Pada pertengahan bulan Agustus, menjelang festival bulan, Alfred belum kunjung pulang.Sudah sebulan sejak Alfred pergi. Intan merasa aneh. Bukankah Alfred hanya pergi untuk memberitahukan soal pernikahan mereka?Perjalanan dari ibu kota menuju Gunung Pir hanya memakan waktu tiga hari. Perjalanan pulang pergi, ditambah waktu menginap selama beberapa hari, Alfred seharusnya sudah kembali dalam waktu sepuluh hari.Mungkinkah terjadi sesuatu di Gunung Pir?Tepat saat itu, Intan menerima pesan dari Marsila. Marsila menulis beberapa lembar surat dengan penuh semangat untuk menceritakan kejadian-kejadian seru di Gunung Pir. Marsila juga menceritakan bahwa Ranto mendapat hukuman kurungan dari Guru setelah pulang membeli kosmetik, tetapi tidak mendapat hukuman pukulan.Intan menang.Dalam surat, Marsila mengucapkan selamat kepada Intan yang akan menikah. Ketika Intan menikah, rekan-rekan di Gunung Pir akan memberikan hadiah besar pada Intan.Kabar pernikahan Intan telah tersebar di Gunung Pir.
Untuk makan siang, Intan hanya makan semangkuk bubur ayam. Lalu, Intan pergi ke rumah peringatan arwah untuk berziarah.Terdapat balai leluhur di keluarga bangsawan seperti Keluarga Belima. Papan arwah orang tua beserta kakak dan kakak ipar Intan diabadikan di balai leluhur, tetapi wanita tidak boleh masuk ke dalam untuk berziarah, hanya bisa bersujud di luar pintu.Satu-satunya cara bagi wanita untuk memasuki balai leluhur adalah dengan papan arwah setelah meninggal. Sayangnya, Intan tidak akan bisa karena adalah anak perempuan. Hanya papan arwah menantu Keluarga Belima yang bisa diabadikan di balai leluhur.Oleh karena itu, setelah ayah dan kakak gugur di medan perang, ibu mendirikan rumah peringatan arwah di rumah untuk mengabadikan papan arwah ayah dan kakak sehingga praktis untuk berziarah dari waktu ke waktu.Setelah Insiden Pembantaian Keluarga Belima, Intan juga mengabadikan papan arwah ibu beserta para kakak ipar dan keponakan di rumah peringatan arwah.Paman Toni sudah menyia
Darius bercerita sepotong-sepotong karena terus beserdawa.Ketika pengemis-pengemis cilik kabur, Alfred kebetulan melihat ada seorang pengemis yang sangat mirip anak Kak Harver, Erik.Pengemis cilik itu pincang sebelah kaki sehingga tidak bisa berlari dengan cepat. Saat Alfred hendak menangkap pengemis cilik itu, ada orang yang mendorong gerobak kayu dan menabrak beberapa orang. Alfred terpaksa harus menyelamatkan para warga.Di tengah itu, Alfred melirik ke arah pengemis cilik itu. Pengemis cilik itu berjalan dengan pincang dan segera dibawa oleh seorang pria kekar ke atas gerobak sapi. Alfred secara naluriah meneriakkan nama Erik. Pengemis cilik yang menundukkan kepala itu langsung mendongak dan menatap Alfred dengan tidak percaya.Alfred buru-buru mengejar, tetapi gerobak kayu itu berbelok dan menjatuhkan beberapa warga. Alfred melompat-lompat untuk mengejar gerobak sapi. Ketika menemukan gerobak sapi, pria kekar dan pengemis cilik itu sudah hilang.Jalan raya di Kabupaten Yaming sa
Tangan Mutiara pun gemetar saat menyerahkan tas kepada Intan.Semua orang tidak berani memercayai informasi itu karena tidak ada orang yang hilang saat insiden pembantaian terjadi.Terutama anak kecil, baik anak pelayan atau tuan muda dan nona, tidak ada yang hilang.Intan terus mengatakan itu mustahil, tetapi timbul secercah harapan di hatinya.Namun, Intan teringat pada kepala Erik dan pakaian yang dikenakan di potongan tubuhnya. Walau bersimbah darah, Intan tahu itu Erik karena dialah yang meminta orang membuat pakaian itu untuk Erik.Pada saat itu, Intan pulang ke Kediaman Adipati Belima dan membuatkan pakaian untuk semua keponakannya.Intan mengambil tas dengan tatapan mata bengong dan bergumam, "Mutiara, aku hanya pergi lihat. Aku tahu dia bukan, aku juga sudah tidak menaruh harapan, tapi ... tolong kamu pergi ke Paviliun Nilaru dan ambilkan mainan kesukaan Erik, mainan katapel yang kubuatkan untuknya, yang ada ukiran namanya, yang gagangnya kuwarnai ....""Aku tahu, aku tahu, ak
Pada hari kelima, Intan tiba di Linggar pada siang hari.Intan singgah di penginapan dalam perjalanan, tetapi tidak punya selera makan dan tidak berani minum terlalu banyak air karena takut akan buang air kecil di jalan akan menunda waktu.Hanya dalam lima hari, Intan menjadi kurus.Berdasarkan alamat yang diberikan oleh Darius, Intan menggiring Guntur menuju Jalan Pir No. 13.Itu adalah aset milik Hakim Daerah Linggar. Darius mengatakan Raja Aldiso menginap di sana bersana anak itu.Intan berdiri di luar pintu dengan gelisah. Rumah itu terletak di dalam gang yang cukup lebar.Ada seorang penjaga di depan pintu yang mengenakan seragam pemerintah. Mungkin Alfred meminjam petugas dari kantor pemerintah untuk menjaga pintu.Melihat seorang gadis menggiring kuda ke sana tetapi tidak berani mengetuk pintu, pejabat itu memanggil dengan ragu, "Nona Intan?"Intan mengangguk, tetapi tidak bisa bersuara. Seperti ada sesuatu yang tersumbat di tenggorokan dan rongga dadanya.Melihat Intan mengangg
Intan merebut anak itu dari pelukan Alfred dan memeluknya erat-erat.Anak itu kurus kerempeng dan hanya bersisakan tulang, sungguh kurus.Tubuh anak itu bau dan rambutnya lengket. Entah bau itu berasal dari bau amis darah, rambut yang berminyak, atau sesuatu yang membusuk.Namun, Intan memeluk anak itu bagaikan memeluk harta paling berharga di dunia. Air mata Intan mengalir dengan deras di wajahnya.Anak itu tidak meronta, malah seperti anak ayam dan membiarkan Intan memeluknya. Air mata melintasi wajah anak itu yang kotor sehingga meninggalkan dua garis kuning.Anak itu tidak lagi agresif seperti saat menghadapi Alfred, melainkan diam seperti boneka. Walau sedang menangis, bola mata anak itu seolah-olah membeku.Melihat itu, hati Alfred yang ragu selama ini akhirnya memastikan bahwa anak itu adalah keturunan Keluarga Belima.Untung masih ada darah daging Keluarga Belima yang tersisa. Akan tetapi, tidak tahu bagaimana anak itu bisa kabur di tahun silam, juga entah bagaimana anak itu bi
Sampai tengah malam, Erik baru benar-benar bangun. Erik terbangun beberapa kali dengan linglung. Melihat Intan di sana, Erik perlahan memejamkan mata lagi.Walau tengah malam, lampu masih terang. Saat Erik sedang tidur, Intan sudah mengelap wajah Erik dengan air hangat. Wajah Erik sangat mirip Kak Harver, tetapi terlalu kurus.Erik menangis lagi setelah bangun. Sambil menangis, Erik tersenyum pada Intan. Lesung pipi Erik tampak lebih dalam karena wajahnya yang tirus.Intan membawa Erik pergi mandi. Erik berendam dalam bak mandi, sedangkan Intan mencucikan rambut Erik. Intan sedikit demi sedikit menggosok rambut Erik yang lengket dengan minyak osmanthus dan mencucinya lagi setelah itu.Usai mandi, Erik memakai pakaian baru. Pakaian itu dibeli berdasarkan ukuran tubuh anak berusia 7 tahun, tetapi terlalu besar bagi Erik.Namun, Erik sudah berpenampilan rapi.Begitu pelayan di dapur menghidangkan makanan, mata Erik berbinar. Erik secara naluriah mengambil sepotong daging dan memasukkan da
Butuh sesaat untuk membaca tulisan yang kacau itu dengan jelas.Intan menatap Erik dengan mata yang bengkak dan merah. Air mata Intan mengalir sekali lagi. Empat kata itu bagaikan pisau yang menusuk hati Intan, membuatnya meringkukkan badan karena sakit.Beberapa hari sebelum insiden pembantaian, Intan pulang ke Kediaman Adipati Belima untuk membicarakan peperangan di Kota Uldi dengan ibu.Ibu sangat khawatir kakek akan gugur di medan perang seperti ayah dan kakak-kakak. Intan menghabiskan beberapa waktu untuk menghibur ibu. Saat pergi, Intan tampak murung karena mengkhawatirkan kakek, juga mengkhawatirkan ibu.Di luar halaman kediaman ibu, Intan berpapasan dengan Erik. Erik bertanya apakah Intan murung. Intan tersenyum seraya membelai kepala Erik. "Bibi agak murung, tapi akan jadi senang lagi. Erik tidak perlu khawatir."Pada saat itu, Intan yang sedang galau hanya menjawab demikian.Mungkin Erik merasa bibinya sedang murung sehingga ingin membeli manisan buah untuk menghibur Intan.S
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu