Setelah dua hari dirawat, hari ini Ahmad telah diijinkan oleh pihak Rumah Sakit untuk pulang. "Bun..! Ayah gak jemput ya?" tanya Ahmad pada Ibunya.
"Ayah sibuk, sayang! Kita pulang naik taksi aja ya, gak apa-apa 'kan?" tanya Nisa sembari mengemaskan barang-barang yang harus dibawa pulang. Ia merasa malu jika harus selalu berhubungan dengan Indra, terkecuali situasi dalam situasi terdesak.Setelah segala sesuatunya beres, Nisa mengajak putranya keluar, meninggalkan ruangan yang beberapa hari ini mereka tempati.Sampai di lobby, tak sengaja Nisa bertemu dengan mantan adik iparnya, Nisa berusaha berjalan memutar demi menghindari keributan, namun sayangnya hal itu keburu ketahuan."Hehe...ternyata begini ya, kehidupan kalian setelah berpisah dari kakakku!" ucap Bella dengan suara nyaring, nyaris mengundang perhatian orang di sekitarnya.Nisa berusaha untuk tidak menanggapi ucapan mantan adik iparnya, ia tetap berjalan sambil menggandeng tanga"Apaan sih Mbak? Datang-datang malah ngomel gak jelas, gitu?" ujar Bella protes. Bella malam itu sengaja pulang ke rumah kakaknya, demi menghindari pertanyaan ibunya, perihal ketidak pulangannya tempo hari. "Hehe..maaf deh, 'kan aku gak tau kalau kamu yang buka pintu! Aku pikir pembantu, atau wanita kampung istri kakakmu, itu!" jawab Sherly mengklasifikasi tindakannya."Maksud Mbak Sherly, si Nisa kampungan itu?" tanya Bella judes, karena mengingat bagaimana ia dipermalukan saat di Rumah Sakit siang tadi."Iya, emang siapa lagi istri kesayangan kakakmu, selain dia!" jawab Sherly acuh."Memangnya Mbak Sherly gak tau, kalau mereka udah pisah, ya?" ujar Bella heran. "Masa sih? Pisah gimana, maksud kamu mereka udah cerai?" tanya Sherly antusias."Kalau cerai di pengadilan sih, kayaknya belum deh! Tapi yang jelas, Mas Arman udah menjatuhkan talak pada wanita kampung itu, Mbak!" ucap Bella sambil berjalan ke dapur.Sherly se
Din..! Besok kamu punya waktu gak?" tanya Nissa di tengah persiapan makan malam mereka."Besok...? Kayaknya nggak deh, ada apa Nis?" tanya Dinda balik. "Gini...! Besok aku mau ke pengadilan agama, masukin berkas! Bisa nggak aku minta tolong jemput, Ahmad pulang sekolah!" pinta Nisa pada Dinda."Serius Nis? Apa semua berkas udah kamu siapkan semua?" tanya Dinda yang langsung menghentikan kegiatannya."Alhamdulillah udah! Moga aja gak dipersulit dan Mas Arman mau bekerja sama!" ucap Nisa sambil meletakkan sajian terakhir di meja makan."Aamiin...! Aku do'ain moga semuanya lancar ya, Nis!" doa tulus Dinda. Melihat sahabatnya bahagia, Dinda ikut bahagia. 'Walau aku harus kehilangan orang yang kucintai, aku ikhlas Nis, asal kalian bahagia!' ucap kata hati Dinda.***Setelah menunggu Arman yang tak kunjung pulang, malam itu Sherly memutuskan pulang dan mengingatkan Bella agar memikirkan cara untuk meluluhkan Arman."
Setelah menyerahkan berkas laporan kasus perceraiannya, Nisa duduk di halte yang berada di depan kantor pengadilan negeri, menunggu taksi.Sambil menunggu, Nisa membuka aplikasi yang menyediakan tontonan. Baru saja Nisa ingin mulai menonton, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya."Nisa..!" seorang pria turun dari mobil dan menghampiri Nisa yang berada di situ."Mas Arman..?" Nisa menyebut nama orang yang menghampirinya."Kamu ngapain di sini, Nis?" tanya Arman tak nyaman sambil melihat sekeliling. Pasalnya, ia curiga dengan keberadaan Nisa, di depan kantor yang bertugas menikahkan dan menceraikan pasangan pengantin itu.Nisa memandang wajah suami, yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Ada perasaan sedih kala ia harus berpisah dengan orang yang pernah menemani hari-harinya selama satu tahun terakhir."Aku baru saja memasukkan berkas laporan gugatan perceraian kita, Mas!" ucap Nisa pelan."Apa....!" Begitu
"Wah...wah...! Tadi aja wajahnya bete', giliran Nisa datang langsung deh, sumringah!" ucap Dinda sambil membawakan minuman dingin pesanan Indra sekaligus buat mereka bertiga. Dinda juga menyiapkan cemilan untuk mereka."Lho...aku kebagian jatah, nih?" tanya Nisa melihat Dinda membawa tiga gelas minuman."Harus donk, kan aku bestie kamu! Aku tuh tau Nis, kalau kamu bakalan pulang. Makanya aku udah siapin sekalian!" jawab Dinda tersenyum. 'Kalian aja yang gak menyadari, Jika dari tadi aku di sini!' batin Dinda."Terimakasih ya, bestie! Kamu memang terbaik!" jawab Nisa memberi jempol memuji sahabatnya."Dinda ini memang paling the best, Nis! Susah lho cari teman kayak dia!" timpal Indra pula."Iya, aku tau kok!" jawab Nisa tersenyum membenarkan ucapan Indra."Aah, biasa aja kali Nis! Kamu juga sering bantu aku, aku bisa seperti sekarang juga atas bantuan dari kamu, kok!" jawab Dinda tulus."Gimana, beres?" tanya Dinda membu
Arman duduk sendiri di ruang keluarga, secangkir kopi dan sebungkus rokok filter terletak di atas meja menemaninya malam itu.Ada rasa menyesal menghampiri, tak kala ia teringat masa-masa indahnya, saat Nisa masih menjadi istrinya. Senyum indah Nisa selalu menyambut kepulangan dari kerja."Mengapa aku tak bisa menjadi seperti yang diinginkan Nisa? Apa aku memang tak pantas untuknya? Tapi..., kenapa hati ini seakan tak rela melihat dia bersama yang lain." Arman diam termenung berperang dengan penyesalan."Kak Arman..!" panggil Bella dan duduk di depan Arman."Kapan kamu pulang?" tanya Arman melihat adiknya yang seperti tak ingin pulang."Apa sih, Kak? Emang gak boleh ya aku main ke rumah Kakak aku sendiri?" jawab Bella sewot."Bukan gak boleh, cuma aneh aja! Kenapa akhir-akhir ini, kamu lebih kerasan tinggal di sini! Apa kamu ada masalah sama Mama?" selidiki Arman curiga."Gak ada kok..! Aku cuma lebih enak di sini aja, k
Tak terasa waktu sebulan berlalu dari malam di mana Arman memutuskan untuk menceraikan Nisa. Karena kedua belah pihak, melalui pengacara masing-masing, sama-sama mengajukan gugatan cerai, maka pihak pengadilan pun tidak memperpanjang pertanyaan. Hingga dalam waktu satu bulan, mereka akhirnya resmi bercerai.Bella yang telah menyesuaikan misi yang diberikan padanya, merasa lega. Karena rekaman video yang berada di tangan Sherly telah dihapus.Hari ini adalah hari pernikahan antara Arman dan Sherly, seperti yang diharapkan, bahwa orang tua juga saudaranya tidak mempersoalkan pernikahan mereka. Bahkan ibu Susy begitu antusias.Malam harinya, setelah semua acara selesai, Arman masuk ke kamar pengantin."Si*l, mengapa Nisa tidak ada datang menemui aku, sih!" umpat Arman kesal karena ketidak hadiran Nisa.Dengan mengajukan gugatan cerai, ia berharap agar Nisa memohon kepadanya untuk rujuk. Namun, setelah ditunggu hingga tiga
Sampai di rumah, Nisa segera menyimpan tas dan barang-barang yang sempat ia beli, di sebuah swalayan saat pulang tadi. Setelah semua dirasa cukup, Nisa masuk ke kamar dan membersihkan diri.Saat Nisa sedang menikmati secangkir kopi dengan stoples cemilan, Nisa mendengar suara mobil berhenti di depan rumah."Assalamualaikum, Bunda!" ucap salam Ahmad dengan nyaring. Ahmad segera berlari ke arah Bundanya."Waalaikumsalam, sayang!" jawab Nisa sambil mencium gemes pipi putranya."Assalamualaikum!" ucap Indra dan Dinda serempak."Waalaikumsalam!" jawab Nisa."Kamu rugi nggak ikut kita, Nis!' ucap Dinda sambil mendudukkan bokongnya di kursi."Iya, Bun! Tadi kita main di pantai! Seru....!" timpal Ahmad semangat."Syukur deh, kalau anak Bunda senang di sana!" ucap Nisa sambil tersenyum."Oya Nis, nih!" ucap Indra sambil memberikan bingkisan pada Nisa."Apa ini?" tanya Nisa penasaran sambil mengambil bin
Nisa yang tak ingin terperangkap dalam perdebatan antara suami istri itu, tak menghiraukan panggilan Arman. Dia langsung secepatnya meninggalkan Mall.Namun, belum jauh dia meninggalkan tempatnya. Ia bertemu seseorang yang ia kenal dan hormati. Situasi Nisa tidak memungkinkannya untuk menghindar, hingga ia hanya pasrah berdiam di tempatnya."Kamu Nisa, 'kan?" tanya pria paruh baya yang tiada lain adalah mantan mertuanya."Iya, Om!" jawab Nisa sopan, sambil meraih tangan pria itu dan menciumnya."Jangan panggil Om donk, panggil Papa!" balas pria tersebut ramah."Apa kamu sudah bertemu dengan Indra? Selama ini dia selalu mencari kamu, Nisa! Bahkan dia tidak mau Om jadohkan dengan anak teman Papa, katanya dia masih ingin mencari kamu!" lanjut pria tadi beruntun. Frasetyo merasa beruntung bisa menemukan mantan istri anaknya itu, dan berharap jika Nisa bisa berbaikan dan bersatu dengan anaknya kembali."Sudah, Om! Eh, sudah
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja