"Kamu kenapa ngasih tahunya dadakan sih? Aku 'kan belum beli gaun buat dipakai ke acara ulang tahun Kanina!" protes Aruna di sepanjang jalan menuju bandara.
"Kamu jangan norak. Di Bali banyak orang yang jualan baju," timpal Ganindra mulai terdengar tidak sabar. Sudah tidak terhitung berapa kali dia mendengar Aruna mengeluhkan hal yang sama sejak dia bangun tidur tadi. "Aku tahu. Tapi emangnya kamu mau nemenin aku pergi beli?" sambar Aruna yang membuat bibir Ganindra langsung terkunci rapat. " ... " "Aku nggak mau ya kayak orang bodoh gara-gara kamu. Pokoknya kalau kamu nggak mau nganter aku beli gaun baru, aku nggak bakal datang ke acara ulang tahun si Kanina itu!" tukas Aruna dengan nada final. Ganindra pun mendecakkan lidah dengan kasar. "Emang kamu nggak punya gaun lama buat dipakai?" tanyanya mulai kesal. "Aku 'kan orang miskin. Jadi maaf-maaf aja nih kalau aku nggak pernah punya gaun. KaAcara ulang tahun Kanin akan diadakan pada jam tujuh malam. Jadi Aruna sudah mulai sibuk bersiap-siap dari sejak pukul lima sore. Lima buah gaun dengan berbagai warna dan bentuk yang dibeli siang tadi berjejer berantakan di atas ranjang hotel. Aruna sedikit kebingungan harus menggunakan gaun yang mana. [Kamu suka warna apa?] Aruna mengirim pesan random pada Ganindra tanpa ada harapan untuk dibalas. Namun, lagi-lagi tindakan pria itu membuat Aruna tekejut. [Hitam,] Adalah pesan balasan yang kemudian Aruna terima. Tanpa banyak berpikir lagi, Aruna segera menyisihkan gaun lain yang tidak dia butuhkan. Begitu dirinya tidak lagi dipusingkan oleh masalah pakaian, Aruna begegas ke kamar mandi untuk memoles dirinya sendiri. Dua jam adalah waktu yang dia butuhkan untuk seluruh proses hingga dirinya siap. Sebuah gaun ketat berwarna hitam sepanjang lutut membebat tubuh Aruna yang bisa dibilang tidak ter
"Ekhm!" Aruna sengaja berdehem dengan keras untuk menarik perhatian dua insan yang tampaknya sedang dimabuk perasaan terlarang itu. Dan akibat dari tindakannya itu, Aruna mendapatkan hadiah delikan maut dari Kanina. "Selamat ulang tahun ya, Nin. Maaf aku nggak bawa kado buat kamu. Ganindra ngasih tahu soal ulang tahun kamu dadakan sih. Jadi aku nggak sempat beli kado buat kamu," tukas Aruna sambil mempersembahkan senyuman tanpa rasa bersalah. "Tidak masalah. Toh, hadiah dari kamu juga pasti bukan sesuatu yang berharga," balas Kanina disertai cibiran meremehkan. "Syukurlah kalau kamu tahu," timpal Aruna. Pasca mengucapkan kata-kata ini, Aruna kembali mendapatkan delikan tajam dari Kanina. Wanita itu bahkan langsung menyambar lengan Ganindra untuk digandeng dengan mesra. "Ndra, lihat deh tuh istri kamu!" seru Kanina dengan nada merajuk. Dan Ganindra pun langsung melemparkan tatapan peringatan pad
"Elang?" Aruna berbisik sambil menatap pria yang juga sedang menatapnya dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan. Entah apa yang harus Aruna pikirkan soal maksud dari tindakan pria ini. "Ladies daripada marah-marah, lebih baik kita party nggak sih," seru Langgar pada ketiga wanita cantik itu. "Cih, kamu ini nggak ada takut-takutnya sama image sebagai selebriti ya. Gimana kalau penggemar kamu tahu kamu itu playboy tukang mabok!" cibir Aubrey pada Langgar. "Mereka nggak bakal tahu kalau nggak ada yang ngasih tahu. Makanya kalian jangan ngomong-ngomong sama orang lain dong. Oke?" tukas Langgar seraya mengedipkan matanya. Perilaku ini tampaknya menjadi kebiasaan Langgar. "Cih," ketiga wanita itu berdecih dengan kompak sebagai tanggapan. "Oke, ayo minum lagi," seloroh Langgar sembari menghentikan pelayan pembawa minuman yang lewat. Dia lalu menyerahkan masing-masing satu gelas champagne pada me
Masih dari tempat persembunyiannya, Aruna terus menatap aktivitas yang terjadi di kolam renang. Tidak lama setelah mereka terjatuh, sosok Dimitri pun mulai muncul ke permukaan. Tanpa menoleh ke belakang, pria itu langsung pergi begitu saja. Beberapa menit lagi menunggu, kening Aruna berkerut dalam. Pasalnya sosok Ganindra belum juga muncul ke permukaan. Tapi suara kecipak air masih jelas terdengar. "Dia kok belum muncul juga ya? Keasyikan berenang apa gimana dah?" Aruna bergumam pelan pada dirinya sendiri. " ... " Beberapa menit lagi berlalu, tapi sosok Ganindra belum juga naik ke permukaan yang membuat Aruna tanpa sadar merasa khawatir. "Dia nggak dilukai sama suaminya Kanina 'kan?" bisik Aruna khawatir. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, dengan langkah setengah mengendap, Aruna berjalan mendekati kolam renang. Sesampainya di sana, mata Aruna membelalak melihat ke teng
"Ganindra, tunggu!" Aruna berteriak sekuat tenaga sambil menggeret kopernya dengan terseok-seok menuju tempat parkir hotel bintang lima yang seharusnya mereka tempati untuk menginap malam ini. Dari kejauhan, Aruna melihat Ganindra yang hendak masuk ke dalam mobilnya, dan bersiap untuk meninggalkannya. "Kamu terlambat lima menit," ujar Ganindra seraya melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. "Di jam tanganku baru 55 menit tuh. Masih ada waktu 5 menit sebelum tepat satu jam seperti yang sudah kita sepakati," tukas Aruna berkilah. " ... " Ganindra terdiam seraya menatap lamat-lamat pada wajah Aruna. Hal ini lantas membuat Aruna langsung mengatupkan bibir dengan waspada. Takut Ganindra akan menganggapnya terlalu berisik dan kembali menciumnya seperti tadi. Sungguh imajinasi yang sangat indah untuk dibayangkan. Akan tetapi, hal itu tentu saja tidak terjadi. Ganindra justru berkata
"Tuh 'kan. Kita sama-sama sakit jadinya," seloroh Aruna tak berdaya. Setelah memastikan kalau Ganindra juga demam seperti dirinya, pertama-tama Aruna mengambil handuk kecil dari kamarnya, lalu menggunakannya untuk mengompres dahi Ganindra agar tidak terlalu panas. Baru setelah itu, Aruna berjalan menuju dapur untuk membuat bubur yang mudah dicerna bagi mereka berdua. Untungnya di dalam kulkas sudah penuh dengan berbagai macam bahan mentah. Tidak seperti saat pertama kali dia datang. Aruna membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam untuk menyelesaikan masakannya. Walaupun dia sendiri sedang sakit, Aruna masih bisa memaksakan diri untuk mengerjakan semua ini. Dia memindahkan satu mangkok bubur yang lumayan banyak ke atas nampan. Dua gelas berisi air juga tidak lupa dia siapkan beserta obat demamnya. Baru setelah itu, Aruna kembali ke dalam kamar Ganindra. Aruna meletakkan nampannya di atas nakas samping tempat tidur kemudi
"Ngomong-ngomong, hubunganmu dengan Kanina itu seperti apa sih? Kalau kalian memang saling suka, kenapa kalian tidak bersama? Kenapa dia malah menikah dengan orang lain?" tanya Aruna kepo. Dia tidur telentang sambil menerawang menatap langit-langit kamar. Mengingat kalau Kanina sudah memiliki anak yang terlihat cukup besar, itu artinya pernikahan wanita itu dengan pria bernama Dimitri sudah berjalan selama beberapa tahun lamanya. "Jangan berisik!" ujar Ganindra. Akan tetapi, Aruna memilih untuk mengabaikannya. Dia ingin memanfaatkan saat-saat ini untuk mengulik informasi soal mereka berdua. Paling tidak dia harus tahu medan perang yang dihadapi. "Terus kenapa kamu nggak bisa renang? Bukannya anak-anak orang kaya itu dari sejak kecil sudah kursus renang?" tanya Aruna lagi. " ... " Ganindra seperti biasa hanya diam tak menjawab. Dan Aruna pun tidak memaksanya. Siapa yang tahu ada luka dibalik it
[Aku sibuk. Hubungi lagi nanti,] Kanina menatap sebaris pesan dari Ganindra dengan bola mata hampir pecah. Selama 28 tahun dia hidup di dunia ini, baru pertama kalinya Ganindra membalasnya seperti ini. "Ini seperti bukan Ganindra. Dia tidak pernah melakukan hal ini padaku," bisik Aruna pada dirinya sendiri. Sejak Ganindra tiba-tiba pergi tanpa pamit di acara pesta ulang tahunnya semalam, Kanina sudah mulai dilanda risau. Dia bahkan tidak bisa tidur nyenyak bahkan setelah mengetahui alasan kembalinya Ganindra ke ibukota. Sepengetahuan Kanina soal Ganindra selama bertahun-tahun, pria itu akan selalu mendahulukan dirinya dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia ini. Bahkan meeting penting sekalipun. "Aku nggak percaya kalau pesan ini ditulis oleh Ganindra. Pasti bukan dia. Tapi kalau bukan dia, siapa lagi? Nggak mungkin si Aruna 'kan?" Kening Kanina berker