Sampai di rumah, Nisa segera menyimpan tas dan barang-barang yang sempat ia beli, di sebuah swalayan saat pulang tadi. Setelah semua dirasa cukup, Nisa masuk ke kamar dan membersihkan diri.
Saat Nisa sedang menikmati secangkir kopi dengan stoples cemilan, Nisa mendengar suara mobil berhenti di depan rumah."Assalamualaikum, Bunda!" ucap salam Ahmad dengan nyaring. Ahmad segera berlari ke arah Bundanya."Waalaikumsalam, sayang!" jawab Nisa sambil mencium gemes pipi putranya."Assalamualaikum!" ucap Indra dan Dinda serempak."Waalaikumsalam!" jawab Nisa."Kamu rugi nggak ikut kita, Nis!' ucap Dinda sambil mendudukkan bokongnya di kursi."Iya, Bun! Tadi kita main di pantai! Seru....!" timpal Ahmad semangat."Syukur deh, kalau anak Bunda senang di sana!" ucap Nisa sambil tersenyum."Oya Nis, nih!" ucap Indra sambil memberikan bingkisan pada Nisa."Apa ini?" tanya Nisa penasaran sambil mengambil binNisa yang tak ingin terperangkap dalam perdebatan antara suami istri itu, tak menghiraukan panggilan Arman. Dia langsung secepatnya meninggalkan Mall.Namun, belum jauh dia meninggalkan tempatnya. Ia bertemu seseorang yang ia kenal dan hormati. Situasi Nisa tidak memungkinkannya untuk menghindar, hingga ia hanya pasrah berdiam di tempatnya."Kamu Nisa, 'kan?" tanya pria paruh baya yang tiada lain adalah mantan mertuanya."Iya, Om!" jawab Nisa sopan, sambil meraih tangan pria itu dan menciumnya."Jangan panggil Om donk, panggil Papa!" balas pria tersebut ramah."Apa kamu sudah bertemu dengan Indra? Selama ini dia selalu mencari kamu, Nisa! Bahkan dia tidak mau Om jadohkan dengan anak teman Papa, katanya dia masih ingin mencari kamu!" lanjut pria tadi beruntun. Frasetyo merasa beruntung bisa menemukan mantan istri anaknya itu, dan berharap jika Nisa bisa berbaikan dan bersatu dengan anaknya kembali."Sudah, Om! Eh, sudah
Di dalam kamar hotel, Sherly bersama dengan Frass, kembali tak mampu menahan hasrat mereka, hingga pergumulan itupun terjadi."Siapa wanita itu, Om?" tanya ulang Sherly. Sherly sengaja memancing obrolan di saat sekarang, ia ingin tau, ada hubungan apa antara Frass dan Nisa."Ugh....! Kenapa kamu mau tau, sih!" jawab Frass malas, sambil tetap melanjutkan kegiatannya."Akh..! Aku cemburu, Om!" jawab Sherly seakan tak rela jika Frass di miliki orang lain."Kamu tenang aja, baby! Argh....! Om gak mungkin meninggalkan kamu!" ujar Frass masih tak menjelaskan siapa Nisa.Merasa caranya masih belum membuat Frass berkata. Sherly bergerak lebih berani, dia naik dia atas tubuh Frass dan langsung memegang kendali permainan "Katakan Om, siapa dia? Akh....!" tanya Sherly kembali."Argh...! Dia mantan menantu Om, Baby! Namanya Nisa!" jawab Frass cepat.Sherly tersenyum smirk, 'Owh..jadi kamu bukan orang yang bisa dianggap remeh, Nisa!
Hari itu, Nisa pergi keluar untuk mencari tempat yang pas untuk usahanya. Dengan tabungan yang ia miliki, Nisa ingin membuka usaha rumah makan. Dengan hobinya yang senang memasak aneka masakan, Nisa ingin menambah penghasilannya dengan memanfaatkan ilmu yang ia punya dari hobinya tersebut.Sebelumnya, Nisa telah melihat ada sebuah tempat, yang menurutnya strategis untuk sebuah rumah makan, terletak di sekitar pasar dan di kelilingi banyak perkantoran. Dan di tempat itu pula tertulis dijual dan disewakan.Nisa segera menghubungi nomor telepon yang tertera di papan informasi, tak menunggu lama panggilan pun terhubung "Hallo, assalamualaikum!" sapa Nisa sopan."Waalaikumsalam, ada apa Ibu?" terdengar suara wanita di seberang menyapa."Begini Bu, saya Nisa, jika diijinkan, saya ingin bertanya tentang kepemilikan ruko yang ada di sini!" jawab Nisa dan menyebutkan alamat yang dimaksud."Oh..iya Bu! Bagaimana, apa ibu ingin membeli atau men
Sebulan berlalu, Nisa telah merenovasi ruko yang ia beli. Dengan dibantu Dinda dan Indra, semua jadi lebih lebih cepat.Ruko yang tadi kosong, sekarang telah diisi dengan perabotan kursi, meja dan lain-lain. Juga dengan penataan interior yang menarik, membuat rumah makan itu terkesan mewah dan menarik.Kini, rumah makan yang diberi nama rumah makan "family", telah beberapa hari yang lalu dibuka. Nisa juga masih tinggal di rumah Dinda.Untuk pekerjanya, Nisa mengambil tetangga sekitar rumah Dinda, ada dua ibu-ibu, yang bertugas memasak dengan menu yang ditulis oleh Nisa sendiri. Empat anak muda, dua wanita dan dua pria khusus bagian pelayan.Sementara untuk belanja bahan keperluan rumah makannya, Nisa dengan bantuan Indra, ia berhasil menjalin kerjasama beberapa agen daging, dan telor. Untuk sayuran, Nisa lebih membeli di pasar langsung, karena biar terjaga kesegaran dan kwalitas bahan masakannya.Walaupun rumah makan itu terbilang kecil, namun
Hari itu adalah hari kepindahan Nisa ke ruko, yang sekaligus merangkap sebagai usaha rumah makannya."Apa nggak terasa sempit, Nis?" tanya Indra melihat sekeliling ruangan atas, yang akan ditempati Nisa bersama putranya. "Iya, Nis! Kasihan nanti Ahmad, gak ada ruang bermainnya, lho!" timpal Dinda. Pasalnya, selain ada sebuah kamar dan satu ruang kosong, yang digunakan Nisa untuk kamar Ahmad nantinya, ruangan lainnya telah diisi dengan stok bahan masakan rumah makannya."Gak apa-apa kok, ini aja aku udah bersyukur banget, Din! Kalau untuk Ahmad bermain, ruang yang satu lagi 'kan, nantinya aku buat kamar Ahmad! Dia bisa kok bermain di kamarnya, gak harus keluar juga 'kan!" jawab Nisa santai. Nisa mengerti dengan kepedulian sahabatnya itu."Apa, aku belikan tempat yang baru aja, ya Nis! Tempat yang jauh lebih besar, dari ini!" usul Indra berharap Nisa menerima pertolongannya. pasalnya, sampai detik ini, selain perhiasan yang waktu itu ia b
"Bella, kamu baik-baik aja, 'kan Bella? Atau ada yang sakit, ya?" Rudy langsung panik, melihat Bella menangis.Bella berusaha menenangkan perasaannya, dia menghirup napas dalam, dan menghembuskannya perlahan. Setelah merasa tenang, Bella mencoba memandang wajah Rudy, mungkin karena pengaruh bayi dalam kandungan, atau memang Bella sudah mulai menerima kehadiran Rudy, Bella merasa sedikit bahagia, saat ia melihat kekhawatiran Rudy padanya."Makasih ya, aku gak apa-apa kok!" ucap Bella sambil tersenyum manis."Hah...?" Rudy yang tak menyangka mendapatkan keramahan dari Bella, merasa specles melihat senyuman Bella."Oh..ya! Kamu gak marah lagi, Bell?" tanya Rudy penasaran dengan perasaan Bella padanya."Udahlah, nggak usah dibahas yang udah terjadi! Apa benar, kamu mau bertanggungjawab atas bayi ini?" Melihat kesungguhan Rudy, sudah cukup bagi Bella untuk membuktikan keseriusan Ayah, dari bayi yang dikandungnya saat ini."A
Sampai di rumahnya yang merangkap Rumah Makan tersebut, Nisa langsung memberikan bahan-bahan yang ia beli pada Bu Ratna. "Ahmad udah pulang, Bu?" "Sudah, Mbak! Mungkin sekarang lagi mengerjakan tugas di lantai atas, Mbak!" "Owh, terimakasih ya Bu!" "Iya Mbak, saya permisi ke belakang ya Mbak!" ucap Bu Ratna sembari membawa belanjaan, di bantu pekerja laki-laki yang bertugas sebagai pelayan saji.Nisa segera bergegas naik ke lantai atas. Tubuh yang letih saat belanja, semakin bertambah letih karena perdebatannya dengan Papa dari Indra tadi.Nisa menghampiri kamar putranya, ternyata benar, putranya sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya.Nisa kembali ke kamarnya, dan membersihkan diri, setelah selesai, Nisa tidak segera turun, Dia duduk sambil termenung di atas tempat tidurnya "Apa salahku? Mengapa Om Fras, tiba-tiba marah dan berkata kasar seperti itu, ya?" gumam Nisa sendiri.Lama Nisa mencoba mengingat masa la
Tak terasa waktu berlalu, hari ini bertepatan berakhirnya masa Iddah Nisa. Hari ini, Nisa pulang ke kampungnya. Semenjak menikah dengan Arman satu setengah tahun lalu, tak sekalipun Nisa pulang menjenguk orang tuanya yang hanya tersisa satu."Assalamualaikum, Yah!" ucap salam Nisa, saat berada di depan pintu sebuah rumah sederhana."Waalaikumsalam, uuk..uhuk..! Masuk...!" jawab suara dari dalam rumah.Mendengar suara yang begitu ia kenali, Nisa segera membawa tasnya, dan Ahmad masuk."Ayah....! Astaghfirullah, Ayah kenapa bisa begini?" ucap Nisa terlihat khawatir, melihat kondisi Ayahnya yang nampak ringkih terbaring di atas tempat tidur yang telah usang."Nisa...! Mana Ahmad? Uhuk..!" tanya ayah Nisa."Ahmad ada kok, Yah?""Ahmad..sini sayang!" panggil Nisa pada putranya yang duduk di luar kamar.Merasa namanya dipanggil, Ahmad bergegas masuk "Ada apa, Bun?" tanya Ahmad setelah sampai."Ahmad, cucu ka
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja