Namun, harapan Linda segera hancur.Api unggun dinyalakan di luar. Pintu rumah kayu dibuka dengan kasar. Lalu, seseorang yang jangkung dan beraura mendominasi perlahan masuk.Walau pria itu membelakangi api unggun di luar, Linda bisa melihat bentuk wajahnya dan mengetahui siapa pria itu.Pria itu adalah Sanji, Panglima Biromo yang menandatangani perjanjian perdamaian di Kota Wena dengan Linda.Tubuh Linda gemetar dengan hebat. Dia bersandar di dinding dan menatap Sanji dengan takut.Saat menandatangani perjanjian perdamaian di Kota Uldi, kewibawaan dan kegagahan pria itu memberikan rasa penekanan. Pada saat yang sama, pria itu juga elegan. Negosiasi tentang perjanjian perdamaian dengan Sanji berjalan dengan sangat lancar dan cepat.Sanji bahkan langsung menyetujui permintaan-permintaan yang diajukan oleh Linda. Hanya ada satu syarat, yaitu Linda harus segera membebaskan tawanan setelah perjanjian ditandatangani.Pada saat itu, Sanji terlalu mudah untuk diajak berkompromi sehingga Linda
Jeritan-jeritan histeris di luar nyaris membuat Linda pingsan.Linda tahu siksaan apa yang mereka alami karena dia telah melakukan hal yang sama pada jenderal ... bukan, pada Putra Mahkota Biromo yang telah ditangkap olehnya.Mereka mengebiri Putra Mahkota Biromo hidup-hidup, melihatnya berguling-guling di tanah seperti cacing yang menggeliat.Sebenarnya, mereka tidak akan terus menyiksa Putra Mahkota Biromo jika dia menjerit. Akan tetapi, Putra Mahkota Biromo tidak pernah menjerit sekali pun. Jadi, semua tentara membuang air kecil dan besar ke luka dan sekujur tubuh Putra Mahkota Biromo, menyayat tubuh Putra Mahkota Biromo, melihat darahnya bercampur dengan air kencing dan tinja.Sebelumnya, Linda merasa senang ketika teringat pada hal itu.Sekarang, Linda ketakutan ketika teringat pada hal itu.Melihat Sanji mengeluarkan belati, Linda langsung berteriak, "Jangan, jangan ke sini!"Sanji berjongkok dan memotong tali yang mengikat tubuh Linda. Hatinya penuh kemarahan ketika melihat Lind
Ketika Linda berpikir mereka akan terus menyiksanya, Linda diseret kembali ke dalam rumah kayu bersama tawanan lain.Arang bakar dinyalakan di dalam rumah kayu. Itulah satu-satunya kehangatan yang dapat mereka rasakan di tengah angin dingin yang merembes masuk dari sekeliling rumah. Mereka merangkak menuju arang bakar, ingin mengusir rasa dingin dan rasa sakit.Celana Linda direnggut, dia tidak dapat merapatkan kedua kakinya karena rasa sakit di pangkal paha. Rumah itu hangat, tetapi darah Linda terus mengalir dengan pelan dan menggenang di bawah tubuhnya.Semua orang sangat sengsara, tidak ada yang memperhatikan Linda. Erangan sakit tidak pernah berhenti.Seseorang masuk dan mencekoki semangkuk rebusan obat ke mulut Linda. Campuran bau obat dan air kencing nyaris membuatnya muntah.Linda tidak muntah karena takut akan dikencingi lagi. Dia tahu dia akan tewas di tangan Sanji pada akhirnya. Jika rebusan obat ini bisa membunuhnya, dia memilih untuk mati sekarang.Setelah itu, Pangeran Vi
Intan, Marsila, dan teman-temannya sedang mengitari api unggun kecil. Intan merapatkan bibirnya yang kering. "Apa buktinya dia berada di Pasukan Lonis yang kabur?""Tidak ada, tapi saat perang dimulai, dia pergi mengejar pasukan tentara Biromo dan belum kembali."Marsila menyeletuk dengan cuek, "Kalau begitu, cari di antara mayat-mayat di kota, lihat ada dia atau tidak.""Dia tidak akan mati." Kemarahan menyala di mata Rudi. "Jangan mengutuknya! Sebagai sesama Pasukan Aldiso, bagaimana bisa kamu mengutuk teman seperjuanganmu?"Marsila membalikkan telapak tangan dan mendengkus. "Perang sudah selesai, aku tidak mau jadi tentara lagi. Jangan katakan dia adalah teman seperjuanganku, dia tidak pantas."Rudi marah sampai tidak ingin berbicara dengan Marsila lagi. Dia menoleh pada Intan seraya berkata dengan serius, "Akulah yang bersalah padamu, itu tidak ada hubungannya dengan Linda. Kalau tentara lain yang ditangkap, apa kamu akan pergi menyelamatkannya?"Intan bertanya balik, "Kalau tentar
Ucapan itu membuat Rudi marah. Rudi mencengkeram tangan Intan dan menariknya ke samping. "Intan, kamu tahu dia ditangkap, tapi tidak mau pergi menyelamatkannya? Apa maksudmu? Kamu tahu dia ada di mana?"Marsila mengayun cambuknya sehingga Rudi terpaksa melepaskan tangan Intan dan mundur selangkah.Marsila berjalan ke sana seraya menegur, "Jaga jarak kalau mau bicara, jangan terlalu dekat dengan Intan."Rudi sangat marah pada Marsila, tetapi Marsila terampil dalam seni bela diri dan bukan tentara pimpinannya. Jadi, Rudi hanya bisa menahan emosi. Lalu, dia bertanya lagi pada Intan, "Kamu tahu dia di mana, ya?"Intan menggelengkan kepala. "Aku tahu tidak tahu. Dia mungkin di padang pasir, di padang rumput atau bersembunyi di gunung. Tidak peduli dia di mana, kita tidak mungkin menyuruh semua Pasukan Baja untuk mencarinya. Itu sangat berbahaya.""Kalau begitu, apa yang kita tunggu di sini? Tunggu mereka mengembalikan Linda?" Rudi marah sekali.Tatapan Intan tenang tak beriak. "Ya, tunggu m
Api unggun makin redup, maka Intan menambah beberapa batang kayu bakar. Api segera melahap kayu bakar dan memercikkan api. Hal itu menimbulkan bayangan di depan mata Intan. Saat dia pulang dari Kediaman Jenderal ke rumahnya, dia melihat tumpukan mayat dan genangan darah di mana-mana.Rasa sakit yang dahsyat kembali menyerang Intan sehingga membuatnya sulit untuk bernapas.Intan juga berharap Linda mati. Namun, kematian Linda bukan pembalasan dendam yang paling memuaskan.Sanji pasti sepemikiran dengannya.Jadi, Intan berpikir Sanji tidak akan membunuh Linda begitu saja. Alasan mengapa Panglima menyuruhnya memimpin tentara untuk menunggu di sana mungkin karena Sanji telah mengirim utusan untuk menyampaikan pesan pada Panglima.Sebelumnya, Panglima mengatakan dia memiliki pengintai di Kota Glasier. Mungkin Panglima juga memiliki pengintai di Norao.Panglima ingin mereka menunggu di sana, begitu pula Sanji.Pada tengah malam, mereka sudah lelah, mengantuk, dan lapar. Mereka tidak kedingin
Rudi menatap Intan dengan bengong. Ucapan Intan membuatnya tidak bisa berkata-kata.Ya, Intan adalah Wakil Komandan Pasukan Baja dan jenderal bintang lima. Ucapan Intan sangat berbobot.Pasukan Rudi tidak banyak sehingga dia berharap Pasukan Baja dapat pergi bersamanya.Pasukannya sudah sangat lelah, tetapi Pasukan Baja telah beristirahat untuk waktu yang lama di sana. Menurut Rudi, jika bertemu dengan Pasukan Biromo atau Klan Pengembara, Pasukan Baja dapat melawan mereka.Rudi berbisik, "Aku ingin membawa Pasukan Baja. Kumohon, Intan. Aku bersalah padamu sebelumnya, terserah kamu mau menghukumku bagaimana. Tapi kita sudah menunggu dua hari, Linda tidak akan sanggup bertahan. Aku tahu kamu benci Linda. Setelah temukan dia, kami akan memohon maaf padamu."Wajah Intan yang tirus sangat cuek. "Ini tidak ada hubungannya dengan dendam pribadi. Pasukan Baja tidak boleh maju lagi."Rudi mengepalkan tangan. "Intan, aku sudah memohon padamu. Kamu mau apa lagi?"Marsila menyeringai sinis. "Meman
Ekspresi Rudi berubah seketika. "Bagaimana kamu tahu mereka ada di gunung? Mereka ingin menuntut keadilan apa?"Intan menjauh beberapa langkah, tetapi Rudi mengikutinya dengan pincang. Begitu Intan berdiri di tempatnya, Rudi menatap lurus pada Intan.Suara Intan sangat rendah dibandingkan angin yang menderu-deru. "Kalau kamu tenangkan diri dan dengarkan baik-baik, kamu akan mendengar suara selain suara angin."Rudi menenangkan diri untuk mendengarkan dengan saksama, tetapi tidak bisa mendengar apa-apa selain suara angin.Rudi tidak seunggul Intan dalam seni bela diri, apalagi tenaga dalam. Bagaimana mungkin Rudi bisa mendengar suara di gunung? Bagaimana mungkin bisa mendengar suara napas seratus ribu orang di tengah suara angin yang kencang?Rudi marah karena merasa Intan hanya beromong kosong. "Katakan, mereka ingin menuntut keadilan apa?""Coba kamu pikirkan sendiri, kenapa seratus ribu orang itu naik ke gunung, bukannya pergi? Kenapa mereka menangkap Linda? Lalu, kenapa mereka pergi