kartika memanggil Mutiara untuk menanyakan seluk-beluk masalah. Dia menjadi jengkel. "Siapa yang tidak marah kalau dengar kata-kata begitu? Sayangnya, Intan adalah junior. Kalau aku di sana, aku pasti akan menampar wanita itu!"Nyonya Kartika langsung memberi perintah, "Cepat, suruh dapur buatkan kue manis untuk Intan. Kue osmanthus, kue kurma, tidak, tidak. Beli kue paket delapan saja. Biar Intan senang, jangan marah lagi. Tidak sepadan kalau Intan sakit karena marah pada wanita sialan itu."Ketika Sulan hendak pergi membeli kue, Marsila berujar, "Aku saja, aku lebih cepat.""Ya, biar Marsila saja." Nyonya Kartika sangat cemas. Nyonya Kartika bukannya belum pernah melihat Intan marah, tetapi kali ini, Intan marah pada Nyonya Tina dan tidak dapat melampiaskan emosi. Seperti dirinya yang terkadang marah pada kakak, tetapi tidak berani mengamuk di depan kakak.Tidak, itu tidak sama. Kakak logis dan berpikir d
Intan menyodorkan sepotong kue kepada Nyonya Kartika dan tersenyum saat berkata, "Ibu, aku sudah tidak marah. Ibu makan juga."Nyonya Kartika mengernyit ketika melihat Intan mengambil kue itu dengan tangan. Menantunya terlalu kasar, bukan?Setelah ragu sejenak, Nyonya Kartika mengambil kue itu. Sudahlah, tidak perlu terlalu perhitungan.Badan pengawas sekali lagi menjadi sibuk. Mereka berbondong-bondong melaporkan Feri.Menurut badan pengawas, perbuatan Feri tidak berakhlak, memarahi seluruh pejabat di tempat umum, bahkan bermaksud untuk meremehkan kekuasaan kekaisaran. Jadi, Feri tidak berhak untuk menjadi juara akademi. Mereka memohon kepada Kaisar agar mencoret nama Feri dari Daftar Kejuaraan Akademi dan mencabut statusnya sebagai Putra Bangsawan Keluarga Rinar. Dengan kata lain, Keluarga Rinar harus mengganti putra bangsawan yang baru.Dalam rapat pagi, Kaisar mencabut status Feri sebagai Putra Bangsawan Keluarga Rinar, tetapi tidak mencabut statusnya sebagai juara akademi ke-3. Ka
Alfred bertanya, "Kakak Kaisar, siapa Tujuvan sebenarnya?"Saat mengambil alih informasi Tujuvan dari tangan Timothi Akbar, Alfred telah menyelidiki semua tentara yang pernah berperang di Manuel, termasuk tentara yang tertangkap. Tidak ada yang bernama Tujuvan.Kaisar Roni menggelengkan kepala. "Tidak tahu, mungkin tidak ada yang tahu. Awalnya, informasi dari Tujuvan diterima oleh ayah mertuamu. Mungkin ayah mertuamu tahu identitas Tujuvan, mungkin juga tidak.""Tujuvan bisa kabur dari kamp tawanan, berarti dia terampil dalam seni bela diri. Tujuvan bukan tentara biasa."Alfred mengernyit seraya merenung. Alfred tidak menyelidiki identitas Tujuvan ketika menerima informasi darinya kala itu. Tentu saja, Tujuvan tidak mungkin memberitahunya bahkan jika dia bertanya. Informasi mungkin dapat dicegat. Oleh karena itu, sangat berbahaya untuk mengungkapkan identitas melalui informasi intel.Alfred berkata, "Kakak Kaisar, Tujuvan sudah menyediakan banyak informasi dan memberi kontribusi besar.
Di Kediaman Aldiso.Intan membantu Alfred mengemas pakaian. Samar-samar ada kekhawatiran di matanya. "Bagaimana kalau aku temani saja? Aku bisa khawatir kalau kamu pergi sendirian.""Aku tidak pergi sendirian. Darius dan Tuan Axel juga ikut. Kamu tidak usah ikut, kamu masih harus persiapkan pernikahan Nina. Selain itu, Erik juga sudah mau masuk ke sekolah.""Bagaimana keterampilan seni bela diri Tuan Axel?" Intan tidak terlalu mengenal Axel. Meski sudah berinteraksi sekian lama dan tahu Axel adalah orang yang sangat penting di Kediaman Aldiso, Axel tidak terlalu mencolok."Biasa saja, tapi otaknya sangat cerdik."Intan tetap khawatir. Mereka akan menyelinap ke kota perbatasan Negara Lonis. "Bagaimana kalau aku suruh Marsila ikut?"Alfred memeluk Intan dan mengecup kening Intan. Tampang Intan yang khawatir sungguh membuatnya girang. "Tidak perlu. Aku minta Guru ikut denganku.""Paman Guru ikut? Baiklah." Paman Guru sangat terampil dalam seni bela diri dan sangat misterius. Terkadang, ke