Share

Siapa di Gerbang?

Author: Ri III
last update Last Updated: 2024-10-11 23:23:25

“Jadi, kapan kita menikah?”

Dua pasang kaki beriringan masuk, bahkan sebelum menyentuh sofa, pertanyaan logis langsung terucap dari bibir Monica. Nathan menahan senyum, mengira jika Monica sebenarnya terlalu terburu-buru karena telah melihat kekayaannya yang terpampang jelas sekarang.

“Kau sangat tidak sabaran. Sepertinya setiap wanita pasti akan silau dengan harta, jika tadinya kau menolak dengan tegas, sekarang kau justru terdengar mendesakku untuk segera menikahimu.”

Monica menatap Nathan yang menurutnya terlalu percaya diri, senyum miring terlihat menjengkelkan buat Nathan, terkesan menghina dan meremehkan.

“Rasa percaya dirimu cukup bagus, tapi aku tak tertarik. Tujuan awal kau membawaku ke sini kan untuk menikah, jika hanya ingin bermain-main, kau salah memilih lawan. Dan satu lagi, apa keuntungannya setelah aku menikah denganmu nanti?”

Nathan sedikit takjub dengan cara berpikir Monica, tidak mudah diperdaya padahal ia banyak menghabiskan waktu di tempat liar yang minim pendidikan. Napas kasar ia embuskan, dengan tetap tenang menyuruh Monica duduk. Sekilas ia menatap ke lantai atas, kemudian melempar pandang ke arah wanita paruh baya dengan pakaian pelayan yang sedari tadi berdiri menunggu perintah.

Hanya dengan kode jari, mampu membuat pelayan itu menunduk patuh dan berlalu ke lantai atas. Kecurigaan Monica semakin besar, seperti ada sesuatu yang disembunyikan di rumah ini.

“Sebelum aku jelaskan, bisakah kau duduk sebentar?”

Monica melirik sebentar, kemudian mengambil tempat tepat di depan Nathan, meski segudang pertanyaan tengah bersarang di otaknya.

“Besok kita akan menikah di gedung yang sedikit jauh dari sini. Dan keuntungan yang kau dapatkan nanti tak akan mengecewakan. Selain kebebasan, aku juga akan memberikanmu rumah, kendaraan, dan juga uang. Tapi dengan syarat, kau tak perlu terlalu ingin tahu masalah pribadiku, Monica.”

“Itu saja?” tanya Monica santai.

“Satu lagi, status pernikahan kita hanya sebatas pernikahan di atas kertas. Aku juga membebaskanmu dari semua kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh istri pada umumnya. Dan ya, siapa pun yang kau temui, tetap ingat namamu adalah Arini, bukan Monica!”

Tak lama seorang pria masuk dan meletakkan map cokelat di atas meja, beserta pena.

“Tanda tangan di sini jika kau setuju!”

Monica tak gampang dibodohi, ia memilih membaca beberapa peraturan yang tak boleh dilanggar selama menjadi istri Nathan.

Tak boleh menunjukkan identitas asli, bersikap anggun dan ramah, jangan pernah ke lantai atas tanpa seizinnya, dan tak boleh menuntut hak untuk diakui di depan publik jika misalnya publik tahu bahwa ia bukan Arini yang asli. Ada lebih banyak lagi, Monica tak memiliki hak untuk mengatur dan melarang Nathan dalam hal apa pun, begitu pun sebaliknya.

“Rupanya kau banyak mau, ya. Ck! Terlalu rumit, tapi aku setuju.”

Monica meraih pena, kemudian menandatangani surat perjanjian tersebut.

Tadinya Monica pikir, ia akan menghabiskan waktu di rumah ini, tapi rupanya Nathan sudah menyiapkan tempat tinggalnya sendiri. Setelah perbincangan itu, ia benar-benar dibawa ke sebuah rumah mewah tapi tak lebih besar dari kediaman Nathan. Tinggal seorang diri benar-benar membuatnya bebas, setelah sekian lama akhirnya ia merasakan kebebasan ini.

Monica, wanita malam yang dikenal liar dan pemberani kini terduduk lemas di belakang pintu, air mata itu benar-benar tak bisa ia tahan, antara haru, bahagia, memang sulit dijelaskan. Akhirnya kebebasan yang hanya sebatas angan kini menjadi kenyataan. Setelah puas mengenang semuanya, ia memilih mengelilingi rumah baru yang kini jadi miliknya.

Dulu ia harus berusaha payah menjadi liar untuk meraup uang, berbaring di ranjang demi kepuasan pelanggan untuk mendapatkan lembar biru dan merah, tapi sekarang ia hanya perlu menjadi istri tanpa disentuh, sudah membuatnya mendapatkan segala apa yang sejak dulu tak pernah terwujud.

“Tapi aku masih penasaran, siapa wanita tadi. Kelihatannya Nathan sengaja menyembunyikan wanita itu, tapi kenapa?” gumamnya penasaran.

**

“Sebentar! Kau yakin tak ada yang perlu ditunggu? Yang benar saja orang kaya sepertimu melakukan pernikahan sesederhana ini?”

Monica protes ketika melihat gedung mewah yang mereka tempati, hanya berisi penghulu dan beberapa saksi yang bisa dihitung jari, tak ada dekorasi mewah, atau fotografer untuk mengabadikan momen sekali seumur hidupnya, tak ada gaun mewah, hanya terusan sederhana berwarna putih, dan juga riasan yang ia poles sendiri di wajahnya.

Nathan juga sama, hanya memakai jas formal sebagai pelengkap tanpa membawa mahar dan sejenisnya. Hanya sekotak cincin dan ini benar-benar membuat Monica tak habis pikir dengan isi kepala Nathan.

“Kau ingin bermain-main, ya? Tak ada persiapan apa pun, apa sulitnya menghubungi pihak WO?”

Nathan terdiam tak merespons, sampai akhirnya Monica terdiam memendam rasa kesalnya.

“Sudah selesai protesnya?” tanyanya datar.

“Kita cuman butuh kertas bukti kalau pernikahan ini benar-benar terjadi, jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Kau mungkin akan mendapatkan pernikahan impianmu tapi tidak denganku. Jadi, bagaimana? Mau tetap menikah, atau menuruti keras kepalamu yang banyak mau itu?”

Mau tak mau Monica akhirnya berhenti protes, pernikahan apa adanya berjalan lancar dalam waktu singkat, tak ada suasana haru, tak ada pesta atau apa pun. Salahnya berharap lebih, ia pikir karena Nathan adalah pria kaya, pasti bisa menuruti pikiran masa kecilnya yang bermimpi menjadi ratu sehari di pelaminan mewah.

Beberapa hari ia benar-benar ditinggal sendiri. Jika pengantin baru pada umumnya menghabiskan malam pertama, ia justru sudah ditinggal terpisah setelah menikah. Malam semakin larut, dan Monica masih betah duduk di jendela kamarnya. Ponsel yang ia beli sehari setelah menikah malah dibiarkan begitu saja di atas kasur.

Tiba-tiba wanita dengan baju putih berdiam diri di depan gerbang. Rasa takut mendera, tapi penasarannya bisa mengalahkan rasa takut itu sendiri.

“Sial! Siapa itu?”

Monica bergegas keluar kamar, tapi baru selangkah mencapai pintu, ponselnya malah berdering.

“Fuck! Kenapa harus menelepon di waktu yang tidak tepat begini?” makinya sebelum akhirnya meraih telepon itu.

“Apa!? Tidakkah kau memiliki jam di rumah? Ini waktunya istirahat dan kau malah mengganggu waktu tidurku!”

Suara deheman dari seberang sana tak membuat nyalinya ciut, ia kembali melempar pandang ke arah jendela, dan wanita tadi sudah menghilang entah ke mana.

“Sialan! Dia menghilang.”

“Monica, berhenti memaki dan dengarkan aku!”

Monica terdiam, tapi bibirnya masih mengerucut menahan makian lain yang sekarang tertahan.

“Ibu kritis. Kita harus ke rumah sakit sekarang!”

“Monica, kau dengar aku?”

 Kabar mengejutkan membuatnya mematung sejenak, tak ada alasan lain, ia harus segera bersiap sebelum Nathan menjemputnya ke rumah. Meski sejatinya ia masih penasaran siapa yang mengintai rumahnya dari pagar barusan.

Tak lama kendaraan roda empat milik Nathan tiba, tanpa basa-basi Monica turut serta mengambil tempat di samping kemudi. Raganya memang ada di sisi Nathan, tapi pikirannya masih mengarah pada wanita misterius tadi.

“Ingat, jangan menunjukkan sikap yang mencurigakan! Kau harus terlihat lembut dan anggun, buang muka judesmu itu jauh-jauh!” Nathan terus mengoceh, memberi wejangan yang ternyata tak didengar Monica, ia masih terlalu sibuk dengan argumen yang diciptakan otaknya sendiri tentang sosok di depan gerbang.

“Monica, kau mengerti?”

Karena tak kunjung mendapat jawaban, dengan marah ia menghentikan mobil secara tiba-tiba, membuat Monica terkejut karena hampir saja terpental ke depan, jika saja tak memakai sabuk pengaman dengan baik.

“Gila ya Lo? Sialan kalau ngga bisa nyetir itu ngomong lah!” maki Monica jengkel. Bukannya minta maaf, Nathan malah menatap Monica dengan tajam.

Mendadak Nathan mencengkeram rahangnya, membuat sepasang mata itu mengarah tepat pada Nathan, raut marah tercetak jelas.

“Kau tahu, saya tak suka diabaikan ketika sedang berbicara,” lirihnya dengan suara berat sedatar mungkin.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Siapa yang Jahat?

    Di depan ruangan banyak orang yang menunggu dengan gelisah. Suasana benar-benar genting, sampai akhirnya semua tatapan tertuju pada Monica dan Nathan yang baru saja tiba.“Kak, bagaimana keadaan ibu?” tanya Nathan getir. Seorang pria yang jauh lebih tua darinya itu memandang dan berusaha menahan rasa sedihnya sendiri.“Tenanglah! Kita semua masih menunggu keterangan dokter sekarang,” balasnya dengan satu tangan yang menepuk bahu Nathan perlahan. Monica kini terlihat lebih santai, meski sedikit gelisah, sementara dua wanita yang tak jauh darinya malah menatap sinis.“Arini, kau sudah benar-benar sembuh ternyata?”Nathan menatap istrinya yang kebingungan, menggenggam jemari lembutnya sebelum tersenyum ke arah dua wanita itu.“Tapi baru kemarin aku melihatmu terbaring sakit seperti orang mati. Bukankah terlalu cepat sampai kau bisa berdiri di hadapan kami semua sekarang?” Ambar membuatnya sedikit takut, bagaimana jika Monica tahu banyak tentang rahasianya.“Kak Ambar, tolong fokus pada k

    Last Updated : 2024-10-16
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Trauma yang Sama

    “Aku begitu khawatir ketika meninggalkanmu bersama ibu, tapi rupanya kau adalah bakal aktor hebat, Monica.”Jika biasanya Monica yang terdengar cerewet, sekarang ia malah tak acuh pada pernyataan konyol Nathan, tidak penting. “Kau pasti sedang berpikir keras siapa itu Arini,” celetuknya lagi berusaha memancing Monica untuk bicara. Monica memilih memejamkan matanya, dan melipat kedua tangan di dada, dengan wajah yang ia arahkan ke arah jendela.Nathan menyerah. Ternyata seperti ini rasanya mencari topik pembicaraan, tapi yang diajak bicara adalah batu karang. Sepanjang jalan keduanya hanya bisu, tak lama mobil berhenti, otomatis membuat Monica langsung terjaga. “Tetap di sini!” perintah Nathan. Monica menguap malas, ternyata Nathan membawanya ke rumah ini, bukan kediamannya. Netranya menatap Nathan yang telah menghilang di balik pintu. Awalnya ia memang sabar menunggu, memainkan ponsel dan mencoba aplikasi baru yang belum ia tahu, sampai menonton video, Nathan belum juga keluar.“Ng

    Last Updated : 2024-10-20
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Jasad Bernyawa

    Jemarinya bergerak, disusul netra yang perlahan terbuka memindai sekeliling, ruangan serba putih ia lihat lagi setelah menjadi istri Nathan. Bodohnya mengapa terlihat lemah di hadapan pria angkuh seperti Nathan, harusnya ia bisa mengendalikan dirinya sendiri.Bayangan Nathan membentaknya harusnya adalah hal sepele, hanya saja kenapa wajah Budi yang melintas di hadapannya, bedanya Nathan tak membawa serta cambuk, atau mungkin belum. Itu yang membuatnya tak ingin mengenal lelaki lebih jauh, atau nasibnya akan memburuk di tangan laki-laki. ‘Aku yakin pasti ada seseorang selain dirinya di tempat itu,’ batinnya. Untuk melihat keadaan di luar saja ia tak bisa, jendela yang tertutup gorden itu menghalangi pandangannya. Perlahan ia bangkit, mencabut selang yang menempel di punggung tangan, lagi pula dirinya tak sakit keras.Kedua tangan menyingkap gorden, ternyata langit sudah gelap. Baru saja berdiri, suara bariton Nathan terdengar dari belakang. “Kau sudah sadar?” Sudut bibir Monica teran

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Nomor Tak Dikenal

    Kolam belakang rumah menjadi tempat favoritnya di pagi ini, entah karena kelelahan tapi semua badannya terasa remuk, membuat tidur malamnya tenang tanpa hambatan. Secangkir kopi panas yang ia buat sendiri itu menemani. Sumpah, rasanya ia belum pernah hidup sesantai ini di rumah sendiri. Sepasang kaki jenjang menjuntai ke dalam air, ingin berenang tapi terlalu takut tenggelam. Ia ingat, terakhir berenang pun hanya ketika masih berusia 8 tahun, di sungai bersama teman sebayanya, meski berakhir dengan bekas rotan di betis mungilnya karena nekat main basah-basahan.Kehadiran Nathan ternyata mengubah hidupnya menjadi lebih baik, meski terkadang pria itu juga yang membangkitkan traumanya. Benda pipih ia arahkan pada kaki yang menjuntai indah ke dalam air jernih yang sedikit kebiruan, karena pantulan keramiknya, iseng mengunggahnya ke sosial media untuk pertama kalinya.Tiba-tiba satu pesan masuk di akunnya. [Kaki yang indah, pasti wajahnya juga tak kalah jelita.]Monica bergidik geli. Apa-

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Budak Nathan

    “Malam ini kayaknya aku harus ke rumah Nathan deh. Kan ngga mungkin banget harus mesan makanan cepat saji lagi. Atau aku sewa tukang masak khusus aja ya di rumah? Atau aku minta salah satu pelayan di rumah itu aja buat tinggal di sini, lagian di sana juga kebanyakan deh kayaknya,” gumamnya sendiri.Monica bersiap, merias diri seadanya dan meraih benda pipih yang tak pernah ia lepas itu. Mobil pesanannya sudah menunggu di halaman. Berhubung ia belum bisa mengemudi sendiri, terpaksa mobil pribadinya hanya berdiam diri di garasi. Sepanjang jalan ia berusaha menahan diri agar tidak merokok, mengunyah beberapa permen untuk mengalihkan kebiasaan buruknya, bisa saja di dalam mobil ini juga dilarang merokok. Tak lama mobil itu berhenti di depan gerbang rumah mewah Nathan, bangunan yang jarang ia kunjungi. Kaki jenjangnya menuntunnya ke dalam, seiring dengan gerbang yang sudah dibuka lebar mempersilahkan. Wanita cantik serupa Arini itu tak lagi sungkan, ia masuk tanpa harus merasa asing atau

    Last Updated : 2024-11-19
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Kecurigaan Yuan

    “Ada yang kau sembunyikan dari ibu ‘kan?” selidik Yuan. Ia tetap menatap mata Nathan untuk mendeteksi kebohongan. Nathan terdiam. Khawatir jika Monica juga akan disiksa Yuan sama seperti perlakuan mereka pada Arini. Ia tahu tugasnya, tapi tidak untuk dikerjakan sekarang Nathan butuh waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. “Apa Arini membangkang lagi?” “Ibu, diamlah! Ini bukan tentang Arini. Nathan hanya punya masalah dengan pesaing perusahaan kita. Hanya itu saja,” kilahnya meyakinkan.Yuan diam. Entah tapi ia merasa Nathan sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sebenarnya kedatangannya ke sini juga untuk itu, ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi waktu dirinya masih berada di rumah sakit.“Kau yakin yang bersamamu itu adalah Arini?” “Apa maksud ibu?”“Nathan. Arini dibesarkan dengan tanganku juga. Ibu tahu seperti apa Arini, dia memang masih terlihat sopan, tapi Arini bukan tipikal wanita yang banyak bicara, bagaimana cara dia tersenyum, mengajak bercanda, dari mana Ari

    Last Updated : 2024-11-21
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Aku Bukan Arini

    Langit pekat sedikit menarik, membuat sepasang netra itu hanya memfokuskan pandangannya ke satu arah meski tak ada sedikit cahaya pun yang terlihat di cakrawala. Balkon atas diterpa angin sedingin salju, tapi gadis itu masih bergeming berdiri sembari mengeratkan pakaian tebalnya. “Ibu, entah seperti apa rupamu. Mungkin aku hanya akan merasakan rindu tanpa temu. Kata mereka ibu berhati lembut, bertutur kata halus, pribadi yang sabar dan patuh.” Tak terasa dua sudut matanya berair, untuk ke sekian kalinya ia lemah jika sudah mengingat ibunya, terlebih jika kenangan pahit itu terputar bak film lawas yang penuh derita, gadis kecil yang bermain saja seperti melakukan dosa besar, berapa banyak luka yang disembuhkan sendiri, mendapat tatapan iba dan kasihan dari tetangga.Sosok pria yang harusnya mengayomi dan menjadi cinta pertamanya, malah menuduh dirinya pembunuh dan pembawa sial, anak terkutuk yang mengancam nyawa hingga bidadarinya terbujur kaku, rasanya tidak pantas seorang bayi yang

    Last Updated : 2024-11-22
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Melawan Yuan

    Semua uang berada di ruangan pun terkejut, tak terkecuali Yuan sendiri. Melihat keberanian di mata Monica, ia memutuskan untuk berhenti mencari raut ketakutan yang dulu sering Arini tunjukkan padanya. Monica kembali berusaha mengendalikan diri, tetap memasang senyum dan menyuruh Yuan untuk berhenti bersikap seperti tak mengenalinya. “Ibu, aku berusaha memperbaiki semuanya. Tolong jangan memperbesar masalah yang seharusnya tidak menjadi masalah!”“Baiklah,” ucap Yuan akhirnya. Ia tak bisa terus menerus berdebat atau bahkan bertengkar dengan Monica, karena sejatinya yang ia hadapi bukan Arini. Untuk mencairkan suasana, Monica mengalihkan emosi Yuan dengan mengajaknya makan bersama. Sifatnya benar-benar jauh berbeda. Sekarang ia mulai sedikit memahami, Arini sejatinya bukan menantu kesayangan, justru dia gadis malang yang sering disiksa. Lalu, mengapa sikapnya begitu manis ketika berada di rumah sakit, bertingkah seolah ia paling mencintai Arini, dan seakan tak peduli pada darah daginy

    Last Updated : 2024-11-25

Latest chapter

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Akhir Segalanya

    "Di mana Adam?" William baru saja masuk rumah, padahal ia sudah sengaja pulang saat malam semakin larut, tapi ternyata Arini belum juga tertidur. Matanya sembao seperti baru habis menangis. "Dia pasti sibuk dengan urusannya, Sayang." William mencoba berkelit seperti tak tahu apa pun. "Katakan di mana Adam! Apa dia masih berani menunjukkan muka setelah apa yang ia lakukan?" William terdiam. Ia yakin cepat atau lambat kabar ini akan tersebar. Arini terduduk di sofa dengan tatapan kosong. Ibu mana yang tak sakit hati ketika tahu, bahwa putranya melakukan kejahatan. "Aku sudah membesarkan pembunuh," lirihnya sedih. Air mata yang sejak tadi kering perlahan turun dan membasahi pipi. "Monica begitu menjaga dan melindungi aku dari bahaya, tapi aku malah melahirkan pembunuh untuk mencelakai putranya. Ibu macam apa aku ini?" William mendekat dan mendekap Arini penuh sayang. "Padahal sebentar lagi Allea akan menikah, tapi ketika mendengar kabar Adam menjadi pembunuh yang hampir membuat

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Di asing kan

    William yang saat itu berada di laboratorium, mengecek sidik jari yang mereka temukan, tidak menyangka jika ternyata sidik jari itu milik Adam. Akhirnya tanpa membuang waktu, ia segera menghubungi Nathan dan Edgard, menceritakan semuanya tanpa mengabari Arini, istrinya pasti akan sangat khawatir dan ia tentu saja tak ingin hal itu terjadi. "Ayah kecewa padamu," lirih William yang seperti kehilangan semangatnya. Adam menatap William yang menunjukkan raut kecewanya yang jelas. "Ayah dan Ibu tak pernah mengajarimu menjadi pemberontak dan pembunuh, kau ditempatkan di posisi paling aman karena ibumu sangat menyayangimu. Sejak kecil, kau dan Allea adalah hidupnya." "Ayah, aku melakukan ini karena iri pada Edward, mengapa ia bisa dipilih menjadi orang paling berpengaruh sementara aku tidak?" William membuang napas berat. "Itu hak kakekmu, dia yang pebih tahu siapa yang paling kuat dan tangguh, tapi bukan berarti dirimu tidak mampu. Aku, ayahmu pernah mengajukan dirimu sebagai cucu pal

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Iri Dengki

    "Apa maksud semua ini, hah? Jujur, paman pasti kecewa ketika tahu siapa dalang di balik semua ini." Pria yang ternyata adalah Adam itu tertawa jahat, ia bersusah payah berdiri, menatap Edward yang sepertinya syok, tapi Adam tak peduli. Ia jujur sangat membenci Edward. "Bibi dan paman adalah orang baik, mereka tak pernah gagal dalam mendidik dirimu. Kenapa harus berjalan menjadi musuh? Jika kau memang tertarik dengan dunia misi, harusnya mengajukan diri menjadi satu kelompok yang utuh, bukan malah menjadi musuh. Aku tak ingin ada pertumpahan darah di keluarga kita, Adam." "Diam kau munafik! Apa kau tak sadar jika semua ini bermula dari dirimu?" Edward semakin kebingungan, ia heran mengapa bisa Adam berpikir seperti itu, padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Adam si sibuk kerja menjadi arsitek muda, sampai jarang memiliki waktu bersama keluarganya. Tiba-tiba jadi seperti ini. "Kau yang berhasil menjadi pusat perhatian, keamananmu sangat dijaga, bahkan ayahku sangat meli

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Siapa Max?

    "Sial! Edward sok pintar itu selalu bisa menemukan celah. Tidak! Dia pikir akan mudah menangkapku?" Pria dengan topeng perak itu duduk di kursi, sebuah ruangan temaram dengan banyak layar monitor di sekitar menjadi tempat paling nyaman, tempat di mana tak satu pun orang yang berhasil mendeteksi keberadaannya. Tapi telepon milik salah satu anak buahnya tidak sengaja menunjukkan poisis terakhirnya saat ini. Pria yang dikenal sebagai Max itu sudah mempersiapkan ini sejak awal, ia memiliki banyak tempat pelarian, dan ia yakin sepintar apa pun Edward, tidak akan bisa menemukan dirinya dengan mudah. Pundi-pundi rupiah dan emas batangan menumpuk di mana-mana, hampir semua titik menjadi tempat persembunyian uang hasil penjualan organ manusia, dan itu ia lakukan dengan rapi sekali. Sayangnya beberapa kacungnya ceroboh, hingga mampu terendus oleh hidung tajam Edward. "Aku memang memiliki banyak kesempatan untuk membunuhmu, tapi aku tidak melakukan itu sekarang." Kedua tangannya mengepal k

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Otak Sesungguhnya

    "Ngga bisa dibiarkan! Ali just my mine, not her. Argh, shit!" Bianca sibuk memaki. Napasnya sesak, sedari dulu ia memang menginginkan Ali, melakukan seribu satu cara untuk mendekatkan diri dengan Aliando, tapi nyatanya sejak masuk di bangku kuliah, Allea dengan lancang masuk ke hati Ali, gadis sialan itu bahkan mencuri perhatian orang tua Ali, jalannya begitu mulus, sekali pun ia menghasut agar Allea dibenci, tapi dokter cantik itu seperti tak memiliki celah untuk membuktikan keburukan Allea. Bianca pulang dengan rasa kesal, di kamar ia meminum banyak pil dengan asal, atanya berkunang-kunang, bayangan masa kecil dengan puing-puing kenangan bersama Ali berputar di benaknya. Mata hingga pipinya basah. Ia memang bisa mendapatkan segalanya. Harta, kecantikan, perhatian kedua orang tuanya, tapi ia ditakdirkan memiliki penyakit kronis yang membuatnya harus bergantung sepenuhnya pada obat-obatan, bahkan menjadikan Ali semangatnya untuk sembuh. Selama ini berusaha kuat dan sehat, karena

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Inikah Cinta

    "Konsep pernikahannya bagus, ya." Allea dan dokter muda bernama Aliando duduk di sebuah meja yang tak jauh dari tempat Evelyn dan Leo berada, mereka juga melihat langsung keributan yang baru saja tercipta, tapi tak satu pun dari keluarga Evelyn yang turun tangan untuk mengatasinya, mereka memilih berpura-pura buta dan tuli. Lagi pula ini acara sakral Edgard, jika mereka ikut turun tangan membela Evelyn, masalah akan semakin panjang, toh semua masalah sudah selesai dengan cepat karena Evelyn memang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. "Iya, bagus. Jadi, kapan kau siap menikah? Aku akan siapkan konsep pernikahan yang lebih meriah dari ini," balas Ali semringah. Allea membatu sesaat, kemudian menatap ke arah pelaminan lagi, di mana sepasang raja dan ratu sehari itu berada. Ia memang sudah dilamar, cincin terpasang sempurna, tapi untuk menentukan kapan hari pernikahannya sendiri pun ia tak tahu. Allea menyimpan masalahnya sendiri. Padahal ia terlahir dari keluarga cemara, tak ada

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Cemburunya Evelyn

    Semua persiapan pernikahan sudah siap, sesuai dengan pilihan Tasya, bahkan rumah impian Tasya juga sudah ditentukan. Akhirnya hari yang ditunggu Edgard pun datang, ia sudah rapi dengan pakaian formalnya, menunggu dengan gagah, meski sejatinya ia tampak gelisah, sejak melamar Tasya, ia tak melihat bahkan berbicara dengan Edward. Pria itu sedang sibuk dengan misi berbahaya tanpa melibatkan dirinya. Mungkin Edward memang kuat, karena ia adalah orang yang ditunjuk langsung oleh Sean, hanya saja sekuat apa pun Edward, ia tetap was-was dan memiliki firasat bahwa Edward dalam bahaya, mungkin karena mereka adalah kembar, jadi bisa merasakan kesakitan satu sama lain meski dari jarak jauh sekali pun. "Ayo, Tuan!" Sopir pribadi membuka pintu mobil. Tapi kaki Edgard rasanya berat, ia kembali menghubungi Edward meski nihil. Lokasi kejadiannya pun ada di sebuah pulau, bagaimana bisa William dan Edward berjuang sendirian mencari dalang dari sindikat perdagangan manusia tersebut. "Sepuluh meni

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Menemukan Cinta

    "Jadi, kamu ngerasa jadi Mommy itu melelahkan?"Evelyn mengangguk mantap."Ok, Mommy bahas satu persatu. Jadi ibu itu menyenangkan, bisa mengurus rumah, anak, suami, itu hal yang menyenangkan. Daddy juga ngga pernah maksa Mommy buat ngerjain semuanya, lihat kan Daddy sesekali bantuin. Pernah juga bahkan sering Daddy nyuruh Mommy nyari ART, biar mommy cuman fokus ngurus Daddy sama kalian, tapi Mommy ngga mau. Intinya menikah dan menjadi istri itu menyenangkan. Dulu, Mommy juga ngga bisa apa-apa, yang pintar masak itu Tante Arini, tapi lambat Laun Mommy belajar tapi Daddy ngga pernah maksa."Evelyn masih terdiam menyimak."Intinya yang paling penting adalah, menikahlah dengan lelaki yang tepat, agar rumah tangga tidak menjadi beban untukmu. Dan menurut Mommy Leo baik, Leo pilihan yang tepat, dia juga anak tunggal, dia sayang banget sama kamu. Waktu kamu masih bayi aja, dia pernah nyium pipi kamu, terus ngomong nanti mau kalau udah gede mau jadi suami kamu.""Hah? Masa gitu sih, Mom?""I

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Beban Setelah Menikah

    "Ya Tuhan, Tasya mengirim pesan ini?"Edgard hampir saja terjungkal dari kasur, geraknya terlalu over sampai ia tak sadar diri sudah bergerak seabsurd ini. Edgard memang sengaja pulang lebih awal dan mampir di rumah Edward, saat Tasya pulang. Ia menunggu Edward dengan tidak sabaran. Ada banyak hal yang ingin ia ceritakan tentunya, dan meminta pendapat bagaimana dengan keputusan besar yang akan ia ambil, apa sudah benar. Kamar Edward menjadi markas ternyaman. Ia membaca pesan berulang kali dan tersenyum senang. Akhirnya kembali membuka file gambar yang hanya berisi foto Tasya. Gadis yang memikat hatinya sejak lama.Suara gemuruh mobil berhenti di depan rumah membuatnya semakin bersemangat, itu Edward, kakaknya yang kehilangan jodoh entah ke mana.Ia sedikit terkejut melihat mobil Edgard terparkir di sana. Akhirnya, pria itu masuk ke kamar, dan sedikit terkejut melihat adik kembarnya tersenyum sendiri sembari menatap kaca."Heh, apa yang terjadi denganmu?"Edgard tak menjawab dan lang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status