Share

Trauma yang Sama

Author: Ri III
last update Last Updated: 2024-10-20 06:22:53

“Aku begitu khawatir ketika meninggalkanmu bersama ibu, tapi rupanya kau adalah bakal aktor hebat, Monica.”

Jika biasanya Monica yang terdengar cerewet, sekarang ia malah tak acuh pada pernyataan konyol Nathan, tidak penting.

“Kau pasti sedang berpikir keras siapa itu Arini,” celetuknya lagi berusaha memancing Monica untuk bicara. Monica memilih memejamkan matanya, dan melipat kedua tangan di dada, dengan wajah yang ia arahkan ke arah jendela.

Nathan menyerah. Ternyata seperti ini rasanya mencari topik pembicaraan, tapi yang diajak bicara adalah batu karang. Sepanjang jalan keduanya hanya bisu, tak lama mobil berhenti, otomatis membuat Monica langsung terjaga.

“Tetap di sini!” perintah Nathan.

Monica menguap malas, ternyata Nathan membawanya ke rumah ini, bukan kediamannya. Netranya menatap Nathan yang telah menghilang di balik pintu. Awalnya ia memang sabar menunggu, memainkan ponsel dan mencoba aplikasi baru yang belum ia tahu, sampai menonton video, Nathan belum juga keluar.

“Ngapain sih di dalam? Lama banget,” ketusnya jengkel.

“Apa aku susul aja, ya? Membosankan!”

 Akhirnya setelah menimbang keputusannya, Monica memilih turun untuk menemui Nathan. Rumah terlihat kosong, pelayan yang pernah ia lihat juga tak tampak. Pandangannya menyapu sekitar, ingin berteriak memanggil Nathan juga ia enggan. Akhirnya yang bisa ia lakukan hanya mengitari beberapa sudut dalam rumah.

Dapur, gudang, tiga kamar di lantai bawah, semua kosong dan memang tidak terkunci. Hanya tangga menuju lantai dua yang belum ia telusuri. Sedikit ragu, karena dalam surat pernyataan sebelum nikah juga ada larangan untuknya agar tidak menginjak lantai dua, apa pun alasannya.

“Memangnya ada apa di lantai dua?” gumamnya penasaran.

Karena rasa takut mengalahkan rasa penasarannya, Monica memutuskan untuk tetap ke lantai dua mencari Nathan. Perlahan, sebisa mungkin tak ingin menciptakan suara yang mencurigakan, seperti pencuri yang berusaha agar tidak tertangkap basah oleh pemilik rumah.

Semua kamar di rumah itu terkunci, tapi yang lebih menarik perhatiannya adalah kamar di ujung sana, sedikit remang-remang. Pelan ia mendekati, samar ia mendengar suara laki-laki.

“Airin, harus sampai kapan kau membiarkanku seperti ini? Maaf, ini semua salahku, tapi jangan diamkan aku! Aku bahkan terus mengecup bibir pucatmu tanpa timbal balik. Ayo, Sayang buka matamu!”

Itu suara Nathan. Tidak salah lagi, tapi kenapa ia menyebut nama Airin, bukankah wanita itu sudah mati, kalau masih hidup lantas kenapa ia mencari wanita yang memiliki paras yang serupa dengan Airin. Mengenal Nathan malah membuatnya bingung.

“Namanya Monica. Kalian mirip, tapi aku tak bisa mencintai wanita selain dirimu. Bangun dan maki saja aku sepuasmu karena sudah menikahinya, tapi aku janji tidak akan menyentuhnya!”

Monica geram, hatinya panas. Sebegitu dalam Nathan mencintai Airin, sampai Monica hanya dijadikan pajangan untuk menutupi rahasia besarnya ini!”

“Tapi, aku tak bisa memegang janjiku ke depannya! Bangun dan lihat aku!”

 Suasana kembali hening. Monica berusaha menata hati, untuk apa sakit hati, lagi pula dari awal juga ia tak menyukai Nathan, keduanya hanya terikat perjanjian yang sama-sama menguntungkan. Tapi lagi, Monica tak bisa menahan diri, tangannya meraih gagang pintu.

“Kau sudah lancang, Monica!”

Suara berat itu terdengar mengerikan. Nathan berdiri menatap pigura besar di hadapan. Monica menyapu sekeliling tak ada apa pun, hanya ranjang kosong, kamar ini memang bersih dan terawat.

“Kau terlalu lama, itu sebabnya aku ke sini,” ujarnya jujur. Nathan masih tetap pada posisinya.

“Saya hanya menyuruhmu untuk menunggu, tapi kau malah melanggar janji dan tetap ke lantai dua. Itu fatal!”

“Lagi pula apa yang membuatmu melarangku ke sini? Aku juga istrimu asal kau tahu, dan di ruangan ini juga tak ada siapa pun selain dirimu ‘kan. Atau memang ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?”

“MONICA!!!”

Nathan membentaknya dengan keras, membuat Monica kaget. Ini pertama kalinya ia dibentak setelah mendiang ayahnya dulu. Trauma itu datang lagi, suara cambuk terdengar menggema, refleks kedua tangan menutupi telinga, dengan posisi Monica yang tiba-tiba meringkuk di depan pintu dan terus saja menjerit.

“Tidak, jangan lakukan itu! Maafkan aku, ampun!”

Monica terus menjerit ketakutan, membuat Nathan ikut panik. Wajahnya berubah melunak, rasa jengkel yang tadi berubah jadi iba, langkah lebarnya lekas menghampiri Monica yang seolah tak ingin disentuh dirinya.

“Monica, kau kenapa?” Nathan membuang napas kasar, sebelum akhirnya memilih mengunci pintu. Dua tangan kekarnya ia gunakan untuk menggendong Monica ke mobil. Wajah istrinya sembap, raut ketakutan yang memang tak dibuat-buat. Jika sekarang ia nekat membawa Monica pulang ke rumahnya, khawatir kondisinya akan semakin parah, akhirnya mau tak mau ia harus membawa Monica ke rumah sakit, sekaligus mencari tahu apa penyebab dari tindakannya barusan.

Suara senggukan terdengar, tapi Monica masih menjerit kecil ketakutan dalam gendongan. Nathan langsung masuk dan membawanya ke ruang rawat. Dan sekarang ia memilih untuk menunggu di luar dengan cemas.

“Apa yang terjadi denganmu, Monica?”

Detik, menit berlalu, akhirnya wanita dengan pakaian putih itu keluar menghampiri Nathan.

“Maaf, bisa ke ruangan saya sebentar? Ada hal penting yang ingin saya bahas,” ujarnya pada Nathan. Pria itu mengangguk dan mengekori langkahnya ke ruang pribadi sang dokter.

“Pasien mengalami trauma masa lalu yang berat, ini masalah serius yang bisa mengganggu cara kerja otaknya. Ada beberapa hal yang membuat otaknya berhenti berpikir dan hanya berpusat pada satu titik, kondisi di mana ia hanya akan berhenti di luka masa lalu,” jelasnya membuat Nathan terkejut.

Monica, wanita itu punya trauma hanya karena ia membentaknya. Ia kembali berpikir bahwa Monica tidak jauh bedanya dengan Arini. Wanita dengan trauma masa lalu, mengganggu kejiwaan dan akhirnya fungsi otaknya berhenti bekerja, sampai sekarang Arini hanya terbaring kaku di atas ranjang karena melawan sakit dan juga traumanya.

Jadi dia sejahat itu.

“Pak Nathan!”

“Eh, iya, Dok. Terima kasih,” ujarnya kaku. Tanpa basa-basi ia pergi, mengutuk dirinya sendiri yang bersikap seceroboh ini.

Nathan enggan masuk dan memilih duduk menunggu di depan, pikirannya kalut. Sementara Monica sudah terbaring lelap setelah diberi obat penenang. Nathan berdiri, mengamati wajah Monica yang tertidur lelap dengan damai.

“Harusnya aku tak bersikap seperti tadi,” kutuknya pada diri sendiri.

“Kenapa baru menyesal sekarang? Kau jahat! Harusnya kau tak hidup di bumi, kau jahat, menciptakan trauma berkepanjangan hanya untuk memuaskan keinginanmu. Kau tahu, Nathan, kau tak lebih dari seorang pengecut, harusnya kita tak bertemu. Aku menyesal, aku benci pernah mencintaimu. Aku membencimu, aku muak melihat wajah kotor yang penuh ambisi seperti ibumu. Kalian semua jahat, hina, kotor!”

Nathan terkesiap, matanya terjaga. Ternyata ia hanya bermimpi. Tapi suara itu seperti suara Monica, penuh dendam, amarah, kebencian. Memikirkan Monica malah membuatnya tertidur di luar.

Related chapters

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Jasad Bernyawa

    Jemarinya bergerak, disusul netra yang perlahan terbuka memindai sekeliling, ruangan serba putih ia lihat lagi setelah menjadi istri Nathan. Bodohnya mengapa terlihat lemah di hadapan pria angkuh seperti Nathan, harusnya ia bisa mengendalikan dirinya sendiri.Bayangan Nathan membentaknya harusnya adalah hal sepele, hanya saja kenapa wajah Budi yang melintas di hadapannya, bedanya Nathan tak membawa serta cambuk, atau mungkin belum. Itu yang membuatnya tak ingin mengenal lelaki lebih jauh, atau nasibnya akan memburuk di tangan laki-laki. ‘Aku yakin pasti ada seseorang selain dirinya di tempat itu,’ batinnya. Untuk melihat keadaan di luar saja ia tak bisa, jendela yang tertutup gorden itu menghalangi pandangannya. Perlahan ia bangkit, mencabut selang yang menempel di punggung tangan, lagi pula dirinya tak sakit keras.Kedua tangan menyingkap gorden, ternyata langit sudah gelap. Baru saja berdiri, suara bariton Nathan terdengar dari belakang. “Kau sudah sadar?” Sudut bibir Monica teran

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Nomor Tak Dikenal

    Kolam belakang rumah menjadi tempat favoritnya di pagi ini, entah karena kelelahan tapi semua badannya terasa remuk, membuat tidur malamnya tenang tanpa hambatan. Secangkir kopi panas yang ia buat sendiri itu menemani. Sumpah, rasanya ia belum pernah hidup sesantai ini di rumah sendiri. Sepasang kaki jenjang menjuntai ke dalam air, ingin berenang tapi terlalu takut tenggelam. Ia ingat, terakhir berenang pun hanya ketika masih berusia 8 tahun, di sungai bersama teman sebayanya, meski berakhir dengan bekas rotan di betis mungilnya karena nekat main basah-basahan.Kehadiran Nathan ternyata mengubah hidupnya menjadi lebih baik, meski terkadang pria itu juga yang membangkitkan traumanya. Benda pipih ia arahkan pada kaki yang menjuntai indah ke dalam air jernih yang sedikit kebiruan, karena pantulan keramiknya, iseng mengunggahnya ke sosial media untuk pertama kalinya.Tiba-tiba satu pesan masuk di akunnya. [Kaki yang indah, pasti wajahnya juga tak kalah jelita.]Monica bergidik geli. Apa-

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Budak Nathan

    “Malam ini kayaknya aku harus ke rumah Nathan deh. Kan ngga mungkin banget harus mesan makanan cepat saji lagi. Atau aku sewa tukang masak khusus aja ya di rumah? Atau aku minta salah satu pelayan di rumah itu aja buat tinggal di sini, lagian di sana juga kebanyakan deh kayaknya,” gumamnya sendiri.Monica bersiap, merias diri seadanya dan meraih benda pipih yang tak pernah ia lepas itu. Mobil pesanannya sudah menunggu di halaman. Berhubung ia belum bisa mengemudi sendiri, terpaksa mobil pribadinya hanya berdiam diri di garasi. Sepanjang jalan ia berusaha menahan diri agar tidak merokok, mengunyah beberapa permen untuk mengalihkan kebiasaan buruknya, bisa saja di dalam mobil ini juga dilarang merokok. Tak lama mobil itu berhenti di depan gerbang rumah mewah Nathan, bangunan yang jarang ia kunjungi. Kaki jenjangnya menuntunnya ke dalam, seiring dengan gerbang yang sudah dibuka lebar mempersilahkan. Wanita cantik serupa Arini itu tak lagi sungkan, ia masuk tanpa harus merasa asing atau

    Last Updated : 2024-11-19
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Kecurigaan Yuan

    “Ada yang kau sembunyikan dari ibu ‘kan?” selidik Yuan. Ia tetap menatap mata Nathan untuk mendeteksi kebohongan. Nathan terdiam. Khawatir jika Monica juga akan disiksa Yuan sama seperti perlakuan mereka pada Arini. Ia tahu tugasnya, tapi tidak untuk dikerjakan sekarang Nathan butuh waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. “Apa Arini membangkang lagi?” “Ibu, diamlah! Ini bukan tentang Arini. Nathan hanya punya masalah dengan pesaing perusahaan kita. Hanya itu saja,” kilahnya meyakinkan.Yuan diam. Entah tapi ia merasa Nathan sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sebenarnya kedatangannya ke sini juga untuk itu, ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi waktu dirinya masih berada di rumah sakit.“Kau yakin yang bersamamu itu adalah Arini?” “Apa maksud ibu?”“Nathan. Arini dibesarkan dengan tanganku juga. Ibu tahu seperti apa Arini, dia memang masih terlihat sopan, tapi Arini bukan tipikal wanita yang banyak bicara, bagaimana cara dia tersenyum, mengajak bercanda, dari mana Ari

    Last Updated : 2024-11-21
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Aku Bukan Arini

    Langit pekat sedikit menarik, membuat sepasang netra itu hanya memfokuskan pandangannya ke satu arah meski tak ada sedikit cahaya pun yang terlihat di cakrawala. Balkon atas diterpa angin sedingin salju, tapi gadis itu masih bergeming berdiri sembari mengeratkan pakaian tebalnya. “Ibu, entah seperti apa rupamu. Mungkin aku hanya akan merasakan rindu tanpa temu. Kata mereka ibu berhati lembut, bertutur kata halus, pribadi yang sabar dan patuh.” Tak terasa dua sudut matanya berair, untuk ke sekian kalinya ia lemah jika sudah mengingat ibunya, terlebih jika kenangan pahit itu terputar bak film lawas yang penuh derita, gadis kecil yang bermain saja seperti melakukan dosa besar, berapa banyak luka yang disembuhkan sendiri, mendapat tatapan iba dan kasihan dari tetangga.Sosok pria yang harusnya mengayomi dan menjadi cinta pertamanya, malah menuduh dirinya pembunuh dan pembawa sial, anak terkutuk yang mengancam nyawa hingga bidadarinya terbujur kaku, rasanya tidak pantas seorang bayi yang

    Last Updated : 2024-11-22
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Melawan Yuan

    Semua uang berada di ruangan pun terkejut, tak terkecuali Yuan sendiri. Melihat keberanian di mata Monica, ia memutuskan untuk berhenti mencari raut ketakutan yang dulu sering Arini tunjukkan padanya. Monica kembali berusaha mengendalikan diri, tetap memasang senyum dan menyuruh Yuan untuk berhenti bersikap seperti tak mengenalinya. “Ibu, aku berusaha memperbaiki semuanya. Tolong jangan memperbesar masalah yang seharusnya tidak menjadi masalah!”“Baiklah,” ucap Yuan akhirnya. Ia tak bisa terus menerus berdebat atau bahkan bertengkar dengan Monica, karena sejatinya yang ia hadapi bukan Arini. Untuk mencairkan suasana, Monica mengalihkan emosi Yuan dengan mengajaknya makan bersama. Sifatnya benar-benar jauh berbeda. Sekarang ia mulai sedikit memahami, Arini sejatinya bukan menantu kesayangan, justru dia gadis malang yang sering disiksa. Lalu, mengapa sikapnya begitu manis ketika berada di rumah sakit, bertingkah seolah ia paling mencintai Arini, dan seakan tak peduli pada darah daginy

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Arini Berubah?

    Setelah Irish ke dapur, Nathan juga mulai beranjak dari tempatnya, membuat Monica sedikit menaruh curiga. Matanya memicing, tatapan intimidasi ia hadiahkan dan itu membuat Nathan harus memutar otak mencari alasan. “Mau ke mana?” selidik Monica.“Ke sudut mana pun yang aku mau. Ini rumahku ‘kan?” balas Nathan bersikap tak acuh. Monica memutar bola mata malas, dan memilih untuk berhenti bertanya, lagi pula arahnya bukan ke dapur. Tanpa sepengetahuan Monica, Nathan memutar balik arah dan menghampiri Irish. Ditariknya Irish agak sedikit bersembunyi, tangan kekarnya mencekal leher pelayan Monica itu dengan kejam, membuat Irish ketakutan dan hanya bisa menatap wajah jahatnya saja.“Jangan senang dulu karena berhasil menjaga jarak dariku! Aku tetap mengawasimu. Jika kau nekat membocorkan semua pada Monica, maka keluargamu yang akan jadi sasarannya. Kau paham?!” “I-iya. Tolong lepaskan aku, Tuan!”Nathan mendorong Irish, kemudian berlalu setelah puas membuatnya ketakutan. Monica uang kala

    Last Updated : 2024-11-26
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Luka Masa Lalu

    Yuan duduk di depan meja rias, menatap wajahnya yang sudah mulai memiliki kerutan di beberapa sisi. Memang masih terlihat cantik, tapi kerutan di wajahnya sedikit mengganggu. Pantulan wajahnya terlihat menahan amarah."Arghhh!!!" Yuan menghamburkan semua kosmetik di atas meja, membuat kamar menjadi berantakan. Kedua tangan mengepal sempurna, rasa sakit hati, dendam, dan benci berbaur menjadi satu."Awas kau, Arini! Harusnya kau tak bersikap seperti ini pada Yuan. Sepertinya dia lupa satu hal, dia bahkan pernah mencium kakiku seperti hewan. Aku berjanji pada diriku sendiri, akan membuatnya sadar akan posisi dia yang seharusnya."Yuan geram.Ia kembali teringat dengan adegan mesra putranya dan juga Arini. Sekarang dirinya seperti berhadapan dengan Arini dalam versi pemberani, terlebih Nathan yang kin cenderung berpihak pada Arini. Ia sudah tak bisa diprovokasi olehnya. Nathan benar-benar berubah, tak peduli dengan janjinya yang akan menyakiti Arini sampai wanita itu lenyap dari muka bu

    Last Updated : 2024-11-29

Latest chapter

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Firasat Ibu

    "Benar dugaanku. Ternyata kita memang ditakdirkan untuk bertemu kembali, Nathan."Maira tersenyum sinis, ia akhirnya mendapatkan satu kesempatan lagi untuk menghancurkan mereka. Entah, sepertinya ia tak pernah memiliki cinta dengan Nathan, wanita gila ini hanya terobsesi untuk mendapatkan pria tampan yang kaya raya sejak dulu, bahkan menghalalkan segala cara.Tidak sia-sia punya anak seperti Maria. Gadis bodoh itu selalu siap menjadi kacungnya kapan pun ia mau. Maira mengantongi semua informasi tentang Evelyn, yang ternyata adalah putri dari Nathan dan Monica."Sialan! Wanita itu benar-benar tamak. Ia menggeser posisi Arini demi mendapatkan Nathan. Tapi, kita lihat saja nanti, tidak akan ada yang berani berpaling dari pesona Maira, termasuk Nathan. Pria itu bagaimana pun juga pernah memuja muja diriku, bertekuk lutut di bawah pesonaku."Maira sudah merasa berbangga diri. Padahal dulu saja ia hampir mati di tangan Monica, tapi yang namanya obsesi pasti tak akan pernah pantang mundur.

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Cinta atau Obsesi

    "Aku tahu harus apa sekarang," ujarnya dengan seringai licik. Jonathan sudah berangkat ke kantor sejak pagi, sekali pun ia menuntut istri dan anaknya berhemat, ia tetap memiliki pekerjaan tetap, usahanya bukan hanya di kampus tempat anaknya berkuliah. Ia juga seorang pemilik perusahaan kecil, yang bergerak di bidang makanan ringan. Maria buru-buru ke bawah, tanpa sarapan atau sapaan selamat pagi sudah biasa, hubungannya dengan Maira memang sedingin itu sejak dulu, padahal mereka adalah ibu dan anak. Maria meraih kunci mobil hadiah ulang tahun dari Jonathan tahun lalu, ia harus buru-buru ke kampus sekarang. "Jajanmu berapa?" tanya Maira menghentikan langkah Maria. "Setengah dari biasanya," jawab Maria lanjut menuju garasi. Ternyata Jonathan tidak main-main, ia benar-benar memaksa mereka berdua untuk berhemat, bahkan Maria yang selama ini ia manja pun terkena dampaknya. Tapi baru saja Maria akan masuk ke mobil, ia kembali mencegat anak perempuannya dan berdiri di balik pintu

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Niat Jahat Maira

    "Aku ngga terima kalau Jonathan bangkrut. Sialan! Jika suamiku bangkrut, lalu bagaimana nasib kami berdua?"Maira mondar-mandir di kamar, berpikir keras mencari solusi tapi seperti menemukan jalan buntu. Maira memijat pelipisnya.Jonathan memang memiliki usaha lain, tapi penghasilannya tak sebanyak yang ia dapatkan dari universitas tersebut. Jika penanam saham terbanyak mencabut kerja samanya, bagaimana kampus itu akan bertahan lama. Mengandalkan biaya kampus tiap semester per orang pun tidak cukup."Ah, sialan! Lagi pula siapa bocah ingusan itu? Sok berkuasa. Lihat saja, akan aku balas mereka."Maira turun ke lantai bawah, langkahnya seketika terhenti di tengah tangga, ia melihat Jonathan sedikit kusut, pria itu bersandar pada kursi, dengan tatapan kosong ke langit-langit rumah. Seperti ada beban besar yang dipikul saat ini. Jonathan masih bungkam, tak mengeluarkan maki dan sumpah serapah. Maira memang bernasib baik, dalam hidupnya selalu menikahi lelaki yang penyayang, ia juga tak

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Cinta Sejati N&M

    "Sayang, terima kasih karena telah sabar mendampingiku." Nathan membelai lembut pipi Monica.Semilir angin di pesisir pantai membuat keduanya tenang, suasana romantis terasa, seolah mereka berdua adalah pasangan pengantin baru yang tengah di mabuk asmara.Setelah berhasil menitipkan Evelyn pada kedua anak lelakinya, Nathan yang memang sudah mempersiapkan tiket keberangkatan mereka jauh-jauh hari juga tak ingin membuang waktu.Sebenarnya sebelum Monica meminta, ia sudah ingin menyampaikan niatnya tersebut. Tapi, rupanya suami istri itu memiliki ikatan batin yang teramat sangat. Monica tersipu malu, tempat romantis yang dirancang oleh Nathan, tentu saja adalah yang terbaik. Tak terasa sudut matanya malah menitikkan air mata."Sayang, ada apa?" tangan kekar itu mengusap air mata Monica dengan lembut. Sebelah tangan Monica langsung menyambut punggung tangan Nathan yang masih ada di wajahnya. Netra beningnya menatap lelaki yang telah memberinya tiga buah hati. Andai saat itu ia tak menye

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Nathan Licik

    "Sayang, sepagi ini kau sudah rapi. Mau ke mana?" tanya Nathan saat putrinya duduk di meja makan. "Kuliah, Dad. Ini juga sepuluh menit lagi gerbangnya tutup," balas Evelyn mengunyah roti isinya. "Kakakmu belum memberitahumu, ya. Kau baru saja dipindahkan ke kampus lain. Fasilitasnya juga tak kalah lengkap, dan pastinya tak ada orang toxic di sana." Evelyn merengut. Mengapa mendadak sekali? Ia bahkan tidak tahu apa pun tentang ini. Apa pendapatnya tidak lagi dibutuhkan, pikir Evelyn galau. "Jadi, hari ini kau hanya perlu beristirahat di rumah. Setelah perpindahanmu selesai nanti, besok kau sudah mulai berkuliah di kampus baru." "Dad, tapi aku berhak memilih kampus mana yang ku suka, 'kan?" Nathan diam saja dan memilih untuk membiarkan Monica yang berbicara. "Sayang, Momy tahu keputusan ada di tanganmu, tapi untuk saat ini, kedua kakakmu lah yang lebih berhak menentukan mana yang terbaik untuk adiknya. Buktinya kampus yang kau pilih kemarin, justru tidak menyenangkan dan sangat

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Ibu Maria

    "Dasar anak bodoh! Memalukan! Bisa-bisanya kau mencari masalah hanya karena lelaki. Ngga tahu diri banget, ya! Udah disekolahin tinggi-tinggi, malah mikirin laki-laki. Bahkan lebih memalukan lagi, kau bisa kalah telak sama bocah baru kemarin. Ingat umurmu berapa? Kau tiga tahun di atasnya, Maria!" Maria menunduk takut. "Kamu mikir ngga sih, harusnya bisa memanfaatkan kebaikan ayahmu yang sudah mau menerima dirimu si anak haram. Bukan malah seperti wanita murahan, bukannya belajar dengan baik." Maira, ibu kandung Maria. Jika membaca cerita dari awal, pasti tahu siapa Maira dan apa keterkaitannya dengan keluarga Nathan. Maira ingin rasanya menghukum Maria, membuatnya malu sejak masih dalam kandungan. Ia terkatung-katung dengan perut besar di jalanan, sempat menjadi gembel setelah ditendang dari keluarga William, mendekati Nathan mustahil, sampai akhirnya ia bertemu salah satu pria kaya yang sebenarnya sudah memiliki istri. Maira dibawa dan dinikahi oleh pria kaya itu, bahkan

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Investor Terbesar

    "Mengapa kau bolos di mata kuliah kedua?" Evelyn si manja itu kini terdiam. Duduk berhadapan dengan Edward dan membicarakan hal yang serius tidak pernah terpikirkan, sungguh Evelyn juga takut dengan mode serius sang kakak. Pemuda itu melipat tangan di dada, tatapan intimidasi mengarah pada adik perempuannya. Monica hanya berpura-pura tidak melihat apa pun. Itulah peraturan di rumah, jika ada yang berbuat salah, maka ia harus bertanggung jawab dengan kesalahan yang sudah ia perbuat, seperti Evelyn saat ini. "Evelyn, kakak bicara denganmu," tekannya masih membuat Evelyn menunduk takut. "A-aku, baru saja membuat masalah di kampus, jadi, ..." "Jadi kau berpikir untuk melarikan diri?" potong Edward cepat. "Mommy dan Daddy juga tidak pernah mengajarkan kita untuk lari dari masalah," lanjutnya kemudian. Ia menatap arloji di tangan, kemudian merogoh ponsel di kantong celana. Edward masih diam di tempat sembari menunggu teleponnya diangkat. [Halo, Pak. Kami baru saja ingin menghubungi

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Dilabrak

    Evelyn membereskan buku-bukunya dan bergegas keluar ruangan, di depan pintu Yura sudah menunggu dengan kedua tangan yang terbuka lebar, tentu saja hal itu membuat Evelyn bergidik geli. "Yura, jangan bertingkah seolah kita tak bertemu sepekan!" ketusnya sembari berjalan keluar, Yura menyusul dan turut mengambil langkah di sisinya. "Kau jelas tak merindukanku ya, Evelyn? Jahat deh." "Jangan lebay, Yura!" Keduanya berjalan menuju kantin, Evelyn tidak membeli apa pun, ia hanya menemani Yura makan, sementara dirinya akan menghabiskan bekal miliknya sendiri. Monica selalu memastikan setiap anaknya mendapatkan gizi yang baik. Beruntung dari ketiga anak, tak ada yang membantah, Monica lebih tahu segalanya dibandingkan mereka. "Oh iya, nomor itu gimana?" selidik Yura. Evelyn menepuk jidatnya pelan. "Oh astaga! Aku lupa. Sebentar!" Evelyn mengambil ponsel dari kantong celana, dan menghidupkannya. "Orang itu sangat mengganggu, jadi aku mematikan ponselku sebentar." Yura memesa

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Wanita Tercantik

    "Yura! Ngangetin aja ih." Evelyn berlalu ke meja rias dengan wajah kesal, sementara Yura memasang wajah tanpa dosa dan duduk di bibir ranjang Evelyn. Dari dulu ia memang sering ke rumah sahabatnya, bahkan saking seringnya, Monica sudah menganggap Yura seperti putrinya sendiri. "Ye, kesel ya? Maaf, deh." "Tahu ah." Yura mendekati laptop dan melihat tontonan Evelyn yang belum selesai. Selera mereka berdua beda, jika Evelyn suka drama Korea romantis, lain halnya dengan Yura yang lebih tertarik dengan film yang bercerita tentang detektif, dan suka memecahkan misteri. Padahal kehidupannya berjalan normal, tidak serumit keluarga Evelyn yang menyimpan banyak rahasia dan catatan hitam di dalamnya. "Ngapain ke sini?" "Gabut sendirian di rumah, makannya aku ke sini. Soalnya kalau ke tempat lain, ngga dibolehin sama papa, di rumah juga ngga ada orang, cuma bibi." Berbeda dengan Evelyn yang mempunyai banyak saudara, Yura adalah anak tunggal dan pewaris satu-satunya di keluarga, tapi ia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status