Intan, Marsila, dan teman-temannya sedang mengitari api unggun kecil. Intan merapatkan bibirnya yang kering. "Apa buktinya dia berada di Pasukan Lonis yang kabur?""Tidak ada, tapi saat perang dimulai, dia pergi mengejar pasukan tentara Biromo dan belum kembali."Marsila menyeletuk dengan cuek, "Kalau begitu, cari di antara mayat-mayat di kota, lihat ada dia atau tidak.""Dia tidak akan mati." Kemarahan menyala di mata Rudi. "Jangan mengutuknya! Sebagai sesama Pasukan Aldiso, bagaimana bisa kamu mengutuk teman seperjuanganmu?"Marsila membalikkan telapak tangan dan mendengkus. "Perang sudah selesai, aku tidak mau jadi tentara lagi. Jangan katakan dia adalah teman seperjuanganku, dia tidak pantas."Rudi marah sampai tidak ingin berbicara dengan Marsila lagi. Dia menoleh pada Intan seraya berkata dengan serius, "Akulah yang bersalah padamu, itu tidak ada hubungannya dengan Linda. Kalau tentara lain yang ditangkap, apa kamu akan pergi menyelamatkannya?"Intan bertanya balik, "Kalau tentar
Ucapan itu membuat Rudi marah. Rudi mencengkeram tangan Intan dan menariknya ke samping. "Intan, kamu tahu dia ditangkap, tapi tidak mau pergi menyelamatkannya? Apa maksudmu? Kamu tahu dia ada di mana?"Marsila mengayun cambuknya sehingga Rudi terpaksa melepaskan tangan Intan dan mundur selangkah.Marsila berjalan ke sana seraya menegur, "Jaga jarak kalau mau bicara, jangan terlalu dekat dengan Intan."Rudi sangat marah pada Marsila, tetapi Marsila terampil dalam seni bela diri dan bukan tentara pimpinannya. Jadi, Rudi hanya bisa menahan emosi. Lalu, dia bertanya lagi pada Intan, "Kamu tahu dia di mana, ya?"Intan menggelengkan kepala. "Aku tahu tidak tahu. Dia mungkin di padang pasir, di padang rumput atau bersembunyi di gunung. Tidak peduli dia di mana, kita tidak mungkin menyuruh semua Pasukan Baja untuk mencarinya. Itu sangat berbahaya.""Kalau begitu, apa yang kita tunggu di sini? Tunggu mereka mengembalikan Linda?" Rudi marah sekali.Tatapan Intan tenang tak beriak. "Ya, tunggu m
Api unggun makin redup, maka Intan menambah beberapa batang kayu bakar. Api segera melahap kayu bakar dan memercikkan api. Hal itu menimbulkan bayangan di depan mata Intan. Saat dia pulang dari Kediaman Jenderal ke rumahnya, dia melihat tumpukan mayat dan genangan darah di mana-mana.Rasa sakit yang dahsyat kembali menyerang Intan sehingga membuatnya sulit untuk bernapas.Intan juga berharap Linda mati. Namun, kematian Linda bukan pembalasan dendam yang paling memuaskan.Sanji pasti sepemikiran dengannya.Jadi, Intan berpikir Sanji tidak akan membunuh Linda begitu saja. Alasan mengapa Panglima menyuruhnya memimpin tentara untuk menunggu di sana mungkin karena Sanji telah mengirim utusan untuk menyampaikan pesan pada Panglima.Sebelumnya, Panglima mengatakan dia memiliki pengintai di Kota Glasier. Mungkin Panglima juga memiliki pengintai di Norao.Panglima ingin mereka menunggu di sana, begitu pula Sanji.Pada tengah malam, mereka sudah lelah, mengantuk, dan lapar. Mereka tidak kedingin
Rudi menatap Intan dengan bengong. Ucapan Intan membuatnya tidak bisa berkata-kata.Ya, Intan adalah Wakil Komandan Pasukan Baja dan jenderal bintang lima. Ucapan Intan sangat berbobot.Pasukan Rudi tidak banyak sehingga dia berharap Pasukan Baja dapat pergi bersamanya.Pasukannya sudah sangat lelah, tetapi Pasukan Baja telah beristirahat untuk waktu yang lama di sana. Menurut Rudi, jika bertemu dengan Pasukan Biromo atau Klan Pengembara, Pasukan Baja dapat melawan mereka.Rudi berbisik, "Aku ingin membawa Pasukan Baja. Kumohon, Intan. Aku bersalah padamu sebelumnya, terserah kamu mau menghukumku bagaimana. Tapi kita sudah menunggu dua hari, Linda tidak akan sanggup bertahan. Aku tahu kamu benci Linda. Setelah temukan dia, kami akan memohon maaf padamu."Wajah Intan yang tirus sangat cuek. "Ini tidak ada hubungannya dengan dendam pribadi. Pasukan Baja tidak boleh maju lagi."Rudi mengepalkan tangan. "Intan, aku sudah memohon padamu. Kamu mau apa lagi?"Marsila menyeringai sinis. "Meman
Ekspresi Rudi berubah seketika. "Bagaimana kamu tahu mereka ada di gunung? Mereka ingin menuntut keadilan apa?"Intan menjauh beberapa langkah, tetapi Rudi mengikutinya dengan pincang. Begitu Intan berdiri di tempatnya, Rudi menatap lurus pada Intan.Suara Intan sangat rendah dibandingkan angin yang menderu-deru. "Kalau kamu tenangkan diri dan dengarkan baik-baik, kamu akan mendengar suara selain suara angin."Rudi menenangkan diri untuk mendengarkan dengan saksama, tetapi tidak bisa mendengar apa-apa selain suara angin.Rudi tidak seunggul Intan dalam seni bela diri, apalagi tenaga dalam. Bagaimana mungkin Rudi bisa mendengar suara di gunung? Bagaimana mungkin bisa mendengar suara napas seratus ribu orang di tengah suara angin yang kencang?Rudi marah karena merasa Intan hanya beromong kosong. "Katakan, mereka ingin menuntut keadilan apa?""Coba kamu pikirkan sendiri, kenapa seratus ribu orang itu naik ke gunung, bukannya pergi? Kenapa mereka menangkap Linda? Lalu, kenapa mereka pergi
Pasukan Sanji menuruni gunung di malam hari.Pada saat yang sama, Intan, Marsila, dan teman-temannya tahu sehingga mereka saling memandang.Intan berdiri dan memberi perintah, "Semuanya, siaga! Ambil senjata kalian."Semua Pasukan Baja bangkit berdiri, mengambil perisai dan senjata, serta bergegas membentuk formasi.Pasukan Biromo sangat cepat. Mereka menuruni gunung dalam formasi tiga baris secara berdampingan.Dari orang di baris terdepan, seling sepuluh orang lagi juga memegang obor untuk menerangi jalan.Secara logika, berjalan dengan cepat di gunung yang membeku akan mudah terpeleset dan menjatuhkan banyak orang.Namun, langkah mereka sangat mapan karena sepatu mereka adalah sepatu buatan khusus.Negara Biromo sangat kaya dan hal itu tercermin di berbagai bidang.Dengan aksi nyata, mereka memperlihatkan kepada orang Runa, jika melancarkan perang besar-besaran dengan Biromo, orang Runa akan menderita kerugian.Tak lama kemudian, seratus ribu tentara Biromo berdiri di padang rumput
Rudi merinding karena tatapan mata Sanji sehingga mundur selangkah secara refleks.Sanji jelas tidak ingin berbicara dengan Rudi. Sanji berdiri di depan Intan dengan ekspresi yang sangat kompleks. Lalu, dia berkata, "Jenderal intan, bukan aku memerintahkan pengintai Biromo untuk membantai seluruh keluargamu. Setelah tahu desa-desa di Kota Wena dibantai oleh pasukan Linda dan ada tawanan perang yang disiksa, pemimpin pengintai memberi perintah secara pribadi. Kaisar Biromo meyakini peperangan tidak boleh melibatkan rakyat antar negara, tidak boleh membunuh rakyat jelata, juga tidak akan membunuh sanak-saudara dan seluruh keluarga seseorang. Jenderal kalian yang melanggar perjanjian dan melakukan kejahatan lebih dulu, tapi aku ingin meminta maaf padamu atas apa yang telah dilakukan oleh pengintai Biromo."Rudi terkesiap. "Kamu .... Omong kosong apa itu?"Sanji mengabaikan Rudi dan berujar lagi pada Intan, "Kaisar beserta seluruh jajaran kabinet kami sangat mengagumi Panglima Marko. Pangl
Sanji dan Pangeran Virgo pergi bersama seratus ribu tentara Biromo. Intan berucap pada Rudi, "Kalau kamu menyelamatkan Linda, cukup bawa tentaramu naik ke gunung."Sebenarnya, Intan mencoba untuk menjaga martabat Rudi dan Linda.Jika orang-orang itu akan mengulangi penghinaan yang telah dialami oleh Putra Mahkota Biromo, apa yang mereka lihat di atas gunung pasti sangat mengenaskan.Namun, Rudi khawatir masih ada tentara Biromo di atas gunung sehingga memohon Intan untuk meminjamkan Pasukan Baja padanya.Intan menatap Rudi untuk waktu yang lama. "Kamu yakin?"Entah mengapa, hati Rudi menegang ketika melihat tatapan Intan. "Kamu bisa katakan padaku, apakah Linda benar-benar membantai desa?""Kamu harusnya tanya Sanji tadi." Intan berucap dengan cuek, "Kamu juga bisa tanya Linda sendiri nanti. Sanji harusnya tidak akan membunuh Linda."Rudi tidak berani memercayai bahwa Linda akan melakukan hal seperti itu.Rudi merenungkan ucapan Sanji tadi yang mengandung implikasi. Insiden besar seper