"Kamu sudah datang? Kamu sudah makan malam belum? Mau makan bareng nggak?" Aruna memberondong Ganindra dengan berbagai macam pertanyaan begitu pria itu masuk ke dalam Penthouse.
Namun, Ganindra hanya menoleh sekilas melalui sudut matanya sebelum kemudian melanjutkan langkah menuju kamar tidur utama. Suara yang sempat terbentuk di dalam Penthouse mewah tapi dingin itu kembali tenggelam. Hanya menyisakan keheningan kikuk. Aruna yang perutnya sudah keroncong sejak tadi pun menyeret langkahnya dengan gontai menuju dapur. Seharusnya dia tidak perlu sok-sokan menunggu Ganindra pulang dengan dalih mau makan bersama. Apa yang bisa diharapkan dari pria yang membangun tembok begitu tinggi di antara mereka itu? "Jangan buru-buru, Aruna. Santai saja," bisik Aruna menghibur diri sendiri seraya terus memasak mie. Makan malam yang akan dia santap sebagai pengganjal perut untuk malam ini. "Tinggal seatap dengan Ganindra benar-benar tidak sAruna mengerjapkan matanya berulang kali karena bentakan Ganindra. Tapi dia dengan cepat tersadar. Kedua lengan lalu dilipat di depan dada. "Di dalam kesepakatan kita, tidak ada tuh poin yang memintaku untuk mematuhi setiap omonganmu. Jadi kenapa aku harus menuruti keinginanmu? Lagipula terserah aku dong mau ngobrol dengan siapa saja," tukas Aruna dengan nada menantang. Ganindra yang sudah berada di setengah jalan menuju kamarnya pun segera berbalik. Derap langkahnya yang memberikan kesan tidak ingin dibantah menghampiri Aruna. Dengan kasar Ganindra lantas mendesak Aruna di antara tembok dan dirinya sendiri. "Kalau begitu, ini akan menjadi peraturan tidak tertulis di antara kita mulai sekarang. Kamu harus menuruti kata-kataku!" desis Ganindra tepat di depan wajah Aruna. Tipisnya jarak di antara mereka membuat sekujur tubuh Aruna merinding. Maklum, dia tidak terbiasa berada dalam jarak seperti ini dengan lawan jenis. Meski
Hari demi hari berganti. Dalam seminggu setelah tinggal bersama dengan Ganindra, mulai terbentuk kebiasaan di antara mereka berdua. Aruna akan bangun pagi-pagi sekali untuk joging, kemudian memasak sarapan setelahnya. Akan tetapi, di malam hari Aruna akan ditinggalkan seorang diri. Ganindra baru akan pulang ke tempat tinggal mereka begitu jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam ke atas. Rutinitas mereka yang terus berulang seperti itu pada akhirnya membuat Aruna bosan. Dia yang semula akan bergegas kembali begitu sesi latihan tinjunya selesai pun, kini lebih memilih untuk berlama-lama di rumah Amara. Lebih baik dia membicarakan rencana-rencana masa depan mereka, daripada harus tenggelam dalam rasa sepi yang tidak biasa dia rasakan di tempat itu. "Ngomong-ngomong, Run. Kamu sama Amara kerja dari pagi sampai sore. Dengan semua agenda yang mau kamu realisasikan itu, kamu yakin bakal efektif? Kalau semua kegiatan dilakukan saat ada waktu libu
"Kamu kenapa ngasih tahunya dadakan sih? Aku 'kan belum beli gaun buat dipakai ke acara ulang tahun Kanina!" protes Aruna di sepanjang jalan menuju bandara. "Kamu jangan norak. Di Bali banyak orang yang jualan baju," timpal Ganindra mulai terdengar tidak sabar. Sudah tidak terhitung berapa kali dia mendengar Aruna mengeluhkan hal yang sama sejak dia bangun tidur tadi. "Aku tahu. Tapi emangnya kamu mau nemenin aku pergi beli?" sambar Aruna yang membuat bibir Ganindra langsung terkunci rapat. " ... " "Aku nggak mau ya kayak orang bodoh gara-gara kamu. Pokoknya kalau kamu nggak mau nganter aku beli gaun baru, aku nggak bakal datang ke acara ulang tahun si Kanina itu!" tukas Aruna dengan nada final. Ganindra pun mendecakkan lidah dengan kasar. "Emang kamu nggak punya gaun lama buat dipakai?" tanyanya mulai kesal. "Aku 'kan orang miskin. Jadi maaf-maaf aja nih kalau aku nggak pernah punya gaun. Ka
Acara ulang tahun Kanin akan diadakan pada jam tujuh malam. Jadi Aruna sudah mulai sibuk bersiap-siap dari sejak pukul lima sore. Lima buah gaun dengan berbagai warna dan bentuk yang dibeli siang tadi berjejer berantakan di atas ranjang hotel. Aruna sedikit kebingungan harus menggunakan gaun yang mana. [Kamu suka warna apa?] Aruna mengirim pesan random pada Ganindra tanpa ada harapan untuk dibalas. Namun, lagi-lagi tindakan pria itu membuat Aruna tekejut. [Hitam,] Adalah pesan balasan yang kemudian Aruna terima. Tanpa banyak berpikir lagi, Aruna segera menyisihkan gaun lain yang tidak dia butuhkan. Begitu dirinya tidak lagi dipusingkan oleh masalah pakaian, Aruna begegas ke kamar mandi untuk memoles dirinya sendiri. Dua jam adalah waktu yang dia butuhkan untuk seluruh proses hingga dirinya siap. Sebuah gaun ketat berwarna hitam sepanjang lutut membebat tubuh Aruna yang bisa dibilang tidak ter
"Ekhm!" Aruna sengaja berdehem dengan keras untuk menarik perhatian dua insan yang tampaknya sedang dimabuk perasaan terlarang itu. Dan akibat dari tindakannya itu, Aruna mendapatkan hadiah delikan maut dari Kanina. "Selamat ulang tahun ya, Nin. Maaf aku nggak bawa kado buat kamu. Ganindra ngasih tahu soal ulang tahun kamu dadakan sih. Jadi aku nggak sempat beli kado buat kamu," tukas Aruna sambil mempersembahkan senyuman tanpa rasa bersalah. "Tidak masalah. Toh, hadiah dari kamu juga pasti bukan sesuatu yang berharga," balas Kanina disertai cibiran meremehkan. "Syukurlah kalau kamu tahu," timpal Aruna. Pasca mengucapkan kata-kata ini, Aruna kembali mendapatkan delikan tajam dari Kanina. Wanita itu bahkan langsung menyambar lengan Ganindra untuk digandeng dengan mesra. "Ndra, lihat deh tuh istri kamu!" seru Kanina dengan nada merajuk. Dan Ganindra pun langsung melemparkan tatapan peringatan pad
"Elang?" Aruna berbisik sambil menatap pria yang juga sedang menatapnya dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan. Entah apa yang harus Aruna pikirkan soal maksud dari tindakan pria ini. "Ladies daripada marah-marah, lebih baik kita party nggak sih," seru Langgar pada ketiga wanita cantik itu. "Cih, kamu ini nggak ada takut-takutnya sama image sebagai selebriti ya. Gimana kalau penggemar kamu tahu kamu itu playboy tukang mabok!" cibir Aubrey pada Langgar. "Mereka nggak bakal tahu kalau nggak ada yang ngasih tahu. Makanya kalian jangan ngomong-ngomong sama orang lain dong. Oke?" tukas Langgar seraya mengedipkan matanya. Perilaku ini tampaknya menjadi kebiasaan Langgar. "Cih," ketiga wanita itu berdecih dengan kompak sebagai tanggapan. "Oke, ayo minum lagi," seloroh Langgar sembari menghentikan pelayan pembawa minuman yang lewat. Dia lalu menyerahkan masing-masing satu gelas champagne pada me
Masih dari tempat persembunyiannya, Aruna terus menatap aktivitas yang terjadi di kolam renang. Tidak lama setelah mereka terjatuh, sosok Dimitri pun mulai muncul ke permukaan. Tanpa menoleh ke belakang, pria itu langsung pergi begitu saja. Beberapa menit lagi menunggu, kening Aruna berkerut dalam. Pasalnya sosok Ganindra belum juga muncul ke permukaan. Tapi suara kecipak air masih jelas terdengar. "Dia kok belum muncul juga ya? Keasyikan berenang apa gimana dah?" Aruna bergumam pelan pada dirinya sendiri. " ... " Beberapa menit lagi berlalu, tapi sosok Ganindra belum juga naik ke permukaan yang membuat Aruna tanpa sadar merasa khawatir. "Dia nggak dilukai sama suaminya Kanina 'kan?" bisik Aruna khawatir. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, dengan langkah setengah mengendap, Aruna berjalan mendekati kolam renang. Sesampainya di sana, mata Aruna membelalak melihat ke teng
"Ganindra, tunggu!" Aruna berteriak sekuat tenaga sambil menggeret kopernya dengan terseok-seok menuju tempat parkir hotel bintang lima yang seharusnya mereka tempati untuk menginap malam ini. Dari kejauhan, Aruna melihat Ganindra yang hendak masuk ke dalam mobilnya, dan bersiap untuk meninggalkannya. "Kamu terlambat lima menit," ujar Ganindra seraya melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. "Di jam tanganku baru 55 menit tuh. Masih ada waktu 5 menit sebelum tepat satu jam seperti yang sudah kita sepakati," tukas Aruna berkilah. " ... " Ganindra terdiam seraya menatap lamat-lamat pada wajah Aruna. Hal ini lantas membuat Aruna langsung mengatupkan bibir dengan waspada. Takut Ganindra akan menganggapnya terlalu berisik dan kembali menciumnya seperti tadi. Sungguh imajinasi yang sangat indah untuk dibayangkan. Akan tetapi, hal itu tentu saja tidak terjadi. Ganindra justru berkata