Tak terasa waktu sebulan berlalu dari malam di mana Arman memutuskan untuk menceraikan Nisa.
Karena kedua belah pihak, melalui pengacara masing-masing, sama-sama mengajukan gugatan cerai, maka pihak pengadilan pun tidak memperpanjang pertanyaan.Hingga dalam waktu satu bulan, mereka akhirnya resmi bercerai.Bella yang telah menyesuaikan misi yang diberikan padanya, merasa lega. Karena rekaman video yang berada di tangan Sherly telah dihapus.Hari ini adalah hari pernikahan antara Arman dan Sherly, seperti yang diharapkan, bahwa orang tua juga saudaranya tidak mempersoalkan pernikahan mereka. Bahkan ibu Susy begitu antusias.Malam harinya, setelah semua acara selesai, Arman masuk ke kamar pengantin."Si*l, mengapa Nisa tidak ada datang menemui aku, sih!" umpat Arman kesal karena ketidak hadiran Nisa.Dengan mengajukan gugatan cerai, ia berharap agar Nisa memohon kepadanya untuk rujuk. Namun, setelah ditunggu hingga tigaSampai di rumah, Nisa segera menyimpan tas dan barang-barang yang sempat ia beli, di sebuah swalayan saat pulang tadi. Setelah semua dirasa cukup, Nisa masuk ke kamar dan membersihkan diri.Saat Nisa sedang menikmati secangkir kopi dengan stoples cemilan, Nisa mendengar suara mobil berhenti di depan rumah."Assalamualaikum, Bunda!" ucap salam Ahmad dengan nyaring. Ahmad segera berlari ke arah Bundanya."Waalaikumsalam, sayang!" jawab Nisa sambil mencium gemes pipi putranya."Assalamualaikum!" ucap Indra dan Dinda serempak."Waalaikumsalam!" jawab Nisa."Kamu rugi nggak ikut kita, Nis!' ucap Dinda sambil mendudukkan bokongnya di kursi."Iya, Bun! Tadi kita main di pantai! Seru....!" timpal Ahmad semangat."Syukur deh, kalau anak Bunda senang di sana!" ucap Nisa sambil tersenyum."Oya Nis, nih!" ucap Indra sambil memberikan bingkisan pada Nisa."Apa ini?" tanya Nisa penasaran sambil mengambil bin
Nisa yang tak ingin terperangkap dalam perdebatan antara suami istri itu, tak menghiraukan panggilan Arman. Dia langsung secepatnya meninggalkan Mall.Namun, belum jauh dia meninggalkan tempatnya. Ia bertemu seseorang yang ia kenal dan hormati. Situasi Nisa tidak memungkinkannya untuk menghindar, hingga ia hanya pasrah berdiam di tempatnya."Kamu Nisa, 'kan?" tanya pria paruh baya yang tiada lain adalah mantan mertuanya."Iya, Om!" jawab Nisa sopan, sambil meraih tangan pria itu dan menciumnya."Jangan panggil Om donk, panggil Papa!" balas pria tersebut ramah."Apa kamu sudah bertemu dengan Indra? Selama ini dia selalu mencari kamu, Nisa! Bahkan dia tidak mau Om jadohkan dengan anak teman Papa, katanya dia masih ingin mencari kamu!" lanjut pria tadi beruntun. Frasetyo merasa beruntung bisa menemukan mantan istri anaknya itu, dan berharap jika Nisa bisa berbaikan dan bersatu dengan anaknya kembali."Sudah, Om! Eh, sudah
Di dalam kamar hotel, Sherly bersama dengan Frass, kembali tak mampu menahan hasrat mereka, hingga pergumulan itupun terjadi."Siapa wanita itu, Om?" tanya ulang Sherly. Sherly sengaja memancing obrolan di saat sekarang, ia ingin tau, ada hubungan apa antara Frass dan Nisa."Ugh....! Kenapa kamu mau tau, sih!" jawab Frass malas, sambil tetap melanjutkan kegiatannya."Akh..! Aku cemburu, Om!" jawab Sherly seakan tak rela jika Frass di miliki orang lain."Kamu tenang aja, baby! Argh....! Om gak mungkin meninggalkan kamu!" ujar Frass masih tak menjelaskan siapa Nisa.Merasa caranya masih belum membuat Frass berkata. Sherly bergerak lebih berani, dia naik dia atas tubuh Frass dan langsung memegang kendali permainan "Katakan Om, siapa dia? Akh....!" tanya Sherly kembali."Argh...! Dia mantan menantu Om, Baby! Namanya Nisa!" jawab Frass cepat.Sherly tersenyum smirk, 'Owh..jadi kamu bukan orang yang bisa dianggap remeh, Nisa!
Hari itu, Nisa pergi keluar untuk mencari tempat yang pas untuk usahanya. Dengan tabungan yang ia miliki, Nisa ingin membuka usaha rumah makan. Dengan hobinya yang senang memasak aneka masakan, Nisa ingin menambah penghasilannya dengan memanfaatkan ilmu yang ia punya dari hobinya tersebut.Sebelumnya, Nisa telah melihat ada sebuah tempat, yang menurutnya strategis untuk sebuah rumah makan, terletak di sekitar pasar dan di kelilingi banyak perkantoran. Dan di tempat itu pula tertulis dijual dan disewakan.Nisa segera menghubungi nomor telepon yang tertera di papan informasi, tak menunggu lama panggilan pun terhubung "Hallo, assalamualaikum!" sapa Nisa sopan."Waalaikumsalam, ada apa Ibu?" terdengar suara wanita di seberang menyapa."Begini Bu, saya Nisa, jika diijinkan, saya ingin bertanya tentang kepemilikan ruko yang ada di sini!" jawab Nisa dan menyebutkan alamat yang dimaksud."Oh..iya Bu! Bagaimana, apa ibu ingin membeli atau men
Sebulan berlalu, Nisa telah merenovasi ruko yang ia beli. Dengan dibantu Dinda dan Indra, semua jadi lebih lebih cepat.Ruko yang tadi kosong, sekarang telah diisi dengan perabotan kursi, meja dan lain-lain. Juga dengan penataan interior yang menarik, membuat rumah makan itu terkesan mewah dan menarik.Kini, rumah makan yang diberi nama rumah makan "family", telah beberapa hari yang lalu dibuka. Nisa juga masih tinggal di rumah Dinda.Untuk pekerjanya, Nisa mengambil tetangga sekitar rumah Dinda, ada dua ibu-ibu, yang bertugas memasak dengan menu yang ditulis oleh Nisa sendiri. Empat anak muda, dua wanita dan dua pria khusus bagian pelayan.Sementara untuk belanja bahan keperluan rumah makannya, Nisa dengan bantuan Indra, ia berhasil menjalin kerjasama beberapa agen daging, dan telor. Untuk sayuran, Nisa lebih membeli di pasar langsung, karena biar terjaga kesegaran dan kwalitas bahan masakannya.Walaupun rumah makan itu terbilang kecil, namun
Hari itu adalah hari kepindahan Nisa ke ruko, yang sekaligus merangkap sebagai usaha rumah makannya."Apa nggak terasa sempit, Nis?" tanya Indra melihat sekeliling ruangan atas, yang akan ditempati Nisa bersama putranya. "Iya, Nis! Kasihan nanti Ahmad, gak ada ruang bermainnya, lho!" timpal Dinda. Pasalnya, selain ada sebuah kamar dan satu ruang kosong, yang digunakan Nisa untuk kamar Ahmad nantinya, ruangan lainnya telah diisi dengan stok bahan masakan rumah makannya."Gak apa-apa kok, ini aja aku udah bersyukur banget, Din! Kalau untuk Ahmad bermain, ruang yang satu lagi 'kan, nantinya aku buat kamar Ahmad! Dia bisa kok bermain di kamarnya, gak harus keluar juga 'kan!" jawab Nisa santai. Nisa mengerti dengan kepedulian sahabatnya itu."Apa, aku belikan tempat yang baru aja, ya Nis! Tempat yang jauh lebih besar, dari ini!" usul Indra berharap Nisa menerima pertolongannya. pasalnya, sampai detik ini, selain perhiasan yang waktu itu ia b
"Bella, kamu baik-baik aja, 'kan Bella? Atau ada yang sakit, ya?" Rudy langsung panik, melihat Bella menangis.Bella berusaha menenangkan perasaannya, dia menghirup napas dalam, dan menghembuskannya perlahan. Setelah merasa tenang, Bella mencoba memandang wajah Rudy, mungkin karena pengaruh bayi dalam kandungan, atau memang Bella sudah mulai menerima kehadiran Rudy, Bella merasa sedikit bahagia, saat ia melihat kekhawatiran Rudy padanya."Makasih ya, aku gak apa-apa kok!" ucap Bella sambil tersenyum manis."Hah...?" Rudy yang tak menyangka mendapatkan keramahan dari Bella, merasa specles melihat senyuman Bella."Oh..ya! Kamu gak marah lagi, Bell?" tanya Rudy penasaran dengan perasaan Bella padanya."Udahlah, nggak usah dibahas yang udah terjadi! Apa benar, kamu mau bertanggungjawab atas bayi ini?" Melihat kesungguhan Rudy, sudah cukup bagi Bella untuk membuktikan keseriusan Ayah, dari bayi yang dikandungnya saat ini."A
Sampai di rumahnya yang merangkap Rumah Makan tersebut, Nisa langsung memberikan bahan-bahan yang ia beli pada Bu Ratna. "Ahmad udah pulang, Bu?" "Sudah, Mbak! Mungkin sekarang lagi mengerjakan tugas di lantai atas, Mbak!" "Owh, terimakasih ya Bu!" "Iya Mbak, saya permisi ke belakang ya Mbak!" ucap Bu Ratna sembari membawa belanjaan, di bantu pekerja laki-laki yang bertugas sebagai pelayan saji.Nisa segera bergegas naik ke lantai atas. Tubuh yang letih saat belanja, semakin bertambah letih karena perdebatannya dengan Papa dari Indra tadi.Nisa menghampiri kamar putranya, ternyata benar, putranya sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya.Nisa kembali ke kamarnya, dan membersihkan diri, setelah selesai, Nisa tidak segera turun, Dia duduk sambil termenung di atas tempat tidurnya "Apa salahku? Mengapa Om Fras, tiba-tiba marah dan berkata kasar seperti itu, ya?" gumam Nisa sendiri.Lama Nisa mencoba mengingat masa la