Amanda dan Shayna kembali ke Kediaman Jenderal dengan lesu.Begitu masuk, Amanda langsung menampar Shayna dengan sekuat tenaga dan meneriakinya, "Kenapa bisa ada gadis jalang sepertimu di Keluarga Wijaya? Kamu sudah merusak martabat Keluarga Wijaya hari ini. Ayo, ikut aku ke tempat Ibu. Biar Ibu yang menghukummu."Shayna gagal mewujudkan rencananya di Kediaman Aldiso, malah disentuh oleh Adipati Adam, lalu menjadi bahan tertawaan orang-orang. Shayna yang awalnya panik menjadi bengong karena ditampar ketika baru masuk ke kediaman, lalu dia mengamuk.Semua orang berani merundungnya sekarang?Shayna menampar Amanda dan berteriak dengan marah, "Siapa yang kamu katai jalang? Kamu sendiri tidak jalang? Kalau kamu tidak jalang, apa kamu akan menikah dengan Kak Rudi? Kalau kamu tidak jalang, kenapa kamu pergi ke acara Kediaman Aldiso malam ini? Kamu mau melihat Intan dipermalukan, justru kamu yang malu di depannya."Amanda tidak menyangka Shayna yang telah melakukan hal-hal tidak senonoh seper
Shayna berteriak dengan sedih pada Rudi, "Kenapa Kak Rudi memarahiku? Kalau bukan karena Kak Rudi turun jabatan, mana mungkin aku melakukannya?"Rudi membentak dengan tegas, "Kamu tidak perlu ikut campur tentang karierku, aku akan berusaha sendiri. Kamu melakukannya demi dirimu karena kamu suka Alfred. Apa keunggulan Alfred? Kenapa kalian semua menyukainya?"Melihat Rudi sudah tahu dan menjelekkan pria pujaannya, Shayna yang mengotot langsung marah, "Tentu saja Raja Aldiso unggul, jauh lebih unggul darimu. Intan bahkan cerai denganmu dan menikah dengan Raja Aldiso. Sudah jelas Raja Aldiso jauh lebih unggul darimu. Selain itu, nona mana di ibu kota ini yang tidak ingin menjadi Nyonya Raja Aldiso?"Wajah Rudi menjadi masam. "Kamu mau menjadi Nyonya Raja Aldiso? Raja Aldiso sudah punya istri. Mimpimu tidak akan terwujud."Shayna menangis seraya berkata, "Mana mungkin aku tidak tahu? Aku awalnya hanya mau jadi nyonya selir dan disukai Raja Aldiso. Cepat atau lambat, aku pasti bisa menggant
Shayna memegang pipinya, lalu melempar diri ke dalam pelukan Nyonya Besar Diana. "Ibu, Kak Rudi tampar aku."Nyonya Besar Diana membelai punggung Shayna. Ekspresinya menjadi kecewa ketika dia menoleh pada Rudi. "Kamu menampar adikmu hanya karena omongan belaka? Kamu benar-benar mengecewakan adikmu. Sekalipun adikmu tidak melakukan itu demi kamu, kamu juga akan mendapat keuntungan pada akhirnya.""Ibu, aku tampar Shayna karena dia berkata kasar pada kakak iparnya," sanggah Rudi dengan marah.Amanda sangat terharu. Demi pembelaan Rudi ini, seluruh pengorbanannya pun sepadan.Nyonya Besar Diana melirik Amanda sekilas, lalu berkata, "Sudah, kalian pergi saja. Aku nasihati Shayna pelan-pelan."Kemarahan bertubi-tubi di hati Rudi karena keributan tersebut. Dia berbalik badan dan berjalan keluar dengan langkah besar.Amanda tahu Rudi sangat marah dan segera menyusul ke luar. Dia menggandeng lengan Rudi. "Suamiku, karena kamu sudah membelaku malam ini, aku pasti akan membantu kariermu."Tubuh
Melihat Nyonya Falensia tampak tidak sehat, Intan menyuruh pelayan mengambilkan sup herbal. Sup herbal itu sebenarnya untuk Intan sendiri. Alfred menyuruh Intan memelihara kesehatan tubuh karena khawatir ada gejala lanjutan dari cedera semasa di medan perang.Napas Nyonya Falensia tidak teratur seperti biasa, sepertinya datang membawa amarah. Jadi, Intan berujar, "Nyonya Falensia tidak enak badan, tidak perlu datang kemari. Masalah tadi malam tidak ada hubungan dengan Nyonya."Nyonya Falensia minum sup herbal dan mengelus dadanya. Sesaat kemudian, dia berkata, "Aku justru berharap hal itu tidak ada hubungan dengan Keluarga Bangsawan Winata, tapi Putri Chelsea adalah bagian dari Keluarga Bangsawan Winata. Tentang semua yang terjadi kemarin, aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Putri Chelsea ingin merusak nama baik Raja Aldiso, tapi malah suaminya yang terkena masalah. Dia menderita kesusahan sendiri atas perbuatannya, juga membuat Keluarga Bangsawan Winata terpaksa harus menika
Setelah Nyonya Falensia berpamitan, Nyonya Kartika buru-buru datang ke aula paviliun.Di sana, hanya ada Intan yang minum teh sambil merenung. Nyonya Kartika bertanya, "Katanya Nyonya Falensia datang? Aku buru-buru ke sini untuk mengobrol dengannya."Intan beranjak dari kursi dan memberi salam. "Ibu, Nyonya Falensia baru saja pergi.""Sudah pergi?" Nyonya Kartika terengah-engah dan duduk. "Bukannya dia mau mengobrol denganku?"Nyonya Kartika sedikit kecewa. Dia mengira Nyonya Falensia datang mencarinya.Nyonya Kartika sangat iri pada Putri Agung yang sering dikunjungi oleh nyonya-nyonya pejabat."Nyonya Falensia cari Ibu, tapi dengar Ibu belum bangun, Nyonya Falensia jadi tidak enak hati dan pergi dulu." Dari ekspresinya, Intan tahu apa yang dipikirkan oleh Nyonya Kartika.Pikiran ibu mertuanya ini terlalu mudah ditebak."Mabuk sesaat malah jadi masalah." Nyonya Kartika teringat akan putranya yang marah besar tadi malam, lalu melirik Intan dengan waswas. "Tadi malam, Alfred tidak melak
Beberapa hari kemudian, Kaisar meminta Alfred untuk tinggal setelah selesai rapat.Alih-alih menangani surat laporan yang sudah menumpuk, Kaisar menyuruh Bimo memasang papan go. Sudah lama dia tidak bermain go bersama Alfred.Alfred menyematkan ujung jubah ke ikat pinggang dan duduk. "Setiap hari membaca dokumen, kepalaku benar-benar pusing. Terima kasih Kakak membolehkanku untuk bolos hari ini."Kaisar mengernyit karena melihat gerakan Alfred. "Kenapa kamu masih seperti di militer? Kasar sekali! Sekarang kamu adalah Kepala Kejaksaan Agung, pejabat pemerintah bintang dua. Kamu harus jaga sikap.""Buat apa jaga sikap di depan kakakku?" Alfred tersenyum lugas."Kamu juga begini di depan istrimu?" Kaisar perlahan menempatkan bidak putih dengan jari-jemarinya yang ramping.Alfred memegang bidak hitam, seperti matanya yang gelap dan tidak terbaca. "Di depan istriku, tentu saja lebih bebas."Kaisar menatap Alfred dan tersenyum. "Dengar-dengar, di perayaan ulang tahun Bibi, ada yang ingin men
"Mana ada orang yang tidak ingin punya anak? Aku pun berharap selir-selirku memperbanyak keturunan. Umur Alfred hanya beda berapa tahun denganku. Dia harusnya sudah punya anak di usia sekarang."Bimo berujar, "Mungkin Raja juga tahu apa kekhawatiran Kaisar, jadi tidak ingin ada perselisihan di antara kalian. Apa Kaisar masih ingat? Sejak kecil, Raja selalu meneladani dan mengagumi Kaisar. Saat membicarakan Kakak Putra Mahkota-nya, Raja selalu bangga."Omongan Bimo mengingatkan Kaisar akan masa lalu. Tatapan matanya menjadi lembut.Lama kemudian, Kaisar berkata, "Aku mungkin mengkhawatirkan terlalu banyak!"Bimo hanya menuang teh ke gelas Kaisar, tidak berkomentar lagi. Setelah bertahun-tahun melayani Kaisar, Bimo tahu Kaisar mengembuskan napas karena mengenang persaudaraan untuk sesaat. Kewaspadaan Kaisar tidak akan berkurang sedikit pun.Raja Alfred tidak menginginkan anak untuk sementara waktu adalah pilihan yang tepat.Dengan demikian, Kaisar akan lebih tenang. Manuel baru saja dire
Alfred mengangguk dan memberi tatapan kagum pada Intan. "Benar. Keluarganya beranggotakan tiga belas orang, termasuk wanita itu sendiri. Dia membunuh dua belas orang. Ayah mertua, suami, dan tiga putranya, lima orang yang bertubuh kekar. Lalu, ibu mertua dan dua putri yang belum menikah. Sisanya adalah pelayan pria dan wanita. Masalahnya, kasus ini terjadi di petang hari, bukan di tengah malam ketika semua orang sudah tidur. Usai makan, wanita itu tiba-tiba mengambil pisau di dapur dan membunuh semua orang. Wanita itu tidak pernah belajar seni bela diri, bahkan sakit dan harus mengonsumsi obat untuk jangka lama.""Seorang wanita yang sering sakit dan kikir, sekalipun bisa bunuh satu orang, dia akan segera ditangkap. Apakah mereka semua diracuni sehingga pingsan semua?""Tidak, semuanya dalam keadaan sadar. Kata tetangga yang menyaksikan secara langsung, wanita itu seperti sudah gila dan tenaganya sangat besar. Dia membunuh semua orang yang dijumpai. Kalau tetangga-tetangga tidak segera
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu